selamat datang

Kampus ku

Pesan Kami

DATA

Postingan
Komentar

Total Tayangan Halaman

Like Facebook


Rabu, 16 Mei 2012

ASKEP PROLAPS UTERI


TINJAUAN TEORI
1. Definisi
Prolaps uteri terjadi karena kelemahan ligamen endopelvik terutama ligamentum tranversal dapat dilihat pada nullipara dimana terjadi elangosiokoli disertai prolapsus uteri tanpa sistokel tetapi ada enterokel.Pada keadaan ini fasia pelvis kurang baik pertumbuhannya dan kurang ketegangannya.
Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan menopause.Persalinan lama dan sulit,meneran sebelum pembukaan lengkap,laserasi dinding vagina bawah pada kala II,penatalaksanaan pengeluaran plasenta,reparasi otot-otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah.Oleh karena itu prolaps uteri tersebut akan terjadi bertingkat-tingkat.
2. Tanda dan Gejala
Gejala dan tanda-tanda sangat berbeda dan bersifat individual.Kadangkala penderita yang satu dengan prolaps uteri yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun,sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan.
Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai:
a. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genetalia eksterna.
b. Rasa sakit di pinggul dan pinggang(Backache).Biasanya jika penderita berbaring,keluhan menghilang atau menjadi kurang.
c. Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:
1. Miksi sering dan sedikit-sedikit.Mula –mula pada siang hari,kemudian lebih berat juga pada malam hari
2. Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan seluruhnya.
3. Stress incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk,mengejan.Kadang-kadang dapat terjadi retensio urine pada sistokel yang besar sekali.
d. Retokel dapat menjadi gangguan pada defekasi:
1. obstipasi karena feces berkumpul dalam rongga retrokel.
2. baru dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada retrokel dan vagina.
e. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
1. pengeluaran serviks uteri dari vulva menggangu penderita waktu berjalan dan bekerja.Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan lecet sampai luka dan dekubitus pada portio uteri.
2. lekores karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena infeksi serta luka pada portio uteri.
f. Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa penuh di vagina.
3. Etiologi
Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering,partus dengan penyulit merupakan penyebab prolapsus genitalis dan memperburuk porolaps yang sudah ada.Faktor-faktor lain adalah tarikan janin pada pembukaan belum lengkap,prasat Crede yang berlebihan untuk mengeluarkan plasenta dsb.Jadi tidaklah mengherankan jika prolapsus genitalis terjadi segera setelah partus atau dalam masa nifas.Asdites dan tumor-tumor di daerah pelvis mempermudah terjadinya hal tsb.Bila prolapsus uteri dijumpai pada nullipara,factor penyebabnya adalah kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan penunjang uterus.
4. Patofisiologi
Prolapsus uteri terdapat dalam berbagai tingkat ,dari yang paling ringan sampai prolapsus uteri totalis.Terutama akibat persalinan,khususnya persalinan pervagina yang susah dan terdapatnya kelemahan-kelemahan ligament yang tergolong dalam fasia endopelviks dan otot-otot serta fasia-fasia dasar panggul.Juga dalam keadaan tekanan intraabdominal yang meningkat dan kronik akan memudahkan penurunan uterus,terutama apabila tonus otot-otot mengurang seperti pada penderita dalam menopause.
Serviks uteri terletak diluar vagina,akan tergeser oleh pakaian wanita tersebut.dan lambat laun menimbulkan ulkus yang dinamakan ulkus dekubitus.Jika fasia di bagian depan dinding vagina kendor biasanya trauma obstetric,ia akan terdorong oleh kandung kencing sehingga menyebabkan penonjolan dinding depan vagina kebelakang yang dinamakan sistokel.Sistokel yang pada mulanya hanya ringan saja,dapat menjadi besar karena persalinan berikutnya yang kurang lancar,atau yang diselesaikan dalam penurunan dan menyebabkan urethrokel.Urethrokel harus dibedakan dari divertikulum urethra.Pada divertikulum keadaan urethra dan kandung kencing normal hanya dibelakang urethra ada lubang yang membuat kantong antara urethra dan vagina.kekendoran fasia dibagian belakang dinding vagina oleh trauma obstetric atau sebab-sebab lain dapat menyebabkan turunnya rectum kedepan dan menyebabkan dinding belakang vagina menonjol kelumen vagina yang dinamakan retrokel.Enterokel adalah hernia dari kavum Douglasi.Dinding vagina bagian belakang turun dan menonjol ke depan.Kantong hernia ini dapat berisi usus atau omentum.
5. Pemeriksaan Penunjang
Friedman dan Little(1961) menganjurkan cara pemeriksaan sebagai berikut:
a. Penderita pada posisi jongkok disuruh mengejan dan ditemukan dengan pemeriksaan jari,apakah portio pada normal atau portio sampai introitus vagina atau apakah serviks uteri sudah keluar dari vagina.
b. Penderita berbaring pada posisi litotomi,ditentukan pula panjangnya serviks uteri.Serviks uteri yang lebih panjang dari biasanya dinamakan Elongasio kolli.
c. Pada sistokel dijumpai di dinding vagina depan benjolan kistik lembek dan tidak nyeri tekan.Benjolan ini bertambah besar jika penderita mengejan.Jika dimasukkan kedalam kandung kencing kateter logam,kateter itu diarahkan kedalam sitokel,dapat diraba kateter tersebut dekat sekali pada dinding vagina.Uretrokel letaknya lebih kebawah dari sistokel,dekat pada oue.
Menegakkan diagnosis retrokel mudah,yaitu menonjolnya rectum kelumen vagina 1/3 bagian bawah.Penonjolan ini berbentuk lonjong,memanjang dari proksimal kedistal,kistik dan tidak nyeri.
Untuk memastikan diagnosis,jari dimasukkan kedalam rectum,dan selanjutnya dapat diraba dinding retrokel yang menonjol kelumen vagina.Enterokel menonjol kelumen vagina lebih keatas dari retrokel.Pada pemeriksaan rectal,dinding rectum lurus,ada benjolan ke vagina terdapat di atas rectum.
6. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup membantu.Cara ini dilakukan pada prolapsus ringan tanpa keluhan,atau penderita masih ingin mendapat anak lagi,atau penderita menolak untuk dioperasi,atau kondisinya tidak mengijinkan untuk dioperasi.
a. Latihan-latihan otot dasar panggul
b. Stimulasi otot –otot dengan alat listrik
c. Pengobatan dengan pessarium,dengan indikasi:kehamilan,bila penderita belum siap untuk dilakukan operasi,sebagai terapi tes,penderita menolak untuk dioperasi,untuk menghilangkan simpton yang ada sambil menunggu waktu operasi dapat dilakukan
Pengobatan Operatif
Prolapsus uteri biasanya disertai dengan prolapsus vagina.Maka,jika dilakukan pembedahan untuk prolapsus uteri,prolapsus vagina perlu ditangani juga.ada kemungkinan terjadi prolapsus vagina yang membutuhkan pembedahan,padahal tidak ada prolapsus uteri,atau prolapsus uteri yang tidak ada belum perlu dioperasi.Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus vagina adalah adanya keluhan.
Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus uteri tergantung dari beberapa factor,seperi umur penderita,keinginanya untuk mendapat anak atau untuk mempertahankan uterus,tingkat prolapsus dan adanya keluhan.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PROLAPS UTERI
1. Pengkajian
1)      Data Subyektif
a)      Sebelum Operasi
Adanya benjolan diselangkangan/kemaluan.
Nyeri di daerah benjolan.
Mual, muntah, kembung.
Konstipasi.
Tidak nafsu makan.
Bayi menangis terns.
Pada saat bayi menangis/mengejan dan batuk­batuk kuat timbul benjolan.
b)      Sesudah Operasi
Nyeri di daerah operasi.
Lemas.
Pusing.
Mual, kembung.
2)      Data Obyektif
a)      Sebelum Operasi
Nyeri bila benjolan tersentuh.
Pucat, gelisah.
Spasme otot.
Demam.
Dehidrasi.
Terdengar bising usus pada benjolan.
b)      Sesudah Operasi
Terdapat luka pada selangkangan.
Puasa.
Selaput mukosa mulut keying.
Anak / bayi rewel.
2. Diagnosa Keperawatan
a)      Sebelum Operasi
Diagnosa Keperawatan 1.
Nyeri berhubungan dengan eliminasi urin
Hasil yang diharapkan :
Nyeri berkurang sampai hilang secara bertahap.
Pasien dapat beradaptasi dengan nyerinya,
Rencana tindakan :
1. Observasi tanda-tanda vital
2. Observasi keluhan nyeri, lokasi, jenis dan intensitas nyeri
3. Jelaskan penyebab rasa sakit, cars menguranginya.
4. Beri posisi senyaman mungkin bunt pasien.
5. Ajarkan tehnik-tehnik relaksasi = tarik nafas dalam.
6. Bed obat-obat analgetik sesuai pesanan dokter.
7. Ciptakan lingkungan yang tenang.
Diagnosa Keperawatan 2.
Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan pembedahan.
Hasil yang diharapkan :
Ekspresi wajah tenang.
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat kecemasan pasien.
2. Jelaskan prosedur persiapan operasi seperti pengambilan darah, waktu puasa, jam operasi.
3. Dengarkan keluhan pasien
4. Beri kesempatan anak untuk bertanya.
5. Jelaskan pada pasien tentang apa yang akan dilakukan di kamar operasi dengan terlebih dahulu dilakukan pembiusan.
6. Jelaskan tentang keadaan pasien setelah dioperasi.
Diagnosa Keperawatan 3.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan inkontenensia urin
Hasil yang diharapkan :
Turgor kulit elastis.
Rencana tindakan
1. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
2. Timbang berat baclan anak tiap hari.
3. Kalau perlu pasang infus clan NGT sesuai program dokter.
b)      Sesudah Operasi
Diagnosa Keperawatan 1.
Nyeri berhubungan dengan luka operasi.
Hasil yang, diharapkan :
Nyeri berkurang, secara bertahap.
Rencana tindakan :
1. Kaji intensitas nyeri pasien.
2. Observasi tanda-tanda vital clan keluhan pasien.
3. Letakkan anak pada tempat tidur dengan teknik yang tepat sesuai dengan pembedahan yang dilakukan.
4. Berikan posisi tidur yang menyenangkan clan
aman.
5. Anjurkan untuk sesegera mungkin anak beraktivitas secara bertahap.
6. Berikan therapi analgetik sesuai program medis.
7. Lakukan tindakan keperawatan anak dengan hati-hati.
8. Ajarkan tehnik relaksasi.
Diagnosa Keperawatan 2.
Resiko Tinggi Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan muntah setelah pembedahan.
Hasil yang diharapkan
Turgor kulit elastis, tidak kering.
Mual clan muntah ticlak ada.
Rencana tindakan :
1. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
2. Monitor pemberian infus.
3. Beri minum & makan secara bertahaP.
4. Monitor tanda-tanda dehidrasi.
5. Monitor clan catat cairan masuk clan keluar.
6. Timbang berat badan tiap hari.
7. Catat dan informasikan ke dokter tentang muntahnya.
Diagnosa Keperawatan 3.
Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan luka operasi.
Hasil yang diharapkan
Luka operasi bersih, kering, tidak ada bengkak. tidak ada perdarahan.
Rencana tindakan :
1. Observasi keadaan luka operasi dari tanda­tanda peradangan : demam, merah, bengkak dan keluar cairan.
2. Rawat luka dengan teknik steril.
3. Jaga kebersihan sekitar luka operasi.
4. Beri makanan yang bergizi dan dukung pasien untuk makan.
5. Libatkan keluarga untuk menjaga kebersihan luka operasi clan lingkungannya.
6. Kalau perlu ajarkan keluarga dalam perawatan luka operasi.
Diagnosa Keperawatan 4.
Resiko Tinggi hypertermi berhubungan dengan infeksi pads luka operasi.
Hasil yang diharapkan :
1. Luka operasi bersih, kering, ticlak bengkak. ticlak ada perdarahan.
2. Suhu dalam batas normal (36-37°C)
Rencana tindakan :
1. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
2. Beri terapi antibiotik sesuai program medik.
3. Beri kompres hangat.
4. Monitor pemberian infus.
5. Rawat luka operasi dengan tehnik steril.
6. Jaga kebersihan luka operasi.
7. Monitor clan catat cairan masuk clan keluar.
Diagnosa Keperawatan 5.
Kurang pengetahuan tentang perawatan luka operasi berhubungan dengan kurang informasi.
Hasil yang diharapkan :
1. Orang tua mengerti tentang perawatan luka operasi.
2. Orang tua dapat memelihara kebersihan luka operasi clan perawatannya.
Rencana tindakan :
1. Ajarkan kepada orang tua cara merawat luka operasi & menjaga kebersihannya.
2. Diskusikan tentang keinginan keluarga yang ingin diketahuinya.
3. Beri kesempatan keluarga untuk bertanya.
4. Jelaskan tentang perawatan dirumah, balutan jangan basah & kotor.
5. Anjurkan untuk meneruskan pengobatan/ minum obat secara teratur di rumah, dan kontrol kembali ke dokter.

amenorea


KONSEP DASAR PENYAKIT
A. DEFINISI
Amennorhea adalah tidak ada atau terhentinya haid secara abnormal. (kamus istilah kedokteran ) Amenorea adalah keadaaan tidak terjadinya menstruasi pada seorang wanita.Hal tersebut normal terjadi pada masa sebelum pubertas, kehamilan dan menyusui, dan setelah menopause.Siklus menstruasi normal meliputi interaksi antara komplek hipotalamus-hipofisi-aksis indung telur serta organ reproduksi yang sehat (lihat artikel menstruasi
Amenorrhea dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Amenorrhea fisiologik
Terjadi pada masa sebelum pubertas, kehamilan, laktasi dan sesudah menopause.
2. Amenorrhea Patologik
a) Amenorrhea Primer
Wanita umur 18 tahun keatas pernah haid.
Penyebab : kelainan congenital dan kelainan genetic.
b) Amenorrhea Sekunder
Penderita pernah mendapat haid, tetapi kemudian tidak dapat lagi.
Penyebab : hipotensi, anemia, gangguan gizi, metabolism, tumor, penyakit infeksi, kelemahan kondisi tubuh secara umum dan stress psikologis.
B. ETIOLOGI
Penyebab Amenorrhea secara umum adalah:
1. Hymen Imperforata
Selaput dara tidak berlubang sehingga darah menstruasi terhambat untuk keluar.
2. Menstruasi Anavulatori
Rangsangan hormone – hormone yang tidak mencukupi untuk membentuk lapisan dinding rahim sehingga tidak terjadi haid atau hanya sedikit.
3. Disfungsi Hipotalamus : kelainan organik, psikologis, penambahan berat badan .
• Disfungsi hipofise : tumor dan peradangan
• Disfungsi Ovarium : kelainan congenital, tumor
• Endometrium tidak bereaksi
• Penyakit lain : penyakitmetabolik, penyakit kronik, kelainan gizi, kelainan hepar dan ginjal.

C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang muncul diantaranya :
1) Tidak terjadi haid
2) Produksi hormone estrogen dan progesterone menurun.
3) Nyeri kepala
4) Lemah badan
D. PATOFISIOLOGI
Disfungsi hipofise terjadi gangguan pada hipofise anterior gangguan dapat berupa tumor yang bersifat mendesak ataupun menghasilkan hormone yang membuat menjadi terganggu. Kelainan kompartemen IV (lingkungan) gangguan pada pasien ini disebabkan oleh gangguan mental yang secara tidak langsung menyebabkan terjadinya pelepasan neurotransmitter seperti serotonin yang dapat menghambat pelepasan gonadrotropin.Kelainan ovarium dapat menyebabkan amenorrhea primer maupun sekuder. Amenorrhea primer mengalami kelainan perkembangan ovarium ( gonadal disgenesis ). Kegagalan ovarium premature dapat disebabkan kelainan genetic dengan peningkatan kematian folikel, dapat juga merupakan proses autoimun dimana folikel dihancurkan. Melakukan kegiatan yang berlebih dapat menimbulkan amenorrhea dimana dibutuhkan kalori yang banyaksehingga cadangan kolesterol tubuh habis dan bahan untuk pembentukan hormone steroid seksual ( estrogen dan progesterone ) tidak tercukupi. Pada keadaaan tersebut juga terjadi pemecahan estrogen berlebih untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar dan terjadilah defisiensi estrogen dan progesterone yang memicu terjadinya amenorrhea.Pada keadaan latihan berlebih banyak dihasilkan endorphin yang merupakan derifat morfin.Endorphin menyebabkan penurunan GnRH sehingga estrogen dan progesterone menurun.Pada keadaan tress berlebih cortikotropin realizinghormone dilepaskan.Pada peningkatan CRH terjadi opoid yang dapat menekan pembentukan GnRH.
E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling ditakutkan adalah infertilitas. Komplikasi lainnya adalah tidak percaya dirinya penderita sehingga dapat mengganggu kompartemen IV dan terjadilah lingkaran setan terjadinya amenorrhea.Komplikasi lainnya muncul gejala-gejala lain akibat hormone seperti osteoporosis.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada amenorrhea primer : apabila didapatkan adanya perkembangan seksual sekunder maka diperlukan pemeriksaan organ dalam reproduksi (indung telur, rahim, perekatan dalam rahim). Melalui pemeriksaan USG, histerosal Pingografi, histeroskopi dan Magnetic Resonance Imaging (MRI), apabila tidak didapatkan tanda-tanda perkembangan seksualitas sekunder maka diperlukan pemeriksaan kadar hormone FSH dan LH setelah kemungkinan kehamilan disingkirkan pada amenorrhea sekunder maka dapat dilakukan pemeriksaan Thyroid Stimulating Hormon (TSH) karena kadar hormone thyroid dapat mempengaruhi kadar hprmone prolaktin dalam tubuh.
G. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan pada pasien ini tergantung dari penyebab. Bila penyebab adalah kemungkinan genetic, prognosa kesembuhan buruk.Menurut beberapa penelitian dapat dilakukan terapi sulih hormone, namun fertilitas belum tentu dapat dipertahankan.
Terapi
Pengobatan yang dilakukan sesuai dengan penyebab dari amenorrhea yang dialami, apabila penyebabnya adalah obesitas maka diit dan olahraga adalah terapinya, belajar untuk mengatasi stress dan menurukan aktivitas fisik yang berlebih juga dapat membantu.
Pembedahan atau insisi dilakukan pada wanita yang mengalami Amenorrhea Primer.




KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A.PENGKAJIAN
1. Anamnesis
Anamnesis yang akurat berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan sejakkanak-kanak, termasuk tinggi badan dan usia saat pertama kali mengalami pertumbuhan payudara dan pertumbuhan rambut emaluan. Dapatkan pula informasi anggota keluarga yang lain (ibu dan saudara wanita) mengenai usia mereka pada saat menstruasi pertama, informasi tentang banyaknya perdarahan, lama menstruasi dan periode menstruasi terakhir, juga perlu untuk ditanyakan. Riwayat penyakit kronis yang pernah diderita, trauma, operasi, dan pengobatan juga penting untuk ditanyakan.Kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan seksual, penggunaan narkoba, olahraga, diit, situasi dirumah dan sekolah dan kelainan psikisnya juga penting untuk dianyakan.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang pertama kali diperiksa adalah tanda-tanda vital dan juga termasuk tinggi badan, berat badan dan perkembangan seksual. Pemeriksaan yang lain adalah :
1) Keadaan payudara
2) Keadaan rambut kemaluan dan genetalia eksternal
3) Keadaan vagina
4) Uterus : bila uterus membesar kehamilan bisa diperhitungkan
5) Servik : periksa lubang vagina
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Cemas berhubungan dengan krisis situasi
2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi yang didapat tentangpenyakitnya (amenorrhea)
3) Gangguan konsep diri : HDR yang dihubungkan dngan ketidaknormalan (amenorrhea primer)
4) Isolasi social yang dihubungkan dengan harga diri rendah
5) Perubahan proses keluarga brhubungan dengan komuniksi yang tidak efektif dalam kluarga
6) Koping keluarga tidak efektif berhubungnan dengan komunikasi yang tidak ektif dalam keluarga.
7) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan penyakitnya, perubahan proses keluarga.
8) Berduka antisipasi dapat dihubungkan dengan infertilitas.
C. INTERVENSI
1) Cemas berhubungan dengan krisis situasi
Kriteria hasil :
- Cemas berkurang
- Tidak menunjukan perilaku agresif
Intervensi :
a) Kaji tingkat kecemasan : ringan, sedang, berat, panic.
b) Berikan kenyamanan dan ketentraman hati
c) Beri dorongan pada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan untuk mengeksternalisasikan kecemasan
d) Anjurkan distraksi seperti nonton tv, dengarkan radio, permainan untuk mengurangi kecemasan.
e) Singkirkan stimulasi yang berlebihan
2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi yang didapat tentang penyakitnya ( amenorrhea )
Kriteria hasil : pasien mengetahui tentang penyakitnya
Intervensi :
a) Mengkaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit yang dideritanya
b) Memberikan pengajaran sesuai dengan tingkat pemahaman pasien
c) Memberikan informasi dari sumber-sumber yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan
3) Gangguan konsep diri : HDR yang dihubungkan dengan ketidak normalan ( amenorrhea primer )
Kriteria hasil : Mengungkapkan penerimaan diri secara verbal
Intervensi :
a) Tetapkan hubungan saling percaya perawat dan pasien
b) Cipakan batasan terhadap pengungkapan negative
c) Bantu untuk mengidentifikasi respon positif terhadap orang lain
d) Bantu penyusunan tujuan yang realitas untuk mencapai harga diri rendah yang tinggi
e) Berikan penghargaan dan pujian terhadap pengembangan pasien dalam pencapaian tujuan
4) Isolasi social yang dihubungkan dengan harga diri rendah
Kriteria hasil :
- Melaporkan adanya interaksi dengan teman dekat, tetangga, atau masyarakat
- Memulai berhubungan dengan orang lain
Intervensi :
a) Bina hubungan saling percaya
b) Bantu pasien untuk membedakan antara persepsi dengan kenyataan
c) Identifikasi dengan pasien faktor-faktor yang berpengaruh pada perasaan isolasi social
d) Dukung hubungan dengan orang lain yang mempunyai ketertarikan dengan tujuan yang sama
e) Dukung pasien untuk mengubah lingkungan seperti pergi jalan-jalan.
5) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan komunikasi yang tidak efektif dalam keluarga
Kriteria hasil :
- Memahami peran dalam peran keluarga
- Berfungsi untuk saling memberikan dukungan kepada setiap anggota keluarga
Intervensi :
a) Bantu keluarga dalam mengidentifikasi perilaku yang mungkin menghambat pengobatan yang dianjurkan
b) Bantu keluarga dalam mengidentifikasi kekuatan personal
c) Dukung keluarga untuk menyatakan perasaan dan masalahnya secara verba
d) Pertahankan ritual / rutinitas keluarga missal makan bersama, membuat keputusan keluarga
e) Berikan penguatan positif terhadap penggunaan mekanisme koping yang efektif
6) Koping keluarga tidak efektif berhubunga dengan komunikasi yang tidak efektif dalam keluarga
Kriteria hasil :
Anggota keluarga akan :
- Menyadari kebutuhan unit keluarga
- Mulai menunjukan keterampilan interpersonal yang efektif
- Menggunakan strategi penelesaian masalah yang lebih fleksibel
Intervensi :
a) Tingkatkan hubungan saling percaya, keterbukaan dalam keluarga
b) Anjurkan pasien / keluarga untuk berfokus pada aspek positif dari siuasi pasien
c) Bantu keluarga dalam megambil keputusan dan memecahkan masalah
d) Beri dorongan dalam keluarga untuk menyadari perubahan pada hubungan interpersonal
e) Gali dampak nilai yang berkonflik / gaya koping dalam hubungan keluarga
7) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan penyakitnya, ‘perubahan proses keluarga
Kriteria hasil :
- Mengungkapkan perasaan – perasaan yang berhubungan dengan emosional
- Mengidentifikasi pola koping personal
Intervensi :
a) Bina hubungan saling percaya
b) Kaji status koping individu yang ada
c) Membantu pasien dalam mengidentifikasi kekuatan personal
d) Jika individu marah : gali mengapa individu marah, akui bahwa setiap orang dapat marah
e) Bantu individu untuk memecahkan masalah dengan cara yang efektif
f) Instruksikan individu untuk melakukan tekhnik relaksasi
8) Berduka antisipasi dapat dihubungkan dengan infertilitas
Kriteria hasil :
- Mengekspresikan rasa berduka
- Membagi rasa berduka dengan orang – orang terdekat
Intervensi :
a) Tetapkan hubungan saling percaya pasien / perawat
b) Dorong individu untuk berbagi rasa keprihatinan, ketakutan
c) Siapkan individu dan keluarga untuk menghadapi reaksi berduka
d) Tingkatkan keakraban diantara keluarga
e) Tingktkan proses berduka dengan masing – masing respon
D. IMPLEMENTASI
(sesuai dengan intervensi)



E. EVALUASI
1.Cemas teratasi
2. pengetahuan tentang penyakit bertambah
3. Tidak mengalami HDR
4. Tidak mengalami isolasi social
5. Tidak mengalami perubahan proses keluarga
6. coping keluarga efektif
7. Coping individu efektif
8. Rasa berduka berkurang







DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall.2000.Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta : EGC
Difa Danis. Kamus Kedokteran. Gitamedia Press.
Knight, Jhon. F. 1997. Wanita Ciptaan Ajaib Beberapa Gangguan Sistem Tubuh dan Perawatannya.Bandung : Indonesia Pubershing House.                                                  
Obstetri & Ginekologi FK. Unpad. 1993. Ginekologi. Elstar. Bandung
Carpenito, Lynda Juall, 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.EGC.Jakarta
Galle, Danielle. Charette, Jane.2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. EGC. Jakarta
Hartono, Poedjo. 2000. Kanker Serviks/Leher Rahim & Masalah Skrining di Indonesia. Kursus Pra kongres KOGI XI Denpasar. Mimbar Vol.5 No.2 Mei 2001
Saifidin, Abdul Bari,dkk. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo & JNKKR-POGI. Jakarta

Askep Glomelurus

  1. KONSEP DASAR PENYAKIT

  1. 1.      DEFINISI
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa ( Buku Ajar Nefrologi Anak, edisi 2, hal.323, 2002). Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.
Glomerulonefritis akut adalah istilah yang secara luas digunakan yang mengacu pada sekelompok penyakit ginjal dimana imflamasi terjadi di glomelurus. Pada hampir semua tipe glomerulonefritis, iminoglobulin utama, IgG (antibodi) yang ditemukan di serum manusia, dapat dideteksi pada dinding kapiler glomerular. Akibat dari reaksi antigen-antibodi, agregat molekul (kompleks) dibentuk dan beredar ke seluruh tubuh. Beberapa dari kompleks ini terperangkap di glomerulus, suatu bagian penyaring di ginjal, dan mencetuskan respon imflamasi.
  1. 2.      EPIDEMIOLOGI
Glomerulonefritis poststreptokokus akut (GNPSA) merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering menyerang pada anak-anak. Penyakit GNPSA ini ditandai dengan hematuria, proteinuria, adanya silinder sel darah merah, edema dan hipertensi yang dapat disertai dengan oliguria. Penyakit ini terjadi setelah didahului oleh infeksi akut kuman streptokokus.
Glomerulonefritis sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih sering mengenai anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1 dan jarang menyerang anak dibawah usia 3 tahun. Hasil penelitian multisenter diIndonesiapada tahun 1988, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat diSurabaya(26,5%), kemudian disusul berturut-turut diJakarta(24,7%),Bandung(17,6%), danPalembang(8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).






  1. 3.      ETIOLOGI

  1. Glomerulopati primer
  2. Glomerulopati pasca infeksi
  • Streptokokus beta hemolitik
  • Endokarditis bacterial
  • Antigenemia hepatitis B
  1. Lupus eritematosis diseminated
  2. Vaskulitis
  • Poliarteritis nodosa
  • Purpura Henoch-schonlein
  1. Herediter

  1. 4.      PATOFISIOLOGI

Ploriferasi seluler (peningkatan produksi sel endothelial yang melapisi glomerulus), infiltrasi leukosit ke glomerulus, dan penebalan membran filtrasi glomerulus atau membran basal menghasilkan jaringan parut dan kehilangan permukaan penyaring. Pada glomerulonefritis akut, ginjal membesar, membengkak dan kongesti. Seluruh jaringan renal-glomerulus, tubulus dan pembuluh darah-dipengaruhi dalam berbagai tingkat tanpa memperhatikan tipe glomerulonefritis akut yang ada. Pada banyak pasien, antigen diluar tubuh (misalnya: medikasi, serum asing) mengawali proses, menyebabkan pengendapan kompleks di glomerulus. Pada pasien yang lain, jaringan ginjal sendiri berlaku sebagai antigen penyerang. Electron mikroskopis dan analisis imunofluoresen mekanisme imun mebantu identifikas asal lesi.
Biopsi ginjal diperlukan untuk membedakan berbagai jenis glomerulus nefritis akut.
  1. 6.      KLASIFIKASI

  1. Berdasarkan Etiologi :
  • Primer : – langsung pd glomerulus
- etiologi tidak diketahui
  • Sekunder : – penyakit lain
  • Kelainan urin asimtomatik
  • Sindrom nefritik akut
  • Sindrom nefrotik
  • Sindrom gagal ginjal
  • Sindrom gagal ginjal kronik
  1. Berdasarkan Klinis (sindrom klinik)

  1. 7.      GEJALA KLINIS

Glomerulus nefritis muingkin ringan sehingga dapat diketahi secara incidental melalui urinalisis rutin, atau riwayat mungkin menunjukkan episode fringitis atau tonsillitis sebelumnya, disertai demam. Pada bentuk penyakit yang lebih parah, pasien mengeluh adanya sakit kepala, malaise, edema wajah dan nyeri panggul. Hipertensi ringan samapai berat dapat dijumpai, dan nyeri tekan di seluruh sudut costa vertebral (CVA) umumnya terjadi. (sudut kontroverbal, digunakan sebagai penanda, merupakan sudut disetiap sisi tubuh yang dibentuk oleh tulang rusuk terbawah dari susunan tulang rusuk dengan columna vertebral)
  1. 8.      PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Gambaran primer glomerulus akut adalah haematuria (darah dalam urine) mikroskopik dan atau makroskopik (gros). Urine tampak berwarna cola akibat sel darah merah dan butiran atau sediment protein (lempengan sel darah merah menunjukan adanya cedera glomerular). Protei uria, terutama albumin, juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membrane glomerulus. Pasien, pada presentase besar memiliki titer antistreptolisin yang meningkat akibat reaksi terhadap organisme streptokokus. Kadar BUN dan kreatinin serum meningkat seiring dengan menurunnya haluaran urine. Pasien dapat anemic akibat hilangnya sel darah merah ke dalam urine dan perubahan mekanisme haematopoetik tubuh.
Serangkaian penentuan antistreptolisin O (ASO) atau titer anti-Dnase B (ADB) sering meningkat pada glomerulonefritis pasca streptokokal. Kadar komplemen serum menurun tetapi secara umum kembali ke normal dalam 2 sampai 8 minggu. Namun demikian, lebih dari 50% pasien dengan IgA nefropati (tipe glomerulonefitis primer yang paling umum ), kadar IgA serum dan komplemen normalnya akan meningkat.
Seiring dengan kesembuhan pasien, jumlah urine meningkat, sementera urine yang mengandung protein dan sedimen menghilang. Biasanya lebih dari 90% anak-anak akan sembuh. Presentase tingkat kesembuhan pada dewasa belum ditentukan dengan pasti tetapi kemungkinan sekitar 70%.  Banyak pasien menjadi sangaturemik dalam beberapa minggu dan memerlukan dialysis untuk bertahan hidup. Pasien lain, setelah menunjukan periode penyembuhan, secara incidental akan mengalami glomerulonefritis kronis.
  1. 9.      TERAPI

Bila sudah terjadi komplikasi, merupakan keadaan gawat darurat
  1. Diuretik : furesemid (40 – 80 mg) / 6 jam
  2. Antihipertensi
  3. Morfin utk edema paru akut
  4. Dialisis bila terjadi asidosis metabolik
Terapi suportif :
  1. Keseimbangan cairan
cairan masuk = 500 cc + cairan keluar
b. Diet : 40 kal/kg bb/hari, rendah garam
(< 5 gr / hari), protein 0,8 gr / kg bb / hari
c. Antibiotik (bila perlu)

Prognosis :
  • Baik, bila belum ada komplikasi berat
  • Jelek bila :
  • Adakomplikasi berat
  • Berkembang menjadi gagal ginjal kronik

  1. 10.  PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan glomerulonefritis akut adalah untuk melindungi fungsi ginjal dan menangani komplikasi yang tepat. Jika terduga terdapat infeksi streptokokus sisa, penisilin dapat diresepkan. Tirah baring di anjurkan selama fase akut sampai urin berwarna jernih dan kadar BUN, kreatinin, dan tekanan darah kembali ke normal. Lama tirah baring dapat ditentukan dengan mengkaji urin pasien; aktivitas yang berlebihan dapat meningkatkan proteinuria dan hematuria.
Diet protein di batasi jika terjadi insufisiensi renal dan retensi nitrogen (peningkatan BUN). Natrium di batasi jika hipertensi, edema, dan gagal jantung kongestif terjadi. Agnes diuretik dan antihipertensi diresepkan untuk mengendalikan hipertensi. Karbohidrat diberikan secara bebas untuk menyediakan energi dan mengurangi katabolisme protein.
Jika pasien dirawat di rumah sakit, maka masukan dan haluaran diukur secara cermat dan dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi hilangnya cairan dan berat badan harian. Cairan yang hilang melalui pernafasan dan saluran gastrointestinal (500-1000ml) turut dilibatkan dalam menghitung cairan yang hilang. Diuretik di berikan dalam 1 sampai 2 minggu setelah awitan gejala. Edema berkurang dan hipertensi menurun. Namun demikian, proteinuria dan hematuria mikroskopik mungkin menetap untuk beberapa bulan. Pada banyak pasien, penyakit ini dapat berkembang menjadi glomerulonefritis kronik.
Komplikasi mencakup hipertensi ensefalopati, gagal jantung kongestif, dan edema pulmoner. Hipertensi ensefalopati dianggap sebagai kondisi darurat medis, dan terapi diharapkan untuk mengurangi tekanan darah tanpa mengganggu fungsi renal.
Pad glomeruronefritis progresif cepat, perubahan plasma (plasmaferesis) dan penanganan dengan menggunakan steroid dan agnes sitotoksik telah digunakan untuk mengurangi respon inflamasi. Pada bentuk glomerulonefritis ini, resiko untuk berkembang ke penyakit renal tahap akhir sangat tinggi jika tidak ditangani dengan agresif. Dialisis dilakukan pada glomerulonefritis akut jika manifestasi uremia sangat berat.
Pendidikan Pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah. Intruksi kepada pasien mencakup penjelasan dan penjadwalan evaluasi tindak lanjut terhadap tekanan darah, tindakan urinalisis untuk protein, dan kadar BUN serta kreatinin untuk menentukan perkembangan penyakit. Pasien diinstruksikan untuk memberitahu dokter jika gejala gagal ginjal terjadi (mis., keletihan,mual,muntah, haluaran urin berkurang). Setiap infeksi harus ditangani dengan tepat.
Rujukan ke perawat kesehatan komunitas dapat dibuat untuk memberi kesempatan dilakukannya pengkajian yang cermat terhadap perkembangan pasien dan untuk mendeteksi awitan dini gejala insufisiensi renal. Jika agen steroid dan sitotoksik diresepkan, intruksi lisan dan tertulis mengenai dosis, cara kerja, efek samping, dan kewaspadaan yang harus dipatuhi diberikan kepada pasien dan keluarga.


  1. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

  1. 1.      PENGKAJIAN

A. Identitas diri klien
B. Status Kesehatan
  • Status kesehatan saat ini: keluhan utama, alasan MRS, dan perjalanan penyakit saat ini, upaya yang dilakukan untuk mengatasinya.
  • Status kesehatan masa lalu: penyakit yang pernah dialami, pernah dirawat, alergi, riwayat penyakit keluarga dan diagnosa medis dan therapy
C. Pola Kebutuhan Dasar Manusia (14 Pola Virginia Henderson)
D. Pemeriksaan Fisik

Analisis Data
  1. a.      Data Subjektif
  2. b.      Data Objektif


  1. 2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan inflamsi dan infeksi uretra , kandung kemih dan struktur traktus urinarius lain ditandai dengan keluhan nyeri kolik; perilaku melindungi /distraksi, gelisah, merintih, focus pada diri sendiri, tegangan otot.
2. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan inflamasi ditandai dengan sering berkemih, urgensi dan hesitancy.
3. Kurang pengetahuan tentang factor predisposisi infeksi dan kekambuhan, deteksi dan pencegahan kekambuhan, dan terapi farmakologi.
4. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvik umum dari ginjal atau kolik uretral) dan diuresis pasca obstruksi.

 
  1. 3.      INTERVENSI

Diagnosa 1        : Nyeri akut berhubungan dengan inflamsi dan infeksi uretra , kandung kemih dan struktur traktus urinarius lain ditandai dengan keluhan nyeri kolik; perilaku melindungi /distraksi, gelisah, merintih, focus pada diri sendiri, tegangan otot.
Tujuan              : Nyeri dapat berkurang dan terkontrol
Kriteria hasil     : Melaporkan nyeri hilang dengan spasme terkontrol; pasien tampak rileks, mampu tidur dan istirahat dengan cukup.


INTERVENSI
                            RASIONAL
Mandiri Catat lokasi, lamanya intensitas (skala 0 -10) dan penyebaran, perhatikan tanda non- verbal, contoh peninggian TD dan nadi, gelisah, merintih, menggelepar.
Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke petugas terhadap perubahan kejadian/karateristik nyeri.
Berikan tindakan nyaman seperti pijatan punggung, lingkungan yang tenang.
Bantu atau dorong penggunaan nafas panjang, bimbingan imajinasi dan ativitas terapeutik.
Perhatian keluhan  peningkatan/menetapnya nyeri abdomen
Kolaborasi
Berian obat sesuai indikasi:
  • Analgetik , narkotik contohnya:   meperidin (Demerol), morfin.
  • Antispasmosik, contoh flavoksat (uripas); Oksibutin (ditropan).
Berikan kompres hangat pada punggung.
Pertahankan patensi kateter bila digunakan.
Membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus. Nyeri panggul sering menyebar ke punggung, lipat paha, genetalia sehubungan dengan proksimitas saraf pleksus dan pembuluh darah yang menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan hebat dapat mencetuskan ketakutan, gelisah, ansietas berat. Memberikan kesempatan untuk pemberian analgesi sesuai waktu (membantu dalam meningkatkan kemampuan koping pasien dan dapat menurunkan ansietas) dan mewaspadakan petugas akan terjadinya komplikasi.
Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot, dan meningkatan koping.
Mengarahkan kembali perhatian dan membantu dalam relaksasi otot.
Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan ekstravasasi urine ke dalam area perineal. Ini membutuhkan kedaruratan bedah akut.
Biasanya diberikan selama episode akut untuk menurunkan kolik uretral dan meningkatkan relaksasi otot/mental
Menurunkan refleks spasme dan dapat menurunkan kolik dan nyeri.
Menghilangkan tegangan otot dan dapat menurunan refleks spasme.
Mencegah stasis/retensi urine, menurunkan resiko peningkatan tekanan ginjal dan infeksi.
Diagnosa 2        : Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan inflamasi ditandai dengan sering berkemih, urgensi dan hesitancy

Tujuan              : Pola berkemih normal                                                   
Kriteria Hasil    : Berkemih dengan jumlah normal dan pola biasanya

INTERVENSI
                            RASIONAL
Mandiri
Awasi pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine.
Tentukan pola berkemih normal pasien dan perhatikan variasi.
Dorong peningkatan masukan cairan.
Periksa semua urin. Catat adanya keluaran batu dan kirim ke laboratorium untuk analisa.
Selidiki keluhan kandung kemih penuh; palpasi untuk distensi suprapubik. Perhatikan penurunan keluaran urine, adanya edema periorbital/tergantung.
Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran.
Kolaborasi
Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit, BUN, kreatinin.
Ambil urin untuk kultur dan sensitivitas.
Berikan obat sesuai dengan indikasi, contoh :
Asetazolamid (Diamox), alupurinol (Zziloprim)
Hidroklorotiazid (esidrix, hidroiuri, klortalidon, higroton)
Ammonium klorida; kalium atau natrium fosfat(salhepatika)
Angen antigout, contoh alupurinol (ziloprim)
Antibiotic
Natrium bikarbonat
Asam askorbat
Pertahankan patensi kateter tak menetap (ureteral, uretral, atau nefrostomi) bila menggunakan.
Irigasi dengan asam atau larutan alkalin sesuai indikasi.
Siapkan pasien/bantu untuk prosedur endoskopi, contoh :
Prosedur basket
Stents ureteral
Pielolitotomi terbuka atau perkutaneus, nefrolitotomi, ureterolitotomi
Litotripsi ultrasonik perkutaneus.
Litotripsi gelombang syock ekstrakorporeal (extracorporeal shockwave lithotripsi {ESWL}).
 
Memberikan informasitentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi, contoh infeksi dan pendarahan. Pendarahan dapat mengindikasikan obstruksi atau iritasi ureter.
Kalkulus dapat menyebabkan esitabilitas saraf, yang menyebaban sensasi kebutuhan berkemih segera. Biasanya frekuensi dan urgensi meningkat bila kalkulus mendeati pertemuan uretrovesikal.
Peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah, dan debris dapat membantu lewatnya batu.
Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu dan mempengaruhi pilihan terapi.
Retensi urine dapat terjadi, menyebabkan distensi jaringan (kandung kemih/ginjal) dan potensial resiko infeksi, gagal ginjal.
Akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada SSP.
Peninggian BUN, kreatinin dan elektrolit mengindikasikan disfungsi ginjal.
Menentukan adanya ISK, yang penyebab/gejala komplikasi.
Meningkatkan pH urine (alkalinitas) untuk menurunkan pembentukan batu asam.
Mungkin di gunakan untuk mencegah statis urin dan menurunkan pembentukan batu kalsium bila tidak berhubungan dengan proses penyakit dasar seperti hipertiroidisme primer atau abnormalitas vitamin D.
Menurunkan pembentukan batu fosfat.
Menurunkan produksi asam urat/ potensial pembentukan batu.
Adanya ISK/alkalin urin potensial pembentukan batu.
Mengganti kehilangan yang tak dapat teratasi selama pembuangan bikarbonat dan/atau alkalinisasi urin dapat menurunkan atau mencegah pembentukan beberapa kalkuli.
Mengasamkan urine untuk mencegah berulangnya pembentukan batu alkalin.
Mungkin diperlukan untuk membantu alairan urin / mencegah komlikasi. Catatan: selang mungkin terhambat oleh fragmen batu.
Mengubah pH urin dapat membantu pelarutan batu dan mencegah pembentukan batu selanjutnya.
Kalkulus pada batu ureter distal dan tengah mungkin digerakan olah sitoskopendoskopi dengan penangkapan batu dalam kantung kateter.
Kateter diposisikan diatas batu untuk meningkatkan dilatasi uretra/ lewatnya batu. Irigasi kontinyu atau intermiten dapat dilakukan untuk membilas ureter dan mempertahankan pH urine.
Pembedahan diperlukan mungkin untuk membuang batu yang terlalu besar untuk melewati ureter.
Tindakan gelombang syok invasif untuk batu pelvic/ kaliks ginjal atau ureter atas.
Prosedur non-invasif dimana batu ginjal di hancurkan dengan syok gelombang dari luar tubuh..


Diagnosa 3        : Kurang pengetahuan tentang factor predisposisi infeksi dan kekambuhan, deteksi dan pencegahan kekambuhan, dan terapi farmakologi                                                                      
Tujuan              :  Kebutuhan pasien akan pengetahuan informasi terpenuhi.
Kriteria Hasil    :  Pasien dapat menyatakan pemahaman proses penyakit; pasien tidak bertanya-tanya lagi tentang penyakitnya; pasien melakukan perubahan perilaku yang perlu dan berpartisipasi dalam program pengobatan

INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
Kaji ulang proses penyakit dan harapan masa datang.
Tekankan pentingnya peningkatan pemasukan cairan, contoh 3-4L/hari atau 6-8 L/hari.
Kaji ulang program diet, sesuai individual.
Diet rendah purin, contoh membatasi daging berlemak, kalkun, tumbuhan polong, gandum, alcohol.
Diet rendah kalsium, contoh membatasi susu, keju, sayur berdaun hijau, yogurt.
Diet rendah oksalat, contoh pembatasan coklat, minuman mengandung kafein,bit,bayam.
Diet rendah kalsium/fosfat dengan jeli karbonat aluminium 30-40ml, 30menit per jam.
Diskusikan program obat-obatan , hindari obat yang di jual bebas dan membaca semua label produk/kandungan dalam makanan.
Mendengar dengan aktif tentang program terapi perubahan pola hidup.
Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh nyeri berulang, hematuria, oliguria.
Tunjukan perawatan yang tepat terhadap insisi / kateter bila ada.
 
Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi
Pembilasan system ginjal menurunkan kesempatan statis cairan/ dehidrasi memerlukan pemasukan tambahan dalam kebutuhan sehari-hari.
Pemahaman alasan pembatasan memberikan kesempatan pada pasien membuat pilihan informasi, meningkatkan kerjasama dalam program dan dapat mencegah kekambuhan.
Menurunkan pemasukan oral terhadap prekusor asam urat.
Menurunkan resiko pembentukan batu kalsium.
Menurunkan pembentukan batu kalsium oksalat.
Mencegah kalkulus fosfat dengan membentuk presipitat yang tak larut dalam traktus GI, mengurangi beban nefron ginjal. Juga efektif untuk melawan kalkulus kalsium lain.
Obat-obatan diberikan untuk mengasamkan atau mengalakalikan urin, tergantung pada penyebab dasar pembentukan batu. Makan produk yang mengandung bahan yang dikontraindikasikan secara individu.(contoh, Kalsium, fosfat) potensial pembentukan obat ulang.
Membantu pasien bekerja melalui perasaan dan meningkatkan rasa kontrol terhadap apa yangterjadi.
Dengan peningkatan kemungkinan berulangnya batu, intervensi segera dapat mencegah komplikasi serius.
Meningkatkan kemampuan perawatan diri dan kemandirian.


Diagnosa 4        :  Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvik umum dari ginjal atau kolik uretral) dan diuresis pasca obstruksi.

Tujuan              :  Tidak terjadi kekurangan volume cairan
Kriteria Hasil    :  mempertahankan keseimbangan cairan adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil dan BB dalam rentang normal, nadi perifer normal, membrane mukosa lembab, turgor kulit baik.


INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
Awasi pemasukan dan pengeluaran.
Catat insiden muntah, diare. Perhatikan karakteristik dan frekuensi muntah dan diare, juga kejadian yang menyertai atau mencetuskan.
Tingkat pemasukan cairan sampai 3-4L/ hari dalam toleransi jantung.
Awasi tanda vital. Evaluasi nadi, pengisian kapilar, turgor kulit, dan membran mukosa.
Timbang berat badan tiap hari.

Kolaborasi

Awasi Hb/Ht, elektrolit.
Berikan cairan IV.
Berikan diet tepat, cairan jernih, makanan lembut sesuai toleransi.
Berikan obat sesuai indikasi: antiemetik, contoh, proklorperazin (compazin).
Membandingkan keluaran aktual dan yang diantisipasi membantu dalam evaluasi adanya/derajat statis /kerusakan ginjal. Catatan kerusakan fungsi ginjal dan penurunan haluaran urine dapat mengakibatkan volume sirkulasi lebih dengan tanda gejala GG K. Mual, muntah dan diaresecara umum berhubungan dengan kolik ginjal karena saraf ganglion seliaka pada kedua ginjal dan lambung. Pencatatan dapat membantu mengesampingkan kejadian abdominal lain yang menyebabkan nyeri atau menunjukan kalkulus.
Mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostatis juga tindakan ”mencuci” yang dapat membilas batu keluar. Dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrilit dapat terjadi sekunder terhadap kehilangan cairan berlebihan (muntah dan diare).
Indikator hidrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi. Catatan: penurunan LPG merangsang produksi renin, yang bekerja untuk meningkatkan TD dalam upaya untuk meningkatkan aliran darh ginjal.
Peningkatan berat badan yang tepat mungkin berhubungan dengan retensi.
Mengkaji hidrasi dan keefektifan/kebutuhan intervensi.
Mempertahankan volume sirkulasi (bila pemasukan oral tidak cukup) meningkatkan fungsi ginjal.
Makanan mudah cerna menurunkan aktivitas GI / iritasi dan membantu mempertahankan cairan dan keseimbangan dan nutrisi.
Menurunkan mual muntah.


 
  1. 4.      IMPLEMENTASI
Disesuaikan dengan intervensi

  1. 5.      EVALUASI
    1. Nyeri dapat berkurang dan terkontrol
    2. Pola berkemih normal   
    3. Kebutuhan pasien akan pengetahuan dan informasi terpenuhi.
    4. Tidak terjadi kekurangan volume cairan

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN DEMENSIA


A.    KONSEP DASAR PENYAKIT
  1. 1.      Pengertian
Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kerusakan fungsi kognitif global yang biasanya bersifat progresif dan mempengaruhi aktivitas social dan okupasi yang normal juga aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). (Mickey Stanley, 2006)
Sindrom demensia dapat didefinisikan sebagai deteriorasi kapasitas intelektual dapat diakibatkan oleh pnyakit di otak. Sindrom ini ditandai olah gangguan kognitif, emosional, dan psikomotor. (Lumbantobing, 2006)
Demensia tipe alzhimer adalah proses degenerative yang terjadi pertama-tama pada sel yang terletak pada dasar otak depan yang mengirim informasi ke korteks serebral dan hipokampus. Sel yang terpengaruh pertama kali kehilangan kemampuannya untuk mengeluarkan asetilkolin lalu terjadi degenerasi. Jika degenerasi ini mulai berlangsung, dewasa ini tidak ada tindakan yang dapat dilakukan untuk menghidupkan kembali sel-sel atau menggantikannya.(Kushariyadi, 2010)
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian. (http://medicastore.com/penyakit/699/Demensia.html)

  1. 2.      Epidemiologi
Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas 60 tahun adalah 7,2 % (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta). Peningkatan angka kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup suatu populasi. Kira-kira 5 % usia lanjut 65 – 70 tahun menderita demensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun. Pada negara industri kasus demensia 0.5 –1.0 % dan di Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 10 – 15% atau sekitar 3 – 4 juta orang. Demensia terbagi menjadi dua yakni Demensia Alzheimer dan Demensia Vaskuler. Demensia Alzheimer merupakan kasus demensia terbanyak di negara maju Amerika dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia vaskuler penyebab kedua sekitar 15-20% sisanya 15- 35% disebabkan demensia lainnya. Di Jepang dan Cina demensia vaskuler 50 – 60 % dan 30 – 40 % demensia akibat penyakit Alzheimer.
  1. 3.   Etiologi
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan oleh penyakit lain.
Tiap penyakit yang melibatkan otak dapat menyebabkan demensia, misalnya : gangguan peredaran darah di otak, radang, neoplasma, gangguan metabolic, penyakit degenerative. Semua hal ini harus ditelusuri. Gejala atau kelainan yang menyertai demensia kita teliti. Sering diagnose – etiologi dapat ditegakkan melalui atau dengan bantuan kelainan yang menyertai, seperti : hemiparese, gangguan sensibilitas, afasia, apraksia, rigiditas, tremor. (Lumbantobing, 2006)
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir.

  1. 4.   Klasifikasi
  2. Demensia Tipe Alzheimer
Dari semua pasien dengan demensia, 50 – 60 % memiliki demensia tipe ini. Orang yang pertama kali mendefinisikan penyakit ini adalah Alois Alzheimer sekitar tahun 1910. Demensia ini ditandai dengan gejala :
  • Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,
  • Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia, gangguan fungsi eksekutif,
  • Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
  • Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),
  • Kehilangan inisiatif.
Demensia pada penyakit Alzheimer belum diketahui secara pasti penyebabnya, walaupun pemeriksaan neuropatologi dan biokimiawi post mortem telah ditemukan lose selective neuron kolinergik yang strukturnya dan bentuk fungsinya juga terjadi perubahan.
  1. Demensia Vaskuler
Penyakit ini disebabkan adanya defisit kognitif yang sama dengan Alzheimer  tetapi  terdapat gejala-gejala / tanda-tanda neurologis fokal seperti :
  • Peningkatan reflek tendon dalam,
  • Respontar eksensor,
  • Palsi pseudobulbar,
  • Kelainan gaya berjalan,
  • Kelemahan anggota gerak.
Demensia vaskuler merupakan demensia kedua yang paling sering pada lansia, sehingga perlu dibedakan dengan demensi Alzheimer.
Pencegahan pada demensia ini dapat dilakukan dengan menurunkan faktor resiko misalnya ; hipertensi, DM, merokok, aritmia. Demensia dapat ditegakkan juga dengan MRI dan aliran darah sentral.
Pedoman diagnostik penyakit demensia vaskuler :
  • Terdapat gejala demensia
  • Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata
  • Onset mendadak dengan adanya gejala neurologis fokal
  1. 5.   Tanda dan Gejala
Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sbb:
  1. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
  2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat penderita demensia berada
  3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali
  4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
  5. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah
  1. 6.   Patofisiologi
            Penyakit Alzheimer mengakibatkan sedikitnya dua per tiga kasus demensia. Penyebab spesifik penyakit Alzheimer belum diketahui, meskipun tampaknya genetika berperan dalam hal itu. Teori-teori lain yang pernah popular, tetapi saat ini kurang mendukung, antara lain adalah efek toksik dari aluminium, virus yang berkembang perlahan sehingga menimbulkan respon atau imun, atau defisiensi biokimia. Dr. Alois Alzheimer pertama kali mendeskripsikan dua jenis struktur abnormal yang ditemukan pada otak mayat yang menderita penyakit Alzheimer:plak amiloid dan kekusutan neurofibril trdapat juga penurunan neurotransmitter tertentu, terutama asetilkolin. Area otak yang terkena penyakit Alzheimer terutama adalah korteks serebri dan hipokampus, keduanya merupakan bagian penting dalam fungsi kognitif dan memori.
Amiloid menyebabkan rusaknya jaringan otak. Plak amiloid berasal dari protei yang lebih besar, protein precursor amiloid (amyloid precursor protein[APP]). Keluarga-keluarga dngan awitan dini penyakit Alzheimer yang tampak sebagaisesuatu yang diturunkan telah menjalani penelitian, dan beberapa diantaranya mengalami mutasi pada gen APP-nya. Mutasi genAPP lainnya yang berkaitan dengan awitan lambat AD dan penyakit serebrovaskular juga telah diidentifikasi. Terdapat peningkatan risiko awitan lambat penyakit Alzheimer dengan menurunnya alel apo E4 pada kromosom 19. Simpul neurofibriler adalah sekumpulan serat-serat sel saraf yang saling berpilin,yang disebut pasangan filamen heliks. Peran spesifik dari simpul tersebut pada penyakit ini sedang diteliti. Asetilkolin dan neurotransmiter merupakan zat kimia yang diperlukan untuk mengirim pesan melewati system saraf. Deficit neurotransmiter menyebabkan pemecahan proses komunikasi yang kompleks di antara sel-sel pada system saraf. Tau dalah protein dalam cairan srebrospinal yang jumlahnya sudah meningkat sekalipun pada penyakit Alzheimer tahap awal. Temuan-temuan yang ada menunjukan bahwa penyakit Alzheimer dapat bermula di tingkat selular, dengan atau menjadi penanda molecular di sel-sel tersebut.
Demensia multi-infark adalah penyebab demensia kedua yang paling banyak terjadi. Pasien-pasien yang menderita penyakit serebrovaskular yang seperti namanya, berkembang menjadi infark multiple di otak. Namun, tidak semua orang yang menderita infark serebral multiple mengalami demensia. Dalam perbandingannya dengan penderita penyakit Alzheimer, orang-orang dengan demensia multi infark mengalami awitan penyakit yang tiba-tiba, lebih dari sekedar deteriorasi linear pada kognisi dan fungsi, dan dapat menunjukan beberapa perbaikan di antara peristiwa-peristiwa serebrovaskular.
Sebagian besar pasien dengan penyakit Parkinson yang menderita perjalanan penyakiy yang lama dan parah akan mengalami demensia. Pada satu studi, pasien-pasien diamati selama 15 sampai 18 tahun setelah memasuki program pengobatan levodopa, dan 80% di antaranya menderita demensia sedang atau [parah sebelum akhirnya meninggal dunia. (Mickey Stanley, 2006)
  1. 7.   Pathway (terlampir)
  1. 8.   Diagnosis
Diagnosis difokuskan pada hal-hal berikut ini:
  • Pembedaan antara delirium dan demensia
  • Bagian otak yang terkena
  • Penyebab yang potensial reversibel
  • Perlu pembedaan dan depresi (ini bisa diobati relatif mudah)
  • Pemeriksaan untuk mengingat 3 benda yg disebut
  • Mengelompokkan benda, hewan dan alat dengan susah payah
  • Pemeriksaan laboratonium, pemeriksaan EEC
  • Pencitraan otak amat penting CT atau MRI
  1. 9.   Penatalaksanaan
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak yang disfungsional dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika pengobatan dilakukan tepat pada waktunya. Riwayat medis yang lengkap, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium, termasuk pencitraan otak yang tepat, harus dilakukan segera setelah diagnosis dicurigai. Jika pasien menderita akibat suatu penyebab demensia yang dapat diobati, terapi diarahkan untuk mengobati gangguan dasar.
Pendekatan pengobatan umum pada pasien demensia adalah untuk memberikan perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk gejala perilaku yang mengganggu. Pemeliharaan kesehatan fisik pasien, lingkungan yang mendukung, dan pengobatan farmakologis simptomatik diindikasikan dalam pengobatan sebagian besar jenis demensia. Pengobatan simptomatik termasuk pemeliharaan diet gizi, latihan yang tepat, terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian terhadap masalah visual dan audiotoris, dan pengobatan masalah medis yang menyertai, seperti infeksi saluran kemih, ulkus dekubitus, dan disfungsi kardiopulmonal. Perhatian khusus karena diberikan pada pengasuh atau anggota keluarga yang menghadapi frustasi, kesedihan, dan masalah psikologis saat mereka merawat pasien selama periode waktu yang lama.
Jika diagnosis demensia vaskular dibuat, faktor risiko yang berperan pada penyakit kardiovaskular harus diidentifikasi dan ditanggulangi secara terapetik. Faktor-faktor tersebut adalah hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, penyakit jantung, diabetes dan ketergantungan alkohol. Pasien dengan merokok harus diminta untuk berhenti, karena penghentian merokok disertai dengan perbaikan perfusi serebral dan fungsi kognitif.
v  Obat untuk demensia
  1. Cholinergic-enhancing agents
Untuk terapi demensia jenis Alzheimer, telah banyak dilakukan penelitian. Pemberian cholinergic-enhancing agents menunjukkan hasil yang lumayan pada beberapa penderita; namun demikian secara keseluruhan tidak menunjukkan keberhasilan sama sekali. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa demensia alzheimerntidak semata-mata disebabkan oleh defisiensi kolinergik; demensia ini juga disebabkan oleh defisiensi neurotransmitter lainnya. Sementara itu, kombinasi kolinergik dan noradrenergic ternyata bersifat kompleks; pemberian obat kombinasi ini harus hati-hati karena dapat terjadi interaksi yang mengganggu sistem kardiovaskular.
  1. Cholinedan lecithin
Defisit asetilkolin di korteks dan hipokampus pada demensia Alzheimer dan hipotesis tentang sebab dan hubungannya dengan memori mendorong peneliti untuk mengarahkan perhatiannya pada neurotransmitter. Pemberian prekursor, cholinedan lecithin merupakan salah satu pilihan dan memberi hasil lumayan, namun demikian tidak memperlihatkan hal yang istimewa. Dengancholine ada sedikit perbaikan terutama dalam fungsi verbal dan visual. Denganlecith in hasilnya cenderung negatif, walaupun dengan dosis yang berlebih sehingga kadar dalam serum mencapai 120 persen dan dalam cairan serebrospinal naik sampai 58 persen.
  1. Neuropeptide, vasopressin dan ACTH
Pemberian neuropetida, vasopressin dan ACTH perlu memperoleh perhatian. Neuropeptida dapat memperbaiki daya ingat semantik yang berkaitan dengan informasi dan kata-kata. Pada lansia tanpa gangguan psiko-organik, pemberian ACTH dapat memperbaiki daya konsentrasi dan memperbaiki keadaan umum.
  1. Nootropic agents
Dari golongan nootropic substances ada dua jenis obat yang sering digunakan dalam terapi demensia, ialahnicer goline dan co-dergocrine mesylate. Keduanya berpengaruh terhadap katekolamin. Co-dergocrine mesylate memperbaiki perfusi serebral dengan cara mengurangi tahanan vaskular dan meningkatkan konsumsi oksigen otak. Obat ini memperbaiki perilaku, aktivitas, dan mengurangi bingung, serta memperbaiki kognisi. Disisi lain,nicergoline tampak bermanfaat untuk memperbaiki perasaan hati dan perilaku.
  1. Dihydropyridine
Pada lansia dengan perubahan mikrovaskular dan neuronal, L-type calcium channels menunjukkan pengaruh yang kuat. Lipophilic dihydropyridine bermanfaat untuk mengatasi kerusakan susunan saraf pusat pada lansia. Nimodipin bermanfaat untuk mengembalikan fungsi kognitif yang menurun pada lansia dan demensia jenis Alzheimer. Nimodipin memelihara sel-sel endothelial/kondisi mikrovaskular tanpa dampak hipotensif; dengan demikian sangat dianjurkan sebagai terapi alternatif untuk lansia terutama yang mengidap hipertensi esensial
  1. 10.     Pencegahan dan Perawatan
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
  1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat adiktif yang berlebihan
  2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari.
  3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
  • Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
  • Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki persamaan minat atau hobi
  1. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.





  1. B.   KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
    1. 1.   Pengkajian
Tanda dan Gejala yang ditemukan pada saat melakukan pengkajian pada pasien dengan demensia adalah sebagai berikut :
  1. Kesukaran dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari
  2. Pelupa
  3. Sering mengulang kata-kata
  4. Tidak mengenal dimensi waktu, misalnya tidur di ruang makan
  5. Cepat marah dan sulit di atur.
  6. Kehilangan daya ingat
  7. Kesulitan belajar dan mengingat informasi baru
  8. Kurang konsentrasi
  9. Kurang kebersihan diri
  10. Rentan terhadap kecelakaan: jatuh
  11. Tremor
  12. Kurang koordinasi gerakan.
  1. 2.   Diagnosa keperawatan
1)   Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang konsentrsi, tidak mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas dengan akurat.
2)   Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi atau integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri) ditandai dengan cemas, apatis, gelisah, halusinasi.
3)   Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah, tampak cemas, mudah tersinggung, tingkah laku defensive, kekacauan mental, tingkah laku curiga, dan tingkah laku agresif.
4)   Perubahan pola tidur  berhubungan dengan perubahan pada sensori ditandai dengan keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak mampu menentukan kebutuhan/ waktu tidur.
5)   Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, frustasi atas kehilangan kemandiriannya ditandai dengan penurunan kemampuan melakukan perawatan diri.
6)   Koping individu tidak efektif berhubungan dengan pemecahan masalah tidak adekuat ditandai dengan cepat marah, curiga, mudah tersinggung.
7)   Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan persepsi ditandai dengan disorientasi tempat, orang dan waktu.
8)   Risiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mudah lupa, kemunduran hobi, perubahan sensori.
9)   Risiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan, kelemahan, otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.
  1. 3.   Perencanaan
No
Diagnosa keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi
Rasional
1 Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang konsentrsi, tidak mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas dengan akurat. Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu mengenali perubahan dalam berpikir dengan KH:-          Mampu memperlihatkan kemampuan kognitifuntuk menjalani konsekuensi kejadian yang menegangkan terhadap emosi dan pikiran tentang diri -          Mampu mengembangkan strategi untuk mengatasi anggapan diri yang negative
-          Mampu mengenali perubahan dalam berpikir atau tingkah laku dan factor penyebab
-          Mampu memperlihatkan penurunan tingkah laku yang tidak diinginkan, ancaman, dan kebingungan
  1. Kembangkan lingkungan yang mendukung dan hubungan klien-perawat yang terapeutik
  1. Kaji derajat gangguan kognitif, seperti perubahan orientasi, rentang perhatian, kemampuan berpikir. Bicarakan dengan keluarga mengenai perubahan perilaku
  1. Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang
  1. Lakukan pendekatan dengan cara perlahan dan tenang
  1. Tatap wajah ketika berbicara dengan klien
  1. Panggil klien dengan namanya
  1. Gunakan suara yang agak rendah dan berbicara dengan perlahan pada klien
  1. Gunakan kata-kata pendek, kalimat dan Ulangi instruksi tersebut sesuai kebutuhan
  1. Berhenti sejenak di antara kalimat/pertanyaan. Beri isyarat tertentu, gunakan kalimat terbuka
  1. Dengarkan dengan penuh perhatian pembicaraan klien. Interpretasikan pertanyaan, arti, dan kata. Beri kata yang benar
  1. Hindari kritikan, argumentasi, dan konfrontasi negative
  1. Gunakan distraksi. Bicarakan tentang kejadian yang sebenarnya saat klien mengungkapkan ide yang salah, jika tidak meningkatkan kecemasan
  1. Hindari klien dari aktivitas dan komunikasi yang dipaksakan
  1. Gunakan hal yang humoris saat berinteraksi pada klien
    1. Mengurangi kecemasan dan emosional, seperti kemarahan, meningkatkan pengembangan evaluasi diri yang positif dan mengurangi konflik psikologis
    2. Memberikan dasar perbandingan yang akan datang dan memengaruhi rencan intervensi. Catatan: evaluasi orientasi secara berulang dapat meningkatkan respon yang negative/tingkat frustasi
    3. Kebisingan merupakan sensori berlebihan yang meningkatkan gangguan neuron
    4. Pendekatan terburu-buru menyebabkan klien bingung, kesalahan persepsi/perasaan, terancam
    5. Menimbulkan perhatian, terutama pada klien dengan gangguan perceptual
    6. Nama adalah bentuk identitas diri dan menimbulkan pengenalan terhadap realita dan klien
    7. Meningkatkan pemahaman. Ucapan tinggi dank eras menimbulkan stress/marah yang mencetuskan konfrontasi dan respons marah
    8. Seiring perkembangan penyakit, pusat komunikasi dalam otak terganggu sehingga menghilangkan kemampuan klien dalam respons penerimaan pesan dan percakapan secara keseluruhan
    9. Menimbulkan respons verbal, meningkatkan pemahaman. Isyarat menstimulasi komunikasi, memberi pengalaman positif
    10. Mengarahkan perhatian dan penghargaan. Membantu klien dengan alat bantu proses kata dalam menurunkan frustasi
    11. Provokasi menurunkan harga diri dan merupakan ancaman yang mencetuskan agitasi yang tidak sesuai
    12. Lamunan membantu dalam meningkatkan disorientasi. Orientasi pada realita meningkatkan perasaan realita klien, penghargaan diri dan kemuliaan (kebahagiaan) personal
    13. Keterpaksaan menurunkan keikutsertaan dan meningkatkan kecurigaan, delusi
    14. Tertawa membantu dalam komunikasi dan meningkatkan kestabilan emosi

2 Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi atau integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri) ditandai dengan cemas, apatis, gelisah, halusinasi. Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perubahan persepsi sensori klien dapat berkurang atau terkontrol dengan KH:-          Mengalami penurunan halusinasi -          Mengembangkan strategi psikososial untuk mengurangi stress atau mengatur prilaku.
-          Mendemonstrasikan respon yang sesuai stimulasi
-          Perawat mampu mengidentifikasi factor eksternal yang berperan terhadap perubahan
-          kemampuan  persepsi sensori
  1. kembangkan lingkungan yang suportif dan hubungan perawat –klien terapeutik
  2. Bantu klien untuk memahami halusinasi
  3. beri informasi tentang sifat halusinasi ,hubungannya dengan stresor/pengalaman emosional yang traumatic,pengobatan dan cara mengatasi
  4. kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi klien termasuk penurunan penglihatan atau pendengaran
  1. ajarkan strategi untuk mengurangi stress
  2. anjurkan untuk menggunakan kaca mata atau alat bantu pendengaran sesuai keperluan
  3. Meningkatkan kenyamanan dan menurunkan kecemasan pada klien
  4. Meningkatkan koping dan menurunkan halusinasi
  5. Untuk membantu klien dalam memahami halusinasi
  1. Keterlibatan otak memperlihatkan masalah yang bersifat asimetris menyebabkan klien kehilangan kemampuan pada salah satu sisi tubuh (gangguan unilateral). Klien tidak dapat mengenali rasa lapar
  1. Untuk menurunkan kebutuahan akan halusinasi
  2. Meningkatkan masukan sensori,membatasi /menurunkan kesalahan interpretasi stimulasi
3 Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah, tampak cemas, mudah tersinggung, tingkah laku defensive, kekacauan mental, tingkah laku curiga, dan tingkah laku agresif. Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat beradaptasi dengan perubahan aktivitas sehari- hari dan lingkungan dengan KH :-          Mengidentifikasi perubahan -          Mampu beradaptasi pada perubahan lingkungan dan aktivitas kehidupan sehari- hari
-          Mempertahankan rasa berharga pada diri dan identitas pribadi yang positif
-          Membuat pernyataan positif tentang lingkungan yang baru
-          Memperlihatkan penerimaan terhadap perubahan lingkungan dan penyesuaian kehidupan
-          Mampu menunjukan tentang perasaan yang sesuai/tidak cemas dan rasa takut berkurang
-          Tidak menyimpan pengalaman menyakitkan
-          Menggunakan bantuan dari sumber yang tepat selama waktu pengaturan pada lingkungan baru
  1. Jalin hubungan saling mendukung dengan klien
  2. Orientasikan pada lingkungan dan rutinitas baru
  1. Kaji tingkat stressor (seperti penyesuaian diri, krisis perkembangan, peran keluarga, akibat perubahan status kesehatan)
  2. Tempatkan pada ruangan pribadi jika mungkin dan bergabung dengan orang terdekat dalam aktivitas perawatan, waktu makan, dan sebaginya
  1. Tentukan jadwal aktivitas yang wajar dan masukkan dalam kegiatan rutin
  1. Identifikasi kekuatan klien yang dimiliki sebelumnya
  1. Berikan penjelasan dan informasi yang menyenangkan mengenai kegiatan/peristiwa
  1. Catat tingkah laku, munculnya perasaan curiga/paranoid, mudah tersinggung, defensive
  1. Pertahankan keadaan tenang. Tempatkan dalam lingkungan tenang yang memberikan kesempatan untuk “beristirahat”
  1. Atasi tingkah laku agresif dengan pendekatan yang tenang
  2. Gunakan sentuhan jika tidak mengalami paranoid/sedang mengalami agitasi sesaat
  3. Rujuk ke sumber pendukung perawatan diri
    1. Untuk membangun kepercayaan dan rasa aman
    2. Menurunkan kecemasan dan perasaan terganggu
    3. Untuk menentukan persepsi klien tentang kejadian dan tingkat serangan
    4. Perawatan di rumah sakit mengubah aktivitas klien dan meningkatkan masalah tingkah laku. Memberi kesempatan mengontrol lingkungan dan melindungi dari kelainan tingkah laku
    5. Konsistensi mengurangi kebingungan dan meningkatkan rasa kebersamaan
    6. Memfasilitasi bantuan dengan komunikasi dan manajemen dari kekurangan sekarang serta selanjutnya
    7. Menurunkan ketegangan, mempertahankan rasa saling percaya dan orientasi. Saat klien mengetahui secara perlahan tentang apa yang terjadi, koping klien akan meningkat
    8. Stress meningkat, rasa tidak nyaman/nyeri fisik dan kelelahan mencetuskan penurunan tingkah laku dan gangguan komunikasi. Perilaku katastropik ini menimbulkan panic dan rasa bermusuhan
    9. Menenangkan situasi dan member klien waktu untuk memperoleh kendali terhadap perilaku dan emosinya
    10. Rasa diterima menurunkan rasa takut, dan respons agresif
    11. Memberikan keyakinan, menuunkan stress, dan meningkatkan kualitas hidup
    12. Meningkatkan perasaan, dukungan selama penyesuaian

4 Perubahan pola tidur  berhubungan dengan perubahan lingkungan ditandai dengan keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak mampu menentukan kebutuhan/ waktu tidur. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi gangguan pola tidur pada klien dengan KH :-          Memahami factor penyebab gangguan pola tidur -          Mampu menentukan penyebab tidur inadekuat
-          Mampu memahami rencana khusus untuk menangani/mengoreksi penyebab tidur tidak adekuat
-          Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang melayang-layang (melamun)
-          Tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup
  1. Jangan menganjurkan klien tidur siang apabila berakibat efek negative terhadap tidur pada malam hari
  2. Evaluasi efek obat klien (steroid ,diuretik) yang mengganggu tidur
  1. Tentukan kebiasaan dan rutinitas waktu tidur malam dengan kebiasaan klien (memberi susu hangat)
  1. Memberika lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur (mematikan lampu, ventilasi ruang adekuat, suhu yang sesuai, menghindari kebisingan)
  1. Buat jadwal intervensi untuk memungkinkan waktu tidur lebih lama(memeriksa tanda vital, mengubah posisi)
  1. Berikan kesempatan untuk tidur sejenak, anjurkan latihan saat siang hari, turunkan aktivitas mental/fisik pada sore hari
  1. Hindari penggunaan “pengikatan” secara terus menerus
  1. Evaluasi tingkat stress/orientasi sesuai perkembangan hari demi hari
  1. Buat jadwal tidur secara teratur. Katakan pada klien bahwa saat ini adalah waktu untuk tidur
  1. Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi, dan masase punggung
  2. Turunkan jumlah minuman sore. Lakukan berkemih sebelum tidur
  3. Putarkan musik yang lembut atau “suara yang jernih”
  4. Irama sirkadian (siklus tidur-bangun)yang tersinkronisasi disebabkan oleh tidur siang yang singkat
  5. Derangement psikis terjadi bila terdapat penggunaan kortikosteroid, termasuk perubahan mood, insomnia
  6. Mengubah pola yang sudah terbiasa dari asupan makan klien pada malam hari terbukti mengganggu tidur
  7. Hambatan kortikal pada formasi reticular akan berkurang selama tidur, emningkatkan respons otomatik, karenanya respons kardiovaskular terhadap suara meningkat selama tidur
  8. Gangguan tidur terjadi dengan seringnya tidur dan mengganggu pemulihan sehubungan dengan gangguan psikologis dan fisiologis, sehingga irama sirkadian terganggu
  9. Aktivitas fisik dan mental yang lama mengakibatkan kelelahan yang dapat meningkatkan kebingungan, aktivitas yang terprogram tanpa stimulasi berlebihan meningkatkan waktu tidur
  10. Risiko gangguan sensori, meningkatkan agitasi dan menghambat waktu istirahat
  11. Peningkatan kebingungan, disorientasi, tingkah laku tidak kooperatif (sindrom sundower) dapat mengurangi tidur
  12. Penguatan bahwa saatnya tidur dan mempertahankan kestabilan lingkungan. Catatan : penundaan waktu tidur diindikasikan agar klien membuang kelebihan energy dan memfasilitasi tidur
  13. Meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk
  14. Menurunkan kebutuhan akan bangun untuk berkemih selama malam hari
  15. Menurunkan stimulasi sensori dengan menghambat suara lain dari lingkungan sekitar yang akan menghambat tidur

5 Kurang perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas, menurunnya daya tahan dan kekuatan ditandai dengan penurunan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari. Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat merawat dirinya sesuai dengan kemampuannya dengan KH :-  Mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan. -  Mampu mengidentifikasi dan menggunakan sumber pribadi/ komunitas yang dapat memberikan bantuan.
  1. Identifikasi kesulitan dalam berpakaian/ perawatan diri, seperti: keterbatasan gerak fisik, apatis/ depresi, penurunan kognitif seperti apraksia.
  1. Identifikasi kebutuhan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan dengan perawatan rambut/kuku/ kulit, bersihkan kaca mata, dan gosok gigi.
  2. Perhatikan adanya tanda-tanda nonverbal yang fisiologis.
d. Beri banyak waktu untuk melakukan tugas.
  1. Bantu mengenakan pakaian yang rapi dan indah.
a. Memahami penyebab yang mempengaruhi intervensi. Masalah dapat diminimalkan dengan menyesuaikan atau memerlukan konsultasi dari ahli lain.b.Seiring perkembangan penyakit, kebutuhan kebersihan dasar mungkin dilupakan. c. Kehilangan sensori dan penurunan fungsi bahasa menyebabkan klien mengungkapkan kebutuhan perawatan diri dengan cara nonverbal, seperti terengah-engah, ingin berkemih dengan memegang dirinya.
  1. Pekerjaan yang tadinya mudah sekarang menjadi terhambat karena penurunan motorik dan perubahan kognitif.
e. Meningkatkan kepercayaan untuk hidup.
6. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan pemecahan masalah tidak adekuat ditandai dengan cepat marah, curiga, mudah tersinggung. Setelah diberikan asuhan  keperawatan diharapkan koping individu menjadi efektif dengan kriteria hasil :-       Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi -       Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi
-       Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa haraga diri yang negatif
  1. Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan
  1. Dukung kemampuan koping
  1. Pernyataan pengakuan terhadap penolakan tubuh, mengingatkan kembali fakta kejadian tentang realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehat
  1. Beri dukungan psikologis secara menyeluruh
  1. Bentuk program aktivitas pada keseluruhan hari
  1. Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan hal-hal untuk dirinya semaksimal mungkin
  1. Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi
  1. Monitor gangguan tidur peningkatan konsentrasi, letargi, dan withdrawal
Kolaborasi
  1. Rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi
a. Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensib. Kepatuhan terhadap program latihan dan berjalan membantu memperlambat kemajuan penyakit. Dukungan dan sumber bantuan dapat diberikan melalui ketekunan berdoa dan penekanan keluar terhadap aktivitas dengan mepertahankan patisipasi aktif c. Membantu klien untuk melihat bahwa perawat menerima kedua bagian sebagai bagian dari seluruh tubuh. Mengizinkan klien untuk merasakan adanya harapan dan mulai menerima situasi baru.
d.Klien Demensia sering merasa malu, apatis, tidak adekuat, bosan dan merasa sendiri. Perasaan ini dapat disebabkan akibat keadaan fisik yang lambat dan upaya yang besar dibutuhkan terhadap tugas-tugas kecil. Klien dibantu dan didukung untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (seperti meningkatnya mobilitas)
e. Bentuk program aktivitas pada keseluruhan hari untuk mencegha waktu tidur yang terlalu banyak yang dapat mengarah padda tidak adanya keinginan dari apatis. Setiap upaya dibuat untuk mendukung klien keluar darii tugas-tugas yang termasuk koping dengan kebutuhan mereka setiap hari dan untuk membentuk klien mandiri. Apapun yang dilakukan hanya untuk keamanan sewaktu mencapai tujuan dengan meningkatnya kemampuan koping.
  1. Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta mempengaruhi proses rehabilitasi.
g. Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa mendatang.
h. Dapat mengindikasikan terjadinya depresi  dimana memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut
Kolaborasi
  1. Dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan perasaan. Kerjasama fisioterapi, psikoterapi, terapi obat-obatan, dan dukungan partisipasi kelompok dapat menolong mengurangi depresi yang juga sering muncul pada kejadian ini.
7. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan persepsi ditandai dengan disorientasi tempat, orang dan waktu. Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan klien tidak mengalami hambatan komunikasi verbal dengan kriteria hasil :-     Membuat teknik/metode komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi
  1. Kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi.
  1.   Menentukan cara-cara berkomunikasi seperti mempertahankan kontak mata, pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak, menggunakan kertas dan pensil/bolpoint, gambar, atau papan tulis; bahasa isyarat, penjelas arti dari komunikasi yang disampaikan.
  2. Letakkan bel/lampu panggilan di tempat mudah dijangkau dan berikan penjelasan cara menggunakannya. Jawab panggilan tersebut dengan segera. Penuhi kebutuhan klien. Katakan kepada klien bahwa perawat siap membantu jika dibutuhkan.
Kolaborasi
  1. Kolaborasi dengan ahli wicara bahasa.
  2. Untuk menentukan tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi.
  3. Untuk membantu proses berkomunikasi dengan klien, dan agar tidak terjadi miskomunikasi.
  1. Untuk memudahkan klien dalam memanggil perawat saat membutuhkan bantuan.
Kolaborasi
  1. Memberikan terapi bicara pada klien.
8. Risiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mudah lupa, kemunduran hobi, perubahn sensori. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mendapat nutrisi yang seimbang dengan KH:-        Mengubah pola asupan yang benar. -        Mendapat diet nutrisi yang seimbang.
-        Mempertahankan/ mendapat kembali berat badan yang sesuai.
-        Ikut serta dalam aktifitas yang mempermudah koping adaptif.
  1. Kaji pengetahuan klien/keluarga mengenai kebutuhan makan
  1. Usahakan/ berikan bantuan dalam memilih menu
  2. Berikan makanan kecil setiap jam sesuai kebutuhan
  1. Hindari makanan yang terlalu panas
Kolaborasi :
  1. Rujuk atau konsultasikan dengan ahli gizi
  2. Identifikasi kebutuhan untuk membantu perencanaan pendidikan
  3. Klien tidak mampu menentukan pilihan kebutuhan nutrisi
  4. Makan makanan kecil meningkatkan masukan yang sesuai
  5. Makan panas mengakibatkan mulut terbakar atau menolak untuk makan
  1. Bantuan diperlukan untuk mengembangkan keseimbangan diet dan menemukan kebutuhan / makan yang disukai
9. Risiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan, kelemahan, otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Risiko cedera tidak terjadi dengan KH :-          Meningkatkan tingkat aktivitas -          Dapat beradaptasi dengan lingkungan untuk mengurangi risiko trauma/cedera
-          Tidak mengalami trauma/cedera
-          Keluarga mengenali potensial di lingkungan dan mengidentifikasi tahap-tahap untuk memperbaikinya
  1. Kaji derajat gngguan kemampuan,tingkah laku impulsive dan penurunan persepsi visual. Bantu keluarga mengidentifikasi risiko terjadinya bahaya yang mungkin timbul
  1. Hilangkan sumber bahaya lingkungan
  1. Alihkan perhatian saat perilaku teragitasi
  1. Gunakan pakaian sesuai dengan lingkungan fisik/kebutuhan klien
  1. Kaji efek samping obat, tanda keracunan (tanda ekstrapiramidal,hipotensi ortostatik,gangguan penglihatan, gangguan gastrointestinal)
  1. Hindari penggunaan restrain terus-menerus. Berikan kesempatan keluarga tinggal bersama klien selama periode agitasi akut
  1. Mengidentifikasi risiko di lingkungan dan mempertinggi kesadaran perawat akan bahaya. Klien dengan tingkah laku impulsif berisiko trauma karena kurang mampu memgendalikan perilaku. Penurunan persepsi visual berisiko terjatuh
  2. Klien dengan gangguan kognitif, gangguan persepsi adalah awal terjadi trauma akibat tidak bertanggung jawab terhadap kebutuhan keamanan dasar
  3. Mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang meningkatkan risiko terjadinya trauma
  4. Perlambatan proses metabolisme mengakibatkan hipotermia. Hipotalamus dipengaruhi proses penyakit yang menyebabkan rasa kedinginan
  5. Klien yang tidak dapat melaporkan tanda/gejala obat dapat menimbulkan kadar toksisitas pada lansia. Ukuran dosis/penggantian obat diperlukan untuk mengurangi gangguan
  6. Membahayakan klien, meningkatkan agitasi dan timbul risiko fraktur pada klien lansia (berhubungan dengan penurunan kalsium tulang)
  1. 4.   Evaluasi
1)   Mampu memperlihatkan kemampuan kognitif untuk menjalani konsekuensi.
2)   Perubahan persepsi sensori tidak terjadi atau terkontrol.
3)   Mampu beradaptasi pada perubahan lingkungan dan aktivitas.
4)   Perubahan pola tidur tidak terjadi atau terkontrol.
5)   Perawatan diri dapat terpenuhi.
6)   Klien menyatakan penerimaan diri terhadap situasi
7)   Teknik/metode klien komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi
8)   Nutrisi klien seimbang
9)   Risiko cedera tidak terjadi.


DAFTAR PUSTAKA
Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika
Lumbantobing. 2006. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta: FKUI
Nugroho,Wahjudi.1999.  Keperawatan Gerontik.Edisi2.Buku Kedokteran. Jakarta: EGC
Stanley,Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. Jakarta: EGC