selamat datang

Kampus ku

Pesan Kami

DATA

Postingan
Komentar

Total Tayangan Halaman

Like Facebook


Sabtu, 21 April 2012

ASKEP INFEKSI NIFAS

TINJAUAN TEORI
Definisi.
Demam nifas Morbiditas Puerperalis meliputi demam pada masa nifas oleh sebab apa pun. Menurut Joint Committee on Maternal Welfare, AS morbiditas puerperalis ialah kenaikan C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama postsuhu sampai 38 partum dengan mengecualikan hari pertama. Suhu diukur dari mulut sedikit-dikitnya 4 kali sehari.

Etiologi.
Bermacam-macam
o Eksasogen : kuman datang dari luar.
o Autogen : kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh.
o Endogen : dari jalan lahir sendiri.

Selain itu infeksi nifas dapat pula disebabkan oleh:
o Streptococcus haemolytieus aerobicus merupakan sebab infeksi yang paling berat, khususnya golongan A. Infeksi ini biasanya eksogen (dari penderita lain, alat atau kain yang tidak steril, infeksi tenggorokan orang lain).
o Staphylococcus aerus menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi infeksi umum. Banyak ditemukan di RS dan dalam tenggorokan orang-orang yang nampaknya sehat.
o E. coli berasal dari kandung kemih atau rektum dan dapat menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva dan endometrium.
o Clostridium Welchii, bersifat anaerob. Jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi lebih sering terjadi pada abortus kriminalis.

Cara terjadinya infeksi:
o Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain adalah sarung tangan atau alat- alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman.
o Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau yang membantunya.
o Hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran pernafasan dilarang memasuki kamar bersalin.
o Dalam RS banyak kuman-kuman patogen yang berasal dari penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara ke mana-mana antara lain ke handuk, kain-kain, alat-alat yang suci hama dan yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau nifas.
o Coitus pada akhir kehamilan bukan merupakan sebab yang paling penting kecuali apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.
o Infeksi intra partum. Biasanya terjadi pada partus lama, apalagi jika ketuban sudah lama pecah dan beberapa kali dilakukan periksa dalam.
o Gejala: kenaikan suhu disertai leukositosis dan tachikardi, denyut jantung janin meningkat, air ketuban menjadi keruh dan berbau.
o Prognosis infeksi intra partum sangat tergantung dari jenis kuman, lamanya infeksi berlangsung, dapat/tidaknya persalinan berlangsung tanpa banyak perlukaan jalan lahir.

Faktor Predisposisi.
o Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan penderita, seperti perdarahan banyak, pre ekslampsi, infeksi lain seperti pneumonia, penyakit jantung dan sebagainya.
o Partus lama terutama dengan ketuban pecah lama.
o Tindakan bedah vagina yang menyebabkan perlukaan jalan lahir.
o Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah.

Patologi.
Setelah kala III, daerah bekas insertio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter kira-kira 4 cm, permukaan tidak rata, berbenjol-benjol karena banyaknya vena yang ditutupi trombus dan merupakan area yang baik untuk tumbuhnya kuman-kuman dan masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami perlukaan pada persalinanan, begitu juga vulva, vagina, perineum merupakan tempat masuknya kuman patogen. Proses radang dapat terbatas pada luka-luka tersebut atau dapat menyebar di luar luka asalnya.

Infeksi nifas dapat terbagi dalam 2 golongan :
o Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, seviks dan endometrium.
o Penyebaran dari tempat-tempat melalui vena, jalan limfe dan melalui permukaan endometrium.

Infeksi pada Perineum, Vulva, Vagina, Serviks dan Endometrium
a. Vulvitis.
Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum jaringan sekitar membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak, jahitan mudah terlepas, luka yang terbuka menjadi ulkus dan megeluarkan pus.
b. Vaginitis.
Dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui luka perineum, permukaan mokusa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus dan getah mengandung nanah yang keluar dari daerah ulkus.
c. Sevicitis.
Sering terjadi tapi tidak menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan meluas dan langsung ke dasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium.
d. Endometritis.
Paling sering terjadi. Kuman–kuman memasuki endometrium (biasanya pada luka insertio plasenta) dalam waktu singkat dan menyebar ke seluruh endometrium. Pada infeksi setempat, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama bekuan darah menjadi nekrosis dan mengeluarkan getah berbau yang terdiri atas keping-keping nekrotis dan cairan. Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran.

Penyebaran melalui pembuluh darah (Septikemia dan Piemia)
Merupakan infeksi umum disebabkan oleh kuman patogen Streptococcus Hemolitikus Golongan A. Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari semua kematian karena infeksi nifas.

Penyebaran melalui jalan limfe.
Peritonitis dan Parametritis (Sellulitis Pelvika)

Penyebaran melalui permukaan endometrium.
Salfingitis dan Ooforitis.

Gambaran Klinik.
a. Infeksi pada Perineum, Vulva, Vagina dan Serviks.
b. Rasa nyeri dan panas pada infeksi setempat.
c. Nyeri bila kencing.
d. Suhu meningkat 38o C kadang mencapai 39o C – 40o C disertai menggigil.
e. Nadi kurang dan 100/menit.

Endometritis
o Tergantung pada jenis virulensi kuman, daya tahan penderita dan derajat trauma pada jalan lahir.
o Biasanya demam mulai 48 jam pertama post partum bersifat naik turun.
o Lokia bertambah banyak, berwarna merah atau coklat dan berbau.
o Kadang-kadang lokia tertahan dalam uterus oleh darah, sisa plasenta dan selaput ketuban yang disebut Lokiometra.
o Uterus agak membesar, nyeri pada perabaan dan lembek.

Septikemia dan Piemia
o Septikemia adalah keadaan dimana kuman-kuman atau toxinnya langsung masuk ke dalam peredaran darah umum dan menyebabkan infeksi umum.
o Piemia dimulai dengan tromboplebitis vena-vena daerah perlukaan lalu lepas menjadi embolus-embolus kecil dibawa keperadaran darah umum dan terjadilah infeksi dan abses pada organ-organ tubuh yang dihinggapinya.
o Keduanya merupakan infeksi berat.
o Gejala septikemia lebih akut dan dari awal ibu kelihatan sudah sakit dan lemah.
o Keadaan umum jelek
o Suhu meningkat antara 39C – 40C, menggigil, nadi cepat 140 – 160 x per menit atau lebih. TD turun, keadaan umum memburuk. Sesak nafas, kesadaran turun, gelisah.
o Piemia dimulai dengan rasa sakit pada daerah tromboplebitis, setelah ada penyebaran trombus terjadi gejala umum diatas.
o Lab: leukositosis.
o Lochea: berbau, bernanah, involusi jelek.

Peritonitis
o Peritonitis terbatas pada daerah pelvis (pelvia peritonitis): demam, nyeri perut bagian bawah, KU baik.
o Peritonitis umum: suhu meningkat, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, terdapat abses pada cavum Douglas

Sellulitis Pelvika
Pada periksa dalam dirasakan nyeri, demam tinggi menetap dari satu minggu, nadi cepat, perut nyeri, sebelah/kedua belah bagian bawah terjadi pembentukkan infiltrat yang dapat teraba selamaVT. Infiltrat kadang menjadi abses.

Salfingitis dan Ooforitis
Gejala hampir sama dengan pelvio peritonitis.

Pencegahan Infeksi Nifas
a) Selama kehamilan
 Perbaikan gizi untuk mencegah anemia.
 Coitus pada hamil tua hendaknya tidak dilakukan karena dapat mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.
 Selama persalinan.
o Membatasi masuknya kuman-kuman ke dalam jalur jalan lahir.
o Membatasi perlukaan.
o Membatasi perdarahan.
o Membatasi lamanya persalinan.
b) Selama nifas
 Perawatan luka post partum dengan teknik aseptik.
 Semua alat dan kain yang berhubungan dengan daerah genital harus suci hama.
 Penderita dengan tanda infeksi nifas jangan digabung dengan wanita dalam nifas yang sehat.

Pengobatan Infeksi Nifas
Sebaiknya segera dilakukan kultur dari sekret vagina dan serviks, luka operasi dan darah, serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat. Berikan dosis yang cukup dan adekuat.
Sambil menunggu hasil laboratorium berikan antibiotika spektrum luas. Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh seperti infus, transfusi darah, makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan tubuh, serta perawatan lainnya sesuai komplikasi yang dijumpai.

ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
….

II. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul adalah
1. Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan infeksi nasokomial.
2. Nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi
3. Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan

III. Rencana Keperawatan
1. Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan
infeksi nasokomial.
Tujuan 1: Mencegah dan mengurangi infeksi.
Intervensi:
 Kaji data pasien dalam ruang bersalin.Infeksi perineum (menggunakan senter yang baik), catat warna, sifat episiotomi dan warnanya. Perkiraan pinggir epis dan kemungkinan “perdarahan” / nyeri.
 Kaji tinggi fundus dan sifat.
 Kaji lochia: jenis, jumlah, warna dan sifatnya. Hubungkan dengan data post partum.
 Kaji payudara: eritema, nyeri, sumbatan dan cairan yang keluar (dari puting). Hubungkan dengan data perubahan post partum masing-masing dan catat apakah klien menyusui dengan ASI.
 Monitor vital sign, terutama suhu setiap 4 jam dan selama kondisi klien kritis. Catat kecenderungan demam jika lebih dari 38o C pada 2 hari pertama dalam 10 hari post partum. Khusus dalam 24 jam sekurang-kurangnya 4 kali sehari.
 Catat jumlah leukosit dan gabungkan dengan data klinik secara lengkap.
 Lakukan perawatan perineum dan jaga kebersihan, haruskan mencuci tangan pada pasien dan perawat. Bersihkan perineum dan ganti alas tempat tidur secara teratur.
 Pertahankan intake dan output serta anjurkan peningkatan pemasukan cairan.
 Bantu pasien memilih makanan. Anjurkan yang banyak protein, vitamin C dan zat besi.
 Kaji bunyi nafas, frekwensi nafas dan usaha nafas. Bantu pasien batuk efektif dan nafas dalam setiap 4 jam untuk melancarkan jalan nafas.
 Kaji ekstremitas: warna, ukuran, suhu, nyeri, denyut nadi dan parasthesi/ kelumpuhan. Bantu dengan ambulasi dini. Anjurkan mengubah posisi tidur secara sering dan teratur.
 Anjurkan istirahat dan tidur secara sempurna.

Tujuan 2 : Identifikasi tanda dini infeksi dan mengatasi penyebabnya.
Intervensi:
 Catat perubahan suhu. Monitor untuk infeksi.
 Atur obat-obatan berikut yang mengindikasikan setelah perkembangan dan test sensitivitas antibiotik seperti penicillin, gentamisin, tetracycline, cefoxitin, chloramfenicol atau metronidazol. Oxitoksin seperti ergonovine atau methyler gonovine.
 Hentikan pemberian ASI jika terjadi mastitis supuratif.
 Pertahankan input dan output yang tepat. Atur pemberian cairan dan elektrolit secara intravena, jangan berikan makanan dan minuman pada pasien yang muntah
 Pemberian analgetika dan antibiotika.

2. Nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi
Tujuan :
Nyeri berkurang/terkontrol
Intervensi :
 Selidiki keluhan pasien akan nyeri;perhatikan intensitas (0-10),lokasi,dan faktor pencetus
 Awasi tanda vital,perhatikan petunjuk non-verbal,misal: tegangan otot, gelisah.
 Berikan lingkungan yang tenang dan kurangi rangsangan penuh stress.
 Berikan tindakan kenyamanan (missal : pijatan / masase punggung)
 Dorong menggunakan tekhnik manajemen nyeri , contoh : latihan relaksasi / napas dalam , bimbingan imajinasi , visualisasi)
 Kolaborasi :
 Pemberian obat analgetika.
Catatan: hindari produk mengandung aspirin karena mempunyai potensi perdarahan
 Pemberian Antibiotika

3. Cemas / ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian
Tujuan :
Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang.
Intervensi :
 Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
Rasional : Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya
 Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )
Rasional : Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis
 Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung
Rasional : Memberikan dukungan emosi
 Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan
Rasional : Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak diketahui
 Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
Rasional : Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas
 Kaji mekanisme koping yang digunakan klien
Rasional : Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping yang tepat.

Askep addison disease



ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN
ADDISON DISEASE
I.     KONSEP DASAR MEDIS
A.      Pendahuluan
Addison Disease (AD) terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon korteks adrenal. Penyebab terbanyak (75%) atrofi otoimun dan idiopatik, penyebab lain: operasi dua keelenjar adrenal atau infeksi kelenjar adrenal, TB kelenjar adrenal, sekresi ACTH tidak adekuat. Penghentian mendadak terapi hormon adrenokortika akan menekan respon normal tubuh terhadap stress dan menggangu mekanisme umpan balik normal. Terapi kortikosteroid selama dua sampai empat minggu dapat menekan fungsi korteks adrenal.
B.       Epidemiologi
Insiden penyakit Addison adalah 4 per 100.000 penduduk, 50% pasien dengan penyakit addison, kerusakan korteks adrenalnya merupakan manifestasi dari proses atoimun.
C.      Definisi
1.      Penyakit Addison adalah gangguan yang melibatkan terganggu fungsi bagian dari kelenjar adrenal disebut korteks. Hal ini menyebabkan penurunan produksi dua penting bahan kimia (hormon) biasanya dirilis oleh korteks adrenal: kortisol dan aldosteron.
2.      Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat rusaknya korteks adrenal.
3.      Addison Disease merupakan suatu penyakit hormonal yang disebabkan karena sekresi hormon korteks adrenal menurun karena penyakit primer atau insufisiensi korteks adrenal dan kekurangan sekresi ACTH.
D.      Anatomi
Adrenals dua kelenjar, masing-masing bertengger di atas bagian dari dua ginjal. Bagian luar dari kelenjar dikenal sebagai korteks; bagian dalam yang dikenal sebagai medula. Masing-masing bagian dari kelenjar adrenal adalah bertanggung jawab untuk memproduksi berbagai jenis hormon.
Kortisol adalah hormon yang sangat kuat yang dihasilkan oleh korteks adrenal. Hal ini terlibat dalam mengatur fungsi yang hampir setiap jenis organ dan jaringan di seluruh tubuh, dan dianggap sebagai salah satu dari beberapa hormon mutlak diperlukan untuk hidup. Kortisol terlibat dalam:
1.      proses yang sangat kompleks dan pemanfaatan nutrisi banyak, termasuk gula (karbohidrat), lemak, dan protein
2.      fungsi normal dari sistem sirkulasi dan jantung
3.      fungsi otot
4.      fungsi normal ginjal
5.      produksi sel darah
6.      proses normal yang terlibat dalam rangka mempertahankan system
7.      tepat fungsi otak dan saraf
8.      respon normal dari sistem kekebalan tubuh
Aldosteron, juga diproduksi oleh korteks adrenal, memainkan peran sentral dalam mempertahankan proporsi yang sesuai air dan garam dalam tubuh. Ketika keseimbangan ini marah, volume darah yang beredar di seluruh tubuh akan jatuh berbahaya yang rendah, disertai dengan penurunan tekanan darah.
penyakit Addison juga disebut insufisiensi adrenocortical primer . Dengan kata lain, proses beberapa mengganggu langsung dengan kemampuan korteks adrenal untuk menghasilkan nya hormon. Tingkat kortisol dan aldosteron baik drop, dan banyak fungsi seluruh tubuh adalah terganggu.
Penyakit Addison terjadi pada sekitar pukul empat setiap 100.000 orang. Ini pemogokan baik laki-laki dan perempuan dari segala usia
E.       Etiologi
Penyebab paling umum penyakit Addison adalah Kerusakan dan menyusut (atrofi) dari adrenal korteks.
F.       Patofisiologi
Kerusakan pada korteks adrenal mempengaruhi insufisiensi kortisol yang menyebabkan hilangnya glukoneogenesis, glikogen hati menurun yang mengakibatkan hipoglikemia, insufisiensi kortisol mengakibatkan ACTH dan  sehingga merangsang sekresi melanin meningkat sehingga timbul®MSH  hiperpigmentasi. Defisiensi aldosteron dimanifestasikan dengan peningkatan kehilangan natrium melalui ginjal dan peningkatan reabsorpsi kalium oleh ginjal kekurangan garam dapat dikaitkan dengan kekurangan air dan volume. Penurunan volume plasma yang bersirkulasi akan dikaitkan dengan kekurangan air dan volume mengakibatkan hipotensi.
Pada sekitar 70% dari semua kasus, atrofi ini diduga terjadi karena adanya gangguan autoimun. Dalam gangguan autoimun, sistem kekebalan tubuh, bertanggung jawab untuk mengidentifikasi penyerbu asing seperti virus atau bakteri dan membunuh mereka, sengaja dimulai untuk mengidentifikasi sel-sel dari korteks adrenal sebagai asing, dan menghancurkan mereka. Pada sekitar 20% dari semua kasus, perusakan korteks adrenal disebabkan oleh tuberkulosis. Itu sisa kasus penyakit Addison dapat disebabkan oleh infeksi jamur, seperti histoplasmosis, coccidiomycosis, dan kriptokokosis, yang mempengaruhi adrenal kelenjar dengan memproduksi merusak, massa tumor seperti disebut Granuloma; penyakit amiloidosis disebut, di zat tepung yang disebut amiloid diendapkan pada abnormal tempat seluruh tubuh, mengganggu fungsi apa struktur itu hadir dalam; atau Invasi kelenjar adrenal oleh kanker.
Pada sekitar 75% dari semua pasien, penyakit Addison cenderung menjadi sangat bertahap, perlahan-lahan berkembang penyakit. gejala signifikan tidak dicatat sampai sekitar 90% dari korteks adrenal telah dihancurkan. Yang paling umum termasuk gejala kelelahan dan hilangnya energi, penurunan nafsu makan, mual, muntah, diare, sakit perut, penurunan berat badan, lemah otot, pusing ketika berdiri, dehidrasi, tidak biasa bidang gelap (pigmen) kulit, dan freckling gelap. Sebagai penyakit berlangsung, pasien mungkin tampak telah sangat disamak, atau kulit berwarna perunggu, dengan penggelapan lapisan mulut, vagina, dan rektum, dan gelap pigmentasi daerah sekitar puting susu (aereola). Sebagai dehidrasi menjadi lebih parah, tekanan darah akan terus untuk drop dan pasien akan merasa semakin lemah dan pusing. Beberapa pasien memiliki gejala kejiwaan, termasuk depresi dan mudah tersinggung. Perempuan kehilangan kemaluan dan rambut ketiak, dan berhenti setelah menstruasi normal periode.
Ketika pasien menjadi sakit dengan infeksi, atau ditekankan oleh cedera, penyakit ini tiba-tiba dan kemajuan pesat, menjadi hidup mengancam. Gejala dari krisis "Addisonian" termasuk jantung abnormal irama, rasa sakit parah di punggung dan perut, tak terkendali mual dan muntah, penurunan drastis dalam darah tekanan, gagal ginjal, dan pingsan. Tentang25% dari pasien penyakit semua Addison diidentifikasi karena terhadap perkembangan krisis Addisonian.
G.      Manifestasi Klinik
1.      Hipotensi
2.      Pusing
3.      Hiperpigmentasi pada kulit
4.      Hipoglikemia
5.      Anoreksia
6.      Dehidrasi
7.      Mual muntah
8.      Cemas
9.      Kelelahan dan kelemahan otot
10.  Keringat dingin dan gemetar
11.  Penurunan kesadaran
Krisis Addison
Manifestasi krisis Addison adalah sianosis, panas, tanda klasik syok (pucat,perasaan cemas, denyut nadi cepat dan lemah, pernapasan cepat, tekanan darah rendah). Krisis addison dapat dipicu oleh persiapan pemeriksaan diagnostik/pembedahan.Sakit kepala, mual, nyeri abdomen serta diare, bingung dan gelisah. Aktivitas berlebihan, terpajan udara dingin, infeksi akut, penurunan garam  menyebabkan kolaps sirkulasi, sehingga terjadi syok dan kematian.
H.      Penatalaksanaan
1.    Terapi darurat ditujukan untuk mengatasi syok, memulihkan sirkulasi, memberikan caiaran, pergantian kortikosteroid.
2.    Pantau tanda-tanda vital.
3.    Menempatkan klien pada posisi stengah duduk dengan kedua tungkai ditinggikan.
4.    Hidrokortison disuntikan IV, kemudian IVFD D5% dalam larutan normal saline.
5.    Kaji stress/keadaan sakit yang menimbulkan serangan akut.
6.    Bila asupan oral (+), IVFD perlahan dikurangi
7.    Bila Kelenjar adrenal tidak berfungsi lagi, perlu dilakukan terapi penggantian preparat kortikosteroid dan mineralokortikoid seumur hidup.
8.    Suplemen penambah garam untuk menghindari  kehilangan cairan dari saluran cerna akibat muntah dan diare.
*       
I.         Pemeriksaan diagnostic
1.    Hipoglikemia
2.    Hiponatremia
3.    Hiperkalemia
4.    Leukositosis
5.    Diagnosis pasti: ditegakkan berdasarkan kadar hormon adrenokortikal yang rendah dalam darah dan urin, kortisol serum turun.
6.    Bila adrenokortikal sdh rusak: penyuntuikan ACTH tidak menaikkan kadar kortisol.
J.        Pemeriksaan Penunjang
1.    Laboratorium
Dari tes laboratorium, penderita mengalami penurunan eksresi dari hasil pemecahan atau metabolit dari kortisol yaitu 17 hidrosikartikoid kadar-kadar kortisol plasma merah, sedangkan kadar ACTH plasma meningkat.
2.    Inspeksi
Terdapat hiperpigmentasi pada permukaan esktremitas, mukosa pipi, lidah, lipatan telapak tangan dan sendi-sendi jari, puting susu, tampak gemetar, keluar keringat dingin.
G.    Diagnosa
            Banyak pasien tidak mengakui memperlambat kemajuan gejala dan penyakit ini akhirnya diidentifikasi ketika pemberitahuan dokter bidang pigmentasi meningkat kulit. Setelah dicurigai, sejumlah darah tes dapat menyebabkan diagnosis penyakit Addison. Hal ini tidak cukup untuk menunjukkan tingkat kortisol darah yang rendah, sebagai tingkat kortisol normal bervariasi cukup luas. Sebaliknya, pasien diberi dosis hormon lain pengujian disebut kortikotropin (ACTH). ACTH diproduksi di tubuh oleh kelenjar hipofisis, dan biasanya bertindak dengan mempromosikan pertumbuhan di dalam korteks adrenal dan merangsang produksi dan pelepasan kortisol. Pada penyakit Addison, bahkan dosis ACTH sintetik tidak meningkatkan tingkat kortisol.
             Untuk membedakan antara primer adrenocortical insufisiensi (penyakit Addison's) dan sekunder adrenocortical insufisiensi (yang disebabkan oleh kegagalan ACTH hipofisis untuk menghasilkan cukup), tingkat ACTH dalam darah diperiksa. Normal atau tingkat tinggi ACTH hipofisis menunjukkan bahwa bekerja dengan benar, tapi korteks adrenal biasanya tidak menanggapi ke kehadiran ACTH. Ini mengkonfirmasikan diagnosis Penyakit Addison.
H.    Prognosa
            Prognosis untuk pasien ditangani dengan tepat hidrokortison dan aldosteron sangat baik. Ini pasien dapat mengharapkan untuk menikmati masa hidup yang normal. Tanpa pengobatan, atau dengan perlakuan kurang lancar, pasien selalu berisiko terkena krisis Addisonian.
Kekurangan vol.cairan
Kehilangan cairan dan elektrolit
Resiko penurunan curah jantung
Hipotensi
kecemasan
P vol darah yg beredar
Perubahan fungsi fisiologis
Syok sirkulasi pd situasi stress
Ketokolamin tidak memicu terjadinya vaso kontriksi
Tdk adanya efek permisif untuk banyak aktifitas metabolik
Atropi idiopatik kelenjar
Desrtuksi otoimun pd kelenjar
Kesalahan produksi A.B yg menyerang korteks adrenal
kelemahan
Tdk terjadi metabolism produksi energy (asam laktat)
Menghambat pengeluaran glikogen yg tersimpan di hati/otot
Harga diri rendah
Kulit menjadi hitam
hiperpigmentasi
P↑produksi melanin
Merangsang pengeluaran MSH
P↓ glucagon hati
Insufisiensi sekresi ACTH
Insufisiensi kortisoldi hipofisis
Pengeluaran natrium dlm urine
P↓ peneluaran K dalam urine
Deplesi natrium hiponatriumia)
Retensi Kalium(hiperkalemia
Defisiensi aldostero di ginjal
Defesiensi korteks adrenal

II.  KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Pengkajian
1. Data subyektif :
a.    Mengeluh pusing
b.    Cepat lelah
2. Data obyektif :
a.    Hipotensi
b.    Hiponatrimia
c.    Keringat dingin
d.   Gemetar
e.    Mual-mual
f.     Hiperpigmentasi
g.    Kecemasan
h.    Nampak lemah
i.      Kadang-kadang terjadi penurunan kesadaran
B.     Diagnosa keperawatan
1.    Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan dan  elektrolit melalui ginjal.
2.    Harga diri rendah berhubungan dengan hyperpigmentasi
3.    Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dan perubahan fungsi fisiologi
4.    Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolisme (kadar glucosa darah)
5.    Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung.
C.     Intervensi dan rasional
Dx.1. Kekurangan volume cairan dari elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan dan natrium melalui ginjal.
1.    Kriteria Evaluasi Yang Diharapkan:
 Pasien menunjukkan adanya perbaikan keseimbangan cairan,
2.    Ditandai dengan :
a.    pengeluaran urine yang adekuat (batas normal)
b.   tanda-tanda vital stabil
c.    tekanan nadi parifer jelas
d.   turgor kulit baik
e.     pengisian kapiler baik dan membran mukosa lembab/basah.
3.    Intervensi dan Rasionalisasi
a)   Dapatkan riwayat dari pasien atau orang terdekat yang berhubungan dengan lama dan intensitas dari gejala yang muncul.
R/ Membantu memperkirakan volume total cairan
b)   Kaji pasien mengenai rasa haus, kelelahan, nadi cepat, pengisian kapiler memanjang turgor kulit jelek, membran mukosa kering. Catat warna kulit dan temperaturnya.
R/ Untuk mengindikasikan berlanjutnya hipovolemia dan mempengaruhi kebutuhan volume pengganti.
c)    Pantau tanda vital, catat perubahan tekanan darah pada perubahan posisi, kekuatan dari nadi perifer.
R/ Hipotensi postural merupakan bagian hipovolemia akibat kekurangan hormon aldosteron dan penurunan curah jantung sebagai akibat dari penurunan kortisol. Nadi mungkin melemah yang mudah dapat hilang.
d)   Ukur dan timbang berat badan setiap hari.
R/ Memberikan perkiraan kebutuhan akan penggantian volume cairan dan keefektifan pengobatan. Peningkatan berat badan yang cepat disebabkan oleh adanya retensi cairan dan natrium yang berhubungan dengan pengobatan steroid.
e)    Periksa adanya perubahan dalam status mental dan sensori.
R/ Dehidrasi berat menunjukkan curah jantung dan perfusi jaringan terutama jaringan otak.
f)    Auskultasi bising usus/peristaltik usus. Catat dan laporkan adanya mual, muntah dan diare.
R/ Kerusakan fungsi saluran cerna dapat meningkatkan kehilangan cairan dan elektrolit dan mempengaruhi cara untuk pemberian cairan dan nutrisi.
g)   Kolaboratif dalam pemberian cairan, larutan gula dan obat-obatan.
R/ Cairan dan obat-obatan akan membantu pemenuhan kekurangan cairan dan elektrolit tubuh
Dx.2. Harga diri rendah berhubungan dengan hipopigmentasi
1.    Kriteria evaluasi yang diharapkan:
 Pasien mampu mengungkapkan penerimaan terhadap keadaan diri sendiri diungkapkan secara verbal.
2.    Ditandai dengan :
Pasien menunjukkan kemampuan adaptasi terhadap perubahan yang ditandai pasien berpartisipasi aktif dalam bekerja/bermain/berhubungan dengan orang lain.
3.    Intervensi dan Rasionalisasi
a)    Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang keadaannya, tunjukkan perhatian, bersikap tidak menghakimi.
R/ Membina hubungan dan peningkatan keterbukaan dengan pasien, membentuk dalam mengevaluasi berapa banyak masalah yang dapat diubah oleh pasien.
b)   Dorong pasien untuk membuat daftar bantuan orang terdekat.
R/ Pasien tidak merasa sendirian dan merasa berguna dalam berhubungan dengan orang lain.
c)    Dorong pasien untuk membuat pilihan dan berpartisipasi dalam perawatan diri.
R/ Data membantu meningkatakn tingkat kepercayaan diri, memperbaiki harga diri dan meningkatkan perasaan terhadap pengendalian diri.
d)   Sarankan pasien untuk menggunakan ketrampilan management stres, misal: teknik relaksasi, visualisasi dan bimbingan imajinasi.
R/ Meminimalkan perasaan stres, frustasi, meningkatkan kemampuan koping dan kemampuan untuk mengendalikan diri.
e)    Sarankan untuk mengunjungi seseorang yang penyakitkan telah terkontrol.
R/ Dapat menolong pasien untuk melihat hasil dari pengobatan yang telah dilakukan.
f)    Tindakan kolaborasi dengan: rujuk ke pelayanan sosial, konseling dan kelompok pendukung sesuai kebutuhan
R/ Pendekatan komprehensif dapat membantu memenuhi kebutuhan pasien untuk memelihara tingkah laku.
Dx.3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dan perubahan fungsi fisiologis.
1.      Kriteria evaluasi yang diharapkan :
a.       Pasien tampak rileks
b.      Pasien melaporkan ansietas berkurang sampai tingkat dapat diatasi
2.      Ditandai dengan : 
Mampu mengidentifikasi cara hidup yang sehat untuk membagikan perasaannya.
3.      Intervensi dan Rasionalisasi
a)      Observasi tingkat laku yang menunjukkan tingkat ansietas
R/ Ansietas ringan dapat ditunjukkan dengan peka rangsang dan insomnia. Ansietas berat yang berkembang ke dalam keadaan panik dapat menimbulkan perasaan terancam, teror, ketidak mampuan untuk bicara dan bergerak. Berteriak-teriak/bersumpah-sumpah.
b)      Pantau respon fisik, palpitasi, gerakan yang berulang-ulang, hiperventilasi, insomnia.
R/ Peningkatan pengeluaran penyekat beta-adrenergik pada daerah reseptor, bersamaan dengan efek-efek kelebihan hormon tiroid, menimbulkan manifestasi klinik dari peristiwa kelebihan ketekolamin ketika kadar epinefrin/norepinefrin dalam keadaan normal.
c)      Kurangi stimulasi dari luar: tempatkan pada ruangan yang tenang, berikan kelembutan, musik yang nyaman, kurangi lampu yang terlalu terang, kurangi jumlah orang yang berhubungan dengan pasien.
R/ Menciptakan lingkungan yang terapeutik; menunjukkan penerimaan bahwa aktivitas unit/personal dapat meningkatkan ansietas pasien.
d)     Bicara singkat dengan kata yang sederhana.
R/ Rentang perhatian mungkin menjadi pendek, konsentrasi berkurang, yang membatasi kemampuan untuk mengasimilasi informasi.
e)      Jelaskan prosedur, lingkungan sekeliling atau suara yang mungkin didengar oleh pasien.
R/ Memberikan informasi akurat yang dapat menurunkan distorsi/kesalahan interpretasi yang dapat berperanan pada reaksi ansietas atau ketakutan.
f)       Tekankan harapan bahwa pengendalian emosi itu harus tetap diberikan sesuai dengan perkembangan terapi obat.
R/ Memberikan informasi dan meyakinkan pasien bahwa keadaan itu adalah sementara dan akan membaik dengan pengobatan.
Dx.4. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolisme (gula darah)
1.      Kriteria evaluasi yang diharapkan :
Pasien menyatakan mampu untuk beristirahat, peningkatan tenaga dan penurunan rasa
2.      Ditandai dengan :
a.       Mampu menunjukkan faktor yang berpengaruh terhadap kelelahan.
b.      Pasien mampu menunjukkan peningkatan kemampuan dan berpartisipasi dalam aktifitas.
3.      Intervensi dan Rasionalisasi
a)   Kaji/diskusikan tingkat kelemahan klien dan identifikasi aktifitas yang dapat dilakukan klien.
R/ Pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga, kelelahan otot menjadi terus memburuk setiap hari karena proses penyakit dan munculnya ketidakseimbangan natrium dan kalium.
b)   Pantau tanda vital sebelum dan sesudah melakukan aktivitas observasi adanya takikardia hipotensi dan perifer yang dingin.
R/ Kolapsnya sirkulasi dapat terjadi sebagai akibat dari stres aktifitas jika curah jantung berkurang
c)    Sarankan pasien untuk menentukan masa/periode antara istirahat dan melakukan aktifitas
R/ Mengurangi kelelahan dan mencegah ketegangan pada jantung.
d)  Diskusikan cara untuk menghemat tenaga (misal: duduk lebih baik daripada berdiri selama melakukan aktifitas/latihan), jika perlu biarkan pasien melakukannya sendiri.
R/ Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan mengurangi pengeluaran tenaga pada setiap kegiatan yang dilakukannya.
Dx.5. Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung
1.         Kriteria evaluasi yang diharapkan :
 Menunjukkan curah jantung yang adekuat .
2.         ditandai dengan:
a.       tanda vital dalam batas normal
b.      nadi perifer teraba dengan baik
c.       pengisian kapiler
3.         Intervensi dan Rasional
a)   Kaji pengisian kapiler dan nasi perifer
R/ Pengisian kapiler yang memanjang, nadi yang lambat & lemah merupakan indikasi terjadi syok.
b)   Pantau tanda vital: tensi, irama jantung
R/ Krisis addison mungkin menyebabkan tekanan darah menurun. Frekwensi jantung yang tidak teratur akan menimbulkan penurunan curah jantung.
c)   Ukur jumlah haluaran urine.
R/ Walaupun biasanya ada poliuria penurunan haluaran urine menggambarkan penurunan perfusi ginjal oleh penurunan curah jantung.
d)  Kolaborasi pemberi O2
R/ Kadar O2 yang maksimal dapat membantu menurunkan kerja jantung.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan PasiEdisi 3. Jakarta : EGC.
Sherwood, Laualee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawtan Medikal Bedah Brunner & Suddarth edisi 8 Vol. 2. Jakarta : EGC.