PROPOFOL

PROPOFOL
SEJARAH
Propofol
adalah obat anestesi intravena yang paling sering digunakan saat ini.
Dimulai pada tahun 1970-an dihasilkan dari substitusi derivate phenol
dengan materi hipnotik yang kemudian menghasilkan 2,6-diisopropofol.
Uji klinik yang pertama kali dilakukan, dilaporkan oleh Kay dan Rolly
tahun 1977, memberikan konfirmasi penggunaan propofol sebagai obat
induksi anestesi. Propofol tidak larut dalam air dan pada awalnya
tersedia dengan nama Cremophor EL (BASF A.G.) Dikarenakan oleh reaksi
anafilaktik yang berkaitan dengan Cremophor EL pada formulasi awal
propofol, obat ini tersedia dalam bentuk emulsi. Propofol digunakan
untuk induksi dan rumatan anestesi, demikian pula untuk sedasi baik di
dalam maupun di luar kamar operasi.
KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA
Propofol
(Gambar 10-1) adalah salah satu dari grup alkylphenol yang dapat
menimbulkan hipnosis pada hewan. Alkylphenols berbentuk minyak pada
suhu kamar, tidak larut dalam air tetapi kelarutannya tinggi dalam
lemak. Formula baru yang menyisihkan Cremophor tersusun atas 1 %
(berat/volume) propofol, minyak kedelai 10 %, glycerol 2,25 % dan 1,2 %
purified egg phosphitide. Disodium edentate ditambahkan untuk
memperlambat pertumbuhan bakteri pada emulsi. Formula ini memiliki pH
7, viskositasnya rendah, berwarna putih susu. Formulasi berikutnya yang
mengandung metabisulfite sebagai antimicrobial diperkenalkan di
Amerika. Di Eropa formula 2 % juga tersedia, dimana emulsinya
mengandung campuran dari trigliserida rantai pendek dan menengah. Semua
formula yang tersedia bersifat stabil pada suhu kamar dan tidak
sensitive terhadap cahaya. Perubahan kelarutan akan sedikit menimbulkan
perubahan farmakokinetik, memecah emulsi, degradasi spontan propofol
dan kemungkinan merubah efek farmakologis.
METABOLISME
Propofol dimetabolisme secara cepat di hati dengan cara konjugasi menjadi
glukoronide dan sulfat untuk membentuk senyawa yang larut dalam air
yang diekskresi ginjal. Kurang dari 1 % propofol tidak berubah saat
dieksresi melalui urine, dan 2% diekskresi melalui feses. Karena
kliren propofol melebihi aliran darah hepar, diperkirakan terjadi
eliminasi ekstrahapatal atau ekstrarenal. Paru-paru
diperkirakanmemegang peranan penting dalam proses ini, dimana paru
bertanggung jawab atas kira-kira 30 % dari uptake dan eliminasi fase
pertama. Pada studi invitro diketahui juga bahwa mikrosom pada ginjal
dan usus manusia mampu membentuk senyawa propofol glukoronide. Propofol
sendiri menunjukkan inhibisi cytochrome-450 yang tergantung pada
konsentrasi, yang mungkin dapat merubah metabolism obat-obat yang
tergantung pada system enzim tersebut (contohnya obat-obat opioid).
FARMAKOKINETIK
Evaluasi
farmakokinetik propofol banyak dilakukan dengan interval dosis yang
lebar seperti pemberian melalui infuse kontinyu, dan dijelaskan dalam
model dua atau tiga kompartemen (lihat Tabel 10-1). Setelah injeksi
bolus, kadar propofol dalam darah menurun cepat sebagai akibat
redistribusi dan eliminasi (Gbr. 10-2). Klirens propofol sangat tinggi
– 1,5 sampai 2,2 L/mnt. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya kliren
ini melebihi aliran darah hepar dan terjadi metabolisme ekstahepatal.
Konstanta ekuilibrium propofol berpedoman pada supresi
electroencephalogram (EEG) (yang berkorelasi kuat dengan penurunan
kesadaran) adalah sekitar 0,3 per menit, dan waktu paruh ekuilibrium
antara konsentrasi plasma dan efek EEG adalah 2,5 menit. Waktu untuk
mencapai puncak efek adalah 90 sampai 100 detik.
Beberapa
faktor dapat menjadi penyebab perubahan farmakokinetik propofol, antara
lain jenis kelamin, berat badan, umur, penyakit penyerta, dan
pengobatan lain. Peningkatan kardiak output akan menurunkan konsentrasi
propofol di dalam plasma dan sebaliknya. Pada
keadaan hemorrhagic shock konsentrasi propofol meningkat sampai 20 %
sampai terjadi kondisi shock yang tidak terkompensasi, suatu point
dimana terjadi penigkatan konsentrasi propofol yang sangat cepat. Pada
anak
FARMAKOLOGI
Efek pada Susunan Saraf Pusat
Sifat
utama propofol adalah hipnotik. Mekanisme kerjanya masih belum jelas
sepenuhnya, namun beberapa bukti menunjukkan bahwa sebagian besar
kinerja hipnosis propofol adalah dengan potensiasi γ-aminobutiric acid
(GABA)-induced chloride current, dengan berikatan pada subunit β dari
reseptor GABAA. Subunit β1 (M286), β2 (M286), β3 (M286) pada domain transmembran merupakan area kritis aksi hipnotik propofol. Melalui mekanisme pada reseptor GABAA di
hippocampus, propofol menghambat pelepasan acethylcholine pada
hippocampus dan kortek prefrontal. Aksi ini sangat penting untuk efek
sedasi propofol. Propofol disebutkan juga menghambat reseptor glutamate
subtype N-methyl-D-aspartate (NMDA) melalui mekanisme modulasi sodium
channel. Propofol juga mendepresi neuron kornu posterior medulla
spinalis melalui reseptor GABAA dan glysine.
Propofol
memiliki dua efek samping yang menarik yaitu efek antiemetik dan adanya
sense of well-being setelah pemberian propofol. Efek antiemetic ini
disebabkan oleh penurunan kadar serotonin pada area postrema yang
kemungkinan dikarenakan kerja propofol pada reseptor GABA.
Onset
hipnosis propofol sangat cepat (one arm-brain circulation) setelah
pemberian dengan dosis 2,5 mg/kg, dengan efek puncak terlihat setelah
90 -i 100 detik. Median dosis efektif (ED50) propofol untuk
hilangnya kesadaran adalah 1 – 1,5 mg/kg setelah pemberian bolus.
Durasi hipnosis tergantung pada dosis (dose dependent) kira-kira 5 – 10
menit setelah pemberian 2 – 2,5 mg/kg. Usia mempengaruhi dosis induksi,
dimana dosis tertinggi adalah pada usia lebih muda dari 2 tahun (ED95 pada
2,88 mg/kg) dan menurun dengan bertambahnya usia. Efek pertambahan usia
pada penurunan konsentrasi propofol yang dibutuhkan untuk terjadinya
penurunan kesadaran ditunjukkan pada Gambar 10-4.
Beberapa
penelitian menyebutkan propofol dapat digunakan untuk penanganan kejang
epilepsy dengan dosis 2 mk/kg. Demikian pula propofol dapat digunakan
dalam pengobatan chronic refractory headache dengan pemberian 20 – 30
mg setiap 3 – 4 menit (maksimal 400 mg).
Propofol
dapat menurunkan tekanan intracranial (TIK) pada pasien dengan TIK
normal maupun meningkat. Pada pasien dengan TIK normal terjadi
penurunan TIK (30 %) yang berhubungan dengan penurunan sedikit tekanan
perfusi serebral (10 %). Pemberian fentanyl dosis rendah bersama dengan
propofol dosis suplemen mencegah kenaikan TIK pada intubasi
endotrakeal. Pada pasien dengan peningkatan TIK, penurunan TIK (50 %)
berkaitan dengan penurunan yang bermakna pada tekanan perfusi serebral.
Efek pada Sistem Respiratorik
Periode
apnea terjadi setelah pemberian propofol dengan dosis induksi, durasi
dan insidensinya tergantung dari dosis pemberian, kecepatan induksi dan
pemberian premedikasi. Dosis induksi propofol menyebabkan 25 – 30 %
insiden apnea. Durasi apnea bias lebih dari 30 detik, dimana kejadian
ini bias disebabkan pemberian opioid, baik sebagai premedikasi maupun
pemberian sebalum induksi. Onset apnea terlihat dari penurunan volume
tidal dan takipnea.
Propofol menyebabkan bronkodilatasi pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik.
Efek pada Sistem Kardiovaskuler
Efek
kardiovaskular propofol telah dievaluasi baik pada saat induksi maupun
rumatan (Tabel 10-2). Efek yang paling bermakna adalah penurunan
tekanan darah arterial selama induksi anestesi. Pada pasien dengan
tanpa gangguan kardiovaskuler, induksi dengan dosis 2 – 2,5 mg/kg
menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik sebesar 25 – 40 %.
Perubahan yang sama terlihat pada tekanan darah rata-rata dan
tekana diastolik. Penurunan tekanan arterial berkaitan dengan penurunan
kardiak output/kardiak index (≈ 15 %), stroke volume index (≈ 20 %) dan
tahanan vaskuler sistemik ( 15 – 25 %). Index kerja ventrikel kiri juga
berkurang ((≈ 30 %). Pada pasien dengan kelainan katup, tekanan arteri
pulmonal dan tekanan kapiler pulmonal juga berkurang, dan hal ini
disebutkan karena adanya penurunan preload dan afterload. Penurunan
tekanan sistemik setelah induksi propofol dapat disebabkan oleh
vasodilatasi dan kemungkinan juga oleh depresi miokard.
Mekanisme
lain yang diperkirakan dapat menyebabkan penurunan kardiak output
adalah aksi propofol pada sympathetic drive jantung. Propofol dengan
konsentrasi tinggi (10 µg/mL) mengurangi efek inotropik dari stimulasi
α- bukan β-adrenoreseptor dan meningkatkan efek lusitropik (relaksasi)
dari stimulasi β. Secara klinis, efek depresi miokardial dan
vasodilatasi kelihatannya tergantung pada dosis dan konsentrasi plasma.
Frekuensi
denyut jantung tidak mengalami perubahan yang signifikan setelah
pemberian propofol dosis induksi. Diperkirakan propofol mereset atau
menghambat baroreflek, mengurangi respon takikardi pada hipotensi.
Propofol menurunkan tonus parasimpatis jantung sesuai dengan derajat
sedasi yang timbul.
Pada
pemeliharaan anestesi dengan propofol denyut jantung dapat meningkat,
menurun atau tidak berubah. Pemberian infus propofol menunjukkan
penurunan signifikan pada aliran darah miokard dan konsumsi oksigen,
suatu hal yang dapat menjaga rasio suplai dan kebutuhan oksigen miokard
secara umum. Propofol mengurangi disfungsi mekanik, menurunkan cedera
jaringan, memperbaiki aliran koroner dan menurunkan metabolic
dearrangement.
Efek lain
Propofol,
seperti thiopental, tidak mempotensiasi blok neuromuscular yang
disebabkan oleh obat blok neuromuscular depolarisasi dan
non-depolarisasi.
Propofol tidak memicu hiperpireksi maligna dan mungkin merupakan pilihan pada pasien dengan kondisi tersebut.
Pada pasien dengan multipel alergi, propofol harus digunakan dengan berhati-hati.
Propofol
juga memiliki efek antiemetic yang bermakna pada dosis rendah
(subhipnotik). Propofol digunakan untuk mengatasi rasa mual post
operasi dengan dosis bolus 10 mg.
PENGGUNAAN
Induksi dan Pemeliharaan Anestesi
Propofol
sesuai bila digunakan untuk induksi maupun pemeliharaan anestesi dan
telah disetujui untuk digunakan pada anestesi neurologik dan cardiak
(tabel 10-3). Dosis induksi bervariasi mulai dari 1,0 sampai 2,5 mg/kg
dan ED95 pada pasien dewasa yang tidak dipremedikasi adalah 2,25 - 2,5
mg/kg. Karakteristik fisiologis yang menjadi penentu dosis induksi
adalah umur, massa tubuh dan volume darah sentral. Premedikasi dengan
opioid atau benzodiazepin, atau keduanya, akan mengurangi dosis
induksi. Dosis 1 mg/kg (dengan premedikasi) sampai 1,75 mg/kg (tanpa
premedikasi) direkomendasikan untuk induksi
anestesi pada pasien lebih tua dari 60 tahun (lihat juga bab 62). Untuk
mencegah hipotensi pada pasien dengan penyakit lebih berat atau mereka
yang akan menjalani operasi bedah jantung, pemberian loading cairan
harus diberikan, dan propofol harus diberikan dalam dosis kecil (10 –
30 dengan infus) sampai pasien kehilangan kesadaran.
ED 95 (2,0 – 3,0 mg/kg) untuk induksi pada anak meningkat, terutama karena disebabkan perbedaan farmakokinetik.
Saat
digunakan sebagai induksi anestesi, propofol menunjukkan pemulihan
serta kembalinya fungsi motorik yang lebih cepat secara signifikan
dibandingkan dengan thiopental atau methohexital. Kejadian mual dan
muntah pada propofol juga lebih rendah, mungkin disebabkan efek
antimuntahnya.
Propofol
dapat diberikan secara bolus intermitten atau infus kontinyu untuk
pemeliharaan anestesi. Setelah pemberian dosis induksi yang sesuai,
bolus 10 – 40 mg dibutuhkan setiap 5 menit untuk pemeliharaan. Karena
pemberian ini harus dilakukan berulang, akan lebih mudah bila diberikan
dengan infus kontinyu.
Berbagai metode infus kontinyu telah banyak digunakan untuk mencapai konsentrasi
plasma yang adekuat. Kecepatan infus tergantung pada kebutuhan
masing-masing individu dan stimulus pembedahan. Bila dikombinasikan
dengan propofol, midazolam, clonidine, morphine, fentanyl, sulfentanil,
alfentanil atau ramifentanil mengurangi kecepatan dan konsentrasi infus
(lihat juga bab 12)
Bertambahnya
usia berhubungan dengan penurunan kebutuhan terhadap propofol,
sedangkan pada anak dan bayi kebutuhan ini meningkat.
Untuk
operasi singkat (< 1 jam) pada permukaan bagian tubuh, keuntungan
akan pemulihan yang cepat dan berkurangnya mual – muntah masih terbukti
pada penggunaan propofol. Bila digunakan pada operasi yang lebih lama,
kecepatan pemulihan dan kjadian mual - muntah propofol hampir sama
dengan penggunaan thiopental/isoflurane.
Sedasi
Propofol telah dievaluasi untuk penggunaan sebagai
sedasi selama pembedahan dan pada pasien yang menggunakan ventilasi
mekanik di ICU. Propofol dengan infuse kontinyu memberikan tinkatan
sedasi yang dapat dititrasi dan pemulihan yang singkat setiap kali infuse dihentikan.
EFEK SAMPING DAN KONTRAINDIKASI
Induksi
anestesi dengan propofol dikaitkan dengan beberapa efek samping,
termasuk nyeri saat injeksi, myklonus, apneu, penurunan tekanan darah
arterial dan jarang , trombophlebitis pada vena lokasi injeksi
propofol. Nyeri dapat direduksi dengan pemilihan vena yang besar,
mengindari vena di dorsum manus, dan menambahkan lidokain pada larutan
propofol. Apneu pada pemberian propofol sering terjadi dan hampir sama
dengan pemberian thiopental dan methohexital; namun propofol
menyebabkan kejadian yang lebih sering dan periode apneu lebih dari 30
menit. Pemberian opioid meningkatkan insidensi apneu khususnya apneu
yang prolong.
Efek
samping yang paling signifikah. n adalah penurunan tekanan darah
sistemik. Penambahan opioid sebelum induksi cenderung menambah
penurunan tekanan darah. Mungkin pemberian dengan dosisi lebih kecil
dan cara pemberian pelan serta rehidrasi yang adekuat akan mengatasi
penurunan tekanan darah. Berlawanan dengan hal tersebut, efek
laringoskopy dan intubasi endotrakeal dan peningkatan MAP, denyut nadi
dan tahanan vascular sistemik kurang signifikan pada propofol jika
dibandingkan dengan thiopental.
Propofol
infusion syndrome jarang terjadi namun letal, dikaitkan dengan infuse
propofal 5 mg/kg/jam atau lebih dari 48 jam atau lebih. Gejala klinik
berupa kardiomiopati dengan gagal jantung akut, asidosis metabolic,
miopati skeletal, hiperkalemia, hepatomegali dan lipemia. Bukti yang
ada menunjukkan kemungkinan sindrom ini disebabkan kegagalan metabolism
asam lemak bebas yang disebabkan inhibaisi masuknya asam lemak bebas ke
mitokondria dan gangguan rantai respirasi mitokondria.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar