BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Osteoporosis
A. Pengertian

Osteoporosis
adalah penyakit metabolik tulang yang memiliki penurunan matrix dan
proses mineralisasi yang normal tetapi massa atau densitas tulang
berkurang (Gallagher, 1999).Pada osteoporosis , kecepatan resorpsi
tulang melebihi kecepatan pembentukan tulang, sebagai akibatnya tulang
menjadi keropos secara progresif dan dapat mengalami fraktur karena
faktor normal atau stres.
B. Klasifikasi Osteoporosis
Dalam
terapi hal yang perlu diperhatikan adalah mengenali klasifikasi
osteoporosis dari penderita. Osteoporosis dibagi 2 , yaitu :
Ø Osteoporosis primer
Osteoporosis
primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan
peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan
resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada usia dekade
awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena daripada pria dengan
perbandingan 6-8: 1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
Ø Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain di luar tulang.
Ø Osteoporosis idiopatik
Osteoporosis
idiopatik terjadi pada laki-laki yang lebih muda dan pemuda pra
menopause dengan faktor etiologik yang tidak diketahui.
C. Etiologi
Ada
2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak tulang
yang kurang baik selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan
setelah menopause massa tulang. Massa tulang meningkat secara konstan
dan mencapai puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar
30-35 tahun. Walaupun demikian tulang yang hidup tidak pernah
beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling
dan memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis beban mekanik.
Faktor pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2
proses yang selalu berada dalam keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling
ini memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas
resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan
16-20 minggu pada usia menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun.
Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation – Resorption – Formation
(ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari
tulang yang merangsang preosteoblas supaya membelah membelah menjadi
osteoblas akibat adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain
yang mempengaruhi proses remodelling adalah faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang menghambat proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis.
Selain gangguan pada proses remodelling tulang faktor
lainnya adalah pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat. Walaupun
terdapat variasi asupan kalsium yang besar, tubuh tetap memelihara
konsentrasi kalsium serum pada kadar yang tetap. Pengaturan homeostasis
kalsium serum dikontrol oleh organ tulang, ginjal dan usus melalui
pengaturan paratiroid hormon (PTH), hormon kalsitonin, kalsitriol
(1,25(OH)2 vitamin D) dan penurunan fosfat serum. Faktor lain yang
berperan adalah hormon tiroid, glukokortikoid dan insulin, vitamin C dan
inhibitor mineralisasi tulang (pirofosfat dan pH darah). Pertukaran
kalsium sebesar 1.000 mg/harinya antara tulang dan cairan ekstraseluler
dapat bersifat kinetik melalui fase formasi dan resorpsi tulang yang
lambat. Absorpsi kalsium dari gastrointestinal yang efisien tergantung
pada asupan kalsium harian, status vitamin D dan umur. Didalam darah
absorpsi tergantung kadar protein tubuh, yaitu albumin, karena 50%
kalsium yang diserap oleh tubuh terikat oleh albumin, 40% dalam bentuk
kompleks sitrat dan 10% terikat fosfat.
- Faktor Resiko
1. Usia
- Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8
2. Genetik
- Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)
- Seks (wanita > pria)
- Riwayat keluarga
3. Lingkungan, dan lainnya
- Defisiensi kalsium
- Aktivitas fisik kurang
- Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin)
- Merokok, alkohol
- Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin, gangguan penglihatan)
- Hormonal dan penyakit kronik
§ Defisiensi estrogen, androgen
§ Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme
§ Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal, gastrektomi)
- Sifat fisik tulang
§ Densitas (massa)
§ Ukuran dan geometri
§ Mikroarsitektur
§ Komposisi
Selain itu ada juga faktor resiko faktur panggul yaitu,:
1.Penurunan respons protektif
- Kelainan neuromuskular
- Gangguan penglihatan
- Gangguan keseimbangan
2.Peningkatan fragilitas tulang
- Densitas massa tulang rendah
- Hiperparatiroidisme
3.Gangguan penyediaan energi
- Malabsorpsi
- Patofisiologi
.
Pembentukan ulang tulang adalah suatu proses yang terus menerus. Pada
osteoporosis, massa tulang berkurang, yang menunjukkan bahwa laju
resorpsi tulang pasti melebihi laju pembentukan tulang. Pembentukan
tulang lebih banyak terjadi pada korteks
Ø Proses Remodelling Tulang dan Homeostasis Kalsium
Kerangka
tubuh manusia merupakan struktur tulang yang terdiri dari substansi
organik (30%) dan substansi mineral yang paling banyak terdiri dari
kristal hidroksiapatit (95%) serta sejumlah mineral lainnya (5%) seperti
Mg, Na, K, F, Cl, Sr dan Pb. Substansi organik terdiri dari sel tulang
(2%) seperti osteoblas, osteosit dan osteoklas dan matriks tulang (98%)
terdiri dari kolagen tipe I (95%) dan protein nonkolagen (5%) seperti
osteokalsin, osteonektin, proteoglikan tulang, protein morfogenik
tulang, proteolipid tulang dan fosfoprotein tulang.
Tanpa
matriks tulang yang berfungsi sebagai perancah, proses mineralisasi
tulang tidak mungkin dapat berlangsung. Matriks tulang merupakan
makromolekul yang sangat bersifat anionik dan berperan penting dalam
proses kalsifikasi dan fiksasi kristal hidroksi apatit pada serabut
kolagen. Matriks tulang tersusun sepanjang garis dan beban mekanik
sesuai dengan hukum Wolf, yaitu setiap perubahan fungsi tulang akan
diikuti oleh perubahan tertentu yang menetap pada arsitektur internal
dan penyesuaian eksternal sesuai dengan hukum matematika. Dengan kata lain, hukum Wolf dapat diartikan sebagai “bentuk akan selalu mengikuti fungsi”.
Ø Patogenesis Osteoporosis primer
Setelah
menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade
awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur
vertebra dan radius distal meningkat. Estrogen juga berperan menurunkan
produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel
mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α yang berperan meningkatkan
kerja osteoklas, dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat
menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga
aktivitas osteoklas meningkat.
Untuk
mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka kadar PTH
akan meningkat pada wanita menopause, sehingga osteoporosis akan
semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan peningkatan kadar
kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volume plasma,
meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar
kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam
kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan
rangsang respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik.
Ø Patogenesis Osteoporosis Sekunder
Selama
hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar 42%
dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade ke-8 dan 9
kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana
resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau
menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan
mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur.
Defisiensi
kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal ini
disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia,
malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah. Defisiensi
vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan meningkatkan
karboksilasi protein tulang misalnya osteokalsin. Penurunan kadar
estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan
osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause
(penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa tulang
yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan bertambahnya
usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun sedangkan kadar Sex
Hormone Binding Globulin (SHBG) akan meningkat. Peningkatan SHBG akan
meningkatkan pengikatan estrogen dan testosteron membentuk kompleks yang
inaktif.
Faktor
lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada
orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol,
obat-obatan, imobilisasi lama). Resiko fraktur yang juga harus
diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua
dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural, gangguan
penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata, dll.
F. Manifestasi Klinik
Kepadatan
tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis
senilis), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala.
Beberapa penderita tidak memiliki gejala.Jika kepadatan tulang sangat
berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan timbul
nyeri tulang dan kelainan bentuk.
Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang
belakang yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena
cedera ringan. Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di
daerah tertentu dari punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita
berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit,
tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah
beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika beberapa tulang belakang
hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang
belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan ketegangan otot dan sakit.
Tulang
lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang ringan
atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah
patah tulang panggul. Yang juga sering terjadi adalah patah tulang
lengan (radius) di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan,
yang disebut fraktur Colles. Selain itu, pada penderita osteoporosis,
patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan
Osteoporosis
dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal ini disebabkan karena
osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur tulang. Beberapa fraktur
osteoporosis dapat terdeteksi hingga beberapa tahun kemudian. Tanda
klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan
tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang paling lazim dari
fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan deformitas pada
tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps vertebra terutama
pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya akut dan sering
menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam perut. Nyeri dapat meningkat
walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik ditempat tidur.
Istirahat ditempat tidaur dapat meringankan nyeri untuk sementara,
tetapi akan berulang dengan jangka waktu yang bervariasi. Serangan nyeri
akut juga dapat disertai oleh distensi perut dan ileus
Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan :
· Patah tulang akibat trauma yang ringan.
· Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.
· Gangguan otot (kaku dan lemah)
Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis
osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena tidak ada rasa
nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis lanjut.
Khususnya pada wanita-wanita menopause dan pasca menopause, rasa nyeri
di daerah tulang dan sendi dihubungkan dengan adanya nyeri akibat
defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri jaringan lunak (wallaca
tahun1981) yang menyatakan rasa nyeri timbul setelah bekerja, memakai
baju, pekerjaan rumah tangga, taman dll. Jadi secara anamnesa
mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang menunjang
terjadinya osteoporosis seperti :
- Tinggi badan yang makin menurun.
- Obat-obatan yang diminum.
- Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi,klimakterium.
- Jumlah kehamilan dan menyusui.
- Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi.
- Apakah sering beraktivitas di luar rumah , sering mendapat paparan matahari cukup.
- Apakah sering minum susu? Asupan kalsium lainnya.
- Apakah sering merokok, minum alkohol?
H. Pemeriksaan Fisik
Tinggi
badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita osteoporosis.
Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis, deformitas tulang,
nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis
dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan.
Ø Pemeriksaan Radiologis
Gambaran
radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan
daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada
tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.
Ø Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri)
Densitas
massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur .
untuk menilai hasil pemeriksaan Densitometri tulang, digunakan kriteria
kelompok kerja WHO, yaitu:
1. Normal bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai densitas massa tulang orang dewasa muda (T-score)
2. Osteopenia bila densitas massa tulang diantara -1 SD dan -2,5 SD dari T-score.
I. Pencegahan
Pencegahan osteoporosi meliputi:
· Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup
· Melakukan olah raga dengan beban
· Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu).
Mengkonsumsi kalsium
dalam jumlah yang cukup sangat efektif, terutama sebelum tercapainya
kepadatan tulang maksimal (sekitar umur 30 tahun). Minum 2 gelas susu
dan tambahan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang
pada wanita setengah baya
yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup kalsium. Akan tetapi tablet
kalsium dan susu yang dikonsumsi setiap hari akhir - akhir ini menjadi
perdebatan sebagai pemicu terjadi osteoporosis, berhubungan dengan teori
osteoblast.Olah raga beban (misalnya berjalan dan menaiki tangga) akan
meningkatkan kepadatan tulang. Berenang tidak meningkatkan kepadatan tulang.
Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada wanita dan sering diminum bersamaan dengan progesteron. Terapi sulih
estrogen paling efektif dimulai dalam 4-6 tahun setelah menopause;
tetapi jika baru dimulai lebih dari 6 tahun setelah menopause, masih
bisa memperlambat kerapuhan tulang dan mengurangi risiko patah tulang. Raloksifen
merupakan obat menyerupai estrogen yang baru, yang mungkin kurang
efektif daripada estrogen dalam mencegah kerapuhan tulang, tetapi tidak
memiliki efek terhadap payudara atau rahim.
Untuk mencegah osteroporosis, bisfosfonat (contohnya alendronat), bisa
digunakan sendiri atau bersamaan dengan terapi sulih hormon.
J. Penatalaksanaan
Terapi
pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi pencegahan
yang pada umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya massa tulang.
Dengan cara yaitu memperhatikan faktor makanan, latihan fisik ( senam
pencegahan osteoporosis), pola hidup yang aktif dan paparan sinar ultra
violet. Selain itu juga menghindari obat-obatan dan jenis makanan yang
merupakan faktor resiko osteoporosis seperti alkohol, kafein, diuretika,
sedatif, kortikosteroid.
Selain
pencegahan, tujuan terapi osteoporosis adalah meningkatkan massa tulang
dengan melakukan pemberian obat-obatan antara lain hormon pengganti
(estrogen dan progesterone dosis rendah). Kalsitrol, kalsitonin,
bifosfat, raloxifene, dan nutrisi seperti kalsium serta senam beban.
Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur, terutama bila terjadi fraktur panggul.
K. Dampak Psikologis
Dampak
psikologsi osteoporosis menurut darmono s (2008),fraktur osteoporosis
menimbulkan depresi ,ansietas, gangguan tidur,dan ketakutan akan jatuh.
Beberapa penelitian menimbulkan, terdapat hubungan erat antara depresi
dan osteoporosis ,sifat hubungannya timbal balik. Ketidakmampuan klien
osteoporosis memilih mekanisme koping yang rasional dalam menghadapi
keterbatasannya, akan memicu timbulnya depresi. Sebaliknya, semakin
sering seseorang mengalami stress dan depresi, akan memicu disregulasi
hormone tubuh, khususnya kortisol yang berpengaruh buruk terhadap
osteophenia dan osteoporosis.
Ansietas
dan gangguan tidur,termasuk masalah yang sering di jumpai pada klien
osteoporosis. Ansietas bila muncul dalam bentuk berat berupa seranagan
panik akut, atau kecemasan berlebihan terhadap masa depan. Gangguan
tidur sering terkait dengan nyeri kronis,ansietas biasanya timbul dalam
bentuk ketakutan yang berlebihan dan kadang tidak masuk akal.K lien
menjadi sangat hati-hati mengurangi secara dcrastis kegiatan
olohraganya.
2.2. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a.Riwayat kesehatan
Anamnese
memgang peranan penting pada evaluasi penderita osteoporosis.
Kadang-kdang keluhan utama mengarahkan ke Diagnosis, misalnya fraktur
kolum femoris pada osteoporosis. Faktor lain yang diperhatikan adalah
umur, jenis kelamin, ras, status haid, fraktur pada trauma minimal,
imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya
paparan sinar matahari, asupan kalsium, fosfor dan vitamin D, latihan
teratur dan bersifat weight bearing.
Obata-obatan
yang diminum jangka panjang harus diperhatikan, seperti kortikosteroid,
hormon tiroid, anti konvulsan, antasida yang mengandung aluminium,
sodium florida, dan bifosfonat etidronat, alkohol dan merokok juga
merupakan faktor resiko terjadinya osteoporosis.Penyakti lain yang harus
ditanyakan juga berhubungan d engan osteoporosis adalah penyakit
ginjal, saluran cerna, hati, endokrine dan isufisiensi pankreas.
Riwayat
haid, umur menarche dan menopause, penggunaan obat kontrasepsi juga
diperhatikan. Riwayat keluarga dengan osteoporosis juga harus
diperhatikan karena ada beberapa penyakti tulang metabolik yang bersifat
herediter.
b.Pengkajian psikososial
Gambaran
klinik penderita dengan osteoporosis adalah wanita post menopause
dengan keluhan nyeri punggung yang merupakan faktor predisposisi adanya
multiple fraktur karena trauma. Perawat perlu mengkaji konsep diri
penderita terutama body image khususnya kepada penderita kiposis berat.
Klien
mungkin membatasi onteraksi sosial sebab adanya perubahan yang tampak
atau keterbatas fisik, ,tidak mampu duduk di kursi danlain-lain.
Perubahan seksual bisa terjadi karena harga diri rendah atau tidak
nyaman selam posisi intercoitus.
Osteoporosis bisa menyebabkan fraktur berulang maka perlu dikaji perasaan cemas dan takut bagi penderita.
c.Pola aktivitas sehari-hari
Pola
aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olah raga. Pengisian
waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi dan toilet. Olah raga
dapat membentuk pribadi yang baik dan individu akan merasa lebih baik.
Selain itu mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi. Untuk usia
lanjut perlu aktivitas yang adequat untuk mempertahankan fungsi tubuh.
Aktivitas tubuh memerlukan interaksi yang kompleks antara saraf dan
muskoloskletal. Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan denga
nmenurunnya gerak persendian adalah agifity (kemampuan gerak cepat dan
lancar menurun), stamina menurun, koordinasi menurun dan dexterity
(kemampuan memanipulasi keterampilan motorik halus menurun).
2.Pemeriksaan fisik
a.Sistem pernafasan
Terjadi perubahan pernafasan pada kasus kiposis berat, karena penekanan pada fungsional paru.
b.Sistem kardiovaskuler
c.Sistem persyarafan
Nyeri
punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan
halus merupakan indikasi adanya fraktur satu atau lebih fraktur kompresi
vertebral.
d.Sistem perkemihan
e.Sistem Pencernaan
Pembatasan pergerakan dan deformitas spinal mungkin menyebabkan konstipasi, abdominal distance.
f.Sistem musklooskletal
Inspeksi
dan palpasi pada daerah columna vertebralis, penderita dengan
osteoporosis seirng menunjukkan kiposis atau gibbus (dowager’s hump) dan
penurunan tinggi badan dan berat badan. Adanya perubahan gaya berjalan,
deformitas tulang, leg-length inequality, nyeri spinal. Lokasi fraktur
yang sering terjadi adalah antara vertebrae thorakalis 8 dan lumbalis 3.
3.Manifestasi radiologi
a.Gejala
radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun yang
dapat dilihat pada vertebrae spinalis. Dinding depat corpus vertebral
bisanya merupakan lokalisasi yang paling berat. Penipisan cortex dan
hilangnya trabeculla transversal merupakankelainan yang sering didapat.
Lemahnya corpus vertebrae menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari
nuklieus pulposus ke dalam ruang intervertebralis dan menyebabkan
deformitas mbiconcave.
b.Ct-Scan,
dengan alat ini dapat diukur densitas tualgn secara kunatitatif yang
mempunyai nilai penting dalam dignostik dan follow up terapi. Vertebral
mineral di atas 110 mg/cm3 biasanya tidakmenimbulkan fraktur vertebrae
atau penonjolan, sedangkan dibawah 65 mg/cm3 hampir semua penderita
mengalami fraktur.
4.Pemeriksaan laboratorium
a.Kadar Ca., P dan alkali posfatase tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
b.Kadar HPT (pada post menopause kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi estrogen merangsang pembentukan Ct)
c.Kadar 1,25-(OH)2-D3 dan absorbsi CA menurun.
d.Ekskresi fosfat dan hydroksyproline terganggu sehingga meningkat kadarnya.
5.Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
2. Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi atau terjadinya ileus (obtruksi usus)
3. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
4. Resiko cedera berhubungan dengan tulang osteoporosis
Intervensi
Diagnosa Keperawatan
|
Rencana Keperawatan
| ||
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
| |
1. Nyeri akut berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
![]() |
Tujuan ;
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang Kriteria : - Klien mengatakan nyeri reda saat istirahat -Klien dapat tenang dan istirahat yang cukup -Klien menunjukkan berkurangnya nyeri tekan pada tempat fraktur |
a. Anjurkan klien beristirahat di tempat tidur dengan posisi terlentang atau senyaman mungkin
b. Fleksikan lutut selama istirahat.
c. Berikan kompres hangat dan pijatan punggung
d. Lakukan dan awasi latihan gerak aktif / pasif
e. Tinggikan dan dukung ekstremita yang terkea
f. Berikan obat sebelum perawatan aktifitas
|
a. Mencegah kesalahan posisi tulang / tegangan jaringan yang terkena
b. Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi
c. Meningkatkan sirkulasi umum
d. Mempertahankan kekuatan dan mobilisasi otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera
e. Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan nyeri
f. Meningkatkan relaksasi otot danpartisipasi
|
2. Imobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskular
![]() |
Tujuan :
Setelah diberi tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan mobilitas fisik. Kriteria : - Klien dapat meningkatkan mobilitas fisik - Klien mampu mempertahankan posisi fungsional |
a. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera
b. Dorong partisipasi pada aktifitas terapeutik / rekreasi
c. Intruksikan pasien untuk/bantu dalam rentang gerak pasien/aktif pada ekstremitas yang sakit dan tidak sakit
d. Berikan papan kaki,bebat pergelangan,yang sesuai
e. Tempatkan pada posisi terlentang periodik bila mungkin
f. Bantu/dorong perawatan diri atau kebersihan (mandi)
|
a. Pasien
mngkin dibatasi oleh pandangan diri tentang keterbatasan fisik aktual
dan memerlukan informasi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan
b. Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi
c. Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot dan mempertahankan gerak sendi
d. Berguna dalam mempertahankan posisi fungsional ekstremitas atau tangan dan kaki
e. Menurunkan resiko kontraktur fleksi panggul
f. Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi dan meningkatkan kesehatan diri langsung
|
3. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
|
Tujuan :
Klien menunjukkan pemahaman terhadap program terapi
Kriteria :
- Klien mengkonsumsi diet kalsium dalam jumlah mencukupi
- Klien meingkatkan tingkat latihan
|
g. Kaji ulang patologi,prognosis dan harapan yang akan datang
h. Beri penguatan metode mobilisasi dan ambulasi sesuai instruksi dengan terapi fisik bila diindikasikan
i. Buat daftar aktifitas dimana pasien bisa melakukannya sendiri atau dengan bantuan
j. Dorong pasien untuk melakukan latihan aktif untuk sendi diatas dan dibawah fraktur
k. Diskusikan pentingnya perjanjian evaluasi klinis
|
g. Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi
h. Kerusakan lanjut dan perlambatan penyembuhan dapat terjadi karena ketidaktepatan penggunaan alat ambulasi
i. Penyusunan aktifitas sekitar kebutuhsn yang memerlukan bantuan atau yang memerlukan bantuan
j. Mencegah kekakuan sendi,kontraktor dan kelelahan otot
k. Kerja sama pasien dalam program pengobatan membantu proses penyembuhan
|
4.
![]() |
Tujuan :
Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu
Kriteria :
- Bebas drainase purulen atau eritema
- Bebas demam
|
a. Inspeksi kulit untuk mengetahui adanya iritasi atau robekan kontinuitas
b. Kaji sisi kulit,perhatikan keluhan peningkatan nyeri atau edema ,bau tidak enak
c. Observasi luka untuk pembentukan bula,krepitasi,perubahan warna kulit,dan bau tidak sedap
d. Kaji tonus otot,reflek tendon dalam dan kemampuan bicara
e. Selidiki nyeri tiba-tiba/keterbatasan gerak dengan edema lokal
|
a. Kerusakan jaringan dapat menyebabkan infeksi
b. Dapat mengindikasi adanya infeksi lokal/nekrosis jaringan
c. Tanda perkiraan infeksi gas gangren
d. Kekuatan otot,spasme tonik otot rahang,dan disfagia menujukkan adanya tetanus
e. Dapat mengindikasikan terjadinya osteomilitis
|

BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Ø Osteoporosis
adalah penyakit metabolik tulang yang memiliki penurunan matrix dan
proses mineralisasi yang normal tetapi massa atau densitas tulang
berkurang (Gallagher, 1999).
Ø Klasifikasi Osteoporosis
Ø Osteoporosis primer
Ø Osteoporosis sekunder
Ø Osteoporosis idiopatik
Ø Etiologi
Ada
2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak tulang
yang kurang baik selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan
setelah menopause massa tulang.
Pencegahan
Pencegahan osteoporosi meliputi:
· Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup
· Melakukan olah raga dengan beban
· Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu).
5.2. Saran
Sebagai
perawat agar mengaplikasikan ilmu ini atau menerapkannya dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang menderita oseopoosis
dengan baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
. Nurman ningsih, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika
. Sudoyo Aru W dkk .2007 .Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam .Jakarta: Dep.Ilmu Penyakit Dalam FKUI
http://irmansomantri.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar