TORSIO TESTIS
I. PENDAHULUAN
Torsio
testis adalah suatu keadaan dimana spermatic cord yang terpeluntir yang
mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke
testis dan epididymis.1 Torsio testis merupakan suatu kegawat daruratan
vaskuler yang murni dan memerlukan tindakan bedah yang segera. Jika kondisi ini
tidak ditangani dalam waktu singkat (dalam 4 hingga 6 jam setelah onset nyeri)
dapat menyebabkan infark dari testis, yang selanjutnya akan diikuti oleh atrofi
testis. 1,2
Torsio testis juga kadang-kadang disebut
sebagai ‘sindrom musim dingin’. Hal ini disebabkan karena torsio testis lebih
sering terjadi pada musim dingin.3 Torsio testis juga merupakan kegawat
daruratan urologi yang paling sering terjadi pada laki-laki dewasa muda, dengan
angka kejadian 1 diantara 400 orang dibawah usia 25 tahun.4 Torsio testis harus
selalu dipertimbangkan pada pasien-pasien dengan akut scrotum hingga terbukti
tidak, namun kondisi tersebut juga harus dibedakan dari keluhan nyeri testis
lainnya.2,5
Penyebab dari akut scrotum biasanya dapat
ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik yang menyeluruh
serta pemeriksaan diagnostik yang tepat.5 Sekitar dua per tiga pasien,
anamnesis dan pemeriksaan fisik cukup untuk menegakkan diagnosis yang tepat.6 Keterlambatan
dan kegagalam dalam dignosis dan terapi akan menyebabkan proses torsio yang
berlangsung lama, sehingga pada akhirnya menyebabkan kematian testis dan
jaringan disekitarnya. 2,3,4
Penatalaksanaan torsio menjadi tindakan
darurat yang harus segera dilakukan karena angka keberhasilan serta kemungkinan
testis tertolong akan menurun seiring dengan bertambahnya lama waktu terjadinya
torsio.5 Adapun penyebab tersering hilangnya testis setelah torsio adalah
keterlambatan dalam mencari pengobatan (58%), kesalahan dalam diagnosis awal
(29%), dan keterlambatan terapi (13%).7
II. ANATOMI
Testis merupakan sepasang struktur organ
yang berbentuk oval dengan ukuran 4x2,5x2,5cm dan berat kurang lebih 20g. Terletak
didalam scrotum dengan axis panjang pada sumbu vertikal dan biasanya testis
kiri terletak lebih rendah dibanding kanan. Testis diliputi oleh tunika
albuginea pada 2/3 anterior kecuali pada sisi dorsal dimana terdapat epididymis
dan pedikel vaskuler. Sedangkan epididymis merupakan organ yang berbentuk kurva
yang terletak disekeliling bagian dorsal dari testis. Suplai darah arteri pada
testis dan epididymis berasal dari arteri renalis.
Pada perkembangannya, testis mengalami
desensus dari posisi asalnya di dekat ginjal menuju scrotum. Terdapat beberapa
mekanisme yang menjelaskan mengenai proses ini antara lain adanya tarikan
gubernakulum dan tekanan intraabdominal. Faktor endokrine dan axis
hypothalamus-pituitary-testis juga berperan dalam proses desensus testis. Antara minggu ke12 dan 17 kehamilan, testis
mengalami migrasi transabdominal menuju lokasi didekat cincin inguinal interna.
III. INSIDEN
Torsio
testis bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi pada usia
dewasa muda (usia 10-30 tahun) dan lebih jarang terjadi pada neonatus. Puncak
insiden terjadi pada usia 13-15 tahun.1,8 Terdapat kecenderungan penurunan
insiden sesuai dengan peningkatan usia. Lee dkk menemukan 26% pasien dengan
torsio testis di atas usia 21 tahun.
Peningkatan
insiden selama usia dewasa muda mungkin disebabkan karena testis yang membesar
sekitar 5-6 kali selama pubertas.9 Testis kiri lebih sering terjadi disbanding
testis kanan, hal ini mungkin disebabkan oleh karena secara normal spermatic
cord kiri lebih panjang. Pada kasus
torsio testis yang terjadi pada periode neonatus, 70% terjadi pada fase
prenatal dan 30% terjadi postnatal.2
IV. ETIOLOGI
Penyebab dari torsio testis masih belum
diketahui dengan pasti. Trauma terhadap scrotum bias merupakan factor pencetus,
sehingga torsio harus dipertimbangkan pada pasien dengan keluhan nyeri setelah
trauma bahkan pada trauma yang tampak kurang signifikan sekalipun. Dikatakan
pula bahwa spasme dan kontraksi dari otot kremaster dan tunica dartos bias pula
menjadi factor pencetus.
Dalam salah satu literature disebutkan
bahwa torsio testis lebih sering terjadi pada musim dingin, terutama pada
temperature di bawah 2C. Selain
karena trauma, 50% kasus torsio testis terjadi pada saat tidur.1 Hanya 4-8%
kasus torsio testis disebabkan oleh karena trauma. Faktor predisposis lain
terjadinya torsio meliputi peningkatan volume testis (sering dihubungkan dengan
pubertas), tumor testis, testis yang terletak horisontal, riwayat
kriptorkismus, dan pada keadaan dimana spermatic cord intrascrotal yang
panjang.7
Longo dkk mengungkapkan hubungan antara
torsio testis dengan peningkatan kadar testosterone dan elevasi serta rotasi
testis selama siklus respon seksual.
V. PATOFISIOLOGI
Terdapat 2 jenis torsio testis berdasarkan
patofisiologinya yaitu intravagina dan ekstravagina torsio. Torsio intravagina terjadi di dalam tunika
vaginalis dan disebabkan oleh karena abnormalitas dari tunika pada spermatic
cord di dalam scrotum. Secara normal, fiksasi posterior dari epididymis dan investment
yang tidak komplet dari epididymis dan testis posterior oleh tunika vaginalis
memfiksasi testis pada sisi posterior dari scrotum. Kegagalan fiksasi yang
tepat dari tunika ini menimbulkan gambaran bentuk ‘bell-clapper’ deformitas, dan keadaan ini menyebabkan testis
mengalami rotasi pada cord sehingga potensial terjadi torsio. Torsio ini lebih
sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda.
Ekstravagina torsio terjadi bila seluruh
testis dan tunika terpuntir pada axis vertical sebagai akibat dari fiksasi yang
tidak komplet atau non fiksasi dari gubernakulum terhadap dinding scrotum,
sehingga menyebabkan rotasi yang bebas di dalam scrotum. Kelainan ini
sering terjadi pada neonatus dan pada kondisi undesensus testis.
VI. GEJALA KLINIS
Gejala
pertama dari torsio testis adalah hampir selalu nyeri. Gejala ini bisa timbul
mendadak atau berangsur-angsur, tetapi biasanya meningkat menurut derajat
kelainan. Riwayat trauma didapatkan pada 20% pasien, dan lebih dari sepertiga
pasien mengalami episode nyeri testis yang berulang sebelumnya.2,10 Derajat
nyeri testis umumnya bervariasi dan tidak berhubungan dengan luasnya serta
lamanya kejadian.
Pembengkakan dan eritema pada scrotum
berangsur-angsur muncul. Dapat pula timbul nausea dan vomiting, kadang-kadang
disertai demam ringan. Gejala yang jarang ditemukan pada torsio testis ialah
rasa panas dan terbakar saat berkermih, dan hal ini yang membedakan dengan
orchio-epididymitis.10
Adapun
gejala lain yang berhubungan dengan keadaan ini antara lain :
·
Nyeri perut bawah
·
Pembengkakan testis
·
Darah pada semen
VII. DIAGNOSIS
VII.1. PEMERIKSAAN FISIS
Pemeriksaan
fisis dapat membantu membedakan torsio testis dengan penyebab akut scrotum
lainnya.7 Testis yang mengalami torsio pada scrotum akan tampak bengkak dan
hiperemis. Eritema dan edema dapat
meluas hingga scrotum sisi kontralateral. Testis yang mengalami torsio juga akan
terasa nyeri pada palpasi. Jika pasien datang pada keadaan dini, dapat dilihat
adanya testis yang terletak transversal atau horisontal. Seluruh testis akan
bengkak dan nyeri serta tampak lebih besar bila dibandingkan dengan testis
kontralateral, oleh karena adanya kongesti vena. Testis juga tampak lebih tinggi
di dalam scotum disebabkan karena pemendekan dari spermatic cord. Hal tersebut
merupakan pemeriksaan yang spesifik dalam menegakkan dianosis. Biasanya nyeri juga
tidak berkurang bila dilakukan elevasi testis (Prehn sign).
Pemeriksaan fisik yang paling sensitif
pada torsio testis ialah hilangnya refleks cremaster. Dalam satu
literatur disebutkan bahwa pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 99% pada
torsio testis.7
VII.2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada
umumnya pemeriksaan penunjang hanya diperlukan bila diagnosis torsio testis
masih meragukan atau bila pasien tidak menunjukkan bukti klinis yang nyata.6,9
Dalam hal ini diperlukan guna menentukan diagnosa banding pada keadaan akut
scrotum lainnya. Urinalisis biasanya dilakukan untuk menyingkirkan adanya
infeksi pada traktus urinarius. Pemeriksaan darah lengkap dapat menunjukkan
hasil yang normal atau peningkatan leukosit pada 60% pasien. Namun pemeriksaan ini tidak membantu dan sebaiknya
tidak rutin dilakukan. Adanya peningkatan acute-fase protein (dikenal sebagai
CRP) dapat membedakan proses inflamasi sebagai penyebab akut scrotum. 2
Modalitas diagnostik yang paling sering
digunakan ialah Doppler ultrasonografi (USG Doppler) dan radionuclide scanning
dengan menggunakan technetum 99m (99mTc) pertechnetate dengan
akurasi diagnostik 90%. Kedua metode tersebut digunakan untuk menilai aliran
darah ke testis dan membedakan torsio dengan kondisi lainnya.
VIII. DIANOSIS BANDING
Torsio testis harus selalu dibedakan dengan kondisi-kondisi lain sebagai
penyebab dari akut scrotum, antara lain :
- Epididymio-orchitis
- Hydrocele
- Varicocele
- Hernia incarserata
- Tumor testis
- Torsio appendix testis/epididymis
- Edema scrotum idiopatik
IX. PENATALAKSANAAN
IX.1. REDUKSI MANUAL
Sekali
diagnosis torsio testis ditegakkan, maka diperlukan tindakan pemulihan aliran
darah ke testis secepatnya. Biasanya keadaan ini memerlukan eksplorasi
pembedahan. Pada waktu yang sama ada
kemungkinan untuk melakukan reposisi testis secara manual sehingga dapat
dilakukan operasi elektif selanjutnya. Namun, biasanya tindakan ini sulit dilakukan
oleh karena sering menimbulkan nyeri akut selama manipulasi.
Pada
umumnya terapi dari torsio testis tergantung pada interval dari onset timbulnya
nyeri hingga pasien datang. Jika
pasien datang dalam 4 jam timbulnya onset nyeri, maka dapat diupayakan tindakan
detorsi manual dengan anestesi lokal. Prosedur ini merupakan terapi non invasif
yang dilakukan dengan sedasi intravena menggunakan anestesi lokal (5 ml
Lidocain atau Xylocaine 2%). Sebagian besar torsio testis terjadi ke dalam dan
ke arah midline, sehingga detorsi dilakukan keluar dan ke arah lateral. Selain
itu, biasanya torsio terjadi lebih dari 360o, sehingga diperlukan lebih dari
satu rotasi untuk melakukan detorsi penuh terhadap testis yang mengalami
torsio.
Tindakan non operatif ini tidak menggantikan
explorasi pembedahan. Jika detorsi manual berhasil, maka selanjutnya tetap
dilakukan orchidopexy elektif dalam waktu 48 jam. Dalam literatur disebutkan
bahwa tindakan detorsi manual hanya memberikan angka keberhasilan 26,5%. Sedangkan
penelitian lain menyebutkan angka keberhasilan pada 30-70% pasien.
IX.2. PEMBEDAHAN
Dalam
hal detorsi manual tidak dapat dilakukan, atau bila detorsi manual tidak
berhasil dilakukan maka tindakan eksplorasi pembedahan harus segera dilakukan. Pada pasien-pasien dengan riwayat serangan
nyeri testis yang berulang serta dengan pemeriksaan klinis yang mengarah ke
torsio sebaiknya segera dilakukan tindakan pembedahan. Hasil yang baik
diperoleh bila operasi dilakukan dalam 4 jam setelah timbulnya onset nyeri. Setelah
4 hingga 6 jam biasanya nekrosis menjadi jelas pada testis yang mengalami
torsio.
Eksplorasi pembedahan dilakukan melalui
insisi scrotal midline untuk melihat testis secara langsung dan guna
menghindari trauma yang mungkin ditimbulkan bila dilakukan insisi inguinal. Tunika
vaginalis dibuka hingga tampak testis yang mengalami torsio. Selanjutnya testis
direposisi dan dievaluasi viabilitasnya. Jika testis masih viabel dilakukan fiksasi
orchidopexy, namun jika testis tidak viabel maka dilakukan orchidectomy guna mencegah
timbulnya komplikasi infeksi serta potensial autoimmune injury pada testis
kontralateral. Oleh karena abnormalitas anatomi biasanya terjadi bilateral,
maka orchidopexy pada testis kontralateral sebaiknya juga dilakukan untuk
mencegah terjadinya torsio di kemudian hari.
X. KOMPLIKASI
Torsio dari testis dan spermatic cord akan
berlanjut sebagai salah satu kegawat daruratan dalam bidang urologi. Keterlambatan
lebih dari 6-8 jam antara onset gejala yang timbul dan waktu pembedahan atau
detorsi manual akan menurunkan angka pertolongan terhadap testis hingga 55-85%.
Putusnya suplai darah ke testis dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan
atrofi testis. Atrofi dapat terjadi beberapa hari hingga beberapa bulan setelah
torsio dikoreksi. Insiden terjadinya atrofi testis meningkat bila torsio telah
terjadi 8 jam atau lebih.
Komplikasi
lain yang sering timbul dari torsio testis meliputi :
·
Infark testis
·
Hilangnya testis
·
Infeksi
·
Infertilitas sekunder
·
Deformitas kosmetik
XI. PROGNOSIS
Jika torsio dapat didiagnosa secara dini
dan dilakukan koreksi segera dalam 5-6 jam, maka akan memberikan prognosis yang
baik dengan angka pertolongan terhadap testis hampir 100%. Setelah 6 jam
terjadi torsio dan gangguan aliran darah, maka kemungkinan untuk dilakukan
tindakan pembedahan juga meningkat. Namun,
meskipun terjadi kurang dari 6 jam, torsio sudah dapat menimbulkan kehilangan
fungsi dari testis. Setelah 18-24 jam biasanya sudah terjadi nekrosis dan
indikasi untuk dilakukan orchidectomy. Orchidopexy tidak memberikan jaminan
untuk tidak timbul torsio di kemudian hari, meskipun tindakan ini dapat
menurunkan kemungkinan timbulnya hal tersebut.
Keberhasilan dalam penanganan torsio
ditentukan oleh penyelamatan testis yang segera serta insiden terjadinya atrofi
testis, dimana hal tesebut berhubungan secara langsung dengan durasi dan
derajat dari torsio testis. Keterlambatan intervensi pembedahan akan
memperburuk prognosis serta meningkatkan angka kejadian atrofi testis.
KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
a. Biodata
Nama, umur, alamat, agama, pendidikan
b. Riwayat kesehatan
- Keluhan utama : Masuk PKM muntah-muntah
, keadaan umum lemah.¯- Keluhan waktu di data : Terdapat pasien muntah-muntah, sakit kepala, nyeri ulu hati, ma-mia ө, turgor kulit
- Riwayat kesehatan yang lalu : Pernah menderita moviting atau tidak
- Riwayat kesehatan keluarga : Apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit seperti pasien
c. Pemeriksaan fisik
- Tanda vital : Biasanya stabil
- Inspeksi :
- Kepala : Keadaan rambut, mata, muka, hidung, mulut, telinga dan leher
- Dada : Abdomen: biasanya terjadi pembesaran limfa
Genetalia : Tidak ada perubahan
- Palpasi abdomen : Terasa pembesaran limfa dan infeksi kronik juga akan membesar
- Auskultasi
- Perkusi
d. Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
- Biologis
Pola makan dan minum§
Klien mengalami anorexia ditandai dengan porsi makan tidak dihabiskan.
Kaji frekwensi pola jenis diit dan gangguan pola eliminasi dihabiskan§
Pola eliminasi : BAB tidak ada perubahan, BAK menurun frekwensi smpai dengan menurunnya indeksi§
Pola istrahat tidur : Klien sulit tidur karena adanya sakit kepala§
Aktivitas : Tidak ada perubahan yang lelah dengan interaksi pasien§
- Psikologi
Perubahan status emosional
- Sosial
Berhubungan dengan pola interaksi
- Spiritual
Pasien dan keluarga mempunyai keyakinan dan berdo’a untuk kesembuhan.
- Pemeriksan diagnostik
Laboratorium§
- Hb dan leukosit
Radiologi§
II. PENGUMPULAN DATA
a. Data Obyektif
b. Data Subyektif
III. ANALISA DATA
Problem, symptom, etiologi
IV. PERIORITAS MASALAH
-
V. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Kekurangan cairan (dehidrasi) berhubungan dengan mual muntah
2. Gangguan kebutuhan istiharahat tidur berhubungan dengan sakit kepala
3. Gangguan pmenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan anorexia
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
5. Personal Hygiene kurang berhubungan dengan ketidakmampuan merawat diri
VI. RENCANA KEPERAWATAN
1. Dehidrasi dapat terpenuhi
2. Pemenuhan kebutuhan istirahat tidur dapat terpenuhi
3. Pemenuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi ditandai dengan pasien tidak mual muntah lagi
4. Pasien dapat melakukan aktivitas sendiri tanpa bantuan keluarga
5. Personal hygiene dapat terpenuhi
VII. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan mual muntah
- Memberikan masukan cairan intravena
- Anjurkan untuk banyak minum
- Menganjurkan pada pasien untuk tidak mengkonsumsi makanan yang merangsang mual muntah
- Memberikan Health education kepada pasien dan keluarga pasien
- Mengobservasi vital sign pasien
2. Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan aneroxia
- Kaji asupan diet dan status nutrisi lewat riwayat diet dan food diary. Pengukuran BB setiap hari, pemeriksaan lab. dan antropometri
- Berikan diet tinggi karbohidrat dengan asupan protein yang konsisten dengan fungsi hati.
- Bantu pasien dalam mengenali jenis-jeni makanan rendah natrium
- Tinggikan bagian kepala tempat tidur selama pasien makan
- Pelihara hygiene oral sebelum makan dan berikan suasana yang aman dan nyaman pada waktu makan
3. Gangguan kebutuhan istirahat tidur berhubungan dengan sakit kepala
- Kaji kebiasaan tidur pasien.
- Berikan Health education tentang pentingnya istirahat tidur bagi kesehatan
- Mengatur suhu kamar pasien
- Kolaborasi dengan dokter
4. Intoleransi terhadap aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
- Kaji tingkat toleransi aktivtas dan derajat kelelahan fisik
- Bantu pasien dalam merawat diri dan pelaksanaan aktivitas bila pasien merasa lelah
- Anjurkan untuk sitirahat bila pasien merasa lelah / bila adanya nyeri
- Bantu memilih latihan dan aktivitas yang diinginkan
5. Personal hygiene kurang berhubungan dengan ketidakmampuan merawat diri
- Beri dorongan pada pasien untuk merawat dirinya
- Bantu pasien untuk merawat dirinya
- Bantu kemampuan pasien untuk merawat dirinya
- Kaji kemampuuan pasien untuk memenuhi personal hygiene
- Beri HE kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya kebersihan diri
I. PENGKAJIAN
a. Biodata
Nama, umur, alamat, agama, pendidikan
b. Riwayat kesehatan
- Keluhan utama : Masuk PKM muntah-muntah
, keadaan umum lemah.¯- Keluhan waktu di data : Terdapat pasien muntah-muntah, sakit kepala, nyeri ulu hati, ma-mia ө, turgor kulit
- Riwayat kesehatan yang lalu : Pernah menderita moviting atau tidak
- Riwayat kesehatan keluarga : Apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit seperti pasien
c. Pemeriksaan fisik
- Tanda vital : Biasanya stabil
- Inspeksi :
- Kepala : Keadaan rambut, mata, muka, hidung, mulut, telinga dan leher
- Dada : Abdomen: biasanya terjadi pembesaran limfa
Genetalia : Tidak ada perubahan
- Palpasi abdomen : Terasa pembesaran limfa dan infeksi kronik juga akan membesar
- Auskultasi
- Perkusi
d. Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
- Biologis
Pola makan dan minum§
Klien mengalami anorexia ditandai dengan porsi makan tidak dihabiskan.
Kaji frekwensi pola jenis diit dan gangguan pola eliminasi dihabiskan§
Pola eliminasi : BAB tidak ada perubahan, BAK menurun frekwensi smpai dengan menurunnya indeksi§
Pola istrahat tidur : Klien sulit tidur karena adanya sakit kepala§
Aktivitas : Tidak ada perubahan yang lelah dengan interaksi pasien§
- Psikologi
Perubahan status emosional
- Sosial
Berhubungan dengan pola interaksi
- Spiritual
Pasien dan keluarga mempunyai keyakinan dan berdo’a untuk kesembuhan.
- Pemeriksan diagnostik
Laboratorium§
- Hb dan leukosit
Radiologi§
II. PENGUMPULAN DATA
a. Data Obyektif
b. Data Subyektif
III. ANALISA DATA
Problem, symptom, etiologi
IV. PERIORITAS MASALAH
-
V. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Kekurangan cairan (dehidrasi) berhubungan dengan mual muntah
2. Gangguan kebutuhan istiharahat tidur berhubungan dengan sakit kepala
3. Gangguan pmenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan anorexia
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
5. Personal Hygiene kurang berhubungan dengan ketidakmampuan merawat diri
VI. RENCANA KEPERAWATAN
1. Dehidrasi dapat terpenuhi
2. Pemenuhan kebutuhan istirahat tidur dapat terpenuhi
3. Pemenuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi ditandai dengan pasien tidak mual muntah lagi
4. Pasien dapat melakukan aktivitas sendiri tanpa bantuan keluarga
5. Personal hygiene dapat terpenuhi
VII. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan mual muntah
- Memberikan masukan cairan intravena
- Anjurkan untuk banyak minum
- Menganjurkan pada pasien untuk tidak mengkonsumsi makanan yang merangsang mual muntah
- Memberikan Health education kepada pasien dan keluarga pasien
- Mengobservasi vital sign pasien
2. Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan aneroxia
- Kaji asupan diet dan status nutrisi lewat riwayat diet dan food diary. Pengukuran BB setiap hari, pemeriksaan lab. dan antropometri
- Berikan diet tinggi karbohidrat dengan asupan protein yang konsisten dengan fungsi hati.
- Bantu pasien dalam mengenali jenis-jeni makanan rendah natrium
- Tinggikan bagian kepala tempat tidur selama pasien makan
- Pelihara hygiene oral sebelum makan dan berikan suasana yang aman dan nyaman pada waktu makan
3. Gangguan kebutuhan istirahat tidur berhubungan dengan sakit kepala
- Kaji kebiasaan tidur pasien.
- Berikan Health education tentang pentingnya istirahat tidur bagi kesehatan
- Mengatur suhu kamar pasien
- Kolaborasi dengan dokter
4. Intoleransi terhadap aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
- Kaji tingkat toleransi aktivtas dan derajat kelelahan fisik
- Bantu pasien dalam merawat diri dan pelaksanaan aktivitas bila pasien merasa lelah
- Anjurkan untuk sitirahat bila pasien merasa lelah / bila adanya nyeri
- Bantu memilih latihan dan aktivitas yang diinginkan
5. Personal hygiene kurang berhubungan dengan ketidakmampuan merawat diri
- Beri dorongan pada pasien untuk merawat dirinya
- Bantu pasien untuk merawat dirinya
- Bantu kemampuan pasien untuk merawat dirinya
- Kaji kemampuuan pasien untuk memenuhi personal hygiene
- Beri HE kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya kebersihan diri
DAFTAR PUSTAKA
1.
Siroky.M.B : Torsion of the testis. In : Siroky.M.B,
Oates.R.D, Babayan.R.K (eds), Handbook of urology: diagnosis and Therapy, 3rd ed, Lippincot William&Wilkins;
Philadelpihia 2004: 369-72.
2.
Rupp.T.J : testicular Torsion, Department of Emergency
Medicine, Thomas Jefferson University,
available in http://www.emedicine.com/med/topic2560.htm,
Dec 13, 2006
3.
Anonym : Testicular torsion, available in http://en.wikipedia.org/wik/
Testicular_torsion, May
07, 2007
4.
Cuckow.P.M, Frank.J.D : Torsion of the testis, BJU
International 2000; 86 (3) : 349
5.
Galejs.L.E, Kass.E.J : Diagnosis and Treatment of the
Acute Scrotum, Am Fam Physician J 1999;
59 (4): 231-3.
6.
Minevich.E : Testicular Torsion, Department of Surgery,
Division of Pediatric urology, available in http://www.emedicine.com/
med/topic2780htm, Feb 9, 2007
7.
Ringdahl.E, Teague.L : Testicular Torsion, Am Fam Physician J 2006 ; 74 (10):
214-9.
8.
Reynard.J : Torsion of the testis and testicular
appendages. In: Reynard.J, Brewster.S, Biers.S (eds), Oxford Handbook of
Urology, Oxford University Press, New York 2006: 452
9.
Grechi. G, Li Marzi.V :Torsion of the Testicle. In:
Graham.S.D (ed), Glenn’s Urologic Surgery, Fifth ed, Lippincot-Raven, Philadelphia 1998 : 535-8
10. Leape.L.L
: Testicular Torsion. In : Ashcraft.K.W (ed), Pediatric Urology, W.B.
Saunders Company; Philadelphia 1990: 429-36
11. Anonym
: Urologic Emergencies, available in http://www.urologychannel.com/
emergencies/torsion.shtml,
12. Ahmad.SN,
Nisar C, Parray.FQ, Wani.RA : Torsion of undescended testis, Ind J of Surg 2006 ; 68 (02): 106-7.
13. Allan.W.R,
Brown.R.B : Torsion of the Testis, Brit
Med J 1966 ; 1: 1396-7.
14. Kadish.H.A,
Bolte.R.G : A Retrospective Review of Pediatric Patient With Epididymitis,
Testicular Torsion, and Torsion of Testicular Appendages, J of Am Acad of Ped 1998 ; 102 (1):
73-6.
15. Muttarak.M
: Clinics in Diagnostic Imaging, Singapore
Med J 1999 ; 40 (01): 43-5.
16. Beasley.S.W,
McBride.C.A : The risk of metachronus
(asynchronous) contralateral torsion following perinatal torsion, NZM J 2005 ;
118 (1218)
17. Clark. P : On the Testicle. In Clark.P (ed), Operation in
Urology, Churchill Livingstone, New
York 1985 : 123-34
18. Kaplan.
G.W, Silber.I : Neonatal Torsion-To Pex or Not?. In King.L.R (ed), Urologic
Surgery in Neonatus & Young Infants, W.B.Saunders Company, Philadelphia
1988 : 386-95
19. Boddy.
A.M, Madden.N.P : Testicular Torsion. In
Whitfield.H.N (ed), Rob&Smith Operative Surgery: Genitourinary Surgery, Vol
2, Operation in Urology, Churchill Fifth ed, Butterworth-Heinemann, London
1993: 741-3
20. Anonym
: Testicular torsion Health Article, available in http://www.healthline.com/adamcontent/
testicular_torsion, Oct
20, 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar