selamat datang

Kampus ku

Pesan Kami

DATA

Postingan
Komentar

Total Tayangan Halaman

Like Facebook


Kamis, 26 Oktober 2017

Pelatihan BTCLS Surabaya.

Pelatihan BTCLS Surabaya.
sertifikat yg akan di dapat, 2 sertifikat besar, 1 sertifikat kecil:
1. Sertifikat PPNI Jatim
2. Sertifikat Hipgabi
3. sertifikat kecil (kartu) utk disimpan di dompet.

Senin, 03 November 2014

Press Release Pra Kegiatan Indonesia Student Leadership Camp (ISLC) kembali hadir di tahun 2014

Press Release Pra Kegiatan Indonesia Student Leadership Camp (ISLC) kembali hadir di tahun 2014 ini. Program yang digagas oleh Universitas Indonesia melalui Institute Leadership Development (iLead) ini telah memasuki jilid ketiga dalam perjalanannya. ISLC menjadi wadah bagi 100 Ketua OSIS SMA/sederajat terpilih se-Indonesia untuk menjalani pelatihan dan bimbingan terkait kepemimpinan. Selama itu pula, program ISLC telah menghasikan generasi muda bangsa yang memiliki kemampuan lebih di bidang kepemimpinan.

Dengan mengusung tema “Pendidikan untuk Bangsaku”, ISLC III berkomitmen untuk memberikan inspirasi dan pelatihan pada peserta tentang urgensi pendidikan sebagai salah satu faktor penting untuk membangun bangsa. Dengan mengangkat hal yang berada di sekitar mereka, maka tindakan nyata dan kontributif akan dapat dilaksanakan sesuai dengan kapasitas mereka. Serangkaian acara yang mendukung tercapainya tujuan program telah disiapkan sedemikian rupa. Peserta akan dipertemukan langsung dan mendengar kisah-kisah inspiratif dari beberapa tokoh nasional yang akan dihadirkan dalam sesi talkshow, workshop, dan dialog inspiratif. Selain itu ,para peserta juga diberi kesempatan untuk mengunjungi lembaga-lembaga vital negara dalam kegiatan institutional visit.

ISLC tahun ini akan diselenggarakan di kampus Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat pada tanggal 8 – 14 November 2014. Diharapkan dengan adanya program ini, akan melahirkan pemimpin muda yang berkualitas, cerdas, berwawasan global, dan mampu memberikan kontribusi nyata dalam sebuah gerakan bersama dan sinergis. Hal tersebut akan dikonkretkan melalui kepengurusan mereka di Forum OSIS Nusantara (FON) pasca ISLC III nanti.
(Ahmad Shidqy)

Rabu, 02 Oktober 2013

Buku Saku Perawat.

Tingkat Kesadaran

TINGKAT KESADARAN
Pengertian

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
  1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
  2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
  3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
  4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
  5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
  6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala. Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian).

Jadi sangat penting dalam mengukur status neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign.
Penyebab Penurunan Kesadaran

Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat menurun ketika
  1. Otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia)
  2. Kekurangan aliran darah (seperti pada keadaan syok)
  3. Penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma ketoasidosis)
  4. Pada keadaan hipo atau hipernatremia
  5. Dehidrasi; asidosis, alkalosis
  6. Pengaruh obat-obatan, alkohol, keracunan: hipertermia, hipotermia; peningkatan tekanan intrakranial (karena perdarahan, stroke, tomor otak)
  7. Infeksi (encephalitis); epilepsi.
Mengukur Tingkat Kesadaran

Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil seobjektif mungkin adalah menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk menentukan derajat cidera kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik diukur dan hasil pengukuran dijumlahkan jika kurang dari 13, makan dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang menunjukan adanya penurunan kesadaran.

Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana pasien diperiksa apakah sadar baik (alert), berespon dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika dirangsang nyeri (pain), atau pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal maupun diberi rangsang nyeri (unresponsive).

Ada metoda lain yang lebih sederhana dan lebih mudah dari GCS dengan hasil yang kurang lebih sama akuratnya, yaitu skala ACDU, pasien diperiksa kesadarannya apakah baik (alertness), bingung / kacau (confusion), mudah tertidur (drowsiness), dan tidak ada respon (unresponsiveness).

Pemeriksaan Umum Ibu Hamil

Apa sajakah Pemeriksaan Umum Kehamilan ?
  1. Bagaimana keadaan umum penderita, keadaan gizi, kelainan bantuk badan, kesadaran.
  2. Adakah anemia, cyanosis, icterus, atau dyspnoe.
  3. Keadaan jantung dan paru-paru.
  4. Adakah oedem :
    Oedema dalah kehamilan dapat disebabkan oleh toxemia gravidarum atau oleh tekanan rahim yang membesar pada vena-vena dalam panggul yang mengalirkan darah dari kaki, tetapi juga oleh hypovitaminose B1, hypoproteinaemia dan penyakit jantung.
  5. Refleks :
    terutama refleks lutut. Refleks lutut negatif pada hypovitaminose B1 dan penyakit urat syaraf.
  6. Tensi :
    Tensi pada orang hamil tidak boleh mencapai 140 systolis atau 90 diastolis.
    Juga perubahan 30 systolis dan 15 diastolis di atas tensi sebelum hamil menandakan toxemia gravidarum.
  7. Berat badan :
    walaupun prognosa kehamilan dan persalinan bagi orang gemuk kurang baik di bandingkan dengan orang yang normal beratnya, dalam menimbang seseorang bukan beratnya saja yang penting, tapi lebih penting lagi perubahan berat setiap kali ibu memeriksakan diri.
    Berat badan dalam triwulan ke III tidak boleh tambah lebih dari 1 kg seminggu atau 3 kg sebulan.
    Penambahan yang lebih dari batas-batas tersebut di atas disebabkan oleh penimbunan (retensi) air dan di sebut praoedema.
  8. Pemeriksaan Laboratorium
    • Air kencing :
      - terutama diperiksa atas glukose, zat putih telur dan sedimen.
      Adanya glukose dalam urine orang hamil harus dianggap sebagai gejala penyakit diabetes kecuali kalau kita dapat membuktikan bahwa hal-hal lain yang menyebabkannya.
      -Dalam akhir kehamilan dan dalam nifas reaksi reduksi dapat menjadi positif adanya laktose dalam air kencing. Zat putih telur positsf dalam air kencing pada nefritis, toxemia gravidarum dan radang dari saluran kencing.
    • Darah :
      - dari darah perlu ditentukan Hb, sekali 3 bulan karena pada orang hamil sering timbul anemia karena defisiensi Fe.
      - Selanjutnya perlu di periksa reaksi seroogis (WR) dan golongan darah. Juga pemeriksaan kadar gula darah. Reaksi Wasserman positif dan lues, tetapi juga pada fraimboesia.
      Golongan darah ditentukan supaya kita cepat dapat mencairkan darah yang cocok jika penderita memerlukannya. Kalau ibu golongan O maka mungkin timbul ABO antagonisme.
    • Faeces diperiksa atas telur-telur cacing.

Cara Menghitung Hari Taksiran Persalinan (HTP) dan Umur Kehamilan Berdasarkan Haid Terakhir

Metoda I : Metoda Kalender (untuk HTP)

Hari Pertama haid teakhir (HPHT) untuk tanggal ditambahkan 7 hari, untuk bulan dikurangi 3 bulan dan untuk tahun ditambahkan 1 tahun. Misalnya, HPHT tanggal 12 April 1980, maka untuk hari 12 + 7 = 19 jadi tanggal 19, untuk bulan April : 4 - 3 =1 jadi bulan Januari, untuk tahun ditambah 1 tahun 1980 + 1 =1981 jadi tahun 1981. Jadi HTPnya adalah 19 Januari 1981.


Metoda II : Metoda Bulan (untuk HTP)

Bila ibu hamil mempunyai siklus haid 28 hari (4 minggu), bayi akan lahir tepat 40 minggu atau setelah 10 bulan purnama, bila HPHTnya pada waktu bulan purnama.


Metoda III : Metoda "Roda Kehamilan" (untuk HTP dan Umur Kehamilan)

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan "Roda Kehamilan" atau gestogram (bila ada).


Metoda IV (untuk Umur Kehamilan)


Hitung berapa bulan sudah berlalu sejak HPHT sampai saat pertama kali memeriksakan kehamilan. Misalnya, HPHT pada tanggal 6 April dan ibu memeriksakan diri pada tanggal 12 Juni, maka kehamilannya pada waktu itu telah berumur 2 bulan lebih sedikit.

Umur Kehamilan diperhitungkan dan dibandingkan dengan ukuran uterus, untuk melihat apakah janin tumbuh semakin besar pada setiap kunjungan ulangan.

Cara Mengetahui Perbedaan Primigravida dan Multigravida


Primigravida :
  • buah dada tegang
  • puting susu runcing
  • perut tegang dan menonjol kedepan
  • striae lividae
  • perineum utuh
  • vulva tertutup
  • hymen perforatus
  • vagina sempit dan teraba rugae
  • portio runcing, ost. ext. tertutup


Multigravida :
  • lembek, menggantung
  • puting susu tumpul
  • perut lembek dan tergantug
  • striae lividae dan striae albicans
  • perineum berparut
  • vulva mengangah
  • carunculae myrtiformis
  • vagina longgar, selaput lendir licin
  • portio timpul dan terbagi dalam bibir depan dan bibir belakang.

Rumus Perhitungan Dosis

RUMUS PERHITUNGAN DOPAMIN

Dopamin ;1 ampul = 10 cc, 1 ampul = 200 mg , 1 mg = 1000 mikrogram

Rumus factor pengencer = 200.000 = 4000

50cc

Rumus : Dosis x BB x jam (menit ) = hasil

4000

Atau rumus langsung : Dosis x BB 60 x 50 = hasil

200.000


RUMUS PERHITUNGAN DOBUTAMIN

Dobutamin ; 1 ampul = 5 cc , 1 ampul = 250 mg , 1 mg = 1000 mikrogram

250 mg = 250.000 mikrogram

rumus factor pengencer = 250.000 = 5000

50cc

Rumus : Dosis x BB x jam (menit ) = hasil

5000

Atau rumus langsung : Dosis x BB x 60 x 50 = hasil

250.000

Rumus diatas digunakan untuk pemberian dopamine dan dobutamin dengan menggunakan syringe pump.


Rumus pemberian Dopamin dan Dobutamin dalam kolf / drip

Rumus = 200.000 = 400

500

= Dosis x BB x jam ( menit )

400

= hasil sesuai makro drip / mikrodrip


RUMUS PERHITUNGAN NITROCYNE

1 ampul = 10 cc , 1 cc = 1 mg, 1 ampul = 10 mg

Dosis yang digunakan dalam cc ( microgram ) jadi 1 ampul = 10.000 mikrogram

Rumus : Dosis x 60 x pengencer = hasil

10.000


RUMUS PERHITUNGAN ISOKET

1 ampul = 10 cc , 1 ampul = 10 mg , 1mg = 1cc

Isoket atau Cedocard diberikan sesuai dosis yang diberikan oleh dokter.


RUMUS PERHITUNGAN DARAH UNTUK TRANSFUSI

Rumus : Hb normal – Hb pasien = hasil

> hasil x BB x jenis darah

Keterangan :

Hb normal = Hb yang diharapkan atau Hb normal

Hb pasien = Hb pasien saat ini

Hasil = hasil pengurangan Hb normal dan Hb pasien

Jenis darah = darah yang dibutuhkan

= PRC dikalikan 3

= WB dikalikan 6


RUMUS PERHITUNGAN KOREKSI HIPOKALEMI PADA ANAK

Koreksi cepat

Yang dibutuhkan = ( jml K x BB x 0,4 ) + ( 2/6 x BB )

Diberikan dalam waktu 4 jam

Maintenance : 5 x BB x 2

6

Diberikan dalam 24 jam

Keterangan :
Jml K = nilai yang diharapkan ( 3,5 ) – nilai hasil kalian (x)

Cara Menentukan Umur Kehamilan Post Partum Menurut Ballard (1997)

KULIT

0 = merah seperti agar transparan

1 = merah muda licin/halus tampak vena

2 = permukaan mengelupas dengan/tanpa ruam, sedikit vena

3 = daerah pucat, retak2, vena jarang

4 = seperti kertas putih, retak lebih dalam tidak ada vena

5 = seperti kulit retak mengkerut


LANUGO

0 = tidak ada

1 = banyak

2 = menipis

3 = menghilang

4 = umumnya tidak ada

5 =……………..


LIPATAN PLANTAR

0 = hampir tidak tampak

1 = tanda merah sangat sedikit

2 = hanya lipatan anterior yang menghilang

3 = lipatan 2/3 anterior

4 = lipatan seluruh tampak


PAYUDARA

0 = hampir tidak tampak

1 = areola mendatar tidak ada tonjolan

2 = areola seperti titik tonjolan 1-2 mm

3 = areola lebih jelas dengan 3-4 mm

4 = areola penuh tonjolan 5-10 mm


DAUN TELINGA

0 = datar tetap terlihat

1 = sedikit melengkung, lunak lambat kembali

2 = bentuknya lebih baik, lunak mudah membalik

3 = bentuk sempurna, membaik seketika

4 = tulang rawan tebal, tulang telinga kaku


KELAMIN LAKI - LAKI

0 = skrotum tidak ada rugae

1 = testis belum turun

2 = testis turun, sedikit rugae

3 = testis dibawah, rugaenya bagus

4 = testis tergantung, rugaenya dalam


KELAMIN WANITA

0 = klitoris dan labia minor menonjol

1 = labia mayor dan minor sama2 menonjol

2 = labia mayor besar, minor kecil

3 = klitoris dan labia minor di tutupi labia mayor

Reflek Patologis


  1. Reflek Hoffman – Tromer

    Jari tengah klien diekstensikan, ujungnya digores, positif bila ada gerakan fleksi pada ari lainnya


  2. Reflek Jaw

    Kerusakan kortikospinalis bilateral, eferen dan aferennya nervous trigeminus, dengan
    mengertuk dagu klien pada posisi mulut terbuka, hasil positif bila mulut terkatup


  3. Reflek regresi

    Kerusakan traktus pirimidalis bilateral / otak bilateral


  4. Reflek Glabella

    Mengetuk dahi diantara kedua mata, hasilnya positif bila membuat kedua mata klien
    tertutup


  5. Reflek Snout

    Mengutuk pertengahan bibir atas, positif bila mulutnya tercucur saliva


  6. Reflek sucking

    Menaruh jari pada bibir klien, positif bila klien menghisap jari tersebut


  7. Reflek Grasp

    Taruh jari pada tangan klien, positif bila klien memegangnya


  8. Reflek Palmomental

    Gores telapak tangan didaerah distal, positif bila otot dagu kontraksi


  9. Reflek rosolimo

    Ketuk telapak kaki depan, positif bila jari kaki ventrofleksi


  10. Reflek Mendel Bechterew

    Mengetuk daerah dorsal kaki2 sebelah depan,positif bila jari kaki ventrofleksi

Refleksiologi


  1. Reflek kornea

    Dengan cara menyentuhkan kapas pada limbus, hasil positif bila mengedip (N IV & VII )


  2. Reflek faring

    Faring digores dengan spatel, reaksi positif bila ada reaksi muntahan ( N IX & X )


  3. Reflek Abdominal

    Menggoreskan dinidng perut dari lateral ke umbilicus, hasil negative pada orang
    tua, wanita multi para, obesitas, hasil positif bila terdapat reaksi otot.


  4. Reflek Kremaster

    Menggoreskan paha bagian dalam bawah, positif bila skrotum sisi yang sama
    naik / kontriksi ( L 1-2 )


  5. Reflek Anal

    Menggores kulit anal, positif bila ada kontraksi spincter ani ( S 3-4-5 )


  6. Reflek Bulbo Cavernosus

    Tekan gland penis tiba-tiba jari yang lain masukkan kedalam anus, positif bila
    kontraksi spincter ani (S3-4 / saraf spinal )


  7. Reflek Bisep ( C 5-6 )


  8. Reflek Trisep ( C 6,7,8 )


  9. Reflek Brachioradialis ( C 5-6 )


  10. Reflek Patela ( L 2-3-4 )


  11. Reflek Tendon Achiles ( L5-S2)


  12. Reflek Moro

    Reflek memeluk pada bayi saat dikejutkan dengan tangan


  13. Reflek Babinski

    Goreskan ujung reflak hammer pada lateral telapak kaki mengarah ke jari, hasil
    positif pada bayi normal sedangkan pada orang dewasa abnormal ( jari kaki
    meregang / aduksi ektensi )


  14. Sucking reflek

    Reflek menghisap pada bayi


  15. Grasping reflek

    Reflek memegang pada bayi


  16. Rooting reflek

    Bayi menoleh saat tangan ditempelkan ke sisi pipi

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Peritonitis Askep Peritonitis





Peritonitis

Pengertian

Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa.


Etiologi
  1. Infeksi bakteri
    • Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
    • Appendisitis yang meradang dan perforasi
    • Tukak peptik (lambung / dudenum)
    • Tukak thypoid
    • Tukan disentri amuba / colitis
    • Tukak pada tumor
    • Salpingitis
    • Divertikulitis
    • Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.
  2. Secara langsung dari luar.
    • Operasi yang tidak steril
    • Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal.
    • Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati
    • Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula peritonitis granulomatosa.
  3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.

Patofisiologi

Peritonitis menimbulkan efek sistemik. Perubahan sirkulasi, perpindahan cairan, masalah pernafasan menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sistem sirkulasi mengalamin tekanan dari beberapa sumber. Respon inflamasi mengirimkan darah ekstra ke area usus yang terinflamasi. Cairan dan udara ditahan dalam lumen ini, meningkatkan tekanan dan sekresi cairan ke dalam usus. Sedangkan volume sirkulasi darah berkurang, meningkatkan kebutuhan oksigen, ventilasi berkurang dan meninggikan tekanan abdomen yang meninggikan diafragma.


Tanda dan Gejala

Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dnegan paraplegia dan penderita geriatric.


Komplikasi

  • Eviserasi Luka
  • Pembentukan abses

Pemeriksaan Penunjang

  1. Test laboratorium
    • Leukositosis
    • Hematokrit meningkat
    • Asidosis metabolik
  2. X. Ray
    Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :
    • Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
    • Usus halus dan usus besar dilatasi.
    • Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

Penatalaksanaan Medis
  1. Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena untuk mengganti elektrolit dan kehilangan protein. Biasanya selang usus dimasukkan melalui hidung ke dalam usus untuk mengurangi tekanan dalam usus.

  2. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan perbaikan dapat diupayakan.

  3. Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis, seperti apendiktomi. Bila perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan drainase terhadap abses.

Diagnosa Keperawatan yang Muncul pada Peritonitis
  1. Nyeri bd proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.

  2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd muntah dan penghisapan usus.

Intervensi pada Peritonitis

Diagnosa Keperawatan I :
Nyeri bd proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan

Tujuan :
Persepsi klien tentang nyeri menurun, ditandai penurunan skala nyeri, dan tidak meringis.

Intervensi :
  • Kaji dan catat karakter dan beratnya nyeri setiap 1-2 jam
  • Setelah diagnosis, berikan narkotik, analgetik dan sedatif sesuai program untuk meningkatkan kenyamanan dan istirahat.
  • Pertahankan tirah baring ; istirahat, lingkungan yang tenang.
  • Pertahankan posisi nyaman ; semifowler.

Diagnosa Keperawatan II :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd muntah dan penghisapan usus.

Tujuan :
Nutrisi pasien adekuat, ditandai BB stabil, albumin serum 3,5 s/d 5,5 g/dl.

Intervensi :
  • Pertahankan pasien puasa sesuai program selama fase akut.
  • Bila mengalami ileus, selang NG akan dipasang untuk dekompresi abdomen.
  • Berikan cairan secara bertahap bila motilitas telah kembali, dibuktikan bising usus, penurunan distensi dan pasase flatus.
  • Bila diprogramkan dukung pasien dengan nutrisi parenteral.
  • Berikan pengganti cairan, elektrolit dan vitamin sesuai program.

Asuhan Keperawatan Kolelitiasis Askep Kolelitiasis



A. Defenisi

Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.


B. Klasifikasi
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan :
  1. Batu kolesterol
    Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol.
  2. Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
    Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.
  3. Batu pigmen hitam.
    Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.

C. Epidemiologi
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang orang dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu 1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.


D. Faktor Resiko
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
  1. Jenis Kelamin.
    Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
  2. Usia.
    Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
  3. Berat badan (BMI).
    Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
  4. Makanan.
    Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
  5. Riwayat keluarga.
    Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.
  6. Aktifitas fisik.
    Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
  7. Penyakit usus halus.
    Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
  8. Nutrisi intravena jangka lama.
    Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.


E. ANATOMI
Kandung empedu ( Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica kanan. V. cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.


F. FISIOLOGI SALURAN EMPEDU
Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml. Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan – lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.5
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.


PENGOSONGAN KANDUNG EMPEDU

Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam – garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak.
Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :
  • Hormonal :
    Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.
  • Neurogen :
    • Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung empedu.
    • Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.
      Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti batu.

KOMPOSISI CAIRAN EMPEDU
Komposisi Cairan Empedu
Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu
Air 97,5 gm % 95 gm %
Garam Empedu 1,1 gm % 6 gm %
Bilirubin 0,04 gm % 0,3 gm %
Kolesterol 0,1 gm % 0,3 – 0,9 gm %
Asam Lemak 0,12 gm % 0,3 – 1,2 gm %
Lecithin 0,04 gm % 0,3 gm %
Elektrolit - -

1. Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.
Fungsi garam empedu adalah :
o Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.
o Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut dalam lemak
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu.
2. Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.

G. PATOGENESIS BENTUKAN BATU EMPEDU
Avni Sali tahun 1984 membagi batu empedu berdasarkan komponen yang terbesar yang terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pembagian dari Tetsuo Maki tahun 1995 sebagai berikut :
  1. Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa berupa sebagai :
    • Batu Kolesterol Murni
    • Batu Kombinasi
    • Batu Campuran (Mixed Stone)
  2. Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadar kolesterolnya paling banyak 25 %. Bisa berupa sebagai :
    • Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen calsium
    • Batu pigmen murni
  3. Batu empedu lain yang jarang
    Sebagian ahli lain membagi batu empedu menjadi :
    • Batu Kolesterol
    • Batu Campuran (Mixed Stone)
    • Batu Pigmen.3

Sabtu, 01 Juni 2013

Cara Mudah Membaca Analisa Gas Darah


Petugas kesehatan seringkali  kesulitan dalam membaca hasil analisa gas darah (BGA). Kesalahan dalam menginterpretasinya seringkali menyebabkan kesalahan diagnosis. Berikut terdapat beberapa cara mudah dalam membaca hasil BGA:
1.       Lihat pH
Langkah pertama adalah lihat pH. pH normal dari darah antara 7,35 – 7,45. Jika pH darah di bawah 7,35 berarti asidosis, dan jika di atas 7,45 berarti alkalosis.
2.       Lihat CO2
Langkah kedua adalah lihat kadar pCO2. Kadar pCO2 normal adalah 35-45 mmHg. Di bawah 35 adalah alkalosis, di atas 45 asidosis.
3.       Lihat HCO3
Langkah ketiga adalah lihat kadar HCO3. Kadar normal HCO3 adalah 22-26 mEq/L. Di bawah 22 adalah asidosis, dan di atas 26 alkalosis.
4.       Bandingkan CO2 atau HCO3 dengan pH
Langkah selanjutnya adalah bandingkan kadar pCO2 atau HCO3 dengan pH untuk menentukan jenis kelainan asam basanya. Contohnya, jika pH asidosis dan CO2 asidosis, maka kelainannya disebabkan oleh sistem pernapasan, sehingga disebut asidosis respiratorik. Contoh lain jika pH alkalosis dan HCO3 alkalosis, maka kelainan asam basanya disebabkan oleh sistem metabolik sehingga disebut metabolik alkalosis.
5.       Apakah CO2 atau HCO3 berlawanan dengan pH
Langkah kelima adalah melihat apakah kadar pCO2 atau HCO3 berlawanan arah dengan pH. Apabila ada yang berlawanan, maka terdapat kompensasi dari salah satu sistem pernapasan atau metabolik. Contohnya jika pH asidosis, CO2 asidosis dan HCO3 alkalosis, CO2 cocok dengan pH sehingga kelainan primernya asidosis respiratorik. Sedangkan HCO3 berlawanan dengan pH menunjukkan adanya kompensasi dari sistem metabolik.
6.        Lihat pO2 dan saturasi O2
Langkah terakhir adalah lihat kadar PaO2 dan O2 sat. Jika di bawah normal maka menunjukkan terjadinya hipoksemia.
Untuk memudahkan mengingat mana yang searah dengan pH dan mana yang berlawanan, maka kita bisa menggunakan akronim ROME.
Respiratory Opposite : pCO2 di atas normal berarti pH semakin rendah (asidosis) dan sebaliknya.
Metabolic Equal : HCO3 di atas normal berarti pH semakin tinggi (alkalosis) dan sebaliknya.

Analisa Gas Darah

A.DEFENISI


Gas darah arteri memungkinkan utnuk pengukuran pH (dan juga keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun.



Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya. Pada dasarnya pH atau derajat keasaman darah tergantung pada konsentrasi ion H+ dan dapat dipertahankan dalam batas normal melalui 3 faktor, yaitu:

Mekanisme dapar kimia
Terdapat 4 macam dapar kimia dalam tubuh, yaitu:
Sistem dapar bikarbonat-asam karbonat
Sistem dapar fosfat
Sistem dapar protein
Sistem dapar hemoglobin

1. Mekanisme pernafasan
2. Mekanisme ginjal

Mekanismenya terdiri dari:
  1. Reabsorpsi ion HCO3-
  2. Asidifikasi dari garam-garam dapar
  3. 3. Sekresi ammonia

Gangguan asam basa sederhana

Gangguan asam basa primer dan kompensasinya dapat diperlihatkan dengan memakai persamaan yang dikenal dengan persamaan Henderson Hasselbach. Persamaan ini menekankan bahwa perbandingan asam dan basa harus 20:1 agar pH dapat dipertahankan dalam batas normal. Persamaan ini juga menekankan kemampuan ginjal untuk mengubah bikarbonat basa melalui proses metabolik, dan kemampuan paru untuk mengubah PaCO2 (tekanan parsial CO2dalam darah arteri) melalui respirasi. Nilai normal pH adalah 7, 35- 7,45.

Perubahan satu atau dua komponen tersebut menyebabkan gangguan asam dan basa. Penilaian keadaan asam dan basa berdasarkan hasil analisa gas darah membutuhkan pendekatan yang sistematis. Penurunan keasaman (pH) darah < 7,35 disebut asidosis, sedangkan peningkatan keasaman (pH) > 7,45 disebut alkalosis. Jika gangguan asam basa terutama disebabkan oleh komponen respirasi (pCO2) maka disebut asidosis/alkalosis respiratorik, sedangkan bila gangguannya disebabkan oleh komponen HCO3 maka disebut asidosis/alkalosis metabolik. Disebut gangguan sederhana bila gangguan tersebut hanya melibatkan satu komponen saja (respirasi atau metabolik), sedangkan bila melibatkan keduanya (respirasi dan metabolik) disebut gangguan asam basa campuran.

Langkah-langkah untuk menilai gas darah:
  1. Pertama-tama perhatikan pH (jika menurun klien mengalami asidemia, dengan dua sebab asidosis metabolik atau asidosis respiratorik; jika meningkat klien mengalami alkalemia dengan dua sebab alkalosis metabolik atau alkalosis respiratorik; ingatlah bahwa kompensasi ginjal dan pernafasan jarang memulihkan pH kembali normal, sehingga jika ditemukan pH yang normal meskipun ada perubahan dalam PaCO2 dan HCO3 mungkin ada gangguan campuran)
  2. Perhatikan variable pernafasan (PaCO2 ) dan metabolik (HCO3) yang berhubungan dengan pH untuk mencoba mengetahui apakah gangguan primer bersifat respiratorik, metabolik atau campuran (PaCO2 normal, meningkat atau menurun; HCO3 normal, meningkat atau menurun; pada gangguan asam basa sederhana, PaCO2 dan HCO3 selalu berubah dalam arah yang sama; penyimpangan dari HCO3 dan PaCO2 dalam arah yang berlawanan menunjukkan adanya gangguan asam basa campuran).
  3. Langkah berikutnya mencakup menentukan apakah kompensasi telah terjadi (hal ini dilakukan dengan melihat nilai selain gangguan primer, jika nilai bergerak yang sama dengan nilai primer, kompensasi sedang berjalan).
  4. Buat penafsiran tahap akhir (gangguan asam basa sederhana, gangguan asam basa campuran)
               Rentang nilai normal

                  pH : 7, 35-7, 45 TCO2 : 23-27 mmol/L
                  PCO2 : 35-45 mmHg BE : 0 ± 2 mEq/L
                  PO2 : 80-100 mmHg saturasi O2 : 95 % atau lebih
                  HCO3 : 22-26 mEq/L


Klasifikasi gangguan asam basa primer dan terkompensasi:
  1. Normal bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang diproduksi dapat dikeluarkan melalui ventilasi.
  2. Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg dan perubahan pH, seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2 di mana mekanisme kompensasi ginjal belum terlibat, dan perubahan ventilasi baru terjadi. Bikarbonat dan base excess dalam batas normal karena ginjal belum cukup waktu untuk melakukan kompensasi. Kesakitan dan kelelahan merupakan penyebab terbanyak terjadinya alkalosis respiratorik pada anak sakit kritis.
  3. Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal akibat hipoventilasi dan dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2 disertai penurunan pH. Misalnya, pada intoksikasi obat, blokade neuromuskuler, atau gangguan SSP. Dikatakan kronis bila ventilasi yang tidak adekuat disertai dengan nilai pH dalam batas normal, seperti pada bronkopulmonari displasia, penyakit neuromuskuler, dan gangguan elektrolit berat.
  4. Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas normal dan pH di bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang memerlukan intervensi dengan perbaikan ventilasi dan koreksi dengan bikarbonat.
  5. Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan pH 7,30--7,40. Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan perbaikan ventilasi.
  6. Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal melakukan kompensasi terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan tekanan CO2 dalam batas normal dan pH lebih dari 7,50 misalnya pasien stenosis pilorik dengan muntah lama.
  7. Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak adekuat serta pH lebih dari 7,50.
  8. Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60 mmHg walau telah diberikan oksigen yang adekuat
  9. Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia yang ada sehingga normal.
  10. Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian oksigen dapat meningkatkan tekanan oksigen melebihi normal. Keadaan ini berbahaya pada bayi karena dapat menimbulkan retinopati of prematurity, peningkatan aliran darah paru, atau keracunan oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan yang lain seperti konsumsi dan distribusi oksigen.

Tujuan
  1. Menilai tingkat keseimbangan asam dan basa
  2. Mengetahui kondisi fungsi pernafasan dan kardiovaskuler
  3. Menilai kondisi fungsi metabolisme tubuh

Indikasi
  1. Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
  2. Pasien deangan edema pulmo
  3. Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
  4. Infark miokard
  5. Pneumonia
  6. Klien syok
  7. Post pembedahan coronary arteri baypass
  8. Resusitasi cardiac arrest
  9. Klien dengan perubahan status respiratori
  10. Anestesi yang terlalu lama

Lokasi pungsi arteri
  1. Arteri radialis dan arteri ulnaris (sebelumnya dilakukan allen’s test)
  2. Arteri brakialis
  3. Arteri femoralis
  4. Arteri tibialis posterior
  5. Arteri dorsalis pedis

Arteri femoralis atau brakialis sebaiknya tidak digunakan jika masih ada alternatif lain, karena tidak mempunyai sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau trombosis. Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena adanya risiko emboli otak.
Komplikasi
Apabila jarum sampai menebus periosteum tulang akan menimbulka nyeri
  1. Perdarahan
  2. Cidera syaraf
  3. Spasme arteri

Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan AGD

1. Gelembung udara

       Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika terdapat udara dalam sampel darah maka ia cenderung menyamakan tekanan sehingga bila tekanan oksigen sampel darah kurang dari 158 mmHg, maka hasilnya akan meningkat.

2. Antikoagulan

      Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung. Pemberian heparin yang berlebihan akan menurunkan tekanan CO2, sedangkan pH tidak terpengaruh karena efek penurunan CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin.

3. Metabolisme

       Sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup. Sebagai jaringan hidup, ia membutuhkan oksigen dan menghasilkan CO2. Oleh karena itu, sebaiknya sampel diperiksa dalam 20 menit setelah pengambilan. Jika sampel tidak langsung diperiksa, dapat disimpan dalam kamar pendingin beberapa jam.

4. Suhu

        Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang menyebabkan tingginya PO2 dan PCO2. Nilai pH akan mengikuti perubahan PCO2. Nilai pH darah yang abnormal disebut asidosis atau alkalosis sedangkan nilai PCO2 yang abnormal terjadi pada keadaan hipo atau hiperventilasi. Hubungan antara tekanan dan saturasi oksigen merupakan faktor yang penting pada nilai oksigenasi darah.

Hal-hal yang perlu diperhatikan
  1. Tindakan pungsi arteri harus dilakukan oleh perawat yang sudah terlatih
  2. Spuit yang digunakan untuk mengambil darah sebelumnya diberi heparin untuk mencegah darah membeku
  3. Kaji ambang nyeri klien, apabila klien tidak mampu menoleransi nyeri, berikan anestesi lokal
  4. Bila menggunakan arteri radialis, lakukan test allent untuk mengetahui kepatenan arteri
  5. Untuk memastikan apakah yang keluar darah vena atau darah arteri, lihat darah yang keluar, apabila keluar sendiri tanpa kita tarik berarti darah arteri
  6. Apabila darah sudah berhasil diambil, goyangkan spuit sehingga darah tercampur rata dan tidak membeku
  7. Lakukan penekanan yang lama pada bekas area insersi (aliran arteri lebih deras daripada vena)
  8. Keluarkan udara dari spuit jika sudah berhasil mengambil darah dan tutup ujung jarum dengan karet atau gabus.
  9. Ukur tanda vital (terutama suhu) sebelum darah diambil.
  10. Segera kirim ke laboratorium ( sito )

         Pemeriksaan Astrup/AGD adalah pemeriksaan analisa gas darah melalui daraharteri. Pengukuran gas darah arteri memberikan informasi dalam mengkaji dan memantau respirasi klien dan metabolism asam-basa, serta homeostatis elektrolit. AGD juga digunakan untuk mengkaji oksigenasi. Istilah-istilah penting yang harus diketahuidalam pemeriksaan gas darah arteri antara lain, pH, PCO2, HCO3-, PO2, dan

SaO2Pemeriksaan gas darah dan PH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai:

Keseimbangan asam basa dalam tubuh, Kadar oksigenasi dalam darah, Kadar karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan analisa gas darah penting untuk menilai keadaan fungsi paru-paru. Pemeriksaan dapat dilakukan melalui pengambilan darah astrup dari arteri radialis, brakhialis, atau femoralis.

B. TUJUAN
1. Mengetahui keadaan oksigen dalam metabolisme sel.
2. Efisiensi pertukaran Oksigen dan Carbondioksida.
3. Mengetahui kemampauan Hb dalam melakukan transportasi Oksigen dan Carbonmonoksida.
4. Mengetahui tekanan Oksigen dalam darah arteri jeringan perifer secara terus menerus.


C. INDIKASI
Gangguan pernafasan dan gangguan metabolisme.

1. ASIDOSIS RESPIRATORIK

PH turun PCO2 naik

Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan yang lambat. Kecepatan dan kedalaman pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida dalam darah. Dalam keadaan normal, jika terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun dan darah menjadi asam. Tingginya kadar karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur pernafasan, sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam. Penyebab :

Asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat mengeluarkan karbondioksida secara adekuat.ØHal ini dapat terjadi pada penyakit-penyakit berat yang mempengaruhi paru-paru, seperti:
  1. Emfisema
  2. Bronkitis kronis
  3. Pneumonia berat
  4. Edema pulmoner
  5. Asma
  6. Asidosis respiratorik dapat juga terjadi bila penyakit-penyakit dari saraf atau otot dada menyebabkan gangguan terhadap mekanisme pernafasan.seseorang dapat mengalami asidosis respiratorik akibat narkotika dan obat tidur yang kuat, yang menekan pernafasan

2. ASIDOSIS METABOLIK

PH turun HCO3 turun

Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam. Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih. Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma. Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok utama:

Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jikaØ mengkonsumsi suatu asam atau suatu bahan yang diubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang menyebabkan asidosis bila dimakan dianggap beracun. Contohnya adalah metanol (alkohol kayu) dan zat anti beku (etilen glikol). Overdosis aspirin pun dapat menyebabkan asidosis metabolik.
Tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui metabolisme.Ø
Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan sebagai suatu akibat dari beberapa penyakit; salah satu diantaranya adalah diabetes melitus tipe I.
Jika diabetes tidak terkendali dengan baik, tubuh akan memecah lemak dan menghasilkan asam yang disebut keton. Asam yang berlebihan juga ditemukan pada syok stadium lanjut, dimana asam laktat dibentuk dari metabolisme gula.
Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang asam dalam jumlah yang semestinya.

Bahkan jumlah asam yang normalpun bisa menyebabkan asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini dikenal sebagai asidosis tubulus renalis, yang bisa terjadi pada penderita gagal ginjal atau penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang asam.
Penyebab utama dari asidois metabolik:
  1. Gagal ginjal
  2. Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)
  3. Ketoasidosis diabetikum
  4. Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)
  5. Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol, paraldehid, asetazolamid atau amonium klorida
  6. Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan karena diare, ileostomi atau kolostomi

3. ALKALIOSIS RESPIRATORIK

PH naik PCO2 turun

Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi basa karena pernafasan yang cepat dan dalam menyebabkan kadar karbondioksida dalam darah menjadi rendah. Penyebab :

Pernafasan yang cepat dan dalamØ disebut hiperventilasi, yang menyebabkan terlalu banyaknya jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah. Penyebab hiperventilasi yang paling sering ditemukan adalah kecemasan. Penyebab lain dari alkalosis respiratorik adalah:
  1. rasa nyeri
  2. sirosis hati
  3. kadar oksigen darah yang rendah
  4. demam
  5. overdosis aspirin.

Pengobatan :

Biasanya satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah memperlambat pernafasan. Jika penyebabnya adalah kecemasan, memperlambat pernafasan bisa meredakan penyakit ini. Jika penyebabnya adalah rasa nyeri, diberikan obat pereda nyeri. Menghembuskan nafas dalam kantung kertas (bukan kantung plastik) bisa membantu meningkatkan kadar karbondioksida setelah penderita menghirup kembali karbondioksida yang dihembuskannya. Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita untuk menahan nafasnya selama mungkin, kemudian menarik nafas dangkal dan menahan kembali nafasnya selama mungkin. Hal ini dilakukan berulang dalam satu rangkaian sebanyak 6-10 kali. Jika kadar karbondioksida meningkat, gejala hiperventilasi akan membaik, sehingga mengurangi kecemasan penderita dan menghentikan serangan alkalosis respiratorik.


4. ALKALIOSIS METABOLIK

PH naik HCO3 naik

Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat. Penyebab :Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak asam.Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama periode muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan selang lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di rumah sakit, terutama setelah pembedahan perut).

Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolikØ terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti soda bikarbonat.
Selain itu alkalosisØ metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak mempengaruhi kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam basa darah.Penyebab utama akalosis metabolik:

1. Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)

2. Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung

3. Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat penggunaan kortikosteroid).


1. pCO2

PCO2merupakan ukuran tekanan parsial CO2dalam darah. PCO2menunjukkankondisi ventilasi. Semakin cepat dan dalam klien bernapas, semakin banyak CO2 yang dikeluarkan dan PCO2 pun akan turun. PCO2 dalam darah dan CSF rupakan stimulusutama bagi pusat pernapasan di otak. Apabila PCO2 naik, maka pernapasan akanterstimulasi. Jika PCO2naik terlalu tinggi dan paru-paru tidak dapat mengkompensasinya, maka akan terjadi koma. Nilai normal PCO2 dalam arteri adalah35-45 mmHg, sedangkan dalam vena adalah 40-50 mmHg.

2. pO2

Tekanan parsial oksigen, PO2, secara tidak langsung menunjukkan nilai O2dalamdarah. PO2menunjukkan tekanan oksigne yang larut dalam plasma. PO2jugamerupakana salah satu indicator untuk mengetahui keefektifan terapi oksigen.


3. pH

pH merupakan logaritma negative dari kosentrasi ion hydrogen di dalam darah. pH secara terbalik menunjukkan konsentrasi ion hydrogen. Oleh karena itu, ketikakonsentrasi ion hydrogen menurun, pH akan naik, begitu pula sebaliknya. pH normal pada darah arteri orang dewasa adalah 7,35 sampai 7,45. Dan 7,31 hingga 7,41 pada vena


4. SO2

aturasi oksigen (SaO2), adalah presentasi ikatan hemoglobin (Hb) denganoksigen. Pada lansia nilai SaO2ialah 95%. Sedangkan pada orang dewasa 95% sampai100%. Berikut merupakan nilai normal untuk analisa gas darah arteri dan nilai abnormaldalam gangguan keseimbangan asam-basa yang tidak terkompensasi


5. HCO3

HCO3-(asam bikarbonat). HCO3-dalahukuran dari komponen metabolic dari keseimbangan asam-basa dan diatur oleh ginjal.Dalam ketoasidosis diabetic, HCO3-menurun karena digunakan untuk menetralisir asam-asam diabetic dalam plasma. Nilai normal dari HCO3-dalam darah adalah 21-28mEq/L.A.DEFENISI

Gas darah arteri memungkinkan utnuk pengukuran pH (dan juga keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun.



Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya. Pada dasarnya pH atau derajat keasaman darah tergantung pada konsentrasi ion H+ dan dapat dipertahankan dalam batas normal melalui 3 faktor, yaitu:

Mekanisme dapar kimia
Terdapat 4 macam dapar kimia dalam tubuh, yaitu:
Sistem dapar bikarbonat-asam karbonat
Sistem dapar fosfat
Sistem dapar protein
Sistem dapar hemoglobin

1. Mekanisme pernafasan
2. Mekanisme ginjal

Mekanismenya terdiri dari:
  1. Reabsorpsi ion HCO3-
  2. Asidifikasi dari garam-garam dapar
  3. 3. Sekresi ammonia

Gangguan asam basa sederhana

Gangguan asam basa primer dan kompensasinya dapat diperlihatkan dengan memakai persamaan yang dikenal dengan persamaan Henderson Hasselbach. Persamaan ini menekankan bahwa perbandingan asam dan basa harus 20:1 agar pH dapat dipertahankan dalam batas normal. Persamaan ini juga menekankan kemampuan ginjal untuk mengubah bikarbonat basa melalui proses metabolik, dan kemampuan paru untuk mengubah PaCO2 (tekanan parsial CO2dalam darah arteri) melalui respirasi. Nilai normal pH adalah 7, 35- 7,45.

Perubahan satu atau dua komponen tersebut menyebabkan gangguan asam dan basa. Penilaian keadaan asam dan basa berdasarkan hasil analisa gas darah membutuhkan pendekatan yang sistematis. Penurunan keasaman (pH) darah < 7,35 disebut asidosis, sedangkan peningkatan keasaman (pH) > 7,45 disebut alkalosis. Jika gangguan asam basa terutama disebabkan oleh komponen respirasi (pCO2) maka disebut asidosis/alkalosis respiratorik, sedangkan bila gangguannya disebabkan oleh komponen HCO3 maka disebut asidosis/alkalosis metabolik. Disebut gangguan sederhana bila gangguan tersebut hanya melibatkan satu komponen saja (respirasi atau metabolik), sedangkan bila melibatkan keduanya (respirasi dan metabolik) disebut gangguan asam basa campuran.

Langkah-langkah untuk menilai gas darah:
  1. Pertama-tama perhatikan pH (jika menurun klien mengalami asidemia, dengan dua sebab asidosis metabolik atau asidosis respiratorik; jika meningkat klien mengalami alkalemia dengan dua sebab alkalosis metabolik atau alkalosis respiratorik; ingatlah bahwa kompensasi ginjal dan pernafasan jarang memulihkan pH kembali normal, sehingga jika ditemukan pH yang normal meskipun ada perubahan dalam PaCO2 dan HCO3 mungkin ada gangguan campuran)
  2. Perhatikan variable pernafasan (PaCO2 ) dan metabolik (HCO3) yang berhubungan dengan pH untuk mencoba mengetahui apakah gangguan primer bersifat respiratorik, metabolik atau campuran (PaCO2 normal, meningkat atau menurun; HCO3 normal, meningkat atau menurun; pada gangguan asam basa sederhana, PaCO2 dan HCO3 selalu berubah dalam arah yang sama; penyimpangan dari HCO3 dan PaCO2 dalam arah yang berlawanan menunjukkan adanya gangguan asam basa campuran).
  3. Langkah berikutnya mencakup menentukan apakah kompensasi telah terjadi (hal ini dilakukan dengan melihat nilai selain gangguan primer, jika nilai bergerak yang sama dengan nilai primer, kompensasi sedang berjalan).
  4. Buat penafsiran tahap akhir (gangguan asam basa sederhana, gangguan asam basa campuran)
               Rentang nilai normal

                  pH : 7, 35-7, 45 TCO2 : 23-27 mmol/L
                  PCO2 : 35-45 mmHg BE : 0 ± 2 mEq/L
                  PO2 : 80-100 mmHg saturasi O2 : 95 % atau lebih
                  HCO3 : 22-26 mEq/L


Klasifikasi gangguan asam basa primer dan terkompensasi:
  1. Normal bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang diproduksi dapat dikeluarkan melalui ventilasi.
  2. Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg dan perubahan pH, seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2 di mana mekanisme kompensasi ginjal belum terlibat, dan perubahan ventilasi baru terjadi. Bikarbonat dan base excess dalam batas normal karena ginjal belum cukup waktu untuk melakukan kompensasi. Kesakitan dan kelelahan merupakan penyebab terbanyak terjadinya alkalosis respiratorik pada anak sakit kritis.
  3. Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal akibat hipoventilasi dan dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2 disertai penurunan pH. Misalnya, pada intoksikasi obat, blokade neuromuskuler, atau gangguan SSP. Dikatakan kronis bila ventilasi yang tidak adekuat disertai dengan nilai pH dalam batas normal, seperti pada bronkopulmonari displasia, penyakit neuromuskuler, dan gangguan elektrolit berat.
  4. Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas normal dan pH di bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang memerlukan intervensi dengan perbaikan ventilasi dan koreksi dengan bikarbonat.
  5. Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan pH 7,30--7,40. Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan perbaikan ventilasi.
  6. Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal melakukan kompensasi terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan tekanan CO2 dalam batas normal dan pH lebih dari 7,50 misalnya pasien stenosis pilorik dengan muntah lama.
  7. Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak adekuat serta pH lebih dari 7,50.
  8. Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60 mmHg walau telah diberikan oksigen yang adekuat
  9. Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia yang ada sehingga normal.
  10. Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian oksigen dapat meningkatkan tekanan oksigen melebihi normal. Keadaan ini berbahaya pada bayi karena dapat menimbulkan retinopati of prematurity, peningkatan aliran darah paru, atau keracunan oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan yang lain seperti konsumsi dan distribusi oksigen.

Tujuan
  1. Menilai tingkat keseimbangan asam dan basa
  2. Mengetahui kondisi fungsi pernafasan dan kardiovaskuler
  3. Menilai kondisi fungsi metabolisme tubuh

Indikasi
  1. Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
  2. Pasien deangan edema pulmo
  3. Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
  4. Infark miokard
  5. Pneumonia
  6. Klien syok
  7. Post pembedahan coronary arteri baypass
  8. Resusitasi cardiac arrest
  9. Klien dengan perubahan status respiratori
  10. Anestesi yang terlalu lama

Lokasi pungsi arteri
  1. Arteri radialis dan arteri ulnaris (sebelumnya dilakukan allen’s test)
  2. Arteri brakialis
  3. Arteri femoralis
  4. Arteri tibialis posterior
  5. Arteri dorsalis pedis

Arteri femoralis atau brakialis sebaiknya tidak digunakan jika masih ada alternatif lain, karena tidak mempunyai sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau trombosis. Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena adanya risiko emboli otak.
Komplikasi
Apabila jarum sampai menebus periosteum tulang akan menimbulka nyeri
  1. Perdarahan
  2. Cidera syaraf
  3. Spasme arteri

Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan AGD

1. Gelembung udara

       Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika terdapat udara dalam sampel darah maka ia cenderung menyamakan tekanan sehingga bila tekanan oksigen sampel darah kurang dari 158 mmHg, maka hasilnya akan meningkat.

2. Antikoagulan

      Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung. Pemberian heparin yang berlebihan akan menurunkan tekanan CO2, sedangkan pH tidak terpengaruh karena efek penurunan CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin.

3. Metabolisme

       Sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup. Sebagai jaringan hidup, ia membutuhkan oksigen dan menghasilkan CO2. Oleh karena itu, sebaiknya sampel diperiksa dalam 20 menit setelah pengambilan. Jika sampel tidak langsung diperiksa, dapat disimpan dalam kamar pendingin beberapa jam.

4. Suhu

        Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang menyebabkan tingginya PO2 dan PCO2. Nilai pH akan mengikuti perubahan PCO2. Nilai pH darah yang abnormal disebut asidosis atau alkalosis sedangkan nilai PCO2 yang abnormal terjadi pada keadaan hipo atau hiperventilasi. Hubungan antara tekanan dan saturasi oksigen merupakan faktor yang penting pada nilai oksigenasi darah.

Hal-hal yang perlu diperhatikan
  1. Tindakan pungsi arteri harus dilakukan oleh perawat yang sudah terlatih
  2. Spuit yang digunakan untuk mengambil darah sebelumnya diberi heparin untuk mencegah darah membeku
  3. Kaji ambang nyeri klien, apabila klien tidak mampu menoleransi nyeri, berikan anestesi lokal
  4. Bila menggunakan arteri radialis, lakukan test allent untuk mengetahui kepatenan arteri
  5. Untuk memastikan apakah yang keluar darah vena atau darah arteri, lihat darah yang keluar, apabila keluar sendiri tanpa kita tarik berarti darah arteri
  6. Apabila darah sudah berhasil diambil, goyangkan spuit sehingga darah tercampur rata dan tidak membeku
  7. Lakukan penekanan yang lama pada bekas area insersi (aliran arteri lebih deras daripada vena)
  8. Keluarkan udara dari spuit jika sudah berhasil mengambil darah dan tutup ujung jarum dengan karet atau gabus.
  9. Ukur tanda vital (terutama suhu) sebelum darah diambil.
  10. Segera kirim ke laboratorium ( sito )

         Pemeriksaan Astrup/AGD adalah pemeriksaan analisa gas darah melalui daraharteri. Pengukuran gas darah arteri memberikan informasi dalam mengkaji dan memantau respirasi klien dan metabolism asam-basa, serta homeostatis elektrolit. AGD juga digunakan untuk mengkaji oksigenasi. Istilah-istilah penting yang harus diketahuidalam pemeriksaan gas darah arteri antara lain, pH, PCO2, HCO3-, PO2, dan

SaO2Pemeriksaan gas darah dan PH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai:

Keseimbangan asam basa dalam tubuh, Kadar oksigenasi dalam darah, Kadar karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan analisa gas darah penting untuk menilai keadaan fungsi paru-paru. Pemeriksaan dapat dilakukan melalui pengambilan darah astrup dari arteri radialis, brakhialis, atau femoralis.

B. TUJUAN
1. Mengetahui keadaan oksigen dalam metabolisme sel.
2. Efisiensi pertukaran Oksigen dan Carbondioksida.
3. Mengetahui kemampauan Hb dalam melakukan transportasi Oksigen dan Carbonmonoksida.
4. Mengetahui tekanan Oksigen dalam darah arteri jeringan perifer secara terus menerus.


C. INDIKASI
Gangguan pernafasan dan gangguan metabolisme.

1. ASIDOSIS RESPIRATORIK

PH turun PCO2 naik

Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan yang lambat. Kecepatan dan kedalaman pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida dalam darah. Dalam keadaan normal, jika terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun dan darah menjadi asam. Tingginya kadar karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur pernafasan, sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam. Penyebab :

Asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat mengeluarkan karbondioksida secara adekuat.ØHal ini dapat terjadi pada penyakit-penyakit berat yang mempengaruhi paru-paru, seperti:
  1. Emfisema
  2. Bronkitis kronis
  3. Pneumonia berat
  4. Edema pulmoner
  5. Asma
  6. Asidosis respiratorik dapat juga terjadi bila penyakit-penyakit dari saraf atau otot dada menyebabkan gangguan terhadap mekanisme pernafasan.seseorang dapat mengalami asidosis respiratorik akibat narkotika dan obat tidur yang kuat, yang menekan pernafasan

2. ASIDOSIS METABOLIK

PH turun HCO3 turun

Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam. Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih. Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma. Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok utama:

Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jikaØ mengkonsumsi suatu asam atau suatu bahan yang diubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang menyebabkan asidosis bila dimakan dianggap beracun. Contohnya adalah metanol (alkohol kayu) dan zat anti beku (etilen glikol). Overdosis aspirin pun dapat menyebabkan asidosis metabolik.
Tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui metabolisme.Ø
Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan sebagai suatu akibat dari beberapa penyakit; salah satu diantaranya adalah diabetes melitus tipe I.
Jika diabetes tidak terkendali dengan baik, tubuh akan memecah lemak dan menghasilkan asam yang disebut keton. Asam yang berlebihan juga ditemukan pada syok stadium lanjut, dimana asam laktat dibentuk dari metabolisme gula.
Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang asam dalam jumlah yang semestinya.

Bahkan jumlah asam yang normalpun bisa menyebabkan asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini dikenal sebagai asidosis tubulus renalis, yang bisa terjadi pada penderita gagal ginjal atau penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang asam.
Penyebab utama dari asidois metabolik:
  1. Gagal ginjal
  2. Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)
  3. Ketoasidosis diabetikum
  4. Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)
  5. Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol, paraldehid, asetazolamid atau amonium klorida
  6. Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan karena diare, ileostomi atau kolostomi

3. ALKALIOSIS RESPIRATORIK

PH naik PCO2 turun

Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi basa karena pernafasan yang cepat dan dalam menyebabkan kadar karbondioksida dalam darah menjadi rendah. Penyebab :

Pernafasan yang cepat dan dalamØ disebut hiperventilasi, yang menyebabkan terlalu banyaknya jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah. Penyebab hiperventilasi yang paling sering ditemukan adalah kecemasan. Penyebab lain dari alkalosis respiratorik adalah:
  1. rasa nyeri
  2. sirosis hati
  3. kadar oksigen darah yang rendah
  4. demam
  5. overdosis aspirin.

Pengobatan :

Biasanya satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah memperlambat pernafasan. Jika penyebabnya adalah kecemasan, memperlambat pernafasan bisa meredakan penyakit ini. Jika penyebabnya adalah rasa nyeri, diberikan obat pereda nyeri. Menghembuskan nafas dalam kantung kertas (bukan kantung plastik) bisa membantu meningkatkan kadar karbondioksida setelah penderita menghirup kembali karbondioksida yang dihembuskannya. Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita untuk menahan nafasnya selama mungkin, kemudian menarik nafas dangkal dan menahan kembali nafasnya selama mungkin. Hal ini dilakukan berulang dalam satu rangkaian sebanyak 6-10 kali. Jika kadar karbondioksida meningkat, gejala hiperventilasi akan membaik, sehingga mengurangi kecemasan penderita dan menghentikan serangan alkalosis respiratorik.


4. ALKALIOSIS METABOLIK

PH naik HCO3 naik

Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat. Penyebab :Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak asam.Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama periode muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan selang lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di rumah sakit, terutama setelah pembedahan perut).

Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolikØ terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti soda bikarbonat.
Selain itu alkalosisØ metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak mempengaruhi kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam basa darah.Penyebab utama akalosis metabolik:

1. Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)

2. Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung

3. Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat penggunaan kortikosteroid).


1. pCO2

PCO2merupakan ukuran tekanan parsial CO2dalam darah. PCO2menunjukkankondisi ventilasi. Semakin cepat dan dalam klien bernapas, semakin banyak CO2 yang dikeluarkan dan PCO2 pun akan turun. PCO2 dalam darah dan CSF rupakan stimulusutama bagi pusat pernapasan di otak. Apabila PCO2 naik, maka pernapasan akanterstimulasi. Jika PCO2naik terlalu tinggi dan paru-paru tidak dapat mengkompensasinya, maka akan terjadi koma. Nilai normal PCO2 dalam arteri adalah35-45 mmHg, sedangkan dalam vena adalah 40-50 mmHg.

2. pO2

Tekanan parsial oksigen, PO2, secara tidak langsung menunjukkan nilai O2dalamdarah. PO2menunjukkan tekanan oksigne yang larut dalam plasma. PO2jugamerupakana salah satu indicator untuk mengetahui keefektifan terapi oksigen.


3. pH

pH merupakan logaritma negative dari kosentrasi ion hydrogen di dalam darah. pH secara terbalik menunjukkan konsentrasi ion hydrogen. Oleh karena itu, ketikakonsentrasi ion hydrogen menurun, pH akan naik, begitu pula sebaliknya. pH normal pada darah arteri orang dewasa adalah 7,35 sampai 7,45. Dan 7,31 hingga 7,41 pada vena


4. SO2

aturasi oksigen (SaO2), adalah presentasi ikatan hemoglobin (Hb) denganoksigen. Pada lansia nilai SaO2ialah 95%. Sedangkan pada orang dewasa 95% sampai100%. Berikut merupakan nilai normal untuk analisa gas darah arteri dan nilai abnormaldalam gangguan keseimbangan asam-basa yang tidak terkompensasi


5. HCO3

HCO3-(asam bikarbonat). HCO3-dalahukuran dari komponen metabolic dari keseimbangan asam-basa dan diatur oleh ginjal.Dalam ketoasidosis diabetic, HCO3-menurun karena digunakan untuk menetralisir asam-asam diabetic dalam plasma. Nilai normal dari HCO3-dalam darah adalah 21-28mEq/L.

LP TRAUMA TUMPUL ABDOMEN




DEFINISI
       Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera (Sjamsuhidayat, 1998).
       Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk
Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis, yaitu :
A. Trauma penetrasi
1.     Luka tembak
2.    Luka tusuk
B.  Trauma non-penetrasi
1.     Kompres
2.    Hancur akibat kecelakaan
3.    Sabuk pengaman
4.    Cedera akselerasi
 Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
1.     Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi
Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
2.    Laserasi, Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.

Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut  Suddarth & Brunner (2002) terdiri dari:
1.     Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen.
2.    Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
3.    Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi (Sjamsuhidayat, 1998).

ETIOLOGI
        Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.
Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :
1.     Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
2.    Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.

PATOFISIOLOGI
        Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum.Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan (Mansjoer, 2001).

MANIFESTASI KLINIS
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
1.     Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
2.    Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi.
3.    Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi rekumben.
4.    Mual dan muntah
5.    Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A.  Pemeriksaan diagnostik
1.     Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
2.    Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3.    Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
4.    Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
5.    VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal.
6.    Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
1.     Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :
o   Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
o   Trauma pada bagian bawah dari dada
o   Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
o   Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)
o   Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang)
o   Patah tulang pelvis
2.    Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :
o   Hamil
o   Pernah operasi abdominal
o   Operator tidak berpengalaman
o   Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
7.    Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
B.  Pemeriksaan khusus
1.     Abdomonal Paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.
2.    Pemeriksaan Laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya.
3.   Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.
C.  Penatalaksanaan Medis
1.     Abdominal paracentesis
Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi untuk laparotomi.
2.    Pemeriksaan laparoskopi
Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.
3.    Pemasangan NGT
Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.
4.    Pemberian antibiotik
Mencegah infeksi.
5.    Laparotomi

PENANGANAN PRE HOSPITAL DAN HOSPITAL
A.  Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
1.     Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan
teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
2.    Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
3.    Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
1.     Stop makanan dan minuman
2.    Imobilisasi
3.    Kirim kerumah sakit.
Penetrasi (trauma tajam)
1.     Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
2.    Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
3.    Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
4.    Imobilisasi pasien.
5.    Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
6.    Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
7.    Kirim ke rumah sakit.     
B.   Hospital
1.     Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan.
a.    Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.
b.    IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
c.    Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
d.    Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya pada :
o   fraktur pelvis
o   trauma non-penetrasi
2.    Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit :
a.    Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase.
b.    Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera.
c.    Study kontras urologi dan gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau decendens dan dubur (Hudak & Gallo, 2001).
            
         PATHWAY
Trauma
(kecelakaan)
Penetrasi & Non-Penetrasi
Terjadi perforasi lapisan abdomen
(kontusio, laserasi, jejas, hematom)
Menekan saraf peritonitis
Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen     Nyeri
Motilitas usus
                             Disfungsi usus     Resiko infeksi
Refluks usus output cairan berlebih
                          
                            Gangguan cairan        Nutrisi kurang dari
                                      dan eloktrolit           kebutuhan tubuh
                                    Kelemahan fisik
                                 
    Gangguan mobilitas fisik
                              (Sumber : Mansjoer,2001)

ASUHAN KEPERAWATAN
A.  PENGKAJIAN
Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki.
Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah :
1.     Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera (trauma).
2.    Sirkulasi
     Data Obyektif : Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas(hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
3.    Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, bingung, depresi.
4.    Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
5.    Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen
6.    Neurosensori
                          Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
          Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
7.    Nyeri dan kenyamanan
                         Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
                          Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8.    Pernafasan
                          Data Subyektif : Perubahan pola nafas
9.    Keamanan
              Data Subyektif : Trauma baru / trauma karena kecelakaan.
              Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif, gangguan rentang gerak.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan.
               Intervensi     :
 1.     Kaji tanda-tanda vital
                    R/ untuk mengidentifikasi defisit volume cairan
 2.    Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
                    R/ mengidentifikasi keadaan perdarahan
 3.    Kaji tetesan infus
                    R/ awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan.
 4.    Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
                    R/ cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh.
 5.    Tranfusi darah
                    R/ menggantikan darah yang keluar.

Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.
Tujuan : Nyeri teratasi
               Intervensi :
1.     Kaji karakteristik nyeri
                    R/ mengetahui tingkat nyeri klien.
2.    Beri posisi semi fowler.
                    R/ mengurngi kontraksi abdomen
3.    Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi
                    R/ membantu mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan perhatian
4.    Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
                    R/ analgetik membantu mengurangi rasa nyeri.
5.    Managemant lingkungan yang nyaman
                  R/ lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien

Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
          Tujuan : Tidak terjadi infeksi
          Intervensi :
1.     Kaji tanda-tanda infeksi
              R/ mengidentifikasi adanya resiko infeksi lebih dini.
2.    Kaji keadaan luka
                        R/ keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi resiko infeksi.
3.    Kaji tanda-tanda vital
                        R/ suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya proses infeksi.
4.    Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi
                        R/ teknik aseptik dapat menurunkan resiko infeksi nosokomial
5.    Kolaborasi pemberian antibiotik
     R/ antibiotik mencegah adanya infeksi bakteri dari luar

Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan
Tujuan : Ansietas teratasi
                  Intervensi :
1.     Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada waktu lalu
                                 R/ koping yang baik akan mengurangi ansietas klien.
2.    Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut dan berikan penanganan
                                R/ mengetahui ansietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi masalah dan untuk memberikan penjelasan kepada klien.
3.    Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit
                                R/ apabila klien tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan dilakukan, klien mengerti dan diharapkan ansietas berkurang
4.    Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres
R/ lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman dalam menghadapi situasi
5.    Dorong dan dukungan orang terdekat
                                 R/ memotifasi klien

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
                          Tujuan : Dapat bergerak bebas
                          Intervensi     :
1.     Kaji kemampuan pasien untuk bergerak
R/ identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi
2.    Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien
R/ meminimalisir pergerakan kien
3.    Berikan latihan gerak aktif pasif
R/ melatih otot-otot klien
4.    Bantu kebutuhan pasien
R/ membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien
5.    Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
R/ terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien

DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI : Jakarta
Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC