PENGERTIAN KONFLIK
A. Definisi
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli:
- Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
- Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
- Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
- Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
- Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
- Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
- Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
- Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).
- Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
- Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)
Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
1.
Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan
bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan
harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence,
destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil
disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan,
keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk
tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
2.
Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini
menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar
terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai
sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau
organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar
anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang
bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata
lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi
atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
3.
Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini
cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik.
Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan
serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak
inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu
dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap
anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan
kreatif.
Stoner
dan Freeman(1989:392) membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu
pandangan tradisional (Old view) dan pandangan modern (Current View):
1.
Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik
dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi
dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk
mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik
biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin
organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen
bertugas meminimalisasikan konflik.
2.
Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan
banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan,
persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi
kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik,
manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga
tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.
Selain
pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami
berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer
(Myers, 1993:234)
1.
Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang
buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya
konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok
atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan,
agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata
kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi
dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan
menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan
tradisional, konflik haruslah dihindari.
2.
Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa
konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi
logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan
bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat
sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan
organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam
organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan
harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi
tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.
B. FAKTOR PENYEBAB KONFLIK
1. Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
2. Perbedaan
latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang
berbeda. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola
pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang
berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang
dapat memicu konflik.
3. Perbedaan
kepentingan antara individu atau kelompok. Manusia memiliki perasaan,
pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu,
dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki
kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal
yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda.
4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
C. STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK
Pendekatan
penyelesaian konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi
ialah kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak tegas. Dengan
menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan
penyelesaian konflik ialah :
1. Kompetisi
Penyelesaian
konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan
yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose
orientation.
2. Akomodasi
Penyelesaian
konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan
keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha
memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik
perdamaian.
3. Sharing
Suatu
pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan
kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lkain menerima sesuatu.
Kedua kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
3. Kolaborasi
Bentuk
usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini
adalah pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang
memerlukan integrasi dari kedua pihak.
4. Penghindaran Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok.
Keadaaan ini menggambarkan penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.
D. Macam-macam konflik
Pembagian konflik menurut Dahrendorf adalah sebagai berikut :
a. Konflik antara atau dalam peranan sosial, misalnya antara peran dalam keluarga dan profesi.
b. Konflik antara kelompok-kelompok sosial.
c. Konflik antara kelompok yang terorganisasi dengan kelompok yang tidak terorganisasi.
d. Konflik antara satuan nasional.
e. Konflik antar negara atau antara negara dengan organisasi nasional.
4. Akibat Konflik
Hasil dan akibat suatu konflik adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
b. Keretakan hubungan antara anggota kelompok, misalnya akibat konflik antar suku.
c. Perubahan kepribadian pada individu, misalnya adanya rasa benci dan saling curiga akibat perang.
d. Kerusakan harta benda dan hilangnya nyawa manusia.
e. Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
5. Keanekaragaman Budaya sebagai Potensi Terjadinya Konflik
Keanekaragaman
budaya sangat berpengaruh terhadap terjadinya konflik. Seperti yang
dijelaskan pada sub bab sebelumnya. Seperti contoh perbedaan kebudayaan
atau keanekaragaman budaya antar golongan di negeri ini. Misalnya
perbedaan kebudayaan bali dan bugis. Bali yang didominasi oleh umat
hindu dan bugis yang didominasi oleh umat muslim bisa saja memiliki
pemahaman yang berbeda. Misalnya bugis memahami bahwa masyarakat bali
yang menaruh sesajen di depan rumahnya merupakan hal yang dilarang oleh
agama. Sementara menurut bali, mungkin saja itu adalah sebagai rasa
syukur atau mengharap sesuatu kepada roh-roh atau dewa-dewanya. Sehingga
jika kedua pendapat ini dipertemukan akan mungkin terjadi konflik.
Terlepas
dari budaya dalam negeri, konflik mengenai masuknya budaya barat dalam
Indonesia yang dari dulu terkenal dengan budaya timurnya. Hal ini juga
mengundang terjadinya konflik, sehingga pecahlah demontrasi terhadap
terbitnya RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi beberapa waktu lalu. Banyak
yang setuju banyak pula yang tidak setuju akan hal tersebut sehingga tak
sebentar masalah ini teratasi.
Adapun
keanekaragaman atau kemajemukan budaya di Indonesia juga banyak
menimbulkan konflik di sana sini. Tetapi, hal ini kebanyakan terjadi
karena adanya kemajemukan masyarakat dalam beragama. Belum terlupakan
tragedi di Ambon beberapa waktu lalu dimana adanya perang antara
penganut kristen dan penganut islam. Selain itu, konflik juga terjadi di
Sampit (Kalimantan Tengah), Poso dan sebagainya. Konflik ini tidak saja
dapat merugikan masyarakat yang sedang konflik, tetapi juga rakyat
sipil.
Contohnya
saja yang marak akhir-akhir ini antara perang Libanon dan Israel,
Amerika dan Afganistan, Israel dan Palestina, Iraq dan Amerika dan lain
sebagainya. Dimana keegoisan dapat menghancurkan dunia dan merugikan
rakyat sipil hingga anak-anak dan wanita yang tidak berdaya harus mati
dalam pertempuran yang sengit itu. Tidak bisa diketahui kapan konflik
itu bisa berakhir di bumi kita ini.
Selain
konflik budaya yang terjadi di tanah air, konflik agama juga tidak bisa
terlepas dari negara tercinta ini. Belum hilang dari ingatan konflik
agama yang terjadi di Ambon beberapa tahun silam, akhir-akhir ini
terjadi lagi konflik bahkan saling bakar-membakar rumah ibadah
sebagaimana yang terjadi di Poso beberapa waktu lalu. Ada lagi kasus
baru yakni konflik antara massa FPI dan umat Ahmadiyah, mahasiswa dan
polisi, para sesama anggota legislatif, para gubernur, dan lain
sebagainya. Entah sampai kapan konflik ini hilang dari dunia dan
indonesia pada khususnya hingga berganti pedamaian dalam kemajemukan.
Jadi,
semestinya sudah ada kesadaran dari diri setiap manusia untuk tidak
memperturutkan nalurinya yang selalu ingin konflik dan konflik.
Perbedaan pendapat merupakan hal yang wajar tetapi tidaklah seharusnya
kita saling beradu seperti yang telah terjadi. Tetapi bagaimana kita
saling bergandeng tangan menuju persatuan sesuai dengan semboyan negara
kita yang lahir sejak zaman dulu yakni bhineka tunggal ika,
berbeda-beda tetapi satu jua. Serta mendalami kehidupan berdasarkan
Pancasila yang sama sekali tidak memandang satu golongan tetapi
memprioritaskan kemakmuran yang berkeadilan seluruh warga Indonesia.
E. PROSES TERJADINYA KONFLIK PADA SUATU ORGANISASI SERTA SOLUSINYA
Konflik
akan timbul bila terjadi ketidak harmonisan antara seseorang dalam
suatu kelompok dan orang lain dari kelompok lain. Pada dasarnya konflik
sesuatu yang wajar terjadi. Konflik akan selalu terjadi, karena manusia
dalam suatu organisasi atau perusahaan masing-masing memiliki latar
belakang keluarga dan pendidikan yang berbeda-beda. Kadang kala juga ada
perbedaan kebiasaan atau pribadi yang kurang baik.
Secara definitif konflik dapat diartikan sebagai suatu pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya, orang lain organisasi dengan kenyataan apa yang diharapkannya. Mc Sahne mendefiniskan konflik sebagai suatu proses dimana salah satu pihak merasa bahwa minat atau tujuannya secara negatif dipengaruhi oleh pihak lain. Sedangkan Stephen Robbin mendefinisikan konflik sebagai suatu proses yang diawali ketika satu pihak merasa bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif atau akan segera mempengaruhi secara negatif sesuatu yang menjdi perhatian pihak pertama.
Secara definitif konflik dapat diartikan sebagai suatu pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya, orang lain organisasi dengan kenyataan apa yang diharapkannya. Mc Sahne mendefiniskan konflik sebagai suatu proses dimana salah satu pihak merasa bahwa minat atau tujuannya secara negatif dipengaruhi oleh pihak lain. Sedangkan Stephen Robbin mendefinisikan konflik sebagai suatu proses yang diawali ketika satu pihak merasa bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif atau akan segera mempengaruhi secara negatif sesuatu yang menjdi perhatian pihak pertama.
F. Proses Konflik
Proses konflik tidak hanya mengacu kepada bentuk konflik yang nampak dari tindakan yang terbuka dan penuh kekerasan tapi juga bentuk yang tidak nampak seperti situasi ketidaksepakatan antar pihak. Proses konflik dapat dimulai dari sumber konflik yang meliputi tujuan yang saling bertentangan dan nilai-nilai yang berbeda. Selanjutnya dapat dilihat melalui konflik presepsi dan emosi, manifes konflik, dan hasil konflik.
Proses konflik tidak hanya mengacu kepada bentuk konflik yang nampak dari tindakan yang terbuka dan penuh kekerasan tapi juga bentuk yang tidak nampak seperti situasi ketidaksepakatan antar pihak. Proses konflik dapat dimulai dari sumber konflik yang meliputi tujuan yang saling bertentangan dan nilai-nilai yang berbeda. Selanjutnya dapat dilihat melalui konflik presepsi dan emosi, manifes konflik, dan hasil konflik.
a. Konflik presepsi dan emosi
Langkah pertama dalam proses konflik adalah adanya kondisi yang menunjukkan sumber konflik yang mengarahkan kepada salah satu atau kedua belah pihak untuk merasakan adanya konflik. Konflik harus dirasakan oleh pihak-pihak terkait, ada tidaknya konflik merupakan masalah persepsi. Oleh karena itu satu pihak atau lebih harus sadar akan adanya konflik.
Untuk mengetahui apakah konflik tersebut termasuk konflik persepsi dan emosi dapat dilihat dari konflik terkait dengan tugas (task related) dan konflik sosioemosional (socioemotional conflict). Dengan demikian langkah pertama proses konflik adalah adanya konflik yang dipersepsikan sebagai suatu kesadaran terhadap eksistensi konflik bukan konflik yang dirasakan secara emosional.
Langkah pertama dalam proses konflik adalah adanya kondisi yang menunjukkan sumber konflik yang mengarahkan kepada salah satu atau kedua belah pihak untuk merasakan adanya konflik. Konflik harus dirasakan oleh pihak-pihak terkait, ada tidaknya konflik merupakan masalah persepsi. Oleh karena itu satu pihak atau lebih harus sadar akan adanya konflik.
Untuk mengetahui apakah konflik tersebut termasuk konflik persepsi dan emosi dapat dilihat dari konflik terkait dengan tugas (task related) dan konflik sosioemosional (socioemotional conflict). Dengan demikian langkah pertama proses konflik adalah adanya konflik yang dipersepsikan sebagai suatu kesadaran terhadap eksistensi konflik bukan konflik yang dirasakan secara emosional.
b. Manifes konflik
Manifes konflik terjadi ketika konflik persepsi dan emosi dapat dilihat dalam keputusan dan prilaku yang dilakukan salah satu pihak kepada pihak lain. Manifes konflik juga dapat dinyatakan melalui gaya masing-masing dalam memecahkan suatu konflik, seperti seseorang mencoba untuk mengalahkan yang lain atau menemukan suatu solusi yang menguntungkannya.
Jadi prilaku merupakan manifes konflik, karena disinilah konflik itu tampak nyata. Prilaku mencakup pernyataan, tindakan dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik.
Prilaku konflik ini biasanya secara terang-terangan berupaya untuk melaksanakan keputusan dalam suatu cara tertentu. Suatu proses dinamis dari interaksi. Dalam manifes konflik terdapat siklus peningkatan konflik, adanya hubungan timbal balik antara konflik presepsi dan emosi dengan konflik manifes. Hubungan timbal balik tersebut merupakan rangkaian peristiwa yang datang secara bersamaan kedalam suatu siklus. Untuk itu suatu kesalahan dan tindakan yang kurang bijak apabila tidak memahami siklus peningkatan konflik.
Siklus konflik diawali dengan prilaku yang dikomunikasikan kepada pihak lain dengan cara menciptakan suatu persepsi konflik, sekalipun pihak yang pertama tidak mempunyai naluri untuk menunjukan konflik, pihak kedua boleh menciptakan persepsi konflik itu.
Manifes konflik terjadi ketika konflik persepsi dan emosi dapat dilihat dalam keputusan dan prilaku yang dilakukan salah satu pihak kepada pihak lain. Manifes konflik juga dapat dinyatakan melalui gaya masing-masing dalam memecahkan suatu konflik, seperti seseorang mencoba untuk mengalahkan yang lain atau menemukan suatu solusi yang menguntungkannya.
Jadi prilaku merupakan manifes konflik, karena disinilah konflik itu tampak nyata. Prilaku mencakup pernyataan, tindakan dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik.
Prilaku konflik ini biasanya secara terang-terangan berupaya untuk melaksanakan keputusan dalam suatu cara tertentu. Suatu proses dinamis dari interaksi. Dalam manifes konflik terdapat siklus peningkatan konflik, adanya hubungan timbal balik antara konflik presepsi dan emosi dengan konflik manifes. Hubungan timbal balik tersebut merupakan rangkaian peristiwa yang datang secara bersamaan kedalam suatu siklus. Untuk itu suatu kesalahan dan tindakan yang kurang bijak apabila tidak memahami siklus peningkatan konflik.
Siklus konflik diawali dengan prilaku yang dikomunikasikan kepada pihak lain dengan cara menciptakan suatu persepsi konflik, sekalipun pihak yang pertama tidak mempunyai naluri untuk menunjukan konflik, pihak kedua boleh menciptakan persepsi konflik itu.
c. Hasil konflik (Outcames conflict)
Jalinan aksi reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi. Hasil ini dapat positif dalam arti konflik itu menghasilkan suatu perbaikan kinerja kelompok dalam hal pengambilan keputusan dan kepaduan. Atau menghasilkan negatif dalam arti merintangi kinerja organisasi yang ditandai dengan adanya pergantian, situasi politik dan stres.
Jalinan aksi reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi. Hasil ini dapat positif dalam arti konflik itu menghasilkan suatu perbaikan kinerja kelompok dalam hal pengambilan keputusan dan kepaduan. Atau menghasilkan negatif dalam arti merintangi kinerja organisasi yang ditandai dengan adanya pergantian, situasi politik dan stres.
G. Peran pemimpin dalam penyelesaian konflik
Seorang
pemimpin harus mempunyai langkah-langkah dalam mengatasi permasalahan
sekalipun ketika permasalahan tersebut dalam ukuran lebih. Sehingga dari
sini pemimpin haus tahu strategi yang bagaimana bisa menanggapi dan
menyelesaikan kasus yang ada, kaena pad umumnyapermasalahan akan selesai
dengan berbagai macam hasil sesuai dengan langkah yang digunakan dalam
penyelesaina tersebut. Ini adalah salah satu eoripenyelesaian masalah,
antara lain :
o kalah-kalah (lose-lose): hal ini terjadi ketika saling tidak ada penyelesain persoalan (avoiding)
o kalah-menang (lose-win): hal ini terjadi ketika penyelesaian hanya sepeihak dengan melunakkan suasana (smoothing)
o menang-kalah (win-lose): hal ini terjadi ketika penyelesaian menggunakan kekerasan (forcing)
o menag-menang (win-win): hal ini terjadi ektika penyelesaian dapat sama-sama menerima (confrontation).
Sesuai
kreteria di atas maka pemimpin harus benar-benar bijak dalam menentukan
langkah-langkahnya agar tidak ada yang saling dirugikan atau
dikalahkan, karena ketika hasil yang tidak sesuai akan menjadi hambatan
dalam kelangsunga sebuah manajemen. Dalam negosiasi ada bebeapa langkah
yang perlu diperhatikan agar seorang pemimpin mampu menjadi negosiator
dalam menjamin konfliknya untuk meperoleh hasil yang dibilang cukup
konstruktif yang kanmenghasilkan win-win . Diantara langka-langakah
tersebut :
Langkah 1: Pencarian
Pada
langkah ini, kedua belah pihak diberi kesempatan untuk mengungkapkan
persepsi masing-masing terhadap persoalan dengna tujuan mendapatkan
klarifikasi dan mencari uapaya-upaya yang tepat kea rah pemecahan
masalah.
Langkah 2 : Kejelasan/Ketegasan Permasalahan Secara Bersama-Sama
Kejelasan
akan permasalahan yang menyebabkan timbulnya konflik sebaiknya
dibicarakan secara bersama-sama, hal ini penting untuk menyamakan
persepsi tentang permasalahan tersebut.
Langkah 3 : Kejelasan Posisi Dan Prasaan
Konflik
akan sulit diatasi bila negosiator tidak mengalami duduk persoalan yang
menjadi isu dalam konflik tersebut. dengan mengetahui dan memahami apa
yang menjadi perbedan-pebedaan antara dua belah pihak sehingga timbul
konflik, maka penyelesaian yang kinstruktif dapat dicapat. Oleh
karenaitu penting dikatahui bagaiman persepsi atau tanggapan pihak
terhadap isu yang menimbulkan konflik tersebut.
Langkah 4 : Mencari Tema Bersama
Berbagai
study menunjukkan bahwa konflik dapat diselesi dalam waktu yang
relative singkat, apabila dalam upaya penyelesaian konflik tersebut
lebih ditekannkan pada pencarian tujuan-tujuan yang bersifat konperatif
yang menyangkut kedua belah pihak. Disamping itu upaya ini mengurangi
kemungkinan reaksi defensive dari pihak lawan, meningkatkan pengertian
terhadap kedua belahpihak dan menguranngi perasaan kalah – menang dalam
negosiasi.
Langkah 5 : Belajar Empati
Negosiasi
sukar untuk berhasil bila kita hanya melihat permasalahan dari
perspektif sepihak saja, pengetahuan tentanga bagaiman pihak lawan
melihat permasalahan dan bagaimana persepsi lawan terhadap isu yang
timbul sangat dibutuhkan agar penyeesaian konflik dapat dilakukan secara
efektif dan konstrutif.
Langkah 6 : Koodinasi Motifasi Untuk Menyelasaikan Permasalahan
Keinginan
untuk menyelessaikan konflik sering kali berbeda diantara kedua
belahpihak yang berselisih. Walaupun satu pihak ingin berdamai, belum
tentu pihak lain mempunyai keinginan yang sama pula. Disinilah letak
kemampuan negosiator untuk dapat mengkoordinasiakn motifasi dam
keinginan kedua belah pihak merasakan akan pentngnya penyelesain konflik
ini demi kebaikan semua pihak.
Langkah 7 : Pencapaian Kesepakatan
Konflik
dapat sudah dikatakan “selesai”, bila sudah ada kesepakatan dari kedua
belah pihak. Pada tahap ini kedua belah pihak telah menerima apa yang
telah diputuskan secara bersama sebagai suatu penyelesaian secara
terbuka telah menyatakan keikatan mereka untuk melaksanakannya. Secara
singkat dapat dikatakn dalam upaya penyelsaikan konflik secara
konstruktif keterbukaan, kejujuran dan keobjektifan dalam melihat
permasalahan.selain itu perlu dioahami bagaiana persepsi dan perasaan
masing-masing pihak dari permasalahan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar