Asuhan Keperawatan Parkinson
A.Definisi
Penyakit Parkinson (paralysis agitans) atau sindrom Parkinson (Parkinsonismus)
merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis
akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia
nigra ke globus palidus/ neostriatum (striatal dopamine deficiency).
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang
berkaitan erat dengan usia. Penyakit ini mempunyai karakteristik
terjadinya degenerasi dari neuron dopaminergik pas substansia nigra pars
kompakta, ditambah dengan adanya inklusi intraplasma yang terdiri dari
protein yang disebut dengan Lewy Bodies. Neurodegeneratif pada parkinson
juga terjadi pasa daerah otak lain termasuk lokus ceruleus, raphe
nuklei, nukleus basalis Meynert, hipothalamus, korteks cerebri, motor
nukelus dari saraf kranial, sistem saraf otonom.12
B. ETIOLOGI
Penyakit Parkinson sering dihubungkan dengan kelainan neurotransmitter di otak dan faktor-faktor lainnya seperti :
- Defisiensi dopamine dalam substansia nigra di otak memberikan respon gejala penyakit Parkinson,
- Etiologi yang mendasarinya mungkin berhubungan dengan virus, genetik, toksisitas, atau penyebab lain yang tidak diketahui.
Faktor Lingkungan
a.Xenobiotik
Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menmbulkan kerusakan mitokondria
b.Pekerjaan
Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan lama.
c.Infeksi
Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor
predesposisi penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra.
Penelitian pada hewan menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh
infeksi Nocardia astroides.
d.Diet
Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif,
salah satu mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson.
Sebaliknya,kopi merupakan neuroprotektif.
e.Trauma kepala
Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski peranannya masih belum jelas benar
f.Stress dan de.presi
Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala
motorik. Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena
pada stress dan depresi terjadi peningkatan turnover katekolamin yang
memacu stress oksidatif.
C. TANDA DAN GEJALA
Meskipun gejala yang disampaikan di bawah ini bukan hanya milik
penderita parkinson, umumnya penderita parkinson mengalami hal itu.
1.Gejala Motorik
a.Tremor/bergetar
Gejala penyakit parkinson sering luput dari pandangan awam, dan
dianggap sebagai suatu hal yang lumrah terjadi pada orang tua. Salah
satu ciri khas dari penyakit parkinson adalah tangan tremor
(bergetar) jika sedang beristirahat. Namun, jika orang itu diminta
melakukan sesuatu, getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang
disebut resting tremor, yang hilang juga sewaktu tidur.
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi
metakarpofalangis, kadang-kadang tremor seperti menghitung uang logam
atau memulung-mulung (pil rolling). Pada sendi tangan
fleksi-ekstensi atau pronasi-supinasi pada kaki fleksi-ekstensi, kepala
fleksi-ekstensi atau menggeleng, mulut membuka menutup, lidah
terjulur-tertarik. Tremor ini menghilang waktu istirahat dan menghebat
waktu emosi terangsang (resting/ alternating tremor).
Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi
bisa juga terjadi pada kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari
tangan (seperti orang menghitung uang). Semua itu terjadi pada saat
istirahat/tanpa sadar. Bahkan, kepala penderita bisa bergoyang-goyang
jika tidak sedang melakukan aktivitas (tanpa sadar). Artinya, jika
disadari, tremor tersebut bisa berhenti. Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu sisi, namun semakin berat penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi.
b.Rigiditas/kekakuan
Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Jika kepalan tangan yang tremor
tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu
pada pergelangan tangan, terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda
yang bergigi sehingga gerakannya menjadi terpatah-patah/putus-putus.
Selain di tangan maupun di kaki, kekakuan itu bisa juga terjadi di
leher. Akibat kekakuan itu, gerakannya menjadi tidak halus lagi seperti break-dance.
Gerakan yang kaku membuat penderita akan berjalan dengan postur yang
membungkuk. Untuk mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak jatuh,
langkahnya menjadi cepat tetapi pendek-pendek. Adanya hipertoni pada
otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh gerakan, hal ini oleh
karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya fenomena roda
bergigi (cogwheel phenomenon).
c.Akinesia/Bradikinesia
Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian
sehingga tanda akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi
serba lambat. Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada
tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit mengenakan baju,
langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik sehingga
penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu. Wajah
menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara
menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air
liur.
Gerakan volunteer menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak
asosiatif, misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai
berjalan, lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan
bibir menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya ekspresi
muka serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah
seperti topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah
sehingga ludah suka keluar dari mulut.
d.Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah
Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai melangkah, sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation,
yaitu ragu-ragu untuk mulai melangkah. Bisa juga terjadi sering
kencing, dan sembelit. Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi. 13Bradikinesia
mengakibatkan kurangnya ekspresi muka serta mimic muka. Disamping itu,
kulit muka seperti berminyak dan ludah suka keluar dari mulut karena
berkurangnya gerak menelan ludah.
e.Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini.
f.Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson)
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat (marche a petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan.
g.Bicara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita
suara, otot laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata
yang monoton dengan volume suara halus ( suara bisikan ) yang lambat.
h.Dimensia
Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan deficit kognitif.
i.Gangguan behavioral
Lambat-laun menjadi dependen ( tergantung kepada orang lain ),
mudah takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon
terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup.
j.Gejala Lain
Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal hidungnya (tanda Myerson positif)
2.Gejala non motorik
a.Disfungsi otonom
-Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia dan hipotensi ortostatik.
-Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic
-Pengeluaran urin yang banyak
-Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat seksual, perilaku, orgasme.
b.Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c.Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d.Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e.Gangguan sensasi,
- kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna,
- penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh
hypotension orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk
melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan
posisi badan
- berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau ( microsmia atau anosmia),
D. PATOFISIOLOGI
Secara patofisiologi diketahui bahwa pada penyakit parkinson
terjadi gangguan keseimbangan neuro-humoral di ganglia basal, khususnya
traktur nigrostriatum dalam sistem ekstrapiramidal5. Ehringer
dan Hornykiewiez mengungkapkan bahwa kemusnahan neuron di pars kompakta
substansia nigra yang dopaminergik itu merupakan lesi utama yang
mendasari penyaki parkinson. Korpus striatum sebagian terdiri
dari kolinergik. Komponen kolinergik yang merangsang dan komponen
dopaminergik yang menghambat terdapat dalam suatu keseimbangan yang
dinamis. Bilamana kondisi dopaminergik striatal lebih unggul daripada
kondisi kolinergik striatal, yang berarti bahwa dalam striatum terdapat
jumlah dopamin yang jauh lebih banyak dari asetilkolin, maka timbul
sindrom yang menyerupai Korea Huntington, suatu gerak berlebihan dan tak
bertujuan yang tidak dapat dikendalikan. Sebaliknya, bilamana terjadi
disproporsi fungsional antara kedua komponen tersebut dengan
meningkatnya fungsi komponen kolinergik akan menimbulkan sindrom
Parkinson. Pada penyakit parkinson, baik yang idiopatik maupun yang
simptomatik, konsentrasi dopamin di dalam korpus striatum dan substansia
nigra sangat kurang sehingga kondisi di korpus striatum lebih
kolinergik daripada dopaminergik. Menurunnya jumlah dopamin dan zat
metabolitnya yang dinamakan Homovanilic Acid (HVA) di kedua bangunan itu
berkolerasi secara relevan dengan derajat kemusnahan nneeeeuron di
substansia nigra pars kompakta.5,13
MPTP (N-metil-4-fenil-1,2,3,6-tetrahidropiridin), suatu senyawa
komersial untuk sintesis organik, secara eksperimental pada primata
menyebabkan sindrom serupa penyakit Parkinson. Parkinsonisme akibat MPTP
serupa dengan parkinsonisme idiopatik dari segi patologi maupun
biokimiawi dan memberikan espon baik terhadap levodopa. Diduga zat mirip
MPTP tersebar luas di lingkungan dan pajanan berulang terhadap zat
tersebut dalam jumlah kecil ditambah proses ketuaan menyebabkan
terjadinya parkinsonisme. Kemudian diketahui bahwa yang bersifat toksik
bukan MPTPsendiri melainkan metabolitnya ion 1-meti-4-fenil-piperidin
(MPP+). Reaksi ini membutuhkan aktivasi oleh MAO-B (Mono-aminooksidase).5
Hipotesis lain adalah mengenai radikal bebas yang di duga mendasari
banyak penyakit degeneratif termasuk penyakit Parkinson. Hal ini
disokong dengan ditemukannya penimbunan Fe di substansia nigra (ferum
meningkatkan produksi radikal hidroksil).5
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
-EEG (biasanya terjadi perlambatan yang progresif)
-CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar, hidrosefalua eks vakuo)
F. TERAPI OBAT
Beberapa obat yang diberikan pada penderita penyakit parkinson:
a.Antikolinergik
Benzotropine ( Cogentin), trihexyphenidyl ( Artane). Berguna untuk
mengendalikan gejala dari penyakit parkinson. Untuk mengaluskan
pergerakan.
b.Carbidopa/levodopa
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di
dalam otak levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi
dopamine pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam amino
dekarboksilase (dopa dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5% dari
L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di sembarang
tempat, mengakibatkan efek samping yang luas. Karena mekanisme
feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen. Carbidopa
dan benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor, membantu mencegah
metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik.
Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan.
Penderita penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya
secara normal. Obat ini diberikan bersama carbidopa untuk meningkatkan
efektivitasnya & mengurangi efek sampingnya.
Sejak diperkenalkan akhir tahun 1960an, levodopa dianggap merupakan
obat yang paling banyak dipakai sampai saat ini. Levodopa dianggap
merupakan tulang punggung pengobatan penyakit parkinson. Berkat
levodopa, seorang penderita parkinson dapat kembali beraktivitas secara
normal. Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa
sampai memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak
mengganggu, sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini
mengingat bahwa efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu
pemakaiannya.Levodopa melintasi sawar-darah-otak dan memasuki susunan
saraf pusat dan mengalami perubahan ensimatik menjadi dopamin. Dopamin
menghambat aktifitas neuron di ganglia basal.
Efek samping levodopa dapat berupa:
1)Neusea, muntah, distress abdominal
2)Hipotensi postural
3)Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita
yang berusia lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik
dopamine pada system konduksi jantung. Ini bias diatasi dengan obat beta
blocker seperti propanolol.
4)Diskinesia.
Diskinesia yang paling sering ditemukan melibatkan anggota gerak,
leher atau muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon
baik terhadap terapi levodopa. Beberapa penderita menunjukkan gejala on-off yang
sangat mengganggu karena penderita tidak tahu kapan gerakannya mendadak
menjadi terhenti, membeku, sulit. Jadi gerakannya terinterupsi sejenak.
5)Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal
dan ureum darah yang meningkat merupakan komplikasi yang jarang terjadi
pada terapi levodopa. Efek samping levodopa pada pemakaian
bertahun-tahun adalah diskinesia yaitu gerakan motorik tidak terkontrol
pada anggota gerak maupun tubuh. Respon penderita yang mengkonsumsi
levodopa juga semakin lama semakin berkurang.
Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal pemberian diatur
dan ditingkatkan dosisnya, juga dengan memberikan tambahan obat-obat
yang memiliki mekanisme kerja berbeda seperti dopamin agonis, COMT
inhibitor atau MAO-B inhibitor. Jika kombinasi obat-obatan tersebut juga
tidak membantu disini dipertimbangkan pengobatan operasi. Operasi bukan
merupakan pengobatan standar untuk penyakit parkinson juga bukan
sebagai terapi pengganti terhadap obat-obatan yang diminum.
c.COMT inhibitors
Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Untuk mengontrol fluktuasi
motor pada pasien yang menggunakan obat levodopa. Tolcapone adalah
penghambat enzim COMT, memperpanjang efek L-Dopa. Tapi karena efek
samping yang berlebihan seperti liver toksik, maka jarang digunakan.
Jenis yang sama, entacapone, tidak menimbulkan penurunan fungsi liver.
d.Agonis dopamine
Agonis dopamin seperti bromokriptin (Parlodel), pergolid (Permax),
pramipexol (Mirapex), ropinirol, kabergolin, apomorfin dan lisurid
dianggap cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson. Obat ini
bekerja dengan merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga
menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif yang selanjutnya
akan menimbulkan peningkatan gejala Parkinson.Obat ini dapat berguna
untuk mengobati pasien yang pernah mengalami serangan yang berfluktuasi
dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis tinggi. Apomorfin
dapat diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang diberikan setiap hari
dapat mengurangi fluktuasi gejala motorik.
e.MAO-B inhibitors
Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga
berguna pada penyakit Parkinson karena neuotransmisi dopamine dapat
ditingkatkan dengan mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula
memperlambat memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi
levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk
mengendalikan gejala dari penyakit parkinson. Yaitu untuk mengaluskan
pergerakan.Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan
menginhibisi monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan
dopamine yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya
mengandung L-amphetamin and L-methamphetamin. Efek sampingnya adalah
insomnia. Kombinasi dengan L-dopa dapat meningkatkan angka kematian,
yang sampai saat ini tidak bisa diterangkan secara jelas. Efek lain dari
kombinasi ini adalah stomatitis.
f.Amantadine (Symmetrel)
Berguna untuk perawatan akinesia, dyskinesia, kekakuan, gemetaran.
g.Inhibitor dopa dekarboksilasi dan levodopa
Untuk mencegah agar levodopa tidak diubah menjadi dopamin di luar
otak, maka levodopa dikombinasikan dengan inhibitor enzim dopa
dekarboksilase. Untuk maksud ini dapat digunakan karbidopa atau
benserazide ( madopar ). Dopamin dan karbidopa tidak dapat menembus
sawar-otak-darah. Dengan demikian lebih banyak levodopa yang dapat
menembus sawar-otak-darah, untuk kemudian dikonversi menjadi dopamine di
otak. Efek sampingnya umunya hampir sama dengan efek samping yang
ditimbulkan oleh levodopa.
Deep Brain Stimulation (DBS)
Pada tahun 1987, diperkenalkan pengobatan dengan cara memasukkan
elektroda yang memancarkan impuls listrik frekuensi tinggi terus-menerus
ke dalam otak. Terapi ini disebut deep brain stimulation (DBS).
DBS adalah tindakan minimal invasif yang dioperasikan melalui panduan
komputer dengan tingkat kerusakan minimal untuk mencangkokkan alat medis
yang disebut neurostimulator untuk menghasilkan stimulasi elektrik pada
wilayah target di dalam otak yang terlibat dalam pengendalian gerakan.
Terapi ini memberikan stimulasi elektrik rendah pada thalamus.
Stimulasi ini digerakkan oleh alat medis implant yang menekan tremor.
Terapi ini memberikan kemungkinan penekanan pada semua gejala dan efek
samping, dokter menargetkan wilayah subthalamic nucleus (STN) dan globus pallidus (GP)
sebagai wilayah stimulasi elektris. Pilihan wilayah target tergantung
pada penilaian klinis.DBS kini menawarkan harapan baru bagi hidup yang
lebih baik dengan kemajuan pembedahan terkini kepada para pasien dengan
penyakit parkinson. DBS direkomendasikan bagi pasien dengan penyakit
parkinson tahap lanjut (stadium 3 atau 4) yang masih memberikan respon
terhadap levodopa.
Pengendalian parkinson dengan terapi DBS menunjukkan keberhasilan
90%. Berdasarkan penelitian, sebanyak 8 atau 9 dari 10 orang yang
menggunakan terapi DBS mencapai peningkatan kemampuan untuk melakukan
akltivitas normal sehari-hari. Selain terapi obat yang diberikan,
pemberian makanan harus benar-benar diperhatikan, karena kekakuan otot
bisa menyebabkan penderita mengalami kesulitan untuk menelan sehingga
bisa terjadi kekurangan gizi (malnutrisi) pada penderita. Makanan
berserat akan membantu mengurangi ganguan pencernaan yang disebabkan
kurangnya aktivitas, cairan dan beberapa obat.
Terapi Fisik
Sebagian terbesar penderita Parkinson akan merasa efek baik dari
terapi fisik. Pasien akan termotifasi sehingga terapi ini bisa dilakukan
di rumah, dengan diberikan petunjuk atau latihan contoh diklinik terapi
fisik. Program terapi fisik pada penyakit Parkinson merupakan program
jangka panjang dan jenis terapi disesuaikan dengan perkembangan atau
perburukan penyakit, misalnya perubahan pada rigiditas, tremor dan
hambatan lainnya.Latihan fisik yang teratur, termasuk yoga, taichi,
ataupun tari dapat bermanfaat dalam menjaga dan meningkatkan mobilitas,
fleksibilitas, keseimbangan, dan range of motion. Latihan dasar selalu dianjurkan, seperti membawa tas, memakai dasi, mengunyah keras, dan memindahkan makanan di dalam mulut.
Terapi Suara
Perawatan yang paling besar untuk kekacauan suara yang diakibatkan
oleh penyakit Parkinson adalah dengan Lee Silverman Voice Treatment (
LSVT ). LSVT fokus untuk meningkatkan volume suara. Suatu studi
menemukan bahwa alat elektronik yang menyediakan umpan balik indera
pendengar atau frequency auditory feedback (FAF) untuk meningkatkan kejernihan suara.
Terapi gen
Pada saat sekarang ini, penyelidikan telah dilakukan hingga tahap
terapi gen yang melibatkan penggunaan virus yang tidak berbahaya yang
dikirim ke bagian otak yang disebut subthalamic nucleus (STN). Gen yang
digunakan memerintahkan untuk mempoduksi sebuah enzim yang disebut
glutamic acid decarboxylase (GAD) yang mempercepat produksi
neurotransmitter (GABA). GABA bertindak sebagai penghambat langsung sel
yang terlalu aktif di STN. Terapi lain yang sedang dikembangkan adalah
GDNF. Infus GDNF (glial-derived neurotrophic factor) pada ganglia basal
dengan menggunakan implant kathether melalui operasi. Dengan berbagai
reaksi biokimia, GDNF akan merangsang pembentukan L-dopa.
Pencangkokan syaraf
Cangkok sel stem secara genetik untuk memproduksi dopamine atau sel
stem yang berubah menjadi sel memproduksi dopamine telah mulai
dilakukan. Percobaan pertama yang dilakukan adalah randomized
double-blind sham-placebo dengan pencangkokan dopaminergik yang gagal
menunjukkan peningkatan mutu hidup untuk pasien di bawah umur.
Operasi
Operasi untuk penderita Parkinson jarang dilakukan sejak
ditemukannya levodopa. Operasi dilakukan pada pasien dengan Parkinson
yang sudah parah di mana terapi dengan obat tidak mencukupi. Operasi
dilakukan thalatotomi dan stimulasi thalamik.
Terapi neuroprotektif
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel
yang diinduksi progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai
agen neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346),
lazaroids, bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine
receptors. Adapun yang sering digunakan di klinik adalah monoamine
oxidase inhibitors (selegiline and rasagiline), dopamine agonis, dan
complek I mitochondrial fortifier coenzyme Q10.
Nutrisi
Beberapa nutrient telah diuji dalam studi klinik klinik untuk
kemudian digunakan secara luas untuk mengobati pasien Parkinson. Sebagai
contoh, L- Tyrosin yang merupakan suatu perkusor L-dopa mennjukkan
efektifitas sekitar 70 % dalam mengurangi gejala penyakit ini. Zat besi
(Fe), suatu kofaktor penting dalam biosintesis L-dopa mengurangi 10%-
60% gejala pada penelitian terhadap 110 pasien.THFA, NADH, dan piridoxin
yang merupakan koenzim dan perkusor koenzim dalam biosintesis dopamine
menunjukkan efektifitas yang lebih rendah dibanding L-Tyrosin dan zat
besi. Vitamin C dan vitamin E dosis tinggi secara teori dapat mengurangi
kerusakan sel yang terjadi pada pasien Parkinson. Kedua vitamin
tersebut diperlukan dalam aktifitas enzim superoxide dismutase dan
katalase untuk menetralkan anion superoxide yang dapat merusak sel.
Belum lama ini, Koenzim Q10 juga telah digunakan dengan cara kerja yang
mirip dengan vitamin A dan E. MitoQ adalah suatu zat sintesis baru yang
memiliki struktur dan fungsi mirip dengan koenzim Q10.
Qigong
Terdapat dua penelitian mengenai qigong pada penyakit Parkinson.
Dalam percobaan di Bonn, studi terhadap 56 pasien didapatkan peningkatan
gejala motorik dan non-motorik di antara pasien yang melakukan latihan
qigong terstruktur 1 kalin seminggu selama 8 minggu. Penulis
berspekulasi bahwa gambaran aliran energy yang membantu peningkatan
dalam movement pasien.Namun demikian studi kedua menunjukkan qigong tak
efektif pada penyakit Parkinson. Dalam studi tersebut, peneliti
menggunakan randomized cross-over trial untuk membandingkan latihan
aerobic dengan qigong pada penyakit Parkinson tahap lanjut.dua kelompok
pasien PD dinilai, kemudian melakukan 20 sesi baik latihan aeronik
maupun qigong, dinilai lagi, kemudian setelah selang 2 bulan, ditukar
dengan 20 sesi lainnya, kemudian dinilai lagi. Penulis mendapatkan
peningkatan kemampuan motorikdan fungsi kardiorespirator setelah
mengikuti latihan aerobic, tetapi tak mendapatkan manfaat setelah
mengikuti qigong. Penulis juga menyimpulkan latihan aerobik tak memiliki
manfaat terhadap kualitas hidup pasien.
Botox
Baru-baru ini, injeksi Botox sedang diteliti sebagai salah satu pengobatan non-FDA di masa mendatang.
PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
- Kaji saraf kranial, fungsi serebral (koordinasi) dan fungsi motorik.
- Observasi gaya berjalan dan saat melakukan aktivitas.
- Kaji riwayat gejala dan efeknya terhadap fungsi tubuh.
- Kaji kejelasan dan kecepatan bicara.
- Kaji tanda depresi.
Diagnosis dan Intervensi Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan bradikinesia,
regiditas otot dan tremor ditandai dengan DS: klien mengatakan sulit
melakukan kegiatan, DO: tremor saat beraktivitas.
Intervensi
Tujuan : meningkatkan mobilitas.
Bantu klien melakukan olah raga setiap hari seperti berjalan, bersepeda, berenang, atau berkebun.
Anjurkan klien untuk merentangkan dan olah raga postural sesuai petunjuk terapis.
Mandikan klien dengan air hangat dan lakukan pengurutan untuk membantu relaksasi otot.
Instruksikan klien untuk istirahat secara teratur agar menghindari kelemahan dan frustasi.
Ajarkan untuk melakukan olah raga postural dan teknik berjalan
untuk mengurangi kekakuan saat berjalan dan kemungkinan belajar terus.
Instruksikan klien berjalan dengan posisi kaki terbuka.
Buat klien mengangkat tangan dengan kesadaran, mengangkat kaki
saat berjalan, menggunakan sepatu untuk berjalan, dan berjalan dengan
langkah memanjang.
Beritahu klien berjalan mengikuti irama musik untuk membantu memperbaiki sensorik.
Evaluasi : klien mengikuti sesi terapi fisik, melakukan latihan wajah 10 menit 2 kali sehari.
2. Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan kesulitan: menggerakkan makanan, mengunyah, dan
menelan, ditandai dengan DS: klien mengatakan sulit makan, berat badan
berkurang DO: kurus, berat badan kurang dari 20% berat badan ideal,
konjungtiva pucat, dan membran mukosa pucat.
Intervensi
Tujuan : mengoptimalkan status nutrisi.
Ajarkan klien untuk berpikir saat menelan-menutup bibir dan gigi
bersama-sama, mengangkat lidah dengan makanan di atasnya, kemudian
menggerakkan lidah ke belakang dan menelan sambil mengangkat kepala ke
belakang.
Instruksikan klien untuk mengunyah dan menelan, menggunakan kedua dinding mulut.
Beritahu klien untuk mengontrol akumulasi saliva secara sadar dengan memegang kepala dan menelan secara periodik.
Berikan rasa aman pada klien, makan dengan stabil dan menggunakan peralatan.
Anjurkan makan dalam porsi kecil dan tambahkan makanan selingan (snack).
Monitor berat badan.
Evaluasi : klien dapat makan 3 kali dalam porsi kecil dan dua kali snack, tidak ada penurunan berat badan.
3. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan
kemampuan bicara dan kekakuan otot wajah ditandai dengan : DS:
klien/keluarga mengatakan adanya kesulitan dalam berbicara DO: kata-kata
sulit dipahami, pelo, wajah kaku.
Intervensi
Tujuan: memaksimalkan kemampuan berkomunikasi.
Jaga komplikasi pengobatan.
Rujuk ke terapi wicara.
Ajarkan klien latihan wajah dan menggunakan metoda bernafas untuk memperbaiki kata-kata, volume, dan intonasi.
o Nafas dalam sebelum berbicara untuk meningkatkan volume suara dan jumlah kata dalam kalimat setiap bernafas.
o Latih berbicara dalam kalimat pendek, membaca keras di depan kaca
atau ke dalam perekam suara (tape recorder) untuk memonitor kemajuan.
Evaluasi : tidak adanya kesulitan dalam berbicara, kata-kata dapat dipahami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar