selamat datang

Kampus ku

Pesan Kami

DATA

Postingan
Komentar

Total Tayangan Halaman

Like Facebook


Senin, 26 September 2011

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PNEUMONIA (PERADANGAN PARU)

Moch. Wahyu Nc

1. DEFINISI
Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi pada parenkim paru yang
umumnya disebabkan oleh agent infeksi

2. ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti:
1. Bakteri: stapilokokus, streplokokus, aeruginosa, eneterobacter
2. Virus: virus influenza, adenovirus
3. Micoplasma pneumonia
4. Jamur: candida albicans
5. Aspirasi: lambung

3. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya. Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi imun didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan anak mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel saluran napas. Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian atas. Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan menyebabkan pneumonia virus.2
Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahan yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian bawah. Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata.2
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis.2

4. MANIFESTASI KLINIK
• Secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang timbul dengan cepat (39,5 ºC
sampai 40,5 ºC).
• Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.
• Takipnea (25 – 45 kali/menit) disertai dengan pernafasan mendengur, pernafasan cuping
hidung,
• Nadi cepat dan bersambung
• Bibir dan kuku sianosis
• Sesak nafas

5. KOMPLIKASI
• Efusi pleura
• Hipoksemia
• Pneumonia kronik
• Bronkaltasis
• Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-paru yang diserang tidak
mengandung udara dan kolaps).
• Komplikasi sistemik (meningitis)

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat juga
menyatakan abses)
2. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi semua
organisme yang ada.
3. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
4. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat penyakit dan
membantu diagnosis keadaan.
5. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
6. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
7. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing

7. PENATALAKSANAAN
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal
itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya:
• Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
• Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
• Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia mikroplasma.
• Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda
• Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
• Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.

8. PENGKAJIAN
Data dasar pengkajian pasien:
• Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.

• Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat

• Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia
(malnutrisi)

• Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)

• Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan)

• Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda : – sputum: merah muda, berkarat
– perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
– premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
– Bunyi nafas menurun
– Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku

• Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid, demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar

• Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 – 8 hari
Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah

9. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas pembawa oksigen
darah.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi (penyebaran) berhubungan dengan ketidakadekuatan
pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun), penyakit kronis, malnutrisi.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
5. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, batuk menetap.
6. Resiko tinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
7. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
berlebihan, penurunan masukan oral.

10. RENCANA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial, peningkatan produksi sputum ditandai dengan:
- Perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan
- Bunyi nafas tak normal
- Dispnea, sianosis
- Batuk efektif atau tidak efektif dengan/tanpa produksi sputum.
Jalan nafas efektif dengan kriteria:
- Batuk efektif
- Nafas normal
- Bunyi nafas bersih
- Sianosis
Intervensi:
- Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada
Rasional : takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi
karena ketidaknyamanan.
- Auskultasi area paru, catat area penurunan 1 kali ada aliran udara dan bunyi nafas
Rasional: penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
- Biarkan teknik batuk efektif
Rasional : batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami untuk mempertahankan
jalan nafas paten.
- Penghisapan sesuai indikasi
Rasional: merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas suara mekanik pada faktor yang
tidak mampu melakukan karena batuk efektif atau penurunan tingkat kesadaran.
– Berikan cairan sedikitnya
Rasional: cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi: mukolitik, eks.
Rasional: alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret, analgetik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena dapat menurunkan upaya batuk/menekan pernafasan.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pembawa oksigen darah, gangguan pengiriman oksigen ditandai dengan:
- Dispnea, sianosis
- Takikardia
- Gelisah/perubahan mental
- Hipoksia

Gangguan gas teratasi dengan:
- Sianosis
- Nafas normal
- Sesak
- Hipoksia
- Gelisah
Intervensi:
- Kaji frekuensi/kedalaman dan kemudahan bernafas
Rasional: manifestasi distress pernafasan tergantung pada indikasi derajat keterlibatan
paru dan status kesehatan umum.
- Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis perifer (kuku)
atau sianosis sentral.
Rasional: sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi respon tubuh terhadap demam/menggigil namun sianosis pada daun telinga, membran mukosa dan kulit sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik.
- Kaji status mental.
Rasional: gelisah mudah terangsang, bingung dan somnolen dapat menunjukkan hipoksia
atau penurunan oksigen serebral.
- Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efektif.
Rasional: tindakan ini meningkat inspirasi maksimal, meningkat pengeluaran sekret
untuk memperbaiki ventilasi tak efektif.
- Kolaborasi
Berikan terapi oksigen dengan benar misal dengan nasal plong master, master venturi.
Rasional: mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg. O2 diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pe.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi (penyebaran) berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun), penyakit kronis, malnutrisi.
Tujuan:
Infeksi tidak terjadi dengan kriteria:
- waktu perbaikan infeksi/kesembuhan cepat tanpa
- penularan penyakit ke orang lain tidak ada
Intervensi:
- Pantau tanda vital dengan ketat khususnya selama awal terapi
Rasional: selama awal periode ini, potensial untuk fatal dapat terjadi.
- Tunjukkan teknik mencuci tangan yang baik
Rasional: efektif berarti menurun penyebaran/perubahan infeksi.
- Batasi pengunjung sesuai indikasi.
Rasional: menurunkan penularan terhadap patogen infeksi lain
- Potong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas sedang. Tingkatkan masukan
nutrisi adekuat.
Rasional: memudahkan proses penyembuhan dan meningkatkan tekanan alamiah
- Kolaborasi
Berikan antimikrobial sesuai indikasi dengan hasil kultur sputum/darah misal penicillin, eritromisin, tetrasiklin, amikalin, sepalosporin, amantadin.
Rasional: Obat digunakan untuk membunuh kebanyakan microbial pulmonia.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan:
- Dispnea
- Takikardia
- Sianosis
Intoleransi aktivitas teratasi dengan:
- Nafas normal
- Sianosis
- Irama jantung
Intervensi
- Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
Rasional: merupakan kemampuan, kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan interan.
- Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Rasional: menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
- Jelaskan perlunya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan
aktivitas dan istirahat.
- Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat atau tidur.
Rasional: pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi.
- Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan
Rasional: meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.

5. Nyeri berhubungan dengan inflamasi parenkim varul, batuk menetap ditandai dengan:
- Nyeri dada
- Sakit kepala
- Gelisah
Nyeri dapat teratasi dengan:
- Nyeri dada (-)
- Sakit kepala (-)
- Gelisah (-)
Intervensi:
- Tentukan karakteristik nyeri, misal kejan, konstan ditusuk.
Rasional: nyeri dada biasanya ada dalam seberapa derajat pada pneumonia, juga dapat
timbul karena pneumonia seperti perikarditis dan endokarditis.
- Pantau tanda vital
Rasional: Perubahan FC jantung/TD menu bawa Pc mengalami nyeri, khusus bila alasan
lain tanda perubahan tanda vital telah terlihat.
- Berikan tindakan nyaman pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang /
berbincangan.
Rasional: tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan
ketidaknyamanan dan memperbesar efek derajat analgesik.
- Aturkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
Rasional: alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkat keefektifan
upaya batuk.
- Kolaborasi
Berikan analgesik dan antitusik sesuai indikasi
Rasional: obat dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif atau menurunkan mukosa berlebihan meningkat kenyamanan istirahat umum.

6. Resiko tinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses inflamasi ditandai dengan tujuan:
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat diatasi dengan:
- Pasien menunjukkan peningkatan nafsu makan
- Pasien mempertahankan meningkat BB
Intervensi
- identifikasi faktor yang menimbulkan mual/muntah, misalnya: sputum, banyak nyeri.
Rasional: pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah
- Jadwalkan atau pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan
Rasional: menurun efek manual yang berhubungan dengan penyakit ini
- Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering (roti panggang)
makanan yang menarik oleh pasien.
Rasional: tindakan ini dapat meningkat masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat
untuk kembali.
- Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
Rasional: adanya kondisi kronis keterbatasan ruangan dapat menimbulkan malnutrisi,
rendahnya tahanan terhadap inflamasi/lambatnya respon terhadap terapi.

7. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan, demam, berkeringat banyak, nafas mulut, penurunan masukan oral.
Kekurangan volume cairan tidak terjadi dengan kriteria: Pasien menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter individual yang tepat misalnya membran mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda vital stabil.
Intervensi:
- Kaji perubahan tanda vital contoh peningkatan suhu demam memanjang, takikardia.
Rasional: peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkat laju metabolik dan kehilangan
cairan untuk evaporasi.
- Kaji turgor kulit, kelembapan membran mukosa (bibir, lidah)
Rasional: indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa mulut
mungkin kering karena nafas mulut dan O2 tambahan.
- Catat laporan mual/muntah
Rasional: adanya gejala ini menurunkan masukan oral
- Pantau masukan dan keluaran catat warna, karakter urine. Hitung keseimbangan cairan. Ukur
berat badan sesuai indikasi.
Rasional: memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan keseluruhan
penggantian.
- Tekankan cairan sedikit 2400 mL/hari atau sesuai kondisi individual
Rasional: pemenuhan kebutuhan dasar cairan menurunkan resiko dehidrasi.
- Kolaborasi
Beri obat indikasi misalnya antipiretik, antimitik.
Rasional: berguna menurunkan kehilangan cairan
Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan
Rasional: pada adanya penurunan masukan banyak kehilangan
penggunaan dapat memperbaiki/mencegah kekurangan

11. IMPLEMENTASI
Dilakukan sesuai dengan rencana tindakan menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan pedoman atau prosedur teknik yang telah ditentukan.

12. EVALUASI
Kriteria keberhasilan:
- Berhasil
Tuliskan kriteria keberhasilannya dan tindakan dihentikan
- Tidak berhasil
Tuliskan mana yang belum berhasil dan lanjutkan tindakan.


DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges, Marilynn, E. dkk. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, 2000. EGC, Jakarta.
2. Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1, EGC, Jakarta.
3. Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine, Patofisiologi, buku-2, Edisi 4, EGC, Jakarta.
4. Tim Penyusun. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Volume II, 2001, FKUI.

FISIOLOGI ALIRAN DARAH JANTUNG (TINJAUAN TEORI)

Moch. wahyu nc

Jantung mendapatkan aliran darah dari arteri koronaria. Sirkulasi koronaria meliputi seluruh permukaan jantung, membawa oksigen dan nutrisi ke miokardium melalui cabang-cabang intramiokardium yang kecil-kecil. Untuk dapat mengetahui akibat-akibat dari pentakit jantung koroner, maka kita harus mengenal terlebih dahulu distribusi arteri koronaria ke otot jantung dan sistim penghantar.

Arteri koronaria.
Arteri koronaria adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik. Muara arteri koronaria ini terdapat dalam sinus valsalva dalam aorta, tepat di atas katup aorta. Sirkulasi koroner terdiri dari arteri koronaria kiri dan arteri koronaria kanan. Arteri koronaria kiri mempunyai dua cabang, yaitu arteri desendens arteri kiri dan arteri sirkumpleksa kiri.

Arteri-arteri ini berjalan melingkar jantung dalam dua celah anatomi eksterna: sulkus atrioventrikularis yang melingkari jantung diantara atrium dan ventrikel, dan sulkus interventrikularis yang memisahkan kedua ventrikel. Tempat pertemuan kedua celah dipermukaan posterior jantung merupakan bagian jantung yang kritis, dipandang dari sudut anatomi dikenal sebagai kruks jantung yaitu bagian jantung yang terpenting dari jantung. Nodus AV berlokasi pada tempat pertemuan ini. Karena itu pembuluh manapun yang melintasi kruks tersebut merupakan pembuluh yang menghantarkan ke nodus AV.
Aretri koronaria kanan berjalan ke lateral mengitari sisi kanan jantung di dalam sulkus interventrikularis kanan. Pada 90 % jantung, arteri koronaria kanan pada waktu mencapai posterior jantung akan menuju kruks lalu turun menuju menuju afeks jantung dalam sulkus interventrikularis posterior. Arteri koronaria kiri tidak bercabang lagi sesudah meninggalkan pangkalnya di aorta. Aretri sirkumpleksa kiri berjalan ke lateral di bagian kiri jantung dalam sulkus atrioventrikularis kiri.

Distribusi secara berkeliling ini sesuai dengan sebutan dan tujuan fungsinya sebagai pembuluh sirkumpleksia. Demikian juga arteri desendens arterior kiri menyatakan perjalanan anatomis dari cabang arteri tersebut. Arteri tersebut berjalan ke bawah pada permukaan jantung dalam sulkus interventrikularis anterior. Kemudian arteri ini melintasi apeks jantung dan berbalik arah dan berjalan ke atas sepanjang permukaan posterior sulkus interventrikularis untuk bersatu dengan cabang distal arteri koronaria kanan.

Setiap pembuluh utama mencabangkan pembuluh epikardial dan intramiokardia yang khas. Arteri desendens arterior kiri membentuk percabangan septum yang memasok 2/3 bagian arterior septum dan cabang-cabang diagonal yang berjalan di atas permukaan anterolateral dari ventrikel kiri. Permukaan posterolateral dari ventrikel kiri diperdarahi oleh cabang-cabang marginal dari arteri sirkumpeksa.

Jalur-jalur anatomis ini menghasilkan suatu korulasi antar arteri koronaria dan penyediaan nutrisi otot jantung. Pada dasarnya arteri koronaria dextra memberikan darah ke atrium kanan, ventrikel kanan dan dinding inferior ventrikel kiri. Arteria sirkumpleksa sinistra memberikan darah pada atrium kiri dan dinding posteriolateral ventrikel kiri. Arteri desendens arterior kiri memberikan darah ke dinding depan ventrikel kiri yang masif.

Penyediaan nutrisi pada penghantar merupakan suatu korelasi kritis lain yang juga ditentukan oleh jalur-jalur anatomis. Meskipun nodus SA letaknya letaknya di atrium kanan, tetapi pada 55% individu mendapat darah dari arteri koronaria kanan, dan 45% individu mendapat darah dari suatu cabang yang berasal dari arteria sirkumpleksa kiri. Nodus AV yang dipasok oleh arteri yang melintasi kruks, yaitu dari arteri koronaria kanan pada 90% individu dan pada 10% sisanya dari arteria sirkumpleksa kiri.

Anastomosis antara cabang arteria juga ditemukan pada sirkulasi koroner. Anastomosis ini tidak berfungsi pada keadaan normal, akan tetapi mempunyai arti yang sangat penting bagi sirkulasi kolateral maupun sirkulasi alternatif untuk berfungsi daerah miokardium yang tidak mendapatkan aliran darah akibat lesi obstuktif pada jalur koroner yang normal.

Vena-vena jantung
Distribusi vena koronaria pararel dengan distribusi arterianya. Sistim vena jantung mempunyai 3 bagian yaitu vena thelesia yang merupakan sistem yang terkecil, menyalurkan sebagian darah dari miokardium atrium kanan dan ventrikel kanan, vena kardiak anterior yang mempunyai fungsi mengosongkan sebagian besar isi jaringan vena ventrikel kanan langsung ke atrium kanan, sinus koronarius dan cabangnya merupakan sistimvena yang paling besar dan paling penting berfungsi menyalurkan pengembalian darah jaringan vena miokardial ke dalam atrium kanan melalui ostium sinus koronaria disamping muara vena kava inferior.

PENGERTIAN MIOKARD INFARK

Miokard infark adalah kematian otot jantung yang diakibatkan oleh kekurangan aliran darah atau oksigen. Penyebabnya adalah penyempitan atau sumbatan pembuluh darah koroner.

PATHOFISIOLOGI
ISKEMIA
Kebutuhan akan oksigen yang melibihi kapasitas suplei oksigen oleh pembuluh darah yang terserang penyakit menyebabkan iskemia miokardium lokal. Pada iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan, dan menekan fungsi miokardium sehingga akan mengubah metabolisme yang bersifat aerob menjadi metabolisme anaerob.Pembentukan fosfat berenergi tinggi akan menurun.
Hasil akhir metabolisme anaerob yaitu asam laktat akan tertimbun sehingga pH sel menurun.
Efek hipoksia, berkurangnya energi serta asidosis dengan cepat menganggu fungsi ventrikel kiri, kekuatan kontraksi berkurang, serabut-serabutnya memendek, daya dan kecepatannya berkurang. Gerakan dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi abnormal, bagian tersebut akan menonjol keluar setiap kali kontraksi. Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakkan jantung akan mengubah hemodinamika. Perunahan ini bervariasi sesuai ukuran segmen yang mengalami iskemia dan derajat respon refleks kompensasi sistem saraf otonom. Menurunya fungsi ventrikel kiri dapa t mengurangi curah jantung sehingga akan memperbesar volume ventrikel akibatnya tekanan jatung kiri akan meningkat. Juga tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan dalam kapiler paru-paru akan meningkat.
Manifestasi hemodinamika pada iskemia yang sering terjadi yaitu peningkatan tekanan darah yang ringan dan denyut jantung sebelum timbulnya nyeri yang merupakan respon kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium. Penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa miokardium yang terserang iskemia cukup luas merupakan respon vagus.
Iskemia miokardium secara khas disertai perubahan kardiogram akibat perubahan elektrofisiologi seluler yaitu gelombang Tterbalik dan depresi segmen ST. Serang iskemia biasanya mereda dalam beberapa menit bila ketidakseimbangan atara suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki. Perubahan metabolik, fungsional, hemodinamik, dan elektrokardiografik bersifat reversibel.

INFARK
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 - 45 menit akan menyebabkan kerusakan seluler yang irreversibel dan kematian otot atau nekrosis.
Bagian miokardium yang mengalami infark akan berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh daerah iskemia.
Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri, infark transmural mengenai seluruh tebal dinding miokard, sedangkan infark subendokardial nekrosisnya hanya terjadi pada bagian dalam dinding ventrikel. Letak infark berkaitan dengan penyakit pada daerah tertentu dalam sirkulasi koroner, misalnya infark anterior dinding anterior disebabkan karena lesi pada ramus desendens anterior arteria koronaria sinistra, infark dinding inferior biasanya disebsbkan oleh lesi pada arteria coronaria kanan.
Infark miokardium akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis., kehilangan daya kontraksi, sedangkan otot yang iskemia disekitarnya juga mengalami gangguan kontraksi.
Secara fungsional infark miokardium akan menyebabkan perubahan-perubahan :
Daya kontraksi menurun
• Gerakkan dinding abnormal
• Perubahan daya kembang dinding ventrikel
• Pengurangan curah sekuncup
• Pengurangan fraksi efeksi
• Peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel kiri

Gangguan fungsional ini tergantung dari berbagai faktor; seperti:
• Ukuran infark : 40 % berkaitan dengan syok kardiogenik.
• Lokasi infark: dinding anterior lebih besar mengurangi fungsi mekanik dibandingkan dinding inferior.
• Fungsi miokardium yang terlibat: infark tua akan membahayakan fungsi miokardium sisanya.
• Sirkulasi kolateral: dapat berkembang sebagai respon iskemia yang kronik dan hipoperfusi regional guna memperbaiki aliran darah yang menuju ke miokardium yang terancam.
• Mekanisme kopensasi dari kardiovaskuler: bekerja untuk mepertahankan curah jantung dan perfusi perifer.
Dengan menurunnya fungsi ventrikel, diperlukan tekanan pengisian diastolik dan volume ventrikel akan meregangkan serabut miokardium sehingga meningkatkan kekuatan kontraksi (sesuai hukum starling). Tekanan pengisian sirkulasi dapat ditingkatkan lewat retensi natrium dan air oleh ginjal sehingga infark miokardium biasanya disertai pembesaran ventrikel kiri. Sementara, akibat dilatasi kompensasi kordis jantung dapat terjadi hipertrofi kompensasi jantung sebagai usaha untuk meningkatkan daya kontraksi dan pengosongan ventrikel.


HAL-HAL YANG BISA MENYEBABKAN INFARK MIOKARDIUM
Aterosklerosis
Kolesterol dalam jumlah banyak berangsur menumpuk di bawah lapisan intima arteri. Kemudian daerah ini dimasuki oleh jaringan fibrosa dan sering mengalami kalsifikasi. Selanjutnya akan timbul “plak aterosklerotik” dan akan menonjolke dalam pembuluh darah dan menghalangi sebagian atau seluruh aliran darah.

Penyumbatan koroner akut
Plak aterosklerotik dapat menyebabkan suatu bekua darah setempat atau trombus dan akan menyumbat arteria.
Trombus dimulai pada tempat plak ateroklerotik yang telah tumbuh sedemikian besar sehingga telah memecah lapisan intima, sehingga langsung bersentuhan dengan aliran darah. Karena plak tersebut menimbulkan permukaan yang tidak halus bagi darah, trombosit mulai melekat, fibrin mulai menumpuk dan sel-sel darah terjaring dan menyumbat pembuluh tersebut. Kadang bekuan tersebut terlepas dari tempat melekatnya (pada plak ateroklerotik) dan mengalir ke cabang arteria koronaria yang lebih perifer pada arteri yang sama.

Sirkulasi kolateral di dalam jantung
Bila arteria koronaria koronaria perlahan-lahan meyempit dalam periode bertahun-tahun, pembuluh-pembuluh kolateral dapat berkembang pada saat yang sama dengan perkembangan arterosklerotik. Tetapi, pada akhirnya proses sklerotik berkembang di luar batas-batas penyediaan pembuluh kolateral untuk memberikan aliran darah yang diperlukan. Bila ini terjadi, maka hasil kerja otot jantung menjadi sangat terbatas, kadang-kadang emikian terbatas sehingga jantung tidak dapat memompa jumlah aliran darah normal yang diperlukan.

Faktor-faktor resiko
1. Tidak dapat dirubah: Jenis kelamin, Umur, Keturunan.
2. Dapat dirubah:
Kelebihan lemak, seperti: hiperkolesterol, hiperlipidemia, hiperglitriserida.
Perokok, hiprtensi, kegemukan/obesitas, diabetus militus, stres, kurang aktivitas fisik.

GEJALA KLINIS
Nyeri dada restrofernal seperti diremas-remas atau tertekan.
• Nyeri dapat menjalar ke langan (umumnya ke kiri), bauhu, leher, rahang bahkan ke punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pektoris biasa dan tak responsif terhadap nitrogliserin.
Bunyi jantung kedua yang pecah paradoksal, irama gallop.
• Krepitasi basal merupakan tanda bendungan paru-paru.
• Takikardi
• Sesak napas
• Kulit yang pucat
• Pingsan
• Hipotensi

PERIKSAAN PENUNJANG
• Elektrokardiografi (EKG) : Adanya gelombang patologik disertai peninggian segmen ST yang konveks dan diikuti gelombang T yang negatif dan simetrik. Yang terpenting ialah kelainan Q yaitu menjadi lebar (lebih dari 0,04 sec) dan dalam (Q/R lebih dari 1/4).
• Laboratorium :
Creatin fosfakinase (CPK) . Iso enzim CKMB meningkat. Hal ini terjadi karena kerusakan otot, maka enzim intra sel dikeluarkan ke dalam aliran darah. Normal 0-1 mU/ml. Kadar enzim ini sudah naik pada hari pertama ( kurang lebih 6 jam sesudah serangan) dan sudah kembali kenilai normal pada hari ke 3.
SGOT (Serum Glutamic Oxalotransaminase Test) Normal kurang dari 12 mU/ml. Kadar enzim ini biasanya baru naik pada 12-48 jam sesudah serangan dan akan kembali kenilai normal pada hari ke 4 sampai 7.
LDH (Lactic De-hydroginase). Normal kurang dari 195 mU/ml. Kadar enzim baru naik biasanya sesudah 48 jam, akan kembali ke nilai normal antara hari ke 7 dan 12.
• Pemeriksaan lainnya adalah ditemukannya peninggian LED, lekositosis ringan dan kadang-kadang hiperglikemia ringan.
• Kateterisasi: Angiografi koroner untuk mengetahui derajat obstruksi.
• Radiologi. Hasil radiologi tidak menunjukkan secara spesifik adanya infark miokardium, hanya menunjukkan adanya pembesaran dari jantung.

KOMPLIKASI PADA INFARK MIOKARDIUM
Gagal ginjal kongestif
Merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Infark miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding yang abnormal dan mengubah daya kembang ruang jantung tersebut. Dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untukmengosongkan diri, maka besar curah sekuncup berkurang sehingga volume sisa ventrikel meningkat. Akibatnya tekanan jantung sebelah kiri meningkat. Kenaikkan tekanan ini disalurkan ke belakang ke vena pulmonalis. Bila tekanan hidrostatik dalam kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskuler maka terjadi proses transudasi ke dalam ruang interstitial. Bila tekanan ini masih meningkat lagi, terjadi udema paru-paru akibat perembesan cairan ke dalam alveolis sampai terjadi gagal jantung kiri. Gagal jantung kiri dapat berkembang menjadi gagal jantung kanan akibat meningkatnya tekanan vaskuler paru-paru sehingga membebani ventrikel kanan.

Syok kardiogenik
Diakibatkan karena disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang masif, biasanya mengenai lebif dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran setan hemodinamik progresif hebat yang irreversibel, yaitu :
Penurunan perfusi perifer
• Penurunan perfusi koroner
• Peningkatan kongesti paru-paru

Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau rupture nekrosis otot papilaris akan mengganggu fungsi katub mitralis, memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium selama sistolik. Inkompentensi katub mengakibatkan aliran retrograd dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis. Volume aliran regugitasi tergantung dari derajat gangguan pada otot papilari bersangkutan.

Depek septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikularis dapat menyebabkan ruptura dinding septum sehingga terjadi depek septum ventrikel. Karena septum mendapatkan aliran darah ganda yaitu dari arteri yang berjalan turun pada permukaan anterior dan posterior sulkus interventrikularis, maka rupture septum menunjukkan adanya penyakit arteri koronaria yang cukup berat yang mengenai lebih dari satu arteri. Rupture membentuk saluran keluar kedua dari ventrikel kiri. Pada tiap kontraksi ventrikel maka aliran terpecah dua yaitu melalui aorta dan melalui defek septum ventrikel. Karena tekanan jantung kiri lebih besar dari jantung kanan, maka darah akan mengalami pirau melalui defek dari kiri ke kanan, dari daerah yang lebih besar tekanannya menuju daerah yang lebih kecil tekanannya. Darah yang dapat dipindahakan ke kanan jantung cukup besar jumlahnya sehingga jumlah darah yang dikeluarkan aorta menjadi berkurang. Akibatnya curah jantung sangat berkurang disertai peningkatan kerja ventrikel kanan dan kongesti.

Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel jantung yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukkan parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah sehingga terjadi perdarahan masif ke dalam kantong perikardium yang relatif tidak alastis tak dapat berkembang. Kantong perikardium yang terisi oleh darah menekan jantung ini akan menimbulkan tanponade jantung. Tanponade jantung ini akan mengurangi alir balik vena dan curah jantung.

Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar yang merupakan predisposisi pembentukkan trombus. Pecahan trombus mural intrakardia dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik. Daerah kedua yang mempunyai potensi membentuk trombus adalah sistem vena sistenik. Embolisasi vena akan menyebabkan embolisme pada paru-paru.

Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung berkontak dengan perikardium menjadi besar sehingga merangsang permukaan perikardium dan menimbulkan reaksi peradangan, kadang-kadang terjadi efusi perikardial atau penimbunan cairan antara kedua lapisan.

Sindrom Dressler
Sindrom pasca infark miokardium ini merupakan respon peradangan jinak yang disertai nyeri pada pleuroperikardial. Diperkirakan sindrom ini merupakan suatu reaksi hipersensitivitas terhadap miokardium yang mengalami nekrosis.

Aritmia
Aritmia timbul aibat perubahan elektrofisiologis sel-sel miokardium. Perubahan elektrofiiologis ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel.

TINDAKAN PENGOBATAN
Tindakan pengobatan yang paling penting pada arterosklerosis adalah pencegahan primer. Pencegahan tersebut karena berbagai alasan, antara lain :
1. Pada penyakit arterosklerosis secara klinis baru dapat terlihat setelah masa laten yang lama. Perkembangan penyakit ini bergejala pada awal masa dewasa. Lesi yang dianggap sebagai prekuser penyakit arterosklerosis ditemukan pada dinding arteri koronaria anak-anak dan dewasa muda.

2. Tidak ada pengobatan kuratif untuk penyakit arteriosklerosis koroner. Begitu diketahui secara klinis terapi hanya diberikan bersifat paliatif untuk mengurangi atau memperlambat perkembangan penyakit.

3. Akibat penyakit arterioklerosis koroner dapat sangat berbahaya , infark miokardium sering terjadi tanpa tanda perigatan lebih dahulu. Insiden kematian mendadak tinggi.

Karena patogenesis yang tepat belum diketahui, maka pengendalian faktor resiko dari penyakit
arterosklerosis adalah pencegahan. Faktor-faktor resiko yang dapat diubah
- Hiper lipidemi
- Diet Tinggi kalori, lemak total, lemak jenuh,
- Hipertensi
- Merokok
- Diabetis Militus
- Obesitas
- Gaya hidup yang kurang gerak
- Stres psikososial

Pada orang dewasa yang cenderung menderita penyakit koroner adalah mereka yang memiliki faktor resiko dan yang jelas menderita penyakit. Tetapi pengendalian faktor resiko sedini mungkin agaknya dapat mencegah aterogenesis atau memperlambat perkembangan penyakit sedemikian rupa sehingga jumlah mortalitas atau morbiditas dapat dikurangi. Dalam hal ini yang penting adalah pendidikan kesehatan sedini mungkin, serta pengendalian faktor resiko, bukan pengobatan klinis pada penyakit yang sudah terjadi.

Pengobatan iskemia dan infark
Pengobatan iskemia miokardium ditujukan kepada perbaikan keseimbangan oksigen (kebutuhan miokardial akan oksigen) dan suplai oksigen.Untuk pemulihan dilakukukan dengan mekanisme:
1. Pengurangan kebutuhan oksigen.
2. Peningkatan suplai oksigen
Ada tiga penentu utama untuk pengurangan kebutuhan oksigen, yang dapat diatasi dengan terapi adalah :
1. Kecepatan denyut nadi
2. Daya kontraksi
3. Beban akhir (tekanan arteria dan ukuran ventrikel )
4. Beban kebutuhan jantung dan kebutuhan akan oksigen dapat dikurangi dengan menurunkan kecepatan denyut jantung, kekuatan kontraksi, tekanan arteria dan ukuran ventrikel.

Nitrogliserin
Terutama untuk dilatasi arteria dan vena perifer dengan memperlancar distribusi aliran darah koroner menuju daerah yang mengalami iskemia meliputi; vasodilatasi pembuluh darah kolateralis. Dilatasi vena akan meningkatkan kapasitas penambahan darah oleh vena diperifer, akibatnya aliran balik vena ke jantung menurun sehingga memperkecil volume dan ukuran ventrikel. Dengan demikian vasodilatasi perifer akan mengurangi beban awal akibatnya kebutuhan oksigen pun akan berkurang.

Propranol (inderal)
Suatu penghambat beta adrenergik, menghambat perkembangan iskemia dengan menghambat secara selektif pengaruh susunan saraf simpatis terhadap jantung. Pengaruh ini disalurkan melalui reseptor beta. Rangsangan beta meningkatkan kecepatan denyut dan daya kotraksi jantung . Proprenol menghambat pengaruh-pengarug ini, dengan demikian dapat mengurangi kebutuhan miokardium akan oksigen.

Digitalis
Digitalis dapat meredakan angina yang menyertai gagal jantung dengan meningkatkan daya kontraksi dan akibatnya akan meningkatnya curah sekuncup. Dengan meningkatnya pengosongan ventrikel, maka ukuran ventrikel berkurang. Meskipun kebutuhan akan oksigen meningkat akibat meningkatnya daya kontraksi, hasil akhir dari pengaruh digitalis terhadap gagal jantung adalah menurunkan kebutuhan miokardium akan oksigen.

Diuretika
Mengurangi volume darah dan aliran balik vena ke jantung, dan dengan demikian mengurangi ukuran dan volume ventrikel.

Obat vasodilator dan antihipertensi dapat mengurangi tekanan dan resistensi arteria terhadap ejeksi ventrikel, akibatnya beban akhir menurun/berkurang.
Sedativ dan antidepresan juga dapat mengurangi angina yang ditimbulkan oleh stres atau depressi.

Pengobatan untuk mencegah komplikasi
Deteksi dini dan pencegahan sangat penting pada penderita infark. Dua kategori komplikasi yang perlu diantisipasi yaitu; ketidakstabilan listrik atau aritmia dan gangguan mekanis jantung atau kegagalan pompa. Segera dilakukan pemantauan elektrokardiografi.
Prinsip-prisip penanganan aritmia :
1. Mengurangi takikardi dengan perangsangan parasimpatis. Diperlukan abat-abat anti aritmia. antara lain ; isoproterenal (isuprel)
2. Escopa beats, akibat kegagalan nodus sinus, obat-obat yang diperlukan untuk mempercepat pulihnya pacu jantung normal, yaitu nodus sinus, seperti : lidokain(xylocaine) dan prokainamid.
3. Terapi dari blok jantung ditujukan untuk memulihkan atau merangsang hantaran normal. Diperlukan obat-obat yang mempercepat hantaran dan denyut jantung, antara lain : atropin, atau isoproterenal (isuprel) atau dengan pacu listrik (pace maker).

Pengobatan dengan alat pacu.
Alat pemacu dapat dibagi dalam dua pola respon.
• Menghambat, alat pacu akan berhenti jika menangkap impuls dari jantung sendiri.
• Memicu, alat pacu menyala selama periode refrakter dari denyut yang ditangkap, tanpa menghasilkan denyut pacuan.

TINDAKAN KEPERAWATAN
Setelah diagnosa infark miokardium dipastikan maka tindakan segera adalah sebagai berikut :
1. Menghilangkan rasa sakit
Morpin sulfat : 2,5 mg - 10 mg
Pethidin : 25 mg - 50 mg
2. Memasang monitoring EKG
Aritmia dapat terjadi setiap saat khususnya 6 jam dan bila ada perubahan kemudian didokumentasikan sebagai dasar perbandingan selanjutnya. Sistim alarm pada monitor harus selalu dalam posisi “on”. Pasien biasanya dimonitor selama 48-72 jam.
3. Memasang intervenous line
Obat-obatan dapat diberikan segera melalui “intervenous line” dalam siruasi gawat. Bila dipasang hanya intravena kanula tanpa cairan diflush dengan heparin saline setiap 4 jam dan setelah pemberian obat-obatan.
4. Terapi oksigen
Pemberian oksigen ditentukan oleh keadaan klinis pasien. Nasal kanula diberikan 2-4 liter/menit.
5. Penilaian status klinis
• Tanda-tanda vital.
Tekanan darah, denyut nadi, dan pernapasan diukur setiap jam selama 6 jam pertama atau sampai stabil. Tekanan darah diukur pada kedua lengan pada waktu masuk. Temperatur diukur pada waktu masuk dan setiap 6-8 jam.
• Kulit, perifer
Observasi kulit pasien apakah berkeringat, hal ini sering sebagai manifestasi dari kenaikkan sistem simpatik yang diikuti kegagalan dari jantung kiri. Apakah kulit dingin? ini dapat disebabkan oleh vasokontriksi perifer, dimana ada tanda-tanda pengurangan aliran darah ke kulit/perifer yang merupakan tanda-tanda syok kardiogenik.
• Rales atau Crepitations
Suara napas yang tidak normal disebabkan adanya cairan di alveoli atau di bronkus. Crepitations selain dijumpai pada kasus paru, juga pada kegagalan dari jantung kiri.
• Gallop. S3 terdengar pada kegagalan jantung.
• Vena jugularis.
Kenaikan dari tekanan vena jugularis adalah indikasi untuk kegagalan jantung kanan.
• Perubahan mental
Perubahan mental dapat diartikan bahwa perfusi ke otak tidak efektif, tanda-tanda dari syok kardiogenik. Perubahan mental diperiksa setiap saat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital Penilaian ini sering dilakukan bila kondisi pasien tidak stabil.

6. Explanation and Reassurance
Bagi kebanyakan pasien bila masuk ke ruangan intensif merupakan suatu pengalaman yang menakutakan. Oleh karena itu perawat harus menerangkan tentang keadaan ruang perawatan dan tannperalaya.Bila dilakukan tindakan kepada pasien harus deiterangkan maksud tujuannya.

Tindakan selanjutnya adalah sebagai berikut :
7. Pengambilan EKG 12 lead. EKG lengkap dilakukan selama 3 hari berturut-turut dan selanjutnya atas indikasi.
8. Pemeriksaan Laboratorium. Pada waktu masuk dilakukan pemeriksaan CK, CKMB,SGOT,LDH, Hematologi, Ureum,Elektrolit, Kholesterol, Gula darah, dan lain-lain bila ada indikasi.
9. “Chest X-ray”. Diambil pada waktu masuk dan boleh diulang bila ada indikasi. Sering kegagalan jantung kiri yang dini tidak menunjukkan gejala-gejala dan tidak dapat dilihat pada waktu pemeriksaan fisik, tetapi hal ini dapat dilihat pada CXR. Pelebaran aorta, pleural effusion, pembesaran jantung dapat dilihat.
10. Sakit dada. Pasien dianjurkan untuk memberi tahu perawat bila sakit dada bertambah. Segera hilangkan dengan memberikan nitroglycerin sub lingual atau analgetik, tergantung dari berat dan frekuensi sakitnya. Infus nitroglycerin juga boleh dipertimbangkan.
11. Aktifitas.
• Istirahat ditempat tidur dengan posisi yang menyenangkan (biasanya posisi setengah duduk)
Pada waktu membersihkan tempat tidur pasien dianjurkan untuk duduk di kursi dan memakai “commode” bila b.a.b.

• Semua higiene personal dilakukan oleh pasien sejauh dia dapat melakukan.

• Pada hari kedua pasien boleh berjalan sekitar tempat tidur dengan memakai monitoring.

• Pada hari ketiga boleh ke kamar mandi ditemani oleh perawat.

• Immobilisasi bukan hanya menyebabkan kelemahan dan kehilangan tonus otot tetapi
juga menimbulkan tekanan jiwa.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
• Guyton, Arthur C, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, EGC Penerbitan Buku Kedokteran, Jakarta, 1987.
• Price Sylvia Anderson; Wilson Mc. Carty, Pathofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, 1993.
• Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, UI Press, Jakarta, 1991.
• -------, Dasar-dasar Keperawatan Kardiotorasik, Rumah Sakit Jantung “Harapan Kita”, Jakarta, 1989.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN EMPIEMA

Moch. wahyu nc

A. DEFINISI
Emphiema thoraksis adalah penyakit yang ditandai dengan adanya penumpukan cairan terinfeksi atau pus pada kavitas pleural (Brunner and Suddart, 2000). Emphiema thorak juga dapat berarti adanya proses supuratif pada rongga pleura.

B. ETIOLOGI
1. Infeksi yang berasal dari dalam paru :
a. Pneumonia
b. Abses paru
c. Bronkiektasis
d. TBC paru
e. Aktinomikosis paru
f. Fistel Bronko-Pleura

2. Infeksi yang berasal dari luar paru :
a. Trauma Thoraks
b. Pembedahan thorak
c. Torasentesi pada pleura
d. Sufrenik abses
e. Amoebic liver abses

C. PATHOFISIOLOGI DAN PATHWAYS
Akibat invasi basil piogenik ke pleura akan mengakibatkan timbulnya radang akut yang diikuti pembentukan eksudat serous. Dengan banyaknya sel PMN yang mati akan meningkatkan kadar protein dimana mengakibatkan timbunan cairan kental dan keruh. Adanya endapan-endapan fibrin akan membentuk kantong-kantong yang melokalisasi nanah tersebut.
Apabila nanah menembus bronkus, timbul fistel bronkus pleural. Sedangkan bila nanah menembus dinding thorak dan keluar melalui kulit disebut emphiema nesessitasis. Emphiema dapat digolongkan menjadi akut dan kronis. Emphiema akut dapat berlanjut ke kronis. Organisasi dimuli kira-kira setelah seminggu dan proses ini berjalan terus sampai terbentuknya kantong tertutup.

D. TANDA DAN GEJALA
1. Emphiema akut
 Panas tinggi dan nyeri pleuritik
 Adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura
 Bila dibiarkan sampai beberapa minggu akan menimbulkan toksemia, anemia, dan clubbing finger
 Nanah yang tidak segera dikeluarkan akan menimbulkan fistel bronco-pleural
 Gejala adanya fistel ditandai dengan batuk produktif bercampur dengan darah dan nanah banyak sekali

2. Emphiema kronis
 Disebut kronis karena lebih dari 3 bulan
 Badan lemah, kesehatan semakin menurun
 Pucat, clubbing finger
 Dada datar karena adanya tanda-tanda cairan pleura
 Terjadi fibrothorak trakea dan jantung tertarik kea rah yang sakit
 Pemeriksaan radiologi menunjukkan cairan

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Foto thorak
b. Tes kultur dan kepakaan dari drainase hasil aspirasi dari pleura

F. KOMPLIKASI
 Fistel Bronko pleura
 Syok
 Sepsis
 Gagal jantung kongesti

G. PENATALAKSANAAN
 Pengosongan nanah
 Antibiotika
 Penutupan rongga emphiema
 Pengobatan kausal
 Pengobatan tambahan

H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Biodata
b. Riwayat kesehatan : pernah mengalami pembedahan thorak, menderita abses paru, TBC, Pneumonia
c. Data obyektif :
 Suhu tubuh diatas normal saat inflamasi akut pleura
 Perkusi paru redup
 Tidur miring kea rah yang sakit
 Pernafasan cupping hidung
 Ekspansi dada asimetri
 Penurunan atau tidak terdengar bunyi nafas diatas area yang terkena
 Batuk produktif
 Malaise
 Keletihan
 Takikardia, takipnea
 Foto dada
 Torasentesis
 GDA : Pa O2 < style="font-weight: bold;">

I. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan ketidakedekuatan ekspansi dada (penumpukan udara/cairan)
Intervensi :
 Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan
 Perhatikan gerakan dada dan posisi trakea, auskultasi bunyi nafas setiap 2 jam sampai 4 jam
 Yakinkan dan cobalah menenangkan pasien. Baringkan pasien dalam posisi untuk mendapatkan pernafasan optimal dalam posis duduk dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60-70 derajat
 Berikan terapi oksigen via kanul dengan 2-6 L/mnt sesuai pesanan kecuali ada kontra indikasi
 Monitor tanda-tanda vital setiap 2-4 jam
 Hindari peregangan, atau gerakan yang mendadak. Berikan dukungan emosional, tetaplah bersama pasien setelah periode ansietas tinggi.
 Teruskan dengan perawatan akut dan mengurangi fungsi perawat sejalan dengan peningkatan kondisi pasien

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen
Intervensi :
 Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksemia
 Pantau hasil pemeriksaan gas darah arteri
 Observasi terhadap tanda penurunan upaya pernafasan
 Observasi terhadap ekspansi dada yang tidak seimbang
 Berikan tambahan oksigen sesuai dengan pesanan, Bantu dengan intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanik sesuai yang diperlukan
 Pantau fungsi dan patensi selang dada. Berikan waktu istirahat untuk mengurangi kebutuhan oksigen

3. Nyeri dada berhubungan dengan factor-faktor biologis ( trauma jaringan) dan factor-faktor fisik (pemasangan selang dada)
Intervensi :
 Kaji terhadap adanya nyeri (verbal dan non verbal)
 Berikan anlgetik sesuai pesanan
 Kaji efektifitas tindakan penurunan rasa nyeri
 Berikan obat pada pasien sebelum latihan batuk/bernafas. Instruksikan pasien untuk teknik pembebatan
 Amankan selang dadauntuk membatasi gerakan dan menghindari gesekan

4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan perawatan mandiri
Intervensi :
 Kaji tingkat pengertian mengenai proses penyakit dan factor-faktor yang mempengaruhi
 Jelaskan pentingnya untuk melakukan latihan sesuai dengan toleransi, untuk menghindari keletihan dan istirahat sesuai dengan rencana
 Jelaskan pentingnya untuk menghindari aktifitasatau latihan yang memberikan stress, terutama olah raga kontak fisik. Jelaskan pentingnya untuk tidak merokok
 Jelaskan pentingnya untuk menghindari orang yang sedang terkena infeksi terutama ISPA, Jelaskan pentingnya perawatan rawat jalan yang berkelanjutan
 Diskusikan mengenaigejala yang harus dilaporkan kepada dokter
 Diskusikan mengenai program pengobatan

ANALISA DATA Pleumonia


ANALISA DATA

Nama : . Ruang :
Umur : No Reg :
No
Pengelompokan Data
Etiologi
Masalah
TTD
1
2
3
4
5
1.









DS : ibu klien mengatakan klien sesak nafas sejak tadi sore, sesak bertambah jika digunakan tidur, demam sejak 3 hari yang lalu dan suhu naik turun
DO :
  • Terdapat pergerakan cuping hidung.
  • Adanya tarikan intercostae
  • kejang berulang
  • Nafas cepat dan dangkal
  • Terdapat suara wheezing di sebelah kanan paru
  • Nadi : 100x / menit.
  • Suhu : 38 0C.
  • RR : 50 x/ menit.
  • Terpasang O2 2 lpm

Bronkospasme efektif















Pola nafas

















2.













DS : Ibu klien mengatakan anaknya bila di buat tidur malah sesak
DO :
  • kejang berulang
  • Nafas cepat dan dangkal
  • Terdapat suara wheezing di sebelah kanan paru
  • Nadi : 100x / menit.
  • Suhu : 38 0C.
  • RR : 50 x/ menit.
Terpasang O2 2 lpm

Sesak
Istirahat tidur

















DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama : An. S Ruang : Anak
Umur : 3 thn No Reg : 10519172

No
Tgl
Pengelompokan Data
Yang Mengkaji
TTD
1
3
2
4
5
1.




















28-08-05


















Perubahan pola nafas b/d broncospasme efektif ditandai dengan :
DS : ibu klien mengatakan klien sesak nafas sejak tadi sore, sesak bertambah jika igunakan tidur, demam sejak 3 hari yang lalu dan suhu naik turun
DO :
Terdapat pergerakan cuping hidung.
Adanya tarikan intercostae
Nafas cepat dan dangkal
Terdapat suara wheezing di sebelah kanan paru
Nadi : 100x / menit.
Suhu : 38 0C.
RR : 50 x/ menit.
Terpasang O2 2 lpm





















1
2
3
4
5
























Gangguan istirahat tidur b/d sesak yang ditandai dengan :
DS : Ibu klien mengatakan sejak tadi malam klien tidak bisa tidur, sering terbangun pada malam hari.
DO :
kejang berulang
Nafas cepat dan dangkal
Terdapat suara wheezing di sebelah kanan paru
Nadi : 100x / menit.
Suhu : 38 0C.
RR : 50 x/ menit.
Terpasang O2 2 lpm

`













RENCANA KEPERAWATAN

Nama : . Ruang :
Umur : No Reg :
Tgl
Dx Kep
Tujuan
Intervensi
Rasional
TTD
1
2
3
4
5
6
1.
Perubahan pola nafas b/d bronkospasme efektif
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ± 15 menit diharapkan pola nafas efektif dengan kriteria :
Ibu klien dapat menjelaskan penyebab dipasang O2
Keluarga klien bersedia untuk dipasang O2 2 lpm.
Klien terpasang O2 2 lpm.
Sesak berkurang, nafas spontan, tidak ada suara nafas tambahan
berikan penjelasan pada keluarga tentang penyebab sesak nafas.

anjurkan pada keluarga untuk memberi posisi kepala lebih tinggi dari dada dan ekstremitas.

auskultasi bunyi nafas 2 – 3 jam sekali.

dapat membuat kooperatif keluarga dalam tindakan keperawatan.
perluasan lapang dada kerena adanya ekspansi diafragma penting untuk merangsang batuk.
mengetahui adanya obstruksi pada saluran nafas dan


1
2
3
4
5
6


RR : 30 – 40 x / menit.


lakukan pemberian ventolin 1,2 cc dalam 0,2 cc PZ



menilai TTV / 4 jam.




kolaborasi atau lanjutkan program therapy
ampicillin 3 x 400 mg
ventolin 1,2 cc dalam 0,8 cc PZ


manifestasinya pada suara nafas.
ventolin sebagai bronkodilator mempermudah mengurangi bronkospasme.
peningkatan RR dan nadi merupakan manifestasi tingkat keparahan.
ampicillin sebagai pencegah terhadap komplikasi, ventolin sebagai bronkodilator.

1
2
3
4
5
6
2.







Gangguan istirahat tidur b/d sesak
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan klien dapat istirahat tanpa terganggu dengan kriteria :
keluarga klien dapat menjelaskan kembali tentang terganggunya tidur.
berikan penjelasan pada keluarga klien pentingnya tidur dan dampak kurang tidur.
berikan posisi kepala lebih tinggi dari dada, dan ekstremitas waktu tidur.

pengetahuan yang adekuat mempermudah intervensi.

sebagai perluasan ekspansi paru serta penurunan lendir.





montor jumlah tidur tiap hari



lakukan ventolin tiap 6 jam.

lanjutkan program therapy
ampicillin 3 x 400 mg.
HSD infus 840 cc / 6 jam,
O2 nasal kanule 2 lpm
Ventolun : PZ = 1 : 1






mengetahui seberapa jumlah tidur klien sesuai dengan perkembangannya.
mengurangi spasme bronkial.
ampicillin : mencegah komplikasi lebih lanjut,
HSD infus : mengganti cairan dan elektrolit yang hilang.
O2 2 lpm : mengurangi sesak dengan meningkatkan suplai O2.
Ventolin : mengurangi spasmebronkial.



IMPLEMENTASI

Nama : . Ruang :
Umur : No Reg :

No
Dx Kep
Tgl / Jam
Implementasi
TTD
1
2
3
4
5
1.
Perubahan pola nafas tidak efektif b/d bronko spasme
menjelaskan pada keluarga klien tentang penyebab sesak nafas.
Keluarga klien dapat menjelaskan kembali tentang penyebab asma.
Menganjurkan pada keluarga untuk memberikan posisi yang lebih tinggi dari dada dan ekstremitas.
Keluarga klien tampak memberikan posisi tersebut bila sesak timbul
Mendengarkan bunyi nafas tambahan wheezing
Terdapat wheezing pada sebelah paru bagian kanan.
Mengobservasi TTV
kejang berulang
Nafas cepat dan dangkal
Terdapat suara wheezing di sebelah kanan paru
Nadi : 100x / menit.
Suhu : 38 0C.
RR : 50 x/ menit.
Terpasang O2 2 lpm

Meberikan ventolin 1,2 cc kedalam PZ 0,8 cc
Pasien tampak lega dengan tindakan tersebut.

1
2
3
4
5
2.



Gangguan istirahat tidur b/d sesak
tentang pentingnya tidur dan dampak kurang tidur.
Keluarga klien dapat menjelaskn kembali tentang manfaat dan dampak kurang tidur.
Melakukan ventolin tiap 6 jam.
Klien tampak lega setelah dilakukan tindakan tersebut.















EVALUASI

Nama : . Ruang :
Umur : No Reg :
No
Dx Kep
Tgl / Jam
Catatan Perkembangan
TTD
1
2
3
4
5
1.
Perubahan pola nafas tidak efektif b/d bronko spasme

S : keluarga klien mengatakan klien kadang kala masih sesak nafas
O :
Keluarga klien kembali tentang penyebab asma.
Keluarga tampak memberikan posisi kepala lebih tinggi dari dada dan ekstremitas
Terdapat suara nafas tambahan di paru bagian kanan.
Pasien tampk lega setelah dilakukan pemberian ventolin
Nadi : 140 x / menit, Suhu : 37 80C, RR : 50 x / menit.
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
Anjurkan pada keluarga untuk memberikan posisi lebih tinggi dari dada dan ekstremitas.
Auskultasi suara nafas tambahan ( wheezing ) tiap 2 – 4 jam.

1
2
3
4
5










I : intervensi sesuai dengan perencanaan.
E : masalah teratasi sebagian




1
2
3
4
5
2.



















Gangguan istirahat tidur b/d sesak







































S : keluarga klien mengatakan klien masih sering terbangun pada malam hari.
O :
Keluarga klien dapat menjelaskan kembali tentang manfaat dan dampak kurang tidur.
Pasien tampak lega setelah pemberian ventolin
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
Monitor jumlah tidur tiap hari.
Lanjutkan pemberian ventolin tiap 6 jam.
Lanjutkan program therapy
infus HSD 840 cc / 6 jam
ampicillin 3 400gr
O2 nasal kanule 2 lpm.
Ventolin : PZ = 1 : 1
I : implementasi sesuai intervensi
E : masalah teratasi sebagian.













Moch. wahyu nc