BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakng
Vektor
merupakan binatang pembawa Penyakit yang disebabkan oleh bakteri,
ricketsia, virus, protozoa dan cacing, serta menjadi perantara penularan
penyakit tersebut. Pencemaran karena vektor adalah terjadinya penularan
penyakit melalui binatang yang dapat jadi perantara penularan penyakit
tertentu akibat kondisi pencemaran vektor penyakit, antara lain:
1. Perubahan
lingkungan fisik seperti pertambangan, industri dan pembangunan
perumahan yang mengakibarkan berkembang biaknya vektor penyakit
2. Sistim
penyediaan air bersih dengan perpipaan yang belum menjangkau seluruh
penduduk sehingga masih diperlukan container untuk penyediaan air.
3. Sistem drainase permukiman dan perkotaan yang tidak memenuhi syarat sehingga menjadi tempat perindukan vektor
4. Sistem pengelolaan sampah yang belum memenuhi syarat menjadikan sampah menjadi sarang vektor
5. Penggunaan
pestisida yang tidak bijaksana dalam pengendalian vektor penyakit
secara kimia beresiko timbulnya keracunan dan pencemaran lingkungan
serta resistensi vektor
Beberapa
jenis serangga merupakan vektor utama atau vektor penting dari
penyakit-penyakit tropis di Indonesia. Nyamuk Anopheles merupakan vektor
utama penyakit malaria, Aedes Aegypti adalah vektor utama penyakit
demam berdarah, cikungunya dan demam kuning.
Selain
menyimpulkan bahwa serangga sebagai Vektor Penyakit Tropis di
Indonesia, dan menurut regulasi kesehatan internasional dari WHO dan
dikenal juga sebagai (Emerging Infectious Disease) dan pertama kali
masuk ke Indonesia pada tahun 1910. Sementara, untuk penyakit Pes di
Sulut sendiri belum pernah ditemukan (Anonim, 2003).
Vektor
penyakit kini telah semakin sulit diberantas. Hal ini dikarenakan
vektor penyakit tersebut telah beradaptasi sedemikian rupa terhadap
kondisi lingkungan, sehingga kemampuan bertahan hidup mereka pun semakin
tinggi. Hal ini disimpulkan dari hasil penelitian para ahli di Institut
Pertanian Bogor (IPB) Jakarta. Peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB)
menemukan kesimpulan bahwa binatang pembawa agen penyakit, terutama
nyamuk dan lalat, telah beradaptasi sedemikian rupa terhadap kondisi
lingkungan, sehingga kemampuan bertahan hidup mereka pun semakin tinggi.
Menurut
Projo Danoedoro (2003) Penyakit menular merupakan Penyakit yang terkait
dengan kondisi lingkungan tidak hanya yang menular. Kondisi lingkungan
yang spesifik dapat memicu angka kejadian penyakit yang tinggi. Secara
alami, wilayah gunung api biasanya miskin yodium. Daerah berbatuan kapur
juga menyebabkan kandungan air tanahnya mempunyai kandungan kapur yang
tinggi. Di pedalaman Kalimantan Timur, penulis pernah menjumpai air
permukaan dengan kandungan logam berat kadmium yang cukup tinggi
meskipun tidak terdapat kegiatan industri di sekitarnya.
Faktor
non-alami juga bisa memunculkan masalah kesehatan yang perlu dipahami
risiko cakupan kewilayahannya. Penggunaan pestisida yang berlebihan di
daerah hulu daerah aliran sungai (DAS) akan mencemari air tanah dan
terbawa sampai ke hilir. Jarak, arah angin, curah hujan, kemiringan
lereng, gerakan air tanah, dan konsentrasi polutan industri sangat
berpengaruh terhadap kesehatan penduduk di sekitar lokasi industri.
Inderaja
dan GIS dapat membantu mendefinisikan zona-zona dalam bentuk satuan
pemetaan, memodelkan pola dan arah gerakan atau aliran pencemar. Dari
sana kemudian dapat ditentukan wilayah-wilayah yang berisiko tercemar,
dengan memperhatikan pola permukiman, kepadatan penduduk, pola
aktivitas, dan pemanfaatan air tanahnya.
Dengan
memahami kompleksitas fenomena penyakit dalam ruang, sebenarnya
perencanaan wilayah merupakan tugas yang sangat rumit. Pilihan dalam
perencanaan penggunaan lahan pertanian, misalnya, bukan lagi dalam
konteks produktivitas pangan, erosi, banjir, dan kesejahteraan ekonomi
petani. Di situ ada konsekuensi-konsekuensi kesehatan ketika pola tanam
diubah karena menyangkut kontinuitas siklus hidup inang dan vektor
pembawa penyakit. Upaya konservasi biodiversitas, seperti yang terjadi
di Jerman, pun kadang-kadang tidak mudah dipertemukan dengan upaya
eradikasi penyakit menular.
Perencanaan
bidang kesehatan pun terbantu oleh inderaja dan SIG. Suplai obat
tertentu lebih bisa difokuskan pada wilayah-wilayah dengan angka
insidensi penyakit tertentu yang juga tinggi. Dengan demikian,
kemubaziran suplai obat dan keterlambatan penanganan suatu kejadian luar
biasa karena kurangnya obat bisa dihindari. Penentuan lokasi puskesmas
dan pusat pelayanan kesehatan lain seyogianya tidak hanya bertumpu pada
pusat-pusat kecamatan, melainkan juga akses penduduk ke lokasi yang
direncanakan.
Penyakit
menular lain yang menjadi perhatian dalam pembangunan derajat kesehatan
masyarakat di Indonesia adalah: tetanus neonatorum, campak, infeksi
saluran pernapasan akut, diare, kusta, rabies, dan filariasis (Depkes
2004), (Bappenas 2005).
Suatu penyakit dapat menular dari orang yang satu kepada yang lain ditentukan oleh 3 faktor, yakni :
a. Agen (penyebab penyakit)
b. Host (induk semang)
c. Route of transmission (jalannya penularan)
Agar
supaya agen (vektor) atau penyebab penyakit menular ini tetap hidup
(survive) maka perlu persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
a. Berkembang biak
b. Bergerak atau berpindah dari induk semang
c. Mencapai induk semang baru
d. Menginfeksi induk semang baru tersebut.
Kemampuan
agen (vektor) penyakit ini untuk tetap hidup pada lingkungan manusia
adalah suatu faktor penting didalam epidemiologi infeksi. Setiap bibit
penyakit (penyebab penyakit) mempunyai habitat sendiri-sendiri sehingga
ia dapat tetap hidup.
Dari sini timbul istilah reservoar yang diartikan sebagai berikut:
a. habitat dimana bibit penyakit tersebut hidup dan berkembang
b. survival dimana bibit penyakit tersebut sangat tergantung pada habitat sehingga ia dapat tetap hidup.
Reservoar tersebut dapat berupa manusia, binatang atau benda-benda mati.
Upaya penanggulangan wabah meliputi:
1. penyelidikan
epidemiologis, yaitu melakukan penyelidikan untuk mengenal sifat-sifat
penyebabnya serta faktor yang dapat menimbulkan wabah,
2. pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina,
3. pencegahan
dan pengebalan yaitu tindakan yang dilakukan untuk memberikan
perlindungan kepada mereka yang belum sakit tetapi mempunyai risiko
terkena penyakit,
4. pemusnahan penyebab penyakit, yaitu bibit penyakit yang dapat berupa bakteri, virus dan lain-lain,
5. penanganan jenazah akibat wabah,
6. penyuluhan kepada masyarakat
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Vektor-Vektor Biolois Dan Penyakit Yang Ditimbulkan
2.1.1 Nyamuk
Penyakit yang dibawa oleh vektor nyamuk antara lain:
1. Malaria
Anopheles
(nyamuk malaria) merupakan salah satu genus nyamuk. Terdapat 400
spesies nyamuk Anopheles, namun hanya 30-40 menyebarkan malaria (contoh,
merupakan “vektor”) secara alami. Anopheles gambiae adalah paling
terkenal akibat peranannya sebagai penyebar parasit malaria (contoh.
Plasmodium falciparum) dalam kawasan endemik di Afrika, sedangkan
Anopheles sundaicus adalah penyebar malaria di Asia.
Penyakit malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium sp dengan gejala demam, anemia dan spleomagali.
Empat jenis plasmodium yaitu:
a. Plasmodium vivaxàpenyakit malaria tertina
b. Plasmodium malariae-àmalaria kuartana
c. Plasmodium Facifarumàmalaria tropika
d. Plasmodium ovaleàmalariaovale
Upaya
pencegahan antara lain , menghindari gigitan nyamuk, pengobatan
penderita untuk menghilangkan sumber penular dan pembrantasan nyamuk dan
larva.
Sebagian
nyamuk mampu menyebarkan penyakit protozoa seperti malaria, penyakit
filaria seperti kaki gajah, dan penyakit bawaan virus seperti demam
kuning, demam berdarah dengue, encephalitis, dan virus Nil Barat. Virus
Nil Barat disebarkan secara tidak sengaja ke Amerika Serikat pada tahun
1999 dan pada tahun 2003 telah merebak ke seluruh negara bagian di
Amerika Serikat.
2. Demam Berdarah
Nyamuk
Aedes aegypti adalah vector penyakit demam berdarah (DBD) yang
merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang cukup
meresahkan karena tingkat kematian akibat penyakit ini cukup tinggi.
Sampai saat ini, penyakit ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama. Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit
DBD terutama pada musim penghujan. Kasus penyakit ini pertama kali
ditemukan di Filipina pada tahun 1953. Sedangkan penyakit DBD pertama
kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, akan tetapi
konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972.
Penyakit
DBD disebabkan oleh virus Dengue dengan tipe DEN 1 s/d 4. Virus
tersebut termasuk dalam grup B Arthropod borne viruses (arboviruses).
Keempat type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus
dengue dengan tipe DEN 1 & 3.
Gejala-gejala
DBD sendiri adalah antara lain, Demam tinggi (38-40 C) yang berlangsung
2 sampai 7 hari sakit kepala rasa sakit yang sangat besar pada otot
& persendian bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh
darah pendarahan pada hidung & gusi mudah timbul memar pada kulit
shock yang ditandai oleh rasa sakit pada perut, mual, muntah, jatuhnya
tekanan darah, pucat, rasa dingin yang tinggi terkadang disertai
pendarahan dalam tubuh.
Penularan
DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti / Aedes albopictus
betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita
demam berdarah lain. Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil &
Ethiopia & sering menggigit manusia pada waktu pagi & siang.
Orang
yang berisiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang berusia di
bawah 15 tahun, & sebagian besar tinggal di lingkungan lembab, serta
daerah kumuh. Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis, &
muncul pada musim penghujan. Virus ini kemungkinan muncul akibat
pengaruh musim/alam serta perilaku manusia.
Penyakit
demam berdarah dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan di Indonesia.
Seluruh wilayah di Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit
DBD, sebab baik virus penyebab maupun nyamuk vektor penularnya sudah
tersebar luas di seluruh Indonesia. Sehingga tidaklah aneh apabila kita
sering kali melihat pemberitaaan di media massa tentang adanya berita
berjangkitnya penyakit DBD di berbagai wilayah Indonesia hampir di
sepanjang waktu dalam satu tahun.
3. Elephantiasis (Kaki Gajah)
Wucheria
sp. adalah Golongan nematoda yang dapat menyebabkan penyakit
elephantiasis dengan gejala peradangan dan penyumbatan saluran getah
bening serta disertai dengan demam. Vektor berupa nyamuk jenis culex
fatigans, aedes aegypty dan anopheles sp. Upaya pendegahan dengan
menghindari gigitan, pemberantasan nyamuk dan pengobatan penderita.
Meningkatnya
jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit, disebabkan
karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman
baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk,
terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta
adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun.
Upik
Kusumawati, peneliti Parasitologi dan Entimologi Kesehatan IPB
menyatakan bahwa Nyamuk pembawa virus demam berdarah kini tidak cuma
senang bertelur di genangan air bersih, tapi juga selokan yang kotor.
Berdasarkan kajian eksperimental yang dilakukan di laboratorium IPB,
Upik Kusumawati menjelaskan, didapati bahwa nyamuk Aides Aegepty bisa
tetap bertelur di habitat buatan yang terpolusi dengan detergen dan
kaporit.
Hal
ini teruji dengan percobaan denan wahana air yang kondisinya mirip
dengan limbah air di lapangan seperti air selokan. Dan ternyata nyamuk
Aides juga mau bertelur di tempat seperti itu.
Pemahaman
umum tentang demam berdarah sebelumnya adalah nyamuk membawa agen
penyakit yakni Aides Aegepty hanya bertelur di air tergenang yang bersih
seperti tempat penampungan air bersih di rumah-rumah, Namun sepertinya
vektor penyakit sudah beradaptasi, sehingga mereka kini bisa hidup di
lingkungan yang terpolusi.
2.1.2 Lalat
Lalat
adalah Vektor Mekanis dan Biologi. Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan
Bidang Ilmu Penyakit Hewan, Universitas Gadjah Mada, Prof R Wasito MSc
menjelaskan bahwa lalat memang vektor (pembawa) virus flu burung.
Bahkan, ujarnya, lalat ada kemungkinan berfungsi sebagai vektor mekanis
dan vektor biologi dari virus Avian influenza (AI) ini. Vektor mekanis,
maksudnya lalat bisa membawa virus AI ke mana-mana sedangkan vektor
biologi maksudnya virus ini bisa masuk ke tubuh lalat dan berkembang di
tubuh lalat.
Lebih
lanjut dijelaskan bahwa di lokasi yang pernah terkena wabah flu burung
yaitu di daerah Makassar dan Karanganyar ditemukan virus AI pada lalat
yang diteliti. Di dalam lalat tersebut dilakukan pemeriksaan lipoprotein
dan antigen untuk mengetahui tipe dan subtipenya ternyata, ditemukan
H5N1 dan cukup banyak pada lalat tersebut.
Pengambilan
sampel lalat, jelasnya, dilakukan di tiga wilayah yaitu Makassar,
Karananyar, dan Tuban. Tetapi, di Tuban hasilnya negatif. Penelitian
bermula dari keheranan Wasito ketika masih menjadi Dirjen Bina Produksi
Deptan.
Menurutnya
pada tahun 2003 dan 2004 di Makassar tidak ada kasus flu burung, tetapi
pada Maret tahun 2005, tiba-tiba ada wabah flu burung yang mematikan
ayam-ayam di Makassar. Padahal, lanjutnya, lalu lintas peternakan sudah
ketat. ”Pemikiran saya kemungkinan karena adanya burung yang terkena flu
burung yang bermigrasi dari negara tetangga atau dari provinsi lain,”
paparnya.
Kemudian,
Guru Besar FKH UGM, Prof Hastari dan ahli Virologi Amerika Prof, Roger K
Maes mengatakan kemungkinan ada vektor lain yang menyebarkan flu
burung, tutur ahli Patologi ini. Akhirnya mereka bertiga mencari
kantong-kantong lalat di Makassar, Karanganyar, dan Tuban pada bulan
Maret-Mei 2005.
Ternyata,
cukup banyak lalat yang mengandung virus Avian Influenza di enam lokasi
di daerah Makassar dan Karanganyar. Setelah itu, kami mengajukan
proporsal ke Departemen Pertanian dan Alhamdulillah disetujui. Sehingga,
sampai sekarang kami masih mengumpulkan lalat-lalat dari hampir di
seluruh provinsi di Indonesia.
Dari
enam lokasi tadi, diambil sampel lalat sebanyak 100 mg (sekitar lima
sampai enam ekor lalat) dari setipa lokasi. Lalu, diambil darahnya dan
dibawa ke laboratorium FKH UGM (Siswono, 2005).
Jenis penyakit dengan lalat sebagai vektor antara lain:
1. Estamoeba dysenteriae
Entamorba
hestolyca adalah Organisme yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia, kucing, anjing dan babi. Vektornya adalah musca domestica
(lalat rumah) dan kecoa. Penularan terjadi karena makanan atau minuman
yang terkontaminasi oleh kista yang dibawa oleh vektor.
Gejala
yang dapat ditmbulkan antara lain; sering buang air besar, fesesnya
sedikit-sedikit dengan lendir dan darah, dan biasanya disertai rasa
sakit diperut (kram perut), dan biasanya tidak demam.
Upaya
pencegahannya dengan perbaikan sanitasi lingkungan, dan pencegahan
kontaminasi makanan, pembasmian vektor serta perbaikan cara pembuangan
kotoran yang baik serta cuci tangan setelah defakasi.
2. Penyakit kala-azhar
penyakit
kala-azhar adalah penyakit yang disebabkan oleh Golongan protozoa yaitu
laishmania donovani. Vektornya adalah lalat penghisap darah pheblotomus
sp. Gejalanya antara lain; deman tinggi, menggigil, muntah-muntah.
Terjadi pengurusan badan dan hepar bengkak. Bila tidak diobati
menyebabkan kematian. dan upaya pencegahannya adalah dengan pencegahan
penderita, menghilangkan sampah yang busuk (tempat perkembang biakan
lalat), dan menghindari gigitan.
3. Penyakit leishmaniasis
Penyakit
leishmaniasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Golongan protozoa
yaitu laishmania tropica. Vektornya adalah lalat penghisap darah
pheblotomuss. Gejalanya adalah terjadinya kupula ditempat gigitan, kulit
tertutupi kerak dan keluarnya exudate yang lengket serta terjadinya
kerusakan jaringan. Upaya pencegahan dengan penutupan kulit dan
pemberantasan serangga.
4. Penyakit mucocutaneus
penyakit
mucocutaneus merupakan penyakit yang disebabkan oleh golongan protozoa
yaitu laishmania braziliensis. Vektornya adalah lalat penghisap darah
pheblotomus sp. Gejalanya adalah terjadinya papula berwarna merah pada
tempat gigitan dan terjadinya perubahan bentuk pada permukaan yang
digigit.
5. Sleeping sickness (penyakit tidur)
Sleeping
sickness merupakan penyakit yang disebabkan oleh golongan protozoa
trypanosoma gambiense. Vektornya adalah lalat glossina sp. Gejala
meliputi tiga fase, yaitu
1. Dimana Trypanosoma gambiense berada dalam tubuh,
2. Dimana berada dalam jaringan dan
3. Berada dalam susunan syaraf.
Fase(1) dengan gejala rasa gatal pada tempat gigitan dan diikuti demam, sakit kepal, menggil dan kehilangan nafsu makan.
Fase(2) dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening, liver, sakit kepala, sakit sendi-sendi, lamah dan ruam dikulit.
Fase(3) dengan gejala lemah, malas, tubuh kaku dan tidur dengan tidak terkendali.
6. Penyakit onchocerca volvulus
Penyakit
ini disebabakan oleh Cacing onchocerca volvulus. vektornya adalah lalat
penghisap darah (simulum sp). Penyakit yang ditimbulkan adalah radang
pada tempat gigitan dan diikuti dengan adanya tonjolan. Perkembangan
nodula sangat lambat dan dalam waktu 3-4 tahun hanya mencapai ukuran 2-3
cm. Bila infeksi tonjolan mengenai mata menyebabkan kebutaan. Upaya
pendegahan dengan menghindari gigitan, pemberantasan nyamuk dan
pengobatan penderita.
7. Calabar (calabar swelling).
penyakit
calabar (calabar swelling). Merupakan penyakit yang sebabkan oleh
cacing loa-loa. Vektor cacing ini adalah lalat tabanid genus chrysops.
Gelaja
penyakit ini adalah pembengkakan jaringan adan terjadi benjolan sebesar
telur ayam. Upaya pendegahan dengan menghindari gigitan, pemberantasan
serangga dan pengobatan penderita.
2.1.3 Burung/Angsa
Burung
merupakan hawan kelas aves yang memiliki potensi sebagai vekor
penyakit, hal ini disebabkan burung memiliki kemampuan untuk berimigrasi
dari suatu tempat ke tempat lain. Sehingga kemungkinan burung membawa
bibit penyakit yang dapat berupa virus (virus flu burung) ataupun
bakteri. Mengingat, burung-burung tersebut biasanya tersebar di pantai
laut Pulau Jawa dan daerah lain yang banyak persediaan makanan burung.
1. Flu Asiatik
Flu
Asiatik, 1889–1890. Dilaporkan pertama kali pada bulan Mei 1889 di
Bukhara, Rusia. Pada bulan Oktober, wabah tersebut merebak sampai Tomsk
dan daerah Kaukasus. Wabah ini dengan cepat menyebar ke barat dan
menyerang Amerika Utara pada bulan Desember 1889, Amerika Selatan pada
Februari–April 1890, India pada Februari–Maret 1890, dan Australia pada
Maret–April 1890. Wabah ini diduga disebabkan oleh virus flu tipe H2N8
dan mempunyai laju serangan dan laju mortalitas yang sangat tinggi.
2. Flu Spanyol
Flu
Spanyol, 1918–1919. Pertama kali diidentifikasi awal Maret 1918 di
basis pelatihan militer AS di Fort Riley, Kansas, pada bulan Oktober
1918 wabah ini sudah menyebar menjadi pandemi di semua benua. Wabah ini
sangat mematikan dan sangat cepat menyebar (pada bulan Mei 1918 di
Spanyol, delapan juta orang terinfeksi wabah ini), berhenti hampir
secepat mulainya, dan baru benar-benar berakhir dalam waktu 18 bulan.
Dalam enam bulan, 25 juta orang tewas; diperkirakan bahwa jumlah total
korban jiwa di seluruh dunia sebanyak dua kali angka tersebut.
Diperkirakan 17 juta jiwa tewas di India, 500.000 di Amerika Serikat dan
200.000 di Inggris. Virus penyebab wabah tersebut baru-baru ini
diselidiki di Centers for Disease Control and Prevention, AS, dengan
meneliti jenazah yang terawetkan di lapisan es (permafrost) Alaska.
Virus tersebut diidentifikasikan sebagai tipe H1N1.
3. Flu Hongkong
Flu
Hong Kong, 1968–1969. Virus tipe H3N2 yang menyebabkan wabah ini
dideteksi pertama kali di Hongkong pada awal 1968. Perkiraan jumlah
korban adalah antara 750.000 dan dua juta jiwa di seluruh dunia.
4. Flu burung (Flu Asia)
Flu
Asia, 1957–1958. Wabah ini pertama kali diidentifikasi di Tiongkok pada
awal Februari 1957, kemudian menyebar ke seluruh dunia pada tahun yang
sama. Wabah tersebut merupakan flu burung yang disebabkan oleh virus flu
tipe H2N2 dan memakan korban sebanyak satu sampai empat juta orang.
Pada
Februari 2004, virus flu burung dideteksi pada babi di Vietnam,
sehingga meningkatkan kekhawatiran akan munculnya galur virus baru. Yang
ditakutkan adalah bahwa jika virus flu burung bergabung dengan virus
flu manusia (yang terdapat pada babi maupun manusia), subtipe virus baru
yang terbentuk akan sangat menular dan mematikan pada manusia. Subtipe
virus semacam itu dapat menyebabkan wabah global influensa yang serupa
dengan flu Spanyol ataupun pandemi lebih kecil seperti flu Hong Kong.
Pada
bulan Oktober 2005, kasus flu burung (dari galur mematikan H5N1)
ditemukan di Turki setelah memakan sejumlah korban jiwa di berbagai
negara (termasuk Indonesia) sejak pertama kali diidentifikasi pada tahun
2003. Namun demikian, pada akhir Oktober 2005 hanya 67 orang meninggal
akibat H5N1; hal ini tidak serupa dengan pandemi-pandemi influensa yang
pernah terjadi.
5. Psitacosis
Walaupun
belum ada laporan tentang kasus penyakit Psittacosis yang diderita oleh
manusia tetapi penyakit yang disebarkan oleh burung paruh bengkok (nuri
dan kakatua) ini dapat menyebabkan gangguan pernafasan. Penularannya
bisa lewat kotoran burung yang kemudian terhirup oleh manusia.
Gejala
klinik yang ditimbulkan antara lain adalah gangguan pernafasan mulai
dari sesak nafas sampai peradangan pada saluran pernafasan, diare,
tremor serta kelemahan pada anggota gerak. Kondisi akan semakin parah
bila penderita dalam kondisi stress dan makanan yang kekurangan gizi.
2.1.4 Mamalia piaraan
Hewan
yang banyak digemari dan dipelihara oleh banyak orang ternyata dapat
menularkan penyakit melalui gigitan, cakaran, sehingga perlu diwaspadai
bagi pamelihara memelihara satwa, karena barangkali satwa itu terinveksi
penyakit (vector penyakit) dan berisiko melakukan penularan pada
manusia.
Jenis-jenis penyakit yang disebabkan oleh satwa antara lain:
1. Hepatitis
Satwa
primata (bangsa kera dan monyet) dapat menularkan penyakit hepatitis
melalui gigitan atau cakaran. Hati-hati memelihara primata, karena
barangkali primata itu terinveksi hepatitis dan sekali dia menggigit
anda maka anda berisiko tertular hepatitis.
Di
seluruh dunia diperkirakan 2 milyar manusia telah terinfeksi penyakit
hepatitis. Dua juta orang meninggal tiap tahunnya atau tiap menitnya ada
4 orang meninggal akibat kasus penyakit tersebut. Kecepatan penularan
penyakit hepatitis 4 kali lebih cepat dari penyakit HIV. Penularan
penularan penyakit hepatitis ini melalui aliran darah, plasenta bayi
bagi ibu yang mengandung serta cairan tubuh seperti sperma, vagina, dan
air liur.
Orang
yang terkena hepatitis, hatinya akan rusak. Perutnya tampak membesar,
muntah, diare dan kulit berwarna kekuningan. Fungsi hati yang menyaring
racun telah hancur oleh virus ini, akibatnya kematian mengancam
penderita hepatitis.
2. Tuberculosa (TBC)
Satwa
yang punya potensi besar menularkan penyakit TBC ke manusia adalah
primata, misalnya orangutan, owa dan siamang. TBC adalah penyakit yang
menyebabkan kematian terbesar kedua di Indonesia. Gejala yang
ditimbulkan antara lain gangguan pernafasan seperti sesak nafas, batuk
sampai berdarah, badan tampak kurus kering dan lemah. Penularan penyakit
ini sangat cepat karena ditularkan melalui saluran pernafasan.
Selain
manusia satwapun dapat terinfeksi dan menularkan penyakit TBC melalui
kotorannya. Jika kotoran satwa yang terinveksi itu terhirup oleh manusia
maka membuka peluang manusia akan terinveksi juga penyakit TBC.
Penyakit Tuberculosis bersifat menahun atau berjalan kronis, sehingga
gejala klinisnya baru muncul jika sudah parah.
3. Rabies
Penyakit
mematikan yang disebabkan oleh virus ini dikenal juga sebagai penyakit
anjing gila. Penyakit yang menyerang susunan syaraf pusat ini dapat
ditularkan ke manusia lewat gigitan satwa. Kasus gigitan hewan penyebar
rabies adalah anjing (90%), kucing (3%), kera (3%) dan satwa lain (1%).
Gejala
yang ditimbulkan bila terinfeksi rabies pertama-tama adalah tingkah
laku yang abnormal dan sangat sensitif (mudah marah), kelumpuhan dan
kekejangan pada anggota gerak. Penderita akan mati karena kesulitan
untuk bernafas dan menelan dalam kurun waktu 2-10 hari.
4. Herpes
Adanya
pelepuhan kulit di seluruh tubuh merupakan gejala awal yang ditimbulkan
bila terinfeksi virus herpes. Virus ini bisa berakibat kematian bagi
bangsa primata. Manusia dapat tertular dari gigitan atau cakaran satwa
yang mengandung virus tersebut. Penderita penyakit ini akan mengalami
dehidrasi akibat pelepuhan kulit dan akhirnya kematian akan
menjemputnya. Hati-hati jika memelihara primata seperti monyet, lutung,
owa, siamang, orangutan, dan lain-lain.
5. Toxoplasmosis
Penyakit
ini ditakuti oleh kaum wanita karena menyebabkan kemandulan atau selalu
keguguran bila mengandung. Bayi yang lahir dengan kondisi cacatpun juga
dapat di sebabkan oleh penyakit ini. Penyakit Toxoplasmosis disebarkan
oleh satwa bangsa kucing, misalnya kucing hutan, harimau atau juga
kucing rumahan.
Penularan
kepada manusia melalui empat cara yaitu: secara tidak sengaja menelan
makanan atau minuman yang telah tercemar Toxoplasama, memakan makanan
yang berasal dari daging yang mengandung parasit Toxopalsma dan tidak
dimasak secara sempurna/setengah matang. Penularan lain adalah infeksi
penyakit yang ditularkan melalui placenta bayi dalam kandungan bagi ibu
yang mengandung. Cara penularan terakhir adalah melalui transfusi darah.
6. Salmonellosis
Satwa
yang bisa menularkan penyakit salmonella ini antara lain primata,
iguana, ular, dan burung. Bakteri Salmonella masuk ke tubuh penderita
melalui makanan atau minuman yang tercemar bakteri ini. Akibat yang
ditimbulkan bila terinfeksi bakteri Salmonella adalah peradangan pada
saluran pencernaan sampai rusaknya dinding usus. Akibatnya penderita
akan mengalami diare, sari makanan yang masuk dalam tubuh tidak dapat
terserap dengan baik sehingga penderita akan tampak lemah dan kurus.
Racun yang dihasilkan oleh bakteri Salmonella menyebabkan kerusakan
otak, organ reproduksi wanita bahkan yang sedang hamilpun dapat
mengalami keguguran.
2.2. Vektor-Vektor Non Biolois Dan Penyakit Yang Ditimbulkan
2.2.1 PES
Plague
of Justinian (“wabah Justinian”), dimulai tahun 541, merupakan wabah
pes bubonik yang pertama tercatat dalam sejarah. Wabah ini dimulai di
Mesir dan merebak sampai Konstantinopel pada musim semi tahun
berikutnya, serta (menurut catatan Procopius dari Bizantium) pada
puncaknya menewaskan 10.000 orang setiap hari dan mungkin 40 persen dari
penduduk kota tersebut. Wabah tersebut terus berlanjut dan memakan
korban sampai seperempat populasi manusia di Mediterania timur.
The
Black Death, dimulai tahun 1300-an. Delapan abad setelah wabah
terakhir, pes bubonik merebak kembali di Eropa. Setelah mulai berjangkit
di Asia, wabah tersebut mencapai Mediterania dan Eropa barat pada tahun
1348 (mungkin oleh para pedagang Italia yang mengungsi dari perang di
Crimea), dan menewaskan dua puluh juta orang Eropa dalam waktu enam
tahun, yaitu seperempat dari seluruh populasi atau bahkan sampai separuh
populasi di daerah perkotaan yang paling parah dijangkiti.
2.2.2 Kolera
pandemi
pertama, 1816–1826. Pada mulanya wabah ini terbatas pada daerah anak
benua India, dimulai di Bengal, dan menyebar ke luar India pada tahun
1820. Penyebarannya sampai ke Tiongkok dan Laut Kaspia sebelum akhirnya
berkurang. Pandemi kedua (1829–1851) mencapai Eropa, London pada tahun
1832, Ontario Kanada dan New York pada tahun yang sama, dan pesisir
Pasifik Amerika Utara pada tahun 1834. Pandemi ketiga (1852–1860)
terutama menyerang Rusia, memakan korban lebih dari sejuta jiwa. Pandemi
keempat (1863–1875) menyebar terutama di Eropa dan Afrika. Pandemi
keenam (1899–1923) sedikit mempengaruhi Eropa karena kemajuan kesehatan
masyarakat, namun Rusia kembali terserang secara parah. Pandemi ketujuh
dimulai di Indonesia pada tahun 1961, disebut “kolera El Tor” (atau
“Eltor”) sesuai dengan nama galur bakteri penyebabnya, dan mencapai
Bangladesh pada tahun 1963, India pada tahun 1964, dan Uni Soviet pada
tahun 1966.
2.2.3 HIV
HIV—virus
penyebab AIDS—dapat dianggap sebagai suatu pandemi, namun saat ini
paling meluas di Afrika bagian selatan dan timur. Virus tersebut
ditemukan terbatas pada sebagian kecil populasi pada negara-negara lain,
dan menyebar dengan lambat di negara-negara tersebut. Pandemi yang
dikhawatirkan dapat benar-benar berbahaya adalah pandemi yang mirip
dengan HIV, yaitu penyakit yang terus-menerus berevolusi.
2.2.4 SARS
wabah
sindrom pernapasan akut parah (SARS) melanda dunia, dan penyebarannya
relatif cepat. Ketika upaya penangkalan dan pengobatannya secara medis
masih berlangsung, penyakit ini terus berkembang seiring dengan migrasi
manusia antarnegara. Penyakit menular semacam ini tidak mengenal batas
teritori administratif.
Wabah
sindrom pernapasan akut parah (SARS) melanda dunia, dan penyebarannya
relatif cepat. Ketika upaya penangkalan dan pengobatannya secara medis
masih berlangsung, penyakit ini terus berkembang seiring dengan migrasi
manusia antarnegara. Penyakit menular semacam ini tidak mengenal batas
teritori administratif.
Sebenarnya
bukan hanya SARS saja yang fenomena penyebarannya menarik perhatian
kalangan yang bergelut dengan informasi keruangan (geoinformasi). Hampir
semua gejala epidemiologis dalam lingkup regional telah menarik
perhatian para ahli geografi dan perencana wilayah sehingga kerja sama
dengan para ahli kesehatan diperlukan dalam pengembangan wilayah dan
pembangunan kesehatan masyarakat.
Pada tahun 2003, terdapat kekhawatiran bahwa SARS, suatu bentuk baru pneumonia yang sangat menular, dapat menjadi suatu pandemi.
Selain itu, terdapat catatan pandemi influensa tiap 20–40 tahun dengan tingkat keparahan berbeda-beda
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pengendalian
vektor adalah semua upaya yang dilakukan untuk menekan, mengurangi,
atau menurunkan tingkat populasi vektor sampai serendah rendahnya
sehigga tidak membahayakan kehidupan manusia. Dalarn pengendalian vektor
tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian sampai tuntas, yang mungkin
dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan populasi
kesatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan manusia.
B. SARAN
1. Lebih meningkatkan kebersihan dan prilaku hidup bersih.
2. Menyiapkan anti serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya.
3. membasmi tempat-tempat dimana serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya hidup dan berkembang biak.
4. lebih memperhatikan keadaan tempat tinggal dan lingkungan sekitarnya.
5. Untuk
pengendalian vektor tidak lah dapat dilakukan pembasmian sampai tuntas
maka gunakanlah kelambu di saat tidur hal ini dapat mengurangi popilasi
vektor.
DAFTAR PUSTAKA
1. Santio Kirniwardoyo (1992), Pengamatan dan pemberatasan vektor malaria, sanitas. Puslitbang Kesehatan Depkes Rl Jakarta
2. Adang Iskandar, Pemberantasan serangga dan binatang pengganggu, APKTS Pusdiknakes. Depkes RI. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar