selamat datang

Kampus ku

Pesan Kami

DATA

Postingan
Komentar

Total Tayangan Halaman

Like Facebook


Sabtu, 22 Desember 2012

ASKEP Intususepsi

A. Pengertian
Intususepsi adalah invaginasi atau masuknya bagian usus ke dalam perbatasan atau bagian yang lebih distal dari usus (umumnya, invaginasi ileum masuk ke dalam kolon desendens). (Nettina, 2002)
Suatu intususepsi terjadi bila sebagian saluran cerna terdorong sedemikian rupa sehingga sebagian darinya akan menutupi sebagian lainnya hingga seluruhnya mengecil atau memendek ke dalam suatu segmen yang terletak di sebelah kaudal. (Nelson, 1999)
B. Etiologi
Penyebab dari kebanyakan intususepsi tidak diketahui. Terdapat hubungan dengan infeksi – infeksi virus adeno dan keadaan tersebut dapat mempersulit gastroenteritis. Bercak – bercak peyeri yang banyak terdapat di dalam ileum mungkin berhubungan dengan keadaan tersebut, bercak jaringan limfoid yang membengkak dapat merangsang timbulnya gerakan peristaltic usus dalam upaya untuk mengeluarkan massa tersebut sehingga menyebabkan intususepsi. Pada puncak insidens penyakit ini, saluran cerna bayi juga mulai diperkenalkan dengan bermacam bahan baru. Pada sekitar 5% penderita dapat ditemukan penyebab – penyebab yang dikenali, seperti divertikulum meckeli terbalik, suatu polip usus, duplikasi atau limfosarkoma. Secara jarang, keadaan ini akan mempersulit purpura Henoch – Schonlein dengan sutau hematom intramural yang bertindak sebagai puncak dari intususepsi. Suatu intususepsi pasca pembedahan jarang dapat didiagnosis, intususepsi – intususepsi ini bersifat iloileal.


C. Patofisiologi dan Pathways
Kebanyakan intususepsi adalah ileokolik dan ileoileokolik, sedikit sekokolik dan jarang hanya ileal. Secara jarang, suatu intususepsi apendiks membentuk puncak dari lesi tersebut. Bagian atas usus, intususeptum, berinvaginasi ke dalam usus di bawahnya, intususipiens sambil menarik mesentrium bersamanya ke dalam ansa usus pembungkusnya. Pada mulanya terdapat suatu konstriksi mesentrium sehingga menghalangi aliran darah balik. Penyumbatan intususeptium terjadi akibat edema dan perdarahan mukosa yang menghasilkan tinja berdarah, kadang – kadang mengandung lendir. Puncak dari intususepsi dapat terbentang hingga kolon tranversum desendens dan sigmoid bahkan ke anus pada kasus – kasus yang terlantar. Setelah suatu intususepsi idiopatis dilepaskan, maka bagian usus yang memebentuk puncaknya tampak edema dan menebal, sering disertai suatu lekukan pada permukaan serosa yang menggambarkan asal dari kerusakan tersebut. Kebanyakan intususepsi tidak menimbulkan strangulasi usus dalam 24 jam pertama, tetapi selanjutnya dapat mengakibatkan gangren usus dan syok.


D. Manifestasi Klinik
Umumnya bayi dalam keadaan sehat dan gizi baik. Pada tahap awal muncul gejala strangulasi berupa nyeri perut hebat yang tiba – tiba. Bayi menangis kesakitan saat serangan dan kembali normal di antara serangan. Terdapat muntah berisi makanan/minuman yang masuk dan keluarnya darah bercampur lendir (red currant jelly) per rektum. Pada palpasi abdomen dapat teraba massa yang umumnya berbentuk seperti pisang (silindris).
Dalam keadaan lanjut muncul tanda obstruksi usus, yaitu distensi abdomen dan muntah hijau fekal, sedangkan massa intraabdomen sulit teraba lagi. Bila invaginasi panjang hingga ke daerah rektum, pada pemeriksaan colok dubur mungkin teraba ujung invaginat seperti porsio uterus, disebut pseudoporsio. Pada sarung tangan terdapat lendir dan darah.

E. Pemeriksaan Penunjang


1. Foto polos abdomen memperlihatkan kepadatan seperti suatu massa di tempat intususepsi.
2. Foto setelah pemberian enema barium memperlihatkan gagguan pengisisan atau pembentukan cekungan pada ujung barium ketika bergerak maju dan dihalangi oleh intususepsi tersebut.
3. Plat datar dari abdomen menunjukkan pola yang bertingkat (invaginasi tampak seperti anak tangga).
4. Barium enema di bawah fluoroskopi menunjukkan tampilan coiled spring pada usus.
5. Ultrasonogram dapat dilakukan untuk melokalisir area usus yang masuk.


F. Prinsip pengobatan dan managemen keperawatan
 
1. Penurunan dari intususepsi dapat dilakukan dengan suntikan salin, udara atau barium ke dalam kolon. Metode ini tidak sering dikerjakan selama terdapat suatu resiko perforasi, walaupun demikian kecil, dan tidak terdapat jaminan dari penurunan yang berhasil.

2. Reduksi bedah :
a. Perawatan prabedah:
 Rutin
Tuba naso gastrik
Koreksi dehidrasi (jika ada)

b. Reduksi intususepsi dengan penglihatan langsung, menjaga usus hangat dengan salin hangat. Ini juga membantu penurunan edema.

c. Plasma intravena harus dapat diperoleh pada kasus kolaps.

d. Jika intususepsi tidak dapat direduksi, maka diperlukan reseksi dan anastomosis primer.

3. Penatalaksanaan pasca bedah:
a. Rutin
b. Perawatan inkubator untuk bayi yang kecil
c. Pemberian oksigen
d. Dilanjutkannya cairan intravena
e. Antibiotika
f. Jika dilanjutkannya suatu ileostomi, drainase penyedotan dikenakan pada tuba ileostomi hingga kelanjutan dari lambung dipulihkan.
g. Observasi fungsi vital

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Pengkajian fisik secara umum
b. Riwayat kesehatan
c. Observasi pola feses dan tingkah laku sebelum dan sesudah operasi
d. Observasi tingkah laku anak/bayi
e. Observasi manifestasi terjadi intususepsi:

 Nyeri abdomen paroksismal
 Anak menjerit dan melipat lutut ke arah dada
 Anak kelihatan normal dan nyaman selama interval diantara episode nyeri
 Muntah
 Letargi
 Feses seperti jeli kismis mengandung darah dan mucus, tes hemocculi positif.
 Feses tidak ada meningkat
 Distensi abdomen dan nyeri tekan
 Massa terpalpasi yang seperti sosis di abdomen
 Anus yang terlihat tidak biasa, dapat tampak seperti prolaps rectal.
 Dehidrasi dan demam sampai kenaikan 410C
 Keadaan seperti syok dengan nadi cepat, pucat dan keringat banyak

f. Observasi manifestasi intususepsi yang kronis
 Diare
 Anoreksia
 Kehilangan berat badan
 Kadang – kadang muntah
 Nyeri yang periodic
 Nyeri tanpa gejala lain

g. Kaji dengan prosedur diagnostik dan tes seperti pemeriksaan foto polos abdomen, barium enema dan ultrasonogram


2. Masalah Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan invaginasi usus.
2. Syok hipolemik berhubungan dengan muntah, perdarahan dan akumulasi cairan dan elektrolit dalam lumen.
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, lingkungan yang asing.
4. Inefektif termoregulasi berhubungan dengan proses inflamasi, demam.
5. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.

3. Perencanaan
a. Preoperasi

1. Diagnosa keperawatan: nyeri berhubungan dengan invaginasi usus.
Tujuan: berkurangnya rasa nyeri sesuai dengan toleransi yang dirasakan anak.

Kriteria Hasil: anak menunjukkan tanda – tanda tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan yang minimum.

Intervensi:
 Observasi perilaku bayi sebagai indikator nyeri, dapat peka rangsang dan sangat sensitif untuk perawatan atau letargi atau tidak responsive.
 Perlakuan bayi dengan sangat lembut.
 Jelaskan penyebab nyeri dan yakinkan orangtua tentang tujuan tes diagnostik dan pengobatan.
 Yakinkan anak bahwa analgesik yang diberikan akan mengurangi rasa nyeri yang dirasakan.
 Jelaskan tentang intususepsi dan reduksi hidrostatik usus yang dapat mengurangi intususepsi.
 Jelaskan resiko terjadinya nyeri yang berulang.
 Kolaborasi: berikan analgesik untuk mengurangi rasa nyeri.


2. Diagnosa keperawatan: syok hipovolemik berhubungan dengan muntah, perdarahan dan akumulasi cairan dan elektrolit dalam lumen.

Tujuan: volume sirkulasi (keseimbangan cairan dan elektrolit) dapat dipertahankan.
Kriteria Hasil: tanda – tanda syok hipovolemik tidak terjadi.

Intervensi:
 Pantau tanda vital, catat adanya hipotensi, takikardi, takipnea, demam.
 Pantau masukan dan haluaran.
 Perhatikan adanya mendengkur atau pernafasan cepat dan dangkal jika berada pada keadaan syok.
 Pantau frekuensi nadi dengan cernat dan ketahui rentang nadi yang tepat untuk usia anak.
 Laporkan adanya takikardi yang mengindikasikan syok.
 Kurangi suhu karena demam meningkatkan metabolisme dan membuat oksigenasi selama anestesi menjadi lebih sulit.
 Kolaborasi:
Lakukan pemeriksaan laboratorium: Hb/Ht, elektrolit, protein, albumin, BUN, kreatinin.
Berikan plasma/darah, cairan, elektrolit, diuretic sesuai indikasi untuk memelihara volume darah sirkulasi.


4. Diagnosa keperawatan: ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, lingkungan yang asing.

Tujuan: rasa cemas pada anak dapat berkurang
Kriteria hasil: anak dapat beristirahat dengan tenang dan melakukan prosedur tanpa cemas.


Intervensi:
 Beri pendidikan kesehatan sebelum dilakukan operasi untuk mengurangi rasa cemas.
 Orientasikan klien dengan lingkungan yang masih asing.
 Pertahankan ada orang yang selalu menemani klien untuk meningkatkan rasa aman.
 Jelaskan alasan dilakukan tindakan pembedahan.
 Jelaskan semua prosedur pembedahan yang akan dilakukan.


b. Post operasi
5. Diagnosa keperawatan: nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
.
Tujuan: berkurangnya rasa nyeri sesuai dengan toleransi pada anak.
Kriteria Hasil: anak menunjukkan tanda – tanda tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan yang minimum.

Intervensi:
 Hindarkan palpasi area operasi jika tidak diperlukan.
 Masukkan selang rektal jika diindikasikan, untuk membebaskan udara.
 Dorong untuk buang air untuk mencegah distensi vesika urinaria.
 Berikan perawatan mulut untuk memberikan rasa nyaman.
 Lubrikasi lubang hidung untuk mengurangi iritasi.
 Berikan posisi yang nyaman pada anak jika tidak ada kontraindikasi.
 Kolaborasi:
Berikan analgesi untuk mengatasi rasa nyeri.
Berikan antiemetik sesuai pesanan untuk rasa mual dan muntah.
6. Diagnosa keparawatan: inefektif termoregulasi berhubungan dengan proses inflamasi, demam.

Tujuan: termoregulasi tubuh anak normal.
Kriteria Hasil: tidak ada tanda – tanda kenaikan suhu.

Intervensi:
 Gunakan tindakan pendinginan untuk mengurangi demam, sebaiknya 1 jam setelah pemberian antipiretik.
 Meningkatkan sirkulasi udara.
 Mengurangi temperatur lingkungan.
 Menggunakan pakaian yang ringan / tipis.
 Paparkan kulit terhadap udara.
 Gunakan kompres dingin pada kulit.
 Cegah terjadi kedinginan, bila anak menggigil tambahkan pakaian.
 Monitor temperatur.
 Kolaborasi: berikan antipiretik sesuai dengan berat badan bayi.


7. Evaluasi
a. Nyeri pada abdomen dapat berkurang
b. Syok hipovolemik dapat teratasi dengan segera melakukan koreksi terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Obstrusi usus dapat teratasi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.


A. Kesimpulan

Berbagai gangguan yang terdapat pada saluran pencernaan bayi dan anak salah satunya adalah adanya obstruksi pada usus dan hal ini mencakup mekanik maupun paralitik. Sedangkan intususepsi merupakan salah satu bentuk gangguan obstruksi usus yang sifatnya mekanik.

Intususepsi merupakan gangguan saluran pancernaan yang dimanifestasikan dengan terjadinya invaginasi usus ke dalam bagian usus di bawahnya. Masalah yang utama muncul yaitu terjadinya rasa nyeri abdomen yang paroksismal. Serta terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit hingga terjadi syok hipovolemik.


B. Saran
Dalam memberikan perawatan kepada bayi atau anak dengan gangguan saluran pencernaan obstruksi usus mekanik ini yaitu intususepsi harus diperhatikan ancaman yang dapat muncul selain rasa nyeri yaitu resiko terjadinya syok yang dapat menyebabkan kematian. Sehingga tenaga kesehatan harus benar – benar memperhatikan tanda – tanda yang mengarah ke arah syok.



DAFTAR PUSTAKA


Staf Pengajar Ilmu kesehatan masyarakat. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI, 1985

Pilliteri, Adele. Child health nursing, care of the child and family, Los Angeles California, Lippincott, 1999

Wong, Donna L, Marilyn Hockenberry- Eaton, Wilson- Winkelstein, Wong’s essentials of pediatric nursing, America, Mosby, 2001

Nettina, Sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa Setiawan,dkk. Jakarta, 2001

Wong, Donna L. Wong and Whaley’s clinical Manual Of Pediatric Nursing. St. Louis Nissori: Mosby, 1996


Kamis, 20 Desember 2012

LP POST SECTIO CAESAREA DAN NIFAS

LAPORAN PENDAHULUAN POST SECTIO CAESAREA DAN NIFAS


  1. Pengertian
Sectio Saesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim.
  1. Jenis
-Bedah Caesar klasik /corporal.
-Bedah Caesar transperitoneal profunda
-Bedah Caesar ekstraperitoneal
-Histerektomi Caersarian ( Caesarian hysterectomy)
  1. Indikasi
a.Indikasi Ibu :
* Panggul sempit
* Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
* Stenosis serviks uteri atau vagina
* Plassenta praevia
* Disproporsi janin panggul
* Rupture uteri membakat
* Partus tak maju
* Incordinate uterine action
         b.Indikasi Janin
  1. Kelainan Letak : - Letak lintang
     - Letak sungsang ( janin besar,kepala defleksi)
     - Latak dahi dan letak muka dengan dagu dibelakang
     - Presentasi ganda
                 - Kelainan letak pada gemelli anak pertama
       2.Gawat Janin  
     c. Indikasi Kontra(relative)
   - Infeksi intrauterine
   - Janin Mati
   - Syok/anemia berat yang belum diatasi
   - Kelainan kongenital berat
      4. Tehnik Pelaksanaan
a.Bedah Caesar klasik /corporal.
- Buatlah insisi  membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus uteri diatas  segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting sampai sepanjang kurang lebih 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
- Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan tersebut.
- Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong diantara kedua klem tersebut.
- Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika kedalam miometrium dan intravena.
- Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
   * Lapisan I : Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
  * Lapisan II : lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal ( lambert) dengan benang yang sama.
  * Lapisan III : Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit secara jelujur menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
     - Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air ketuban
     - Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
b.      Bedah Caesar transperitoneal profunda
v  Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang, kemudian secar tumpul disisihkan kearah bawah dan samping.
v  Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang lebih 1 cm dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar dengan gunting sampai kurang lebih sepanjang 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
v  Stetlah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan dengan cara meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.
v  Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
v  Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong diantara kedua klem tersebut.
v  Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika kedalam miometrium dan intravena.
v  Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
·         Lapisan I : Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
·         Lapisan II : lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal ( lambert) dengan benang yang sama.
·         Lapisan III : Peritoneum plika vesikouterina dijahit  secara jelujur menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
v  Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air ketuban
v  Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
c.       Bedah Caesar ekstraperitoneal
·         Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudia digeser kekranial agar terbebas dari dinding cranial vesika urinaria.
·         Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar transperitoneal profunda demikian juga cara menutupnya
d.      Histerektomi Caersarian ( Caesarian hysterectomy)
·         Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal demikian juga cara melahirkan janinnya.
·         Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan menggunakan klem secukupnya.
·         Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
·         Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2) pada tepi segmen bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas kedua klem tersebut.
·         Uterus  kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan pada tunggul serviks uteri diatasi.
·         Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang sutera no. 2.
·         Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan ( menggunakan chromic catgut ( no.1 atau 2 ) dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.
·         Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul serviks uteri.
·         Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan visera abdominis.
·         Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis
5.      Komplikasi
Ibu :   Infeksi puerperal
- Perdarahan
- Luka pada kandung kencing
- Embolisme paru-paru
- Rupture uteri
                       Bayi : Kematian perinatal
MASA NIFAS

A.     Pengertian

1.      Periode post partum (puerperium) atau juga sering disebut masa nifas adalah masa sejak ibu  melahirkan bayi (bayi lahir) sampai 6 minggu (42 hari) kemudian. Kadang juga disebut masa trimester IV (Piliteri, 1998).
2.      Nifas atau puerperium adalah periode waktu atau masa dimana organ-organ reproduksi kembali kepada keadaan tidak hamil. Masa ini membutuhkan wktu sekitar 6 minggu (Farrer, 2001).
3.      Masa nifas dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali pada keadaan sebelum hamil, berlangsung kira-kira 6 minggu (Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002).

B.     Tujuan Perawatan Masa Nifas

1.      Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologis
2.      Melaksanakan skrinning yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
3.      Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya, dan perawatan bayi sehat.
4.      Memberikan pelayanan KB.
C.     Perubahan Fisiologis
Selama masa nifas ibu akan mengalami beberapa perubahan dalam tubuhnya, yaitu:
1.      Retrogresif
Yaitu perubahan sistem reproduksi (involusi/pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan sebelum hamil) dan sistemik.
a.       Uterus
Pada kala tiga TFU setinggi umbilikus dan beratnya 1000 gram. Selama 7-10 hari pertama mengalami involusi dengan cepat. Post natal 12 hari sudah tidak dapat diraba melalui abdomen, setelah 6 minggu ukuran seperti sebelum hamil setinggi 8 cm dengan berat 50 gram. Involusi disebabkan oleh:
1)      Kontraksi dan retraksi serabut otot uterus yang terus-menerus sehingga terjadi kompresi pembuluh darah yang menyebabkan anemia setempat dan akhirnya menjadi iskemia.
2)      Otolisis
Sitoplasma sel yang berlebihan akan tercerna sendiri sehingga tinggal jaringan fibro-elastik.
3)      Atrofi
Jaringan yang berproliferasi dengan adanya estrogen kemudian mengalami atrofi akibat penghentian produksi estrogen.
b.      Lokia
Yaitu pengeluaran darah dan jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Jenisnya:
1)      Rubra (hari 1-4) jumlahnya sedang, berwarna merah, terutama lendir dan darah.
2)      Sanguinolenta berwarna coklat, terdiri dari cairan bercampur darah.
3)      Serosa (hari 4-8) jumlah berkurang dan berwarna merah muda.
4)      Alba (8-14) jumlahnya sedikit, berwarna putih atau hampir tidak berwarna.
c.       Serviks
Setelah persalinan ostium eksterna dapat dimasuki 2-3 jari tangan, setelah 6 mingu serviks menutup.
d.      Vulva dan vagina
Dalam beberapa hari setelah persalian dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu kembali dalam keadaan tidak hamil, rugae berangasur-angsur muncul kembali dan labia lebih menonjol. Himen mengalami ruptur dan yang tersisa hanya kulit (karunkulae mirtiformis).
e.       Perineum
Pada post natal hari ke-5 sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya.
f.       Payudara
Menjadi lebih besar, lebih kencang, mula-mula nyeri tekan sebagai reaksi terhadap perubahan status hormonal serta dimulainya laktasi.
g.       Traktus urinarius
Buang air kecil sulit selama 24 jam pertama. Terdapat spasme spingter dan edema leher buli-buli. Urin dalam jumlah besar dihasilkan dalam waktu 12-36 jam post partum. Ureter akan kembali normal dalam waktu 6 minggu.
h.      Sistem Gastrointestinal
Diperlukannya waktu 3-4 hari sebelum faal usus kembali normal. Asupan makanan berkurang, gerak tubuh berkurang, usus bagian bawah sering kosong.
i.        Sistem Kardiovaskuler
Jumlah sel darah merah dan Hb kembali normal setelah hari ke-5.
j.        Hormonal
1)      Prolaktin: diproduksi hipofise anterior untuk memproduksi ASI, meningkat saat putting dirangsang oleh penghisapan bayi, menyebabkan amenorea.
2)      Oksitosin: merangsang kontraksi myoepitel sehingga terjadi ejeksi dan ASI keluar, menyebabkan kontraksi uterus yang membantu involusi dan mencegah perdarahan post partum.
2.      Progresif
Berupa laktasi (pembentukan air susu ibu) dan kembalinya menstruasi.
Pembentukan ASI dipacu oleh hormon prolaktin (dihambat oleh estrogen yang dihasilkan plasenta). Dimulai pada hari 3-4 post partum dengan hormon oksitosin yang berperan dalam ejakulasinya.

D.     Komplikasi

1.       Perdarahan.
2.       Infeksi.
3.       Gangguan psikologis: depresi.
4.       Gangguan involusi uterus.

E.     Manajemen pada Pasien Masa Nifas Normal

Tindakan

Deskripsi dan Keterangan

Kebersihan diri
©  Anjurkan kebersihan seluruh tubuh. Menganjurkan ibu tentang bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air.
©  Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya 2 kali dalam sehari.
©  Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air  sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
©  Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu menghindari menyentuh daerah luka.
Istirahat
ù  Anjurkan ibu untuk istirahat cukup untuk mencegah kelelahan berlebihan.
ù  Sarankan untuk kembali kegiatan-kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan, serta tidur siang atau beristirahat saat bayinya tidur
ù  Apabila kurang istirahat dapat mempengaruhi: Jumlah produksi ASI,  memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan,  menyebabkan depresi dan ketidakmampuan merawat bayi dan dirinya.
Latihan
©  Diskusikan tentang pentingnya latihan beberapa menit setiap hari akan sangat membantu. Dengan tidur terlentang lengan di samping, menarik otot perut selagi menarik napas, tahan napas ke dalam dan angkat dagu ke dada tahan satu hitungan sampai 5, rileks dan ulangi sampai 10 kali.
©  Untuk memperkuat tonus otot vagina dengan latihan Kegel.
©  Berdiri dengan tungkai dirapatkan, kencangkan  otot-otot pantat dan pinggul tahan sampai hitungan 5, kendurkan dan ulangi latihan sebanyak 5 kali.
Gizi
ù  Ibu menyusui harus:
C  Mengkonsumsi tambahan kalori tiap hari.
C  Diit berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vit yang cukup.
C  Minum sedikitnya 3 liter/hari.
C  Tablet zat besi setidaknya selama 40 hari post partum.
C  Kapsul vitamin A (200.000 Ui) agar bisa memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI.
Perawatan payudara
©  Menjaga payudara tetap bersih dan kering
©  Memakai BH yang benar-benar menyokong  buah dada, tidak boleh terlalu ketat atau kendor.
©  Apabila putting susu lecet oleskan colostrom atau ASI yang keluar pada sekitar putting susu setiap kali menyusui.
©  Apabila lecet lebih parah dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI dikeluarkan dan diminumkan dengan memakai sendok.
©  Untuk menghilangkan nyeri minum Paracetamol 1 tablet setiap 4 – 6 jam.
©  Apabila payudara bengkak lakukan:
C  Kompres payudara dengan kain basah dan hangat kira-kira  5 menit
C  Urut payudara (seperti  Breast Care).
C  Keluarkan ASI sebagian di bagian depan payudara.
C  Susukan bayi setiap 2 – 3 jam sekali.
C  Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui.
C  Payudara dikeringkan.
Hubungan perkawinan atau rumah tangga
ù  Secara fisik aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah berhenti dan ibu dapat menilai dengan memasukkan 1-2 jarinya ke dalam vagina tanpa  rasa nyeri.
ù  Tetapi ada tradisi dan aturan agama tertentu baru boleh  melakukan hubungan seksual setelah 40  hari.
Keluarga Berencana
©  KB dilakukan sebelum haid pertama setelah persalinan. Penjelasan tentang KB adalah sebagai berikut:
C  Bagaimana metode KB dapat mencegah kehamilan dan efektifitasnya.
C  Kelebihan dan keuntungan KB
C  Efek samping
C  Bagaimana memakai metode yang benar
C  Kapan metode itu dapat dimulai dipakai untuk wanita post partum.
F.      Frekuensi Kunjungan pada Masa Nifas

Kjgn

Waktu

Tujuan

1
6-8 jam post partum
© Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
© Mendetaksi dan merawat penyebab lain perdarahan, Rujuk bila perdarahan berlanjut.
© Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga. bagaimana mencegah perdarahan karena atonia uteri.
© Pemberian ASI awal.
© Membina hubungan antara ibu dan bayinya.
© Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia.
2
6 hari post partum
ù  Memastikan involusi uteri berjalan normal: uterus berkontraksi, fundus di bawah pusat, tak ada perdarahan abnormal,  tak ada bau.
ù  Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
ù  Memastikan ibu mendapatkan makanan, cairan dan cukup istirahat.
ù  Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
ù  Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
3
2 minggu post partum
© Sama seperti di atas ( 6 hari post partum)
4
6 minggu post partum
ù  Menanyakan kepada ibu tentang penyulit-penyulit yang dialami pada ibu maupun pada bayinya.
ù  Menberikan konseling untuk KB.

G.    Tindakan Pada Bayi Persalinan Normal

Tindakan

Deskripsi dan Keterangan

Kebersihan
© Basuh bayi dengan kain/ busa setiap hari.
© Bayi yang baru lahir tidak boleh dimandikan sepenuhnya  sampai tali pusatnya kering dan  pangkalnya telah sembuh.
© Setiap kali bayi BAB atau BAK  bersihkan bagian perianal dengan air dan sabun serta kering dengan baik.
Menyusui
ù  Menyusui dilakukan dalam 2 jam pertama.
ù  Bayi disusui ASI selama 4 bulan.
ù  ASI merupakan makanan yang terbaik bagi bayi.
Tidur
© Baringkan bayi ke samping atau terlentang ( jangan pakai bantal).
Ujung tali pusat
ù  Ujung talu pusat dijaga bersih dan kering.
ù  Mencuci sekitar tali pusat setiap hari
ù  Mengompres alkohol 70%  1-2 kali sehari.
ù  Bila  telah pulang di rumah, anjurkan agar ibu melaporkan ke petugas kesehatan bila tali pusat berbau, ada kemerahan di sekitarnya atau mengeluarkan cairan.
Imunisasi
© Dalam waktu 1 minggu pertama berikan imunisasi BCG, vaksin Polio oral dan Hepatitis B.
H.    Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
a.       Pengkajian Fisik
1)      Riwayat kesehatan sebelumnya
2)      Tanda-tanda Vital
3)      Mamae: gumpalan, kemerahan, nyeri, perawatan payudara, management engorgement, kondisi putting, pengeluaran ASI.
4)      Abdomen: palpasi RDA, tinggi fundus uteri, kontraksi uterus, striae.
5)      Perineum: lochea, tanda-tanda REEDA.
6)      Ekstremitas: varices, tanda-tanda Homan.
7)      Rektum: hemoroid, dll.
8)      Aktivitas sehari-hari.
b.      Pengkajian Psikologis
1)      Umum: status emosi,gambaran diri dan tingkat kepercayaan.
2)      Spesifik: depresi postpartum.
3)      Seksualitas: siklus menstruasi,pengeluaran ASI dan penurunan libido.

2.      Diagnosa Keperawatan

a.       Pada Ibu

1)      Nyeri b.d. Agen injuri fisik (,pembedahan, trauma jalan lahir, episiotomi).
2)      Risiko infeksi b.d. Faktor risiko: Episiotomi, laserasi jalan lahir, bantuan pertolongan persalinan.
3)      Gangguan pola tidur b.d. Kelemahan.
4)      Defisit perawatan diri: Mandi/Kebersihan diri, makan, toileting b.d. Kelelahan postpartum.
5)      Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan b.d Kurangnya pegetahuan tentang kebutuhan nutrisi postpartum.
6)      Menyusui tidak efektif b.d. Kurang pengetahuan ibu, terhentinya proses menyusui.
7)      Kurang pengetahuan: Perawatan post partum b.d. Kurangnya informasi tentang penanganan postpartum.
8)      PK: Perdarahan.

b.      Pada Bayi

1)      Menyusui tidak efektif b.d. Lemahnya refleks menghisap bayi.
2)      Risiko infeksi b.d. Faktor risiko: Imaturitas imun.
3)      Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. Obstruksi jalan nafas.
4)      Hipotermi b.d. Imaturitas hipotalamus.
5)      PK: Distress pernapasan

DAFTAR PUSTAKA

 Carpenito, L.J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta
Carpenito, L. J. 1998. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis. Edisi 6. EGC. Jakarta
Farrer, H. 2001. Perawatan Maternitas. Edisi 2. EGC. Jakarta
http://www. Us elsevierhealth. com. Nursing diagnoses. Outcomes and interventions
NANDA. 2001. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification. Philadelphia
Sarwono, P. 1994. Ilmu Kebidanan. Balai Penerbit UI. Jakarta
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Tridasa. Jakarta