selamat datang

Kampus ku

Pesan Kami

DATA

Postingan
Komentar

Total Tayangan Halaman

Like Facebook


Sabtu, 01 Juni 2013

Cara Mudah Membaca Analisa Gas Darah


Petugas kesehatan seringkali  kesulitan dalam membaca hasil analisa gas darah (BGA). Kesalahan dalam menginterpretasinya seringkali menyebabkan kesalahan diagnosis. Berikut terdapat beberapa cara mudah dalam membaca hasil BGA:
1.       Lihat pH
Langkah pertama adalah lihat pH. pH normal dari darah antara 7,35 – 7,45. Jika pH darah di bawah 7,35 berarti asidosis, dan jika di atas 7,45 berarti alkalosis.
2.       Lihat CO2
Langkah kedua adalah lihat kadar pCO2. Kadar pCO2 normal adalah 35-45 mmHg. Di bawah 35 adalah alkalosis, di atas 45 asidosis.
3.       Lihat HCO3
Langkah ketiga adalah lihat kadar HCO3. Kadar normal HCO3 adalah 22-26 mEq/L. Di bawah 22 adalah asidosis, dan di atas 26 alkalosis.
4.       Bandingkan CO2 atau HCO3 dengan pH
Langkah selanjutnya adalah bandingkan kadar pCO2 atau HCO3 dengan pH untuk menentukan jenis kelainan asam basanya. Contohnya, jika pH asidosis dan CO2 asidosis, maka kelainannya disebabkan oleh sistem pernapasan, sehingga disebut asidosis respiratorik. Contoh lain jika pH alkalosis dan HCO3 alkalosis, maka kelainan asam basanya disebabkan oleh sistem metabolik sehingga disebut metabolik alkalosis.
5.       Apakah CO2 atau HCO3 berlawanan dengan pH
Langkah kelima adalah melihat apakah kadar pCO2 atau HCO3 berlawanan arah dengan pH. Apabila ada yang berlawanan, maka terdapat kompensasi dari salah satu sistem pernapasan atau metabolik. Contohnya jika pH asidosis, CO2 asidosis dan HCO3 alkalosis, CO2 cocok dengan pH sehingga kelainan primernya asidosis respiratorik. Sedangkan HCO3 berlawanan dengan pH menunjukkan adanya kompensasi dari sistem metabolik.
6.        Lihat pO2 dan saturasi O2
Langkah terakhir adalah lihat kadar PaO2 dan O2 sat. Jika di bawah normal maka menunjukkan terjadinya hipoksemia.
Untuk memudahkan mengingat mana yang searah dengan pH dan mana yang berlawanan, maka kita bisa menggunakan akronim ROME.
Respiratory Opposite : pCO2 di atas normal berarti pH semakin rendah (asidosis) dan sebaliknya.
Metabolic Equal : HCO3 di atas normal berarti pH semakin tinggi (alkalosis) dan sebaliknya.

Analisa Gas Darah

A.DEFENISI


Gas darah arteri memungkinkan utnuk pengukuran pH (dan juga keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun.



Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya. Pada dasarnya pH atau derajat keasaman darah tergantung pada konsentrasi ion H+ dan dapat dipertahankan dalam batas normal melalui 3 faktor, yaitu:

Mekanisme dapar kimia
Terdapat 4 macam dapar kimia dalam tubuh, yaitu:
Sistem dapar bikarbonat-asam karbonat
Sistem dapar fosfat
Sistem dapar protein
Sistem dapar hemoglobin

1. Mekanisme pernafasan
2. Mekanisme ginjal

Mekanismenya terdiri dari:
  1. Reabsorpsi ion HCO3-
  2. Asidifikasi dari garam-garam dapar
  3. 3. Sekresi ammonia

Gangguan asam basa sederhana

Gangguan asam basa primer dan kompensasinya dapat diperlihatkan dengan memakai persamaan yang dikenal dengan persamaan Henderson Hasselbach. Persamaan ini menekankan bahwa perbandingan asam dan basa harus 20:1 agar pH dapat dipertahankan dalam batas normal. Persamaan ini juga menekankan kemampuan ginjal untuk mengubah bikarbonat basa melalui proses metabolik, dan kemampuan paru untuk mengubah PaCO2 (tekanan parsial CO2dalam darah arteri) melalui respirasi. Nilai normal pH adalah 7, 35- 7,45.

Perubahan satu atau dua komponen tersebut menyebabkan gangguan asam dan basa. Penilaian keadaan asam dan basa berdasarkan hasil analisa gas darah membutuhkan pendekatan yang sistematis. Penurunan keasaman (pH) darah < 7,35 disebut asidosis, sedangkan peningkatan keasaman (pH) > 7,45 disebut alkalosis. Jika gangguan asam basa terutama disebabkan oleh komponen respirasi (pCO2) maka disebut asidosis/alkalosis respiratorik, sedangkan bila gangguannya disebabkan oleh komponen HCO3 maka disebut asidosis/alkalosis metabolik. Disebut gangguan sederhana bila gangguan tersebut hanya melibatkan satu komponen saja (respirasi atau metabolik), sedangkan bila melibatkan keduanya (respirasi dan metabolik) disebut gangguan asam basa campuran.

Langkah-langkah untuk menilai gas darah:
  1. Pertama-tama perhatikan pH (jika menurun klien mengalami asidemia, dengan dua sebab asidosis metabolik atau asidosis respiratorik; jika meningkat klien mengalami alkalemia dengan dua sebab alkalosis metabolik atau alkalosis respiratorik; ingatlah bahwa kompensasi ginjal dan pernafasan jarang memulihkan pH kembali normal, sehingga jika ditemukan pH yang normal meskipun ada perubahan dalam PaCO2 dan HCO3 mungkin ada gangguan campuran)
  2. Perhatikan variable pernafasan (PaCO2 ) dan metabolik (HCO3) yang berhubungan dengan pH untuk mencoba mengetahui apakah gangguan primer bersifat respiratorik, metabolik atau campuran (PaCO2 normal, meningkat atau menurun; HCO3 normal, meningkat atau menurun; pada gangguan asam basa sederhana, PaCO2 dan HCO3 selalu berubah dalam arah yang sama; penyimpangan dari HCO3 dan PaCO2 dalam arah yang berlawanan menunjukkan adanya gangguan asam basa campuran).
  3. Langkah berikutnya mencakup menentukan apakah kompensasi telah terjadi (hal ini dilakukan dengan melihat nilai selain gangguan primer, jika nilai bergerak yang sama dengan nilai primer, kompensasi sedang berjalan).
  4. Buat penafsiran tahap akhir (gangguan asam basa sederhana, gangguan asam basa campuran)
               Rentang nilai normal

                  pH : 7, 35-7, 45 TCO2 : 23-27 mmol/L
                  PCO2 : 35-45 mmHg BE : 0 ± 2 mEq/L
                  PO2 : 80-100 mmHg saturasi O2 : 95 % atau lebih
                  HCO3 : 22-26 mEq/L


Klasifikasi gangguan asam basa primer dan terkompensasi:
  1. Normal bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang diproduksi dapat dikeluarkan melalui ventilasi.
  2. Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg dan perubahan pH, seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2 di mana mekanisme kompensasi ginjal belum terlibat, dan perubahan ventilasi baru terjadi. Bikarbonat dan base excess dalam batas normal karena ginjal belum cukup waktu untuk melakukan kompensasi. Kesakitan dan kelelahan merupakan penyebab terbanyak terjadinya alkalosis respiratorik pada anak sakit kritis.
  3. Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal akibat hipoventilasi dan dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2 disertai penurunan pH. Misalnya, pada intoksikasi obat, blokade neuromuskuler, atau gangguan SSP. Dikatakan kronis bila ventilasi yang tidak adekuat disertai dengan nilai pH dalam batas normal, seperti pada bronkopulmonari displasia, penyakit neuromuskuler, dan gangguan elektrolit berat.
  4. Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas normal dan pH di bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang memerlukan intervensi dengan perbaikan ventilasi dan koreksi dengan bikarbonat.
  5. Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan pH 7,30--7,40. Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan perbaikan ventilasi.
  6. Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal melakukan kompensasi terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan tekanan CO2 dalam batas normal dan pH lebih dari 7,50 misalnya pasien stenosis pilorik dengan muntah lama.
  7. Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak adekuat serta pH lebih dari 7,50.
  8. Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60 mmHg walau telah diberikan oksigen yang adekuat
  9. Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia yang ada sehingga normal.
  10. Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian oksigen dapat meningkatkan tekanan oksigen melebihi normal. Keadaan ini berbahaya pada bayi karena dapat menimbulkan retinopati of prematurity, peningkatan aliran darah paru, atau keracunan oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan yang lain seperti konsumsi dan distribusi oksigen.

Tujuan
  1. Menilai tingkat keseimbangan asam dan basa
  2. Mengetahui kondisi fungsi pernafasan dan kardiovaskuler
  3. Menilai kondisi fungsi metabolisme tubuh

Indikasi
  1. Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
  2. Pasien deangan edema pulmo
  3. Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
  4. Infark miokard
  5. Pneumonia
  6. Klien syok
  7. Post pembedahan coronary arteri baypass
  8. Resusitasi cardiac arrest
  9. Klien dengan perubahan status respiratori
  10. Anestesi yang terlalu lama

Lokasi pungsi arteri
  1. Arteri radialis dan arteri ulnaris (sebelumnya dilakukan allen’s test)
  2. Arteri brakialis
  3. Arteri femoralis
  4. Arteri tibialis posterior
  5. Arteri dorsalis pedis

Arteri femoralis atau brakialis sebaiknya tidak digunakan jika masih ada alternatif lain, karena tidak mempunyai sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau trombosis. Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena adanya risiko emboli otak.
Komplikasi
Apabila jarum sampai menebus periosteum tulang akan menimbulka nyeri
  1. Perdarahan
  2. Cidera syaraf
  3. Spasme arteri

Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan AGD

1. Gelembung udara

       Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika terdapat udara dalam sampel darah maka ia cenderung menyamakan tekanan sehingga bila tekanan oksigen sampel darah kurang dari 158 mmHg, maka hasilnya akan meningkat.

2. Antikoagulan

      Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung. Pemberian heparin yang berlebihan akan menurunkan tekanan CO2, sedangkan pH tidak terpengaruh karena efek penurunan CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin.

3. Metabolisme

       Sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup. Sebagai jaringan hidup, ia membutuhkan oksigen dan menghasilkan CO2. Oleh karena itu, sebaiknya sampel diperiksa dalam 20 menit setelah pengambilan. Jika sampel tidak langsung diperiksa, dapat disimpan dalam kamar pendingin beberapa jam.

4. Suhu

        Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang menyebabkan tingginya PO2 dan PCO2. Nilai pH akan mengikuti perubahan PCO2. Nilai pH darah yang abnormal disebut asidosis atau alkalosis sedangkan nilai PCO2 yang abnormal terjadi pada keadaan hipo atau hiperventilasi. Hubungan antara tekanan dan saturasi oksigen merupakan faktor yang penting pada nilai oksigenasi darah.

Hal-hal yang perlu diperhatikan
  1. Tindakan pungsi arteri harus dilakukan oleh perawat yang sudah terlatih
  2. Spuit yang digunakan untuk mengambil darah sebelumnya diberi heparin untuk mencegah darah membeku
  3. Kaji ambang nyeri klien, apabila klien tidak mampu menoleransi nyeri, berikan anestesi lokal
  4. Bila menggunakan arteri radialis, lakukan test allent untuk mengetahui kepatenan arteri
  5. Untuk memastikan apakah yang keluar darah vena atau darah arteri, lihat darah yang keluar, apabila keluar sendiri tanpa kita tarik berarti darah arteri
  6. Apabila darah sudah berhasil diambil, goyangkan spuit sehingga darah tercampur rata dan tidak membeku
  7. Lakukan penekanan yang lama pada bekas area insersi (aliran arteri lebih deras daripada vena)
  8. Keluarkan udara dari spuit jika sudah berhasil mengambil darah dan tutup ujung jarum dengan karet atau gabus.
  9. Ukur tanda vital (terutama suhu) sebelum darah diambil.
  10. Segera kirim ke laboratorium ( sito )

         Pemeriksaan Astrup/AGD adalah pemeriksaan analisa gas darah melalui daraharteri. Pengukuran gas darah arteri memberikan informasi dalam mengkaji dan memantau respirasi klien dan metabolism asam-basa, serta homeostatis elektrolit. AGD juga digunakan untuk mengkaji oksigenasi. Istilah-istilah penting yang harus diketahuidalam pemeriksaan gas darah arteri antara lain, pH, PCO2, HCO3-, PO2, dan

SaO2Pemeriksaan gas darah dan PH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai:

Keseimbangan asam basa dalam tubuh, Kadar oksigenasi dalam darah, Kadar karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan analisa gas darah penting untuk menilai keadaan fungsi paru-paru. Pemeriksaan dapat dilakukan melalui pengambilan darah astrup dari arteri radialis, brakhialis, atau femoralis.

B. TUJUAN
1. Mengetahui keadaan oksigen dalam metabolisme sel.
2. Efisiensi pertukaran Oksigen dan Carbondioksida.
3. Mengetahui kemampauan Hb dalam melakukan transportasi Oksigen dan Carbonmonoksida.
4. Mengetahui tekanan Oksigen dalam darah arteri jeringan perifer secara terus menerus.


C. INDIKASI
Gangguan pernafasan dan gangguan metabolisme.

1. ASIDOSIS RESPIRATORIK

PH turun PCO2 naik

Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan yang lambat. Kecepatan dan kedalaman pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida dalam darah. Dalam keadaan normal, jika terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun dan darah menjadi asam. Tingginya kadar karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur pernafasan, sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam. Penyebab :

Asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat mengeluarkan karbondioksida secara adekuat.ØHal ini dapat terjadi pada penyakit-penyakit berat yang mempengaruhi paru-paru, seperti:
  1. Emfisema
  2. Bronkitis kronis
  3. Pneumonia berat
  4. Edema pulmoner
  5. Asma
  6. Asidosis respiratorik dapat juga terjadi bila penyakit-penyakit dari saraf atau otot dada menyebabkan gangguan terhadap mekanisme pernafasan.seseorang dapat mengalami asidosis respiratorik akibat narkotika dan obat tidur yang kuat, yang menekan pernafasan

2. ASIDOSIS METABOLIK

PH turun HCO3 turun

Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam. Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih. Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma. Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok utama:

Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jikaØ mengkonsumsi suatu asam atau suatu bahan yang diubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang menyebabkan asidosis bila dimakan dianggap beracun. Contohnya adalah metanol (alkohol kayu) dan zat anti beku (etilen glikol). Overdosis aspirin pun dapat menyebabkan asidosis metabolik.
Tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui metabolisme.Ø
Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan sebagai suatu akibat dari beberapa penyakit; salah satu diantaranya adalah diabetes melitus tipe I.
Jika diabetes tidak terkendali dengan baik, tubuh akan memecah lemak dan menghasilkan asam yang disebut keton. Asam yang berlebihan juga ditemukan pada syok stadium lanjut, dimana asam laktat dibentuk dari metabolisme gula.
Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang asam dalam jumlah yang semestinya.

Bahkan jumlah asam yang normalpun bisa menyebabkan asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini dikenal sebagai asidosis tubulus renalis, yang bisa terjadi pada penderita gagal ginjal atau penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang asam.
Penyebab utama dari asidois metabolik:
  1. Gagal ginjal
  2. Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)
  3. Ketoasidosis diabetikum
  4. Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)
  5. Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol, paraldehid, asetazolamid atau amonium klorida
  6. Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan karena diare, ileostomi atau kolostomi

3. ALKALIOSIS RESPIRATORIK

PH naik PCO2 turun

Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi basa karena pernafasan yang cepat dan dalam menyebabkan kadar karbondioksida dalam darah menjadi rendah. Penyebab :

Pernafasan yang cepat dan dalamØ disebut hiperventilasi, yang menyebabkan terlalu banyaknya jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah. Penyebab hiperventilasi yang paling sering ditemukan adalah kecemasan. Penyebab lain dari alkalosis respiratorik adalah:
  1. rasa nyeri
  2. sirosis hati
  3. kadar oksigen darah yang rendah
  4. demam
  5. overdosis aspirin.

Pengobatan :

Biasanya satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah memperlambat pernafasan. Jika penyebabnya adalah kecemasan, memperlambat pernafasan bisa meredakan penyakit ini. Jika penyebabnya adalah rasa nyeri, diberikan obat pereda nyeri. Menghembuskan nafas dalam kantung kertas (bukan kantung plastik) bisa membantu meningkatkan kadar karbondioksida setelah penderita menghirup kembali karbondioksida yang dihembuskannya. Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita untuk menahan nafasnya selama mungkin, kemudian menarik nafas dangkal dan menahan kembali nafasnya selama mungkin. Hal ini dilakukan berulang dalam satu rangkaian sebanyak 6-10 kali. Jika kadar karbondioksida meningkat, gejala hiperventilasi akan membaik, sehingga mengurangi kecemasan penderita dan menghentikan serangan alkalosis respiratorik.


4. ALKALIOSIS METABOLIK

PH naik HCO3 naik

Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat. Penyebab :Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak asam.Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama periode muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan selang lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di rumah sakit, terutama setelah pembedahan perut).

Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolikØ terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti soda bikarbonat.
Selain itu alkalosisØ metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak mempengaruhi kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam basa darah.Penyebab utama akalosis metabolik:

1. Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)

2. Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung

3. Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat penggunaan kortikosteroid).


1. pCO2

PCO2merupakan ukuran tekanan parsial CO2dalam darah. PCO2menunjukkankondisi ventilasi. Semakin cepat dan dalam klien bernapas, semakin banyak CO2 yang dikeluarkan dan PCO2 pun akan turun. PCO2 dalam darah dan CSF rupakan stimulusutama bagi pusat pernapasan di otak. Apabila PCO2 naik, maka pernapasan akanterstimulasi. Jika PCO2naik terlalu tinggi dan paru-paru tidak dapat mengkompensasinya, maka akan terjadi koma. Nilai normal PCO2 dalam arteri adalah35-45 mmHg, sedangkan dalam vena adalah 40-50 mmHg.

2. pO2

Tekanan parsial oksigen, PO2, secara tidak langsung menunjukkan nilai O2dalamdarah. PO2menunjukkan tekanan oksigne yang larut dalam plasma. PO2jugamerupakana salah satu indicator untuk mengetahui keefektifan terapi oksigen.


3. pH

pH merupakan logaritma negative dari kosentrasi ion hydrogen di dalam darah. pH secara terbalik menunjukkan konsentrasi ion hydrogen. Oleh karena itu, ketikakonsentrasi ion hydrogen menurun, pH akan naik, begitu pula sebaliknya. pH normal pada darah arteri orang dewasa adalah 7,35 sampai 7,45. Dan 7,31 hingga 7,41 pada vena


4. SO2

aturasi oksigen (SaO2), adalah presentasi ikatan hemoglobin (Hb) denganoksigen. Pada lansia nilai SaO2ialah 95%. Sedangkan pada orang dewasa 95% sampai100%. Berikut merupakan nilai normal untuk analisa gas darah arteri dan nilai abnormaldalam gangguan keseimbangan asam-basa yang tidak terkompensasi


5. HCO3

HCO3-(asam bikarbonat). HCO3-dalahukuran dari komponen metabolic dari keseimbangan asam-basa dan diatur oleh ginjal.Dalam ketoasidosis diabetic, HCO3-menurun karena digunakan untuk menetralisir asam-asam diabetic dalam plasma. Nilai normal dari HCO3-dalam darah adalah 21-28mEq/L.A.DEFENISI

Gas darah arteri memungkinkan utnuk pengukuran pH (dan juga keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun.



Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya. Pada dasarnya pH atau derajat keasaman darah tergantung pada konsentrasi ion H+ dan dapat dipertahankan dalam batas normal melalui 3 faktor, yaitu:

Mekanisme dapar kimia
Terdapat 4 macam dapar kimia dalam tubuh, yaitu:
Sistem dapar bikarbonat-asam karbonat
Sistem dapar fosfat
Sistem dapar protein
Sistem dapar hemoglobin

1. Mekanisme pernafasan
2. Mekanisme ginjal

Mekanismenya terdiri dari:
  1. Reabsorpsi ion HCO3-
  2. Asidifikasi dari garam-garam dapar
  3. 3. Sekresi ammonia

Gangguan asam basa sederhana

Gangguan asam basa primer dan kompensasinya dapat diperlihatkan dengan memakai persamaan yang dikenal dengan persamaan Henderson Hasselbach. Persamaan ini menekankan bahwa perbandingan asam dan basa harus 20:1 agar pH dapat dipertahankan dalam batas normal. Persamaan ini juga menekankan kemampuan ginjal untuk mengubah bikarbonat basa melalui proses metabolik, dan kemampuan paru untuk mengubah PaCO2 (tekanan parsial CO2dalam darah arteri) melalui respirasi. Nilai normal pH adalah 7, 35- 7,45.

Perubahan satu atau dua komponen tersebut menyebabkan gangguan asam dan basa. Penilaian keadaan asam dan basa berdasarkan hasil analisa gas darah membutuhkan pendekatan yang sistematis. Penurunan keasaman (pH) darah < 7,35 disebut asidosis, sedangkan peningkatan keasaman (pH) > 7,45 disebut alkalosis. Jika gangguan asam basa terutama disebabkan oleh komponen respirasi (pCO2) maka disebut asidosis/alkalosis respiratorik, sedangkan bila gangguannya disebabkan oleh komponen HCO3 maka disebut asidosis/alkalosis metabolik. Disebut gangguan sederhana bila gangguan tersebut hanya melibatkan satu komponen saja (respirasi atau metabolik), sedangkan bila melibatkan keduanya (respirasi dan metabolik) disebut gangguan asam basa campuran.

Langkah-langkah untuk menilai gas darah:
  1. Pertama-tama perhatikan pH (jika menurun klien mengalami asidemia, dengan dua sebab asidosis metabolik atau asidosis respiratorik; jika meningkat klien mengalami alkalemia dengan dua sebab alkalosis metabolik atau alkalosis respiratorik; ingatlah bahwa kompensasi ginjal dan pernafasan jarang memulihkan pH kembali normal, sehingga jika ditemukan pH yang normal meskipun ada perubahan dalam PaCO2 dan HCO3 mungkin ada gangguan campuran)
  2. Perhatikan variable pernafasan (PaCO2 ) dan metabolik (HCO3) yang berhubungan dengan pH untuk mencoba mengetahui apakah gangguan primer bersifat respiratorik, metabolik atau campuran (PaCO2 normal, meningkat atau menurun; HCO3 normal, meningkat atau menurun; pada gangguan asam basa sederhana, PaCO2 dan HCO3 selalu berubah dalam arah yang sama; penyimpangan dari HCO3 dan PaCO2 dalam arah yang berlawanan menunjukkan adanya gangguan asam basa campuran).
  3. Langkah berikutnya mencakup menentukan apakah kompensasi telah terjadi (hal ini dilakukan dengan melihat nilai selain gangguan primer, jika nilai bergerak yang sama dengan nilai primer, kompensasi sedang berjalan).
  4. Buat penafsiran tahap akhir (gangguan asam basa sederhana, gangguan asam basa campuran)
               Rentang nilai normal

                  pH : 7, 35-7, 45 TCO2 : 23-27 mmol/L
                  PCO2 : 35-45 mmHg BE : 0 ± 2 mEq/L
                  PO2 : 80-100 mmHg saturasi O2 : 95 % atau lebih
                  HCO3 : 22-26 mEq/L


Klasifikasi gangguan asam basa primer dan terkompensasi:
  1. Normal bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang diproduksi dapat dikeluarkan melalui ventilasi.
  2. Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg dan perubahan pH, seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2 di mana mekanisme kompensasi ginjal belum terlibat, dan perubahan ventilasi baru terjadi. Bikarbonat dan base excess dalam batas normal karena ginjal belum cukup waktu untuk melakukan kompensasi. Kesakitan dan kelelahan merupakan penyebab terbanyak terjadinya alkalosis respiratorik pada anak sakit kritis.
  3. Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal akibat hipoventilasi dan dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2 disertai penurunan pH. Misalnya, pada intoksikasi obat, blokade neuromuskuler, atau gangguan SSP. Dikatakan kronis bila ventilasi yang tidak adekuat disertai dengan nilai pH dalam batas normal, seperti pada bronkopulmonari displasia, penyakit neuromuskuler, dan gangguan elektrolit berat.
  4. Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas normal dan pH di bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang memerlukan intervensi dengan perbaikan ventilasi dan koreksi dengan bikarbonat.
  5. Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan pH 7,30--7,40. Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan perbaikan ventilasi.
  6. Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal melakukan kompensasi terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan tekanan CO2 dalam batas normal dan pH lebih dari 7,50 misalnya pasien stenosis pilorik dengan muntah lama.
  7. Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak adekuat serta pH lebih dari 7,50.
  8. Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60 mmHg walau telah diberikan oksigen yang adekuat
  9. Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia yang ada sehingga normal.
  10. Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian oksigen dapat meningkatkan tekanan oksigen melebihi normal. Keadaan ini berbahaya pada bayi karena dapat menimbulkan retinopati of prematurity, peningkatan aliran darah paru, atau keracunan oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan yang lain seperti konsumsi dan distribusi oksigen.

Tujuan
  1. Menilai tingkat keseimbangan asam dan basa
  2. Mengetahui kondisi fungsi pernafasan dan kardiovaskuler
  3. Menilai kondisi fungsi metabolisme tubuh

Indikasi
  1. Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
  2. Pasien deangan edema pulmo
  3. Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
  4. Infark miokard
  5. Pneumonia
  6. Klien syok
  7. Post pembedahan coronary arteri baypass
  8. Resusitasi cardiac arrest
  9. Klien dengan perubahan status respiratori
  10. Anestesi yang terlalu lama

Lokasi pungsi arteri
  1. Arteri radialis dan arteri ulnaris (sebelumnya dilakukan allen’s test)
  2. Arteri brakialis
  3. Arteri femoralis
  4. Arteri tibialis posterior
  5. Arteri dorsalis pedis

Arteri femoralis atau brakialis sebaiknya tidak digunakan jika masih ada alternatif lain, karena tidak mempunyai sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau trombosis. Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena adanya risiko emboli otak.
Komplikasi
Apabila jarum sampai menebus periosteum tulang akan menimbulka nyeri
  1. Perdarahan
  2. Cidera syaraf
  3. Spasme arteri

Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan AGD

1. Gelembung udara

       Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika terdapat udara dalam sampel darah maka ia cenderung menyamakan tekanan sehingga bila tekanan oksigen sampel darah kurang dari 158 mmHg, maka hasilnya akan meningkat.

2. Antikoagulan

      Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung. Pemberian heparin yang berlebihan akan menurunkan tekanan CO2, sedangkan pH tidak terpengaruh karena efek penurunan CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin.

3. Metabolisme

       Sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup. Sebagai jaringan hidup, ia membutuhkan oksigen dan menghasilkan CO2. Oleh karena itu, sebaiknya sampel diperiksa dalam 20 menit setelah pengambilan. Jika sampel tidak langsung diperiksa, dapat disimpan dalam kamar pendingin beberapa jam.

4. Suhu

        Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang menyebabkan tingginya PO2 dan PCO2. Nilai pH akan mengikuti perubahan PCO2. Nilai pH darah yang abnormal disebut asidosis atau alkalosis sedangkan nilai PCO2 yang abnormal terjadi pada keadaan hipo atau hiperventilasi. Hubungan antara tekanan dan saturasi oksigen merupakan faktor yang penting pada nilai oksigenasi darah.

Hal-hal yang perlu diperhatikan
  1. Tindakan pungsi arteri harus dilakukan oleh perawat yang sudah terlatih
  2. Spuit yang digunakan untuk mengambil darah sebelumnya diberi heparin untuk mencegah darah membeku
  3. Kaji ambang nyeri klien, apabila klien tidak mampu menoleransi nyeri, berikan anestesi lokal
  4. Bila menggunakan arteri radialis, lakukan test allent untuk mengetahui kepatenan arteri
  5. Untuk memastikan apakah yang keluar darah vena atau darah arteri, lihat darah yang keluar, apabila keluar sendiri tanpa kita tarik berarti darah arteri
  6. Apabila darah sudah berhasil diambil, goyangkan spuit sehingga darah tercampur rata dan tidak membeku
  7. Lakukan penekanan yang lama pada bekas area insersi (aliran arteri lebih deras daripada vena)
  8. Keluarkan udara dari spuit jika sudah berhasil mengambil darah dan tutup ujung jarum dengan karet atau gabus.
  9. Ukur tanda vital (terutama suhu) sebelum darah diambil.
  10. Segera kirim ke laboratorium ( sito )

         Pemeriksaan Astrup/AGD adalah pemeriksaan analisa gas darah melalui daraharteri. Pengukuran gas darah arteri memberikan informasi dalam mengkaji dan memantau respirasi klien dan metabolism asam-basa, serta homeostatis elektrolit. AGD juga digunakan untuk mengkaji oksigenasi. Istilah-istilah penting yang harus diketahuidalam pemeriksaan gas darah arteri antara lain, pH, PCO2, HCO3-, PO2, dan

SaO2Pemeriksaan gas darah dan PH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai:

Keseimbangan asam basa dalam tubuh, Kadar oksigenasi dalam darah, Kadar karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan analisa gas darah penting untuk menilai keadaan fungsi paru-paru. Pemeriksaan dapat dilakukan melalui pengambilan darah astrup dari arteri radialis, brakhialis, atau femoralis.

B. TUJUAN
1. Mengetahui keadaan oksigen dalam metabolisme sel.
2. Efisiensi pertukaran Oksigen dan Carbondioksida.
3. Mengetahui kemampauan Hb dalam melakukan transportasi Oksigen dan Carbonmonoksida.
4. Mengetahui tekanan Oksigen dalam darah arteri jeringan perifer secara terus menerus.


C. INDIKASI
Gangguan pernafasan dan gangguan metabolisme.

1. ASIDOSIS RESPIRATORIK

PH turun PCO2 naik

Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan yang lambat. Kecepatan dan kedalaman pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida dalam darah. Dalam keadaan normal, jika terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun dan darah menjadi asam. Tingginya kadar karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur pernafasan, sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam. Penyebab :

Asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat mengeluarkan karbondioksida secara adekuat.ØHal ini dapat terjadi pada penyakit-penyakit berat yang mempengaruhi paru-paru, seperti:
  1. Emfisema
  2. Bronkitis kronis
  3. Pneumonia berat
  4. Edema pulmoner
  5. Asma
  6. Asidosis respiratorik dapat juga terjadi bila penyakit-penyakit dari saraf atau otot dada menyebabkan gangguan terhadap mekanisme pernafasan.seseorang dapat mengalami asidosis respiratorik akibat narkotika dan obat tidur yang kuat, yang menekan pernafasan

2. ASIDOSIS METABOLIK

PH turun HCO3 turun

Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam. Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih. Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma. Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok utama:

Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jikaØ mengkonsumsi suatu asam atau suatu bahan yang diubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang menyebabkan asidosis bila dimakan dianggap beracun. Contohnya adalah metanol (alkohol kayu) dan zat anti beku (etilen glikol). Overdosis aspirin pun dapat menyebabkan asidosis metabolik.
Tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui metabolisme.Ø
Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan sebagai suatu akibat dari beberapa penyakit; salah satu diantaranya adalah diabetes melitus tipe I.
Jika diabetes tidak terkendali dengan baik, tubuh akan memecah lemak dan menghasilkan asam yang disebut keton. Asam yang berlebihan juga ditemukan pada syok stadium lanjut, dimana asam laktat dibentuk dari metabolisme gula.
Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang asam dalam jumlah yang semestinya.

Bahkan jumlah asam yang normalpun bisa menyebabkan asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini dikenal sebagai asidosis tubulus renalis, yang bisa terjadi pada penderita gagal ginjal atau penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang asam.
Penyebab utama dari asidois metabolik:
  1. Gagal ginjal
  2. Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)
  3. Ketoasidosis diabetikum
  4. Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)
  5. Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol, paraldehid, asetazolamid atau amonium klorida
  6. Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan karena diare, ileostomi atau kolostomi

3. ALKALIOSIS RESPIRATORIK

PH naik PCO2 turun

Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi basa karena pernafasan yang cepat dan dalam menyebabkan kadar karbondioksida dalam darah menjadi rendah. Penyebab :

Pernafasan yang cepat dan dalamØ disebut hiperventilasi, yang menyebabkan terlalu banyaknya jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah. Penyebab hiperventilasi yang paling sering ditemukan adalah kecemasan. Penyebab lain dari alkalosis respiratorik adalah:
  1. rasa nyeri
  2. sirosis hati
  3. kadar oksigen darah yang rendah
  4. demam
  5. overdosis aspirin.

Pengobatan :

Biasanya satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah memperlambat pernafasan. Jika penyebabnya adalah kecemasan, memperlambat pernafasan bisa meredakan penyakit ini. Jika penyebabnya adalah rasa nyeri, diberikan obat pereda nyeri. Menghembuskan nafas dalam kantung kertas (bukan kantung plastik) bisa membantu meningkatkan kadar karbondioksida setelah penderita menghirup kembali karbondioksida yang dihembuskannya. Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita untuk menahan nafasnya selama mungkin, kemudian menarik nafas dangkal dan menahan kembali nafasnya selama mungkin. Hal ini dilakukan berulang dalam satu rangkaian sebanyak 6-10 kali. Jika kadar karbondioksida meningkat, gejala hiperventilasi akan membaik, sehingga mengurangi kecemasan penderita dan menghentikan serangan alkalosis respiratorik.


4. ALKALIOSIS METABOLIK

PH naik HCO3 naik

Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat. Penyebab :Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak asam.Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama periode muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan selang lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di rumah sakit, terutama setelah pembedahan perut).

Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolikØ terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti soda bikarbonat.
Selain itu alkalosisØ metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak mempengaruhi kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam basa darah.Penyebab utama akalosis metabolik:

1. Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)

2. Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung

3. Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat penggunaan kortikosteroid).


1. pCO2

PCO2merupakan ukuran tekanan parsial CO2dalam darah. PCO2menunjukkankondisi ventilasi. Semakin cepat dan dalam klien bernapas, semakin banyak CO2 yang dikeluarkan dan PCO2 pun akan turun. PCO2 dalam darah dan CSF rupakan stimulusutama bagi pusat pernapasan di otak. Apabila PCO2 naik, maka pernapasan akanterstimulasi. Jika PCO2naik terlalu tinggi dan paru-paru tidak dapat mengkompensasinya, maka akan terjadi koma. Nilai normal PCO2 dalam arteri adalah35-45 mmHg, sedangkan dalam vena adalah 40-50 mmHg.

2. pO2

Tekanan parsial oksigen, PO2, secara tidak langsung menunjukkan nilai O2dalamdarah. PO2menunjukkan tekanan oksigne yang larut dalam plasma. PO2jugamerupakana salah satu indicator untuk mengetahui keefektifan terapi oksigen.


3. pH

pH merupakan logaritma negative dari kosentrasi ion hydrogen di dalam darah. pH secara terbalik menunjukkan konsentrasi ion hydrogen. Oleh karena itu, ketikakonsentrasi ion hydrogen menurun, pH akan naik, begitu pula sebaliknya. pH normal pada darah arteri orang dewasa adalah 7,35 sampai 7,45. Dan 7,31 hingga 7,41 pada vena


4. SO2

aturasi oksigen (SaO2), adalah presentasi ikatan hemoglobin (Hb) denganoksigen. Pada lansia nilai SaO2ialah 95%. Sedangkan pada orang dewasa 95% sampai100%. Berikut merupakan nilai normal untuk analisa gas darah arteri dan nilai abnormaldalam gangguan keseimbangan asam-basa yang tidak terkompensasi


5. HCO3

HCO3-(asam bikarbonat). HCO3-dalahukuran dari komponen metabolic dari keseimbangan asam-basa dan diatur oleh ginjal.Dalam ketoasidosis diabetic, HCO3-menurun karena digunakan untuk menetralisir asam-asam diabetic dalam plasma. Nilai normal dari HCO3-dalam darah adalah 21-28mEq/L.

LP TRAUMA TUMPUL ABDOMEN




DEFINISI
       Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera (Sjamsuhidayat, 1998).
       Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk
Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis, yaitu :
A. Trauma penetrasi
1.     Luka tembak
2.    Luka tusuk
B.  Trauma non-penetrasi
1.     Kompres
2.    Hancur akibat kecelakaan
3.    Sabuk pengaman
4.    Cedera akselerasi
 Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
1.     Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi
Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
2.    Laserasi, Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.

Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut  Suddarth & Brunner (2002) terdiri dari:
1.     Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen.
2.    Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
3.    Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi (Sjamsuhidayat, 1998).

ETIOLOGI
        Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.
Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :
1.     Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
2.    Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.

PATOFISIOLOGI
        Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum.Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan (Mansjoer, 2001).

MANIFESTASI KLINIS
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
1.     Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
2.    Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi.
3.    Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi rekumben.
4.    Mual dan muntah
5.    Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A.  Pemeriksaan diagnostik
1.     Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
2.    Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3.    Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
4.    Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
5.    VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal.
6.    Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
1.     Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :
o   Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
o   Trauma pada bagian bawah dari dada
o   Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
o   Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)
o   Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang)
o   Patah tulang pelvis
2.    Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :
o   Hamil
o   Pernah operasi abdominal
o   Operator tidak berpengalaman
o   Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
7.    Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
B.  Pemeriksaan khusus
1.     Abdomonal Paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.
2.    Pemeriksaan Laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya.
3.   Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.
C.  Penatalaksanaan Medis
1.     Abdominal paracentesis
Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi untuk laparotomi.
2.    Pemeriksaan laparoskopi
Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.
3.    Pemasangan NGT
Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.
4.    Pemberian antibiotik
Mencegah infeksi.
5.    Laparotomi

PENANGANAN PRE HOSPITAL DAN HOSPITAL
A.  Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
1.     Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan
teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
2.    Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
3.    Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
1.     Stop makanan dan minuman
2.    Imobilisasi
3.    Kirim kerumah sakit.
Penetrasi (trauma tajam)
1.     Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
2.    Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
3.    Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
4.    Imobilisasi pasien.
5.    Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
6.    Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
7.    Kirim ke rumah sakit.     
B.   Hospital
1.     Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan.
a.    Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.
b.    IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
c.    Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
d.    Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya pada :
o   fraktur pelvis
o   trauma non-penetrasi
2.    Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit :
a.    Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase.
b.    Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera.
c.    Study kontras urologi dan gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau decendens dan dubur (Hudak & Gallo, 2001).
            
         PATHWAY
Trauma
(kecelakaan)
Penetrasi & Non-Penetrasi
Terjadi perforasi lapisan abdomen
(kontusio, laserasi, jejas, hematom)
Menekan saraf peritonitis
Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen     Nyeri
Motilitas usus
                             Disfungsi usus     Resiko infeksi
Refluks usus output cairan berlebih
                          
                            Gangguan cairan        Nutrisi kurang dari
                                      dan eloktrolit           kebutuhan tubuh
                                    Kelemahan fisik
                                 
    Gangguan mobilitas fisik
                              (Sumber : Mansjoer,2001)

ASUHAN KEPERAWATAN
A.  PENGKAJIAN
Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki.
Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah :
1.     Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera (trauma).
2.    Sirkulasi
     Data Obyektif : Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas(hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
3.    Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, bingung, depresi.
4.    Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
5.    Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen
6.    Neurosensori
                          Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
          Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
7.    Nyeri dan kenyamanan
                         Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
                          Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8.    Pernafasan
                          Data Subyektif : Perubahan pola nafas
9.    Keamanan
              Data Subyektif : Trauma baru / trauma karena kecelakaan.
              Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif, gangguan rentang gerak.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan.
               Intervensi     :
 1.     Kaji tanda-tanda vital
                    R/ untuk mengidentifikasi defisit volume cairan
 2.    Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
                    R/ mengidentifikasi keadaan perdarahan
 3.    Kaji tetesan infus
                    R/ awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan.
 4.    Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
                    R/ cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh.
 5.    Tranfusi darah
                    R/ menggantikan darah yang keluar.

Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.
Tujuan : Nyeri teratasi
               Intervensi :
1.     Kaji karakteristik nyeri
                    R/ mengetahui tingkat nyeri klien.
2.    Beri posisi semi fowler.
                    R/ mengurngi kontraksi abdomen
3.    Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi
                    R/ membantu mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan perhatian
4.    Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
                    R/ analgetik membantu mengurangi rasa nyeri.
5.    Managemant lingkungan yang nyaman
                  R/ lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien

Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
          Tujuan : Tidak terjadi infeksi
          Intervensi :
1.     Kaji tanda-tanda infeksi
              R/ mengidentifikasi adanya resiko infeksi lebih dini.
2.    Kaji keadaan luka
                        R/ keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi resiko infeksi.
3.    Kaji tanda-tanda vital
                        R/ suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya proses infeksi.
4.    Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi
                        R/ teknik aseptik dapat menurunkan resiko infeksi nosokomial
5.    Kolaborasi pemberian antibiotik
     R/ antibiotik mencegah adanya infeksi bakteri dari luar

Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan
Tujuan : Ansietas teratasi
                  Intervensi :
1.     Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada waktu lalu
                                 R/ koping yang baik akan mengurangi ansietas klien.
2.    Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut dan berikan penanganan
                                R/ mengetahui ansietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi masalah dan untuk memberikan penjelasan kepada klien.
3.    Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit
                                R/ apabila klien tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan dilakukan, klien mengerti dan diharapkan ansietas berkurang
4.    Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres
R/ lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman dalam menghadapi situasi
5.    Dorong dan dukungan orang terdekat
                                 R/ memotifasi klien

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
                          Tujuan : Dapat bergerak bebas
                          Intervensi     :
1.     Kaji kemampuan pasien untuk bergerak
R/ identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi
2.    Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien
R/ meminimalisir pergerakan kien
3.    Berikan latihan gerak aktif pasif
R/ melatih otot-otot klien
4.    Bantu kebutuhan pasien
R/ membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien
5.    Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
R/ terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien

DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI : Jakarta
Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC