selamat datang

Kampus ku

Pesan Kami

DATA

Postingan
Komentar

Total Tayangan Halaman

Like Facebook


Rabu, 02 Oktober 2013

Buku Saku Perawat.

Tingkat Kesadaran

TINGKAT KESADARAN
Pengertian

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
  1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
  2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
  3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
  4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
  5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
  6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala. Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian).

Jadi sangat penting dalam mengukur status neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign.
Penyebab Penurunan Kesadaran

Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat menurun ketika
  1. Otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia)
  2. Kekurangan aliran darah (seperti pada keadaan syok)
  3. Penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma ketoasidosis)
  4. Pada keadaan hipo atau hipernatremia
  5. Dehidrasi; asidosis, alkalosis
  6. Pengaruh obat-obatan, alkohol, keracunan: hipertermia, hipotermia; peningkatan tekanan intrakranial (karena perdarahan, stroke, tomor otak)
  7. Infeksi (encephalitis); epilepsi.
Mengukur Tingkat Kesadaran

Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil seobjektif mungkin adalah menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk menentukan derajat cidera kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik diukur dan hasil pengukuran dijumlahkan jika kurang dari 13, makan dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang menunjukan adanya penurunan kesadaran.

Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana pasien diperiksa apakah sadar baik (alert), berespon dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika dirangsang nyeri (pain), atau pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal maupun diberi rangsang nyeri (unresponsive).

Ada metoda lain yang lebih sederhana dan lebih mudah dari GCS dengan hasil yang kurang lebih sama akuratnya, yaitu skala ACDU, pasien diperiksa kesadarannya apakah baik (alertness), bingung / kacau (confusion), mudah tertidur (drowsiness), dan tidak ada respon (unresponsiveness).

Pemeriksaan Umum Ibu Hamil

Apa sajakah Pemeriksaan Umum Kehamilan ?
  1. Bagaimana keadaan umum penderita, keadaan gizi, kelainan bantuk badan, kesadaran.
  2. Adakah anemia, cyanosis, icterus, atau dyspnoe.
  3. Keadaan jantung dan paru-paru.
  4. Adakah oedem :
    Oedema dalah kehamilan dapat disebabkan oleh toxemia gravidarum atau oleh tekanan rahim yang membesar pada vena-vena dalam panggul yang mengalirkan darah dari kaki, tetapi juga oleh hypovitaminose B1, hypoproteinaemia dan penyakit jantung.
  5. Refleks :
    terutama refleks lutut. Refleks lutut negatif pada hypovitaminose B1 dan penyakit urat syaraf.
  6. Tensi :
    Tensi pada orang hamil tidak boleh mencapai 140 systolis atau 90 diastolis.
    Juga perubahan 30 systolis dan 15 diastolis di atas tensi sebelum hamil menandakan toxemia gravidarum.
  7. Berat badan :
    walaupun prognosa kehamilan dan persalinan bagi orang gemuk kurang baik di bandingkan dengan orang yang normal beratnya, dalam menimbang seseorang bukan beratnya saja yang penting, tapi lebih penting lagi perubahan berat setiap kali ibu memeriksakan diri.
    Berat badan dalam triwulan ke III tidak boleh tambah lebih dari 1 kg seminggu atau 3 kg sebulan.
    Penambahan yang lebih dari batas-batas tersebut di atas disebabkan oleh penimbunan (retensi) air dan di sebut praoedema.
  8. Pemeriksaan Laboratorium
    • Air kencing :
      - terutama diperiksa atas glukose, zat putih telur dan sedimen.
      Adanya glukose dalam urine orang hamil harus dianggap sebagai gejala penyakit diabetes kecuali kalau kita dapat membuktikan bahwa hal-hal lain yang menyebabkannya.
      -Dalam akhir kehamilan dan dalam nifas reaksi reduksi dapat menjadi positif adanya laktose dalam air kencing. Zat putih telur positsf dalam air kencing pada nefritis, toxemia gravidarum dan radang dari saluran kencing.
    • Darah :
      - dari darah perlu ditentukan Hb, sekali 3 bulan karena pada orang hamil sering timbul anemia karena defisiensi Fe.
      - Selanjutnya perlu di periksa reaksi seroogis (WR) dan golongan darah. Juga pemeriksaan kadar gula darah. Reaksi Wasserman positif dan lues, tetapi juga pada fraimboesia.
      Golongan darah ditentukan supaya kita cepat dapat mencairkan darah yang cocok jika penderita memerlukannya. Kalau ibu golongan O maka mungkin timbul ABO antagonisme.
    • Faeces diperiksa atas telur-telur cacing.

Cara Menghitung Hari Taksiran Persalinan (HTP) dan Umur Kehamilan Berdasarkan Haid Terakhir

Metoda I : Metoda Kalender (untuk HTP)

Hari Pertama haid teakhir (HPHT) untuk tanggal ditambahkan 7 hari, untuk bulan dikurangi 3 bulan dan untuk tahun ditambahkan 1 tahun. Misalnya, HPHT tanggal 12 April 1980, maka untuk hari 12 + 7 = 19 jadi tanggal 19, untuk bulan April : 4 - 3 =1 jadi bulan Januari, untuk tahun ditambah 1 tahun 1980 + 1 =1981 jadi tahun 1981. Jadi HTPnya adalah 19 Januari 1981.


Metoda II : Metoda Bulan (untuk HTP)

Bila ibu hamil mempunyai siklus haid 28 hari (4 minggu), bayi akan lahir tepat 40 minggu atau setelah 10 bulan purnama, bila HPHTnya pada waktu bulan purnama.


Metoda III : Metoda "Roda Kehamilan" (untuk HTP dan Umur Kehamilan)

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan "Roda Kehamilan" atau gestogram (bila ada).


Metoda IV (untuk Umur Kehamilan)


Hitung berapa bulan sudah berlalu sejak HPHT sampai saat pertama kali memeriksakan kehamilan. Misalnya, HPHT pada tanggal 6 April dan ibu memeriksakan diri pada tanggal 12 Juni, maka kehamilannya pada waktu itu telah berumur 2 bulan lebih sedikit.

Umur Kehamilan diperhitungkan dan dibandingkan dengan ukuran uterus, untuk melihat apakah janin tumbuh semakin besar pada setiap kunjungan ulangan.

Cara Mengetahui Perbedaan Primigravida dan Multigravida


Primigravida :
  • buah dada tegang
  • puting susu runcing
  • perut tegang dan menonjol kedepan
  • striae lividae
  • perineum utuh
  • vulva tertutup
  • hymen perforatus
  • vagina sempit dan teraba rugae
  • portio runcing, ost. ext. tertutup


Multigravida :
  • lembek, menggantung
  • puting susu tumpul
  • perut lembek dan tergantug
  • striae lividae dan striae albicans
  • perineum berparut
  • vulva mengangah
  • carunculae myrtiformis
  • vagina longgar, selaput lendir licin
  • portio timpul dan terbagi dalam bibir depan dan bibir belakang.

Rumus Perhitungan Dosis

RUMUS PERHITUNGAN DOPAMIN

Dopamin ;1 ampul = 10 cc, 1 ampul = 200 mg , 1 mg = 1000 mikrogram

Rumus factor pengencer = 200.000 = 4000

50cc

Rumus : Dosis x BB x jam (menit ) = hasil

4000

Atau rumus langsung : Dosis x BB 60 x 50 = hasil

200.000


RUMUS PERHITUNGAN DOBUTAMIN

Dobutamin ; 1 ampul = 5 cc , 1 ampul = 250 mg , 1 mg = 1000 mikrogram

250 mg = 250.000 mikrogram

rumus factor pengencer = 250.000 = 5000

50cc

Rumus : Dosis x BB x jam (menit ) = hasil

5000

Atau rumus langsung : Dosis x BB x 60 x 50 = hasil

250.000

Rumus diatas digunakan untuk pemberian dopamine dan dobutamin dengan menggunakan syringe pump.


Rumus pemberian Dopamin dan Dobutamin dalam kolf / drip

Rumus = 200.000 = 400

500

= Dosis x BB x jam ( menit )

400

= hasil sesuai makro drip / mikrodrip


RUMUS PERHITUNGAN NITROCYNE

1 ampul = 10 cc , 1 cc = 1 mg, 1 ampul = 10 mg

Dosis yang digunakan dalam cc ( microgram ) jadi 1 ampul = 10.000 mikrogram

Rumus : Dosis x 60 x pengencer = hasil

10.000


RUMUS PERHITUNGAN ISOKET

1 ampul = 10 cc , 1 ampul = 10 mg , 1mg = 1cc

Isoket atau Cedocard diberikan sesuai dosis yang diberikan oleh dokter.


RUMUS PERHITUNGAN DARAH UNTUK TRANSFUSI

Rumus : Hb normal – Hb pasien = hasil

> hasil x BB x jenis darah

Keterangan :

Hb normal = Hb yang diharapkan atau Hb normal

Hb pasien = Hb pasien saat ini

Hasil = hasil pengurangan Hb normal dan Hb pasien

Jenis darah = darah yang dibutuhkan

= PRC dikalikan 3

= WB dikalikan 6


RUMUS PERHITUNGAN KOREKSI HIPOKALEMI PADA ANAK

Koreksi cepat

Yang dibutuhkan = ( jml K x BB x 0,4 ) + ( 2/6 x BB )

Diberikan dalam waktu 4 jam

Maintenance : 5 x BB x 2

6

Diberikan dalam 24 jam

Keterangan :
Jml K = nilai yang diharapkan ( 3,5 ) – nilai hasil kalian (x)

Cara Menentukan Umur Kehamilan Post Partum Menurut Ballard (1997)

KULIT

0 = merah seperti agar transparan

1 = merah muda licin/halus tampak vena

2 = permukaan mengelupas dengan/tanpa ruam, sedikit vena

3 = daerah pucat, retak2, vena jarang

4 = seperti kertas putih, retak lebih dalam tidak ada vena

5 = seperti kulit retak mengkerut


LANUGO

0 = tidak ada

1 = banyak

2 = menipis

3 = menghilang

4 = umumnya tidak ada

5 =……………..


LIPATAN PLANTAR

0 = hampir tidak tampak

1 = tanda merah sangat sedikit

2 = hanya lipatan anterior yang menghilang

3 = lipatan 2/3 anterior

4 = lipatan seluruh tampak


PAYUDARA

0 = hampir tidak tampak

1 = areola mendatar tidak ada tonjolan

2 = areola seperti titik tonjolan 1-2 mm

3 = areola lebih jelas dengan 3-4 mm

4 = areola penuh tonjolan 5-10 mm


DAUN TELINGA

0 = datar tetap terlihat

1 = sedikit melengkung, lunak lambat kembali

2 = bentuknya lebih baik, lunak mudah membalik

3 = bentuk sempurna, membaik seketika

4 = tulang rawan tebal, tulang telinga kaku


KELAMIN LAKI - LAKI

0 = skrotum tidak ada rugae

1 = testis belum turun

2 = testis turun, sedikit rugae

3 = testis dibawah, rugaenya bagus

4 = testis tergantung, rugaenya dalam


KELAMIN WANITA

0 = klitoris dan labia minor menonjol

1 = labia mayor dan minor sama2 menonjol

2 = labia mayor besar, minor kecil

3 = klitoris dan labia minor di tutupi labia mayor

Reflek Patologis


  1. Reflek Hoffman – Tromer

    Jari tengah klien diekstensikan, ujungnya digores, positif bila ada gerakan fleksi pada ari lainnya


  2. Reflek Jaw

    Kerusakan kortikospinalis bilateral, eferen dan aferennya nervous trigeminus, dengan
    mengertuk dagu klien pada posisi mulut terbuka, hasil positif bila mulut terkatup


  3. Reflek regresi

    Kerusakan traktus pirimidalis bilateral / otak bilateral


  4. Reflek Glabella

    Mengetuk dahi diantara kedua mata, hasilnya positif bila membuat kedua mata klien
    tertutup


  5. Reflek Snout

    Mengutuk pertengahan bibir atas, positif bila mulutnya tercucur saliva


  6. Reflek sucking

    Menaruh jari pada bibir klien, positif bila klien menghisap jari tersebut


  7. Reflek Grasp

    Taruh jari pada tangan klien, positif bila klien memegangnya


  8. Reflek Palmomental

    Gores telapak tangan didaerah distal, positif bila otot dagu kontraksi


  9. Reflek rosolimo

    Ketuk telapak kaki depan, positif bila jari kaki ventrofleksi


  10. Reflek Mendel Bechterew

    Mengetuk daerah dorsal kaki2 sebelah depan,positif bila jari kaki ventrofleksi

Refleksiologi


  1. Reflek kornea

    Dengan cara menyentuhkan kapas pada limbus, hasil positif bila mengedip (N IV & VII )


  2. Reflek faring

    Faring digores dengan spatel, reaksi positif bila ada reaksi muntahan ( N IX & X )


  3. Reflek Abdominal

    Menggoreskan dinidng perut dari lateral ke umbilicus, hasil negative pada orang
    tua, wanita multi para, obesitas, hasil positif bila terdapat reaksi otot.


  4. Reflek Kremaster

    Menggoreskan paha bagian dalam bawah, positif bila skrotum sisi yang sama
    naik / kontriksi ( L 1-2 )


  5. Reflek Anal

    Menggores kulit anal, positif bila ada kontraksi spincter ani ( S 3-4-5 )


  6. Reflek Bulbo Cavernosus

    Tekan gland penis tiba-tiba jari yang lain masukkan kedalam anus, positif bila
    kontraksi spincter ani (S3-4 / saraf spinal )


  7. Reflek Bisep ( C 5-6 )


  8. Reflek Trisep ( C 6,7,8 )


  9. Reflek Brachioradialis ( C 5-6 )


  10. Reflek Patela ( L 2-3-4 )


  11. Reflek Tendon Achiles ( L5-S2)


  12. Reflek Moro

    Reflek memeluk pada bayi saat dikejutkan dengan tangan


  13. Reflek Babinski

    Goreskan ujung reflak hammer pada lateral telapak kaki mengarah ke jari, hasil
    positif pada bayi normal sedangkan pada orang dewasa abnormal ( jari kaki
    meregang / aduksi ektensi )


  14. Sucking reflek

    Reflek menghisap pada bayi


  15. Grasping reflek

    Reflek memegang pada bayi


  16. Rooting reflek

    Bayi menoleh saat tangan ditempelkan ke sisi pipi

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Peritonitis Askep Peritonitis





Peritonitis

Pengertian

Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa.


Etiologi
  1. Infeksi bakteri
    • Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
    • Appendisitis yang meradang dan perforasi
    • Tukak peptik (lambung / dudenum)
    • Tukak thypoid
    • Tukan disentri amuba / colitis
    • Tukak pada tumor
    • Salpingitis
    • Divertikulitis
    • Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.
  2. Secara langsung dari luar.
    • Operasi yang tidak steril
    • Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal.
    • Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati
    • Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula peritonitis granulomatosa.
  3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.

Patofisiologi

Peritonitis menimbulkan efek sistemik. Perubahan sirkulasi, perpindahan cairan, masalah pernafasan menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sistem sirkulasi mengalamin tekanan dari beberapa sumber. Respon inflamasi mengirimkan darah ekstra ke area usus yang terinflamasi. Cairan dan udara ditahan dalam lumen ini, meningkatkan tekanan dan sekresi cairan ke dalam usus. Sedangkan volume sirkulasi darah berkurang, meningkatkan kebutuhan oksigen, ventilasi berkurang dan meninggikan tekanan abdomen yang meninggikan diafragma.


Tanda dan Gejala

Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dnegan paraplegia dan penderita geriatric.


Komplikasi

  • Eviserasi Luka
  • Pembentukan abses

Pemeriksaan Penunjang

  1. Test laboratorium
    • Leukositosis
    • Hematokrit meningkat
    • Asidosis metabolik
  2. X. Ray
    Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :
    • Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
    • Usus halus dan usus besar dilatasi.
    • Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

Penatalaksanaan Medis
  1. Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena untuk mengganti elektrolit dan kehilangan protein. Biasanya selang usus dimasukkan melalui hidung ke dalam usus untuk mengurangi tekanan dalam usus.

  2. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan perbaikan dapat diupayakan.

  3. Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis, seperti apendiktomi. Bila perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan drainase terhadap abses.

Diagnosa Keperawatan yang Muncul pada Peritonitis
  1. Nyeri bd proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.

  2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd muntah dan penghisapan usus.

Intervensi pada Peritonitis

Diagnosa Keperawatan I :
Nyeri bd proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan

Tujuan :
Persepsi klien tentang nyeri menurun, ditandai penurunan skala nyeri, dan tidak meringis.

Intervensi :
  • Kaji dan catat karakter dan beratnya nyeri setiap 1-2 jam
  • Setelah diagnosis, berikan narkotik, analgetik dan sedatif sesuai program untuk meningkatkan kenyamanan dan istirahat.
  • Pertahankan tirah baring ; istirahat, lingkungan yang tenang.
  • Pertahankan posisi nyaman ; semifowler.

Diagnosa Keperawatan II :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd muntah dan penghisapan usus.

Tujuan :
Nutrisi pasien adekuat, ditandai BB stabil, albumin serum 3,5 s/d 5,5 g/dl.

Intervensi :
  • Pertahankan pasien puasa sesuai program selama fase akut.
  • Bila mengalami ileus, selang NG akan dipasang untuk dekompresi abdomen.
  • Berikan cairan secara bertahap bila motilitas telah kembali, dibuktikan bising usus, penurunan distensi dan pasase flatus.
  • Bila diprogramkan dukung pasien dengan nutrisi parenteral.
  • Berikan pengganti cairan, elektrolit dan vitamin sesuai program.

Asuhan Keperawatan Kolelitiasis Askep Kolelitiasis



A. Defenisi

Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.


B. Klasifikasi
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan :
  1. Batu kolesterol
    Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol.
  2. Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
    Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.
  3. Batu pigmen hitam.
    Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.

C. Epidemiologi
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang orang dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu 1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.


D. Faktor Resiko
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
  1. Jenis Kelamin.
    Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
  2. Usia.
    Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
  3. Berat badan (BMI).
    Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
  4. Makanan.
    Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
  5. Riwayat keluarga.
    Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.
  6. Aktifitas fisik.
    Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
  7. Penyakit usus halus.
    Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
  8. Nutrisi intravena jangka lama.
    Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.


E. ANATOMI
Kandung empedu ( Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica kanan. V. cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.


F. FISIOLOGI SALURAN EMPEDU
Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml. Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan – lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.5
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.


PENGOSONGAN KANDUNG EMPEDU

Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam – garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak.
Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :
  • Hormonal :
    Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.
  • Neurogen :
    • Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung empedu.
    • Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.
      Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti batu.

KOMPOSISI CAIRAN EMPEDU
Komposisi Cairan Empedu
Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu
Air 97,5 gm % 95 gm %
Garam Empedu 1,1 gm % 6 gm %
Bilirubin 0,04 gm % 0,3 gm %
Kolesterol 0,1 gm % 0,3 – 0,9 gm %
Asam Lemak 0,12 gm % 0,3 – 1,2 gm %
Lecithin 0,04 gm % 0,3 gm %
Elektrolit - -

1. Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.
Fungsi garam empedu adalah :
o Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.
o Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut dalam lemak
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu.
2. Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.

G. PATOGENESIS BENTUKAN BATU EMPEDU
Avni Sali tahun 1984 membagi batu empedu berdasarkan komponen yang terbesar yang terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pembagian dari Tetsuo Maki tahun 1995 sebagai berikut :
  1. Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa berupa sebagai :
    • Batu Kolesterol Murni
    • Batu Kombinasi
    • Batu Campuran (Mixed Stone)
  2. Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadar kolesterolnya paling banyak 25 %. Bisa berupa sebagai :
    • Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen calsium
    • Batu pigmen murni
  3. Batu empedu lain yang jarang
    Sebagian ahli lain membagi batu empedu menjadi :
    • Batu Kolesterol
    • Batu Campuran (Mixed Stone)
    • Batu Pigmen.3