selamat datang

Kampus ku

Pesan Kami

DATA

Postingan
Komentar

Total Tayangan Halaman

Like Facebook


Rabu, 18 Juli 2012

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR FEMUR




A.     KONSEP DASAR
I.        Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 36).
Fraktur dapat dibagi menjadi :
1.       Fraktur tertutup (closed) adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Atau bila jaringan kulit yang berada diatasnya/ sekitar patah tulang masih utuh.
2.       Fraktur berbuka (open / compound) adalah hilangnya atau terputusnya jaringan tulang dimana fragmen-fragmen tulang pernah / sedang berhubungan dengan dunia luar.

II.      Klasifikasi menurut Gastilo dan Anderson dari derajat patah tulang
1.       Derajat 1
-          Luka < 1 cm.
-          Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk.
-          Fraktur sederhana, transversal, oblik atau kominutif ringan.
-          Kontaminasi mininal.
2.       Derajat 2
-          Laserasi > 1 cm.
-          Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap / arulsi.
-          Fraktur kominutif sedang.
-          Kontaminasi sedang.
3.       Derajat 3
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luar meliputi struktur kulit, otot dan neuro vaskuler serta keutamaan derajat tinggi secara otomatis, Gustilo membagi lagi menjadi 3 bagian :
1.      Derajat III A
Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas / flap / avulsi / fraktur segmental / sangat kuminatif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.

2.      Derajat III B
Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi.
3.      Derajat III C
Luka pada pembuluh arteri / saraf perifer yang harus dan perbaiki tanpa melihat keruskaan jaringan lunak.
(Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 347)

III.   Anatomi Fisiologi
Tulang paha / femur terdiri dari ujung atas, corpus dan ujung bawah, ujung atas terdiri dari
a.       Kaput adalah masa yang membuat dan mengarah ke dalam dan ke atas tulang tersebut halus dan dilapisi dengan kartilago kembali fovea, lubang kecil tempat melekatnya ligamen pendek yang menghubungkan kaput ke area yang besar pada asetabulum os coxal.
b.       Trochanten mayor sebelah lateral dan trochanter minor sebelah medial, merupakan melekatnya otot-otot.
Carpus adalah tulang panjang agak mendatar ke arah medial, sebagian besar permukaannya halus dan tempat melekatnya otot-otot. Pada bagian posterior linea aspera adalah tulang yang berbentuk hubungan ganda, membentang ke bawah dari trochanter atas dan melebar keluar bawah untuk menutup area yang halus. Ujung bawah terdiri dari kondik medial dan lateral yang besar dan suatu area tulang diantaranya kondile mempunyai permukaan artikulur untuk fibia dibawah dan patela di depan.
Fraktur collum dan kaput merupakan fraktur femur yang umum, fraktur tersebut lebih mudah terjadi pada orang tua sebagai akibat karena jatuh. Fraktur tidak dapat segera sembuh karena pada fraktur tersebut memotong banyak suplay darah ke kaput femoris. Untuk membantu menyembuhkan dan memudahkan pergerakan pasien secepat mungkin. Fraktur ini biasanya ditangani dengan memasang pembaja melalui trochanter mayor ke dalam kaput femuris. Dengan demikian pasien mampu untuk turun dari tempat tidur dan mulai untuk berjalan (John Gibson, 1995 : 44).


I.     DEFENISI Fraktur Femur


Rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis.

II.  FISIOLOGI / ANATOMI


Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur.

III.    KLASIFIKASI


Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
1.      Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul
      dan Melalui kepala femur (capital fraktur)
·        Hanya di bawah kepala femur
·        Melalui leher dari femur

2.      Fraktur Ekstrakapsuler;
·        Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih
       besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
·        Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2
       inci di  bawah trokhanter kecil.



IV.    PATOFISIOLOGI

 

A.   Penyebab fraktur adalah trauma

Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa
yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu :
·        Osteoporosis Imperfekta
·        Osteoporosis
·        Penyakit metabolik



TRAUMA

Dibagi menjadi dua, yaitu :
  • Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
  • Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.

TANDA DAN GEJALA

·        Nyeri hebat di tempat fraktur
·        Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah
·        Rotasi luar dari kaki lebih pendek
·        Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.


PENATALAKSANAAN MEDIK

a.       Patah tulang terbuka
Prinsip
1.       Harus ditegakkan dan ditangani dahulu akibat trauma yang membahayakan jiwa ® airway, breathing, circulation.
2.       Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat yang memerlukan penanganan segera yang meliputi pembidaian, menghentikan perdarahan dengan perban tekan, menghentikan perdarahan besar dengan klem.
3.       Pemberian antibiotika.
4.       Debridement dan irigasi sempurna.
5.       Stabilisasi.
6.       Penutub luka.
7.       Rehabilitasi.


1.       Life Saving
Semua penderita patah tulang terbuka harus di ingat sebagai penderita dengan kemungkinan besar mengalami cidera ditempat lain yang serius. Hal ini perlu ditekankan mengingat bahwa untuk terjadinya patah tulang diperlukan suatu gaya yang cukup kuat yang sering kali tidak hanya berakibat total, tetapi berakibat multi organ. Untuk life saving prinsip dasar yaitu : airway, breath and circulation.
2.       Semua patah tulang terbuka dalam kasus gawat darurat
Dengan terbukanya barier jaringan lunak maka patah tulang tersebut terancam untuk terjadinya infeksi seperti kita ketahui bahwa periode 6 jam sejak patah tulang tebuka luka yang terjadi masih dalam stadium kontaminsi (golden periode) dan setelah waktu tersebut luka berubah menjadi luka infeksi. Oleh karena itu penanganan patuah tulang terbuka harus dilakukan sebelum golden periode terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah tulang terbuka, tercapai walaupun ditinjau dari segi prioritas penanganannya. Tulang secara primer menempati urutan prioritas ke 6. Sasaran akhir di maksud adalah mencegah sepsis, penyembuhan tulang, pulihnya fungsi.
3.       Pemberian antibiotika
Mikroba yang ada dalam luka patah tulang terbuka sangat bervariasi tergantung dimana patah tulang ini terjadi. Pemberian antibiotika yang tepat sukar untuk ditentukan hany saja sebagai pemikiran dasar. Sebaliklnya antibiotika dengan spektrum luas untuk kuman gram positif maupun negatif.
4.       Debridemen dan irigasi
Debridemen untuk membuang semua jaringan mati pada darah patah terbuka baik berupa benda asing maupun jaringan lokal yang mati.
Irigasi untuk mengurangi kepadatan kuman dengan cara mencuci luka dengan larutan fisiologis dalam jumlah banyak baik dengan tekanan maupun tanpa tekanan.
“Di Intion is solution for polution” untuk mengetahui kualitas dari otot hendaknya selalu di ingat 4 C : Contractibility, color, consistency, capacity to bleed.
Kedua tindakan ini harus dilakukan sesempurna mungkin sebelum penanganan definitif.




5.       Stabilisasi.
Untuk penyembuhan luka dan tulang sangat diperlukan stabilisasi fragmen tulang, cara stabilisasi tulang tergantung pada derajat patah tulang terbukanya dan fasilitas yang ada.
Pada derajat 1 dan 2 dapat dipertimbangkan pemasangan fiksasi dalam secara primer. Untuk derajat 3 dianjurkan pemasangan fiksasi luar. Stabilisasi ini harus sempurna agar dapat segera dilakukan langkah awal dari rahabilitasi penderita.
6.       Penutup luka
Penutup luka primer dapat dipertimbangkan pada patah tulang derajat 1 dan 2 tidak dianjurkan penutupan luka primer. Hanya saja kalau memungkinkan tulang yang nampak diusahakan ditutup dengan jaringan lunak (otot) untuk memperkuat hidupnya.         
7.       Rehabilitasi Dini
Perlu dilaksanakan sebab dengan demikian maka keadaan umum penderita akan jadi sangat baik dan fungsi anggota gerak di harapkan kembali secara normal.
           (Pedoman diagnosis dan terapi, UPF, 1994: 133)

b.      Patah tulang tertutup
1.       Pertolongan darurat (Emergency)
Pemasangan bidal (splint)
a.       Mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
b.       Mengurangi rasa nyeri.
c.       Menekan kemungkinan terjadinya emboli dan syok.
d.       Memudahkan transportasi dan pengambilan foto.
2.       Pengobatan definitif
-          Reposisi secara tertutup
a.       Manipulasi secara tertutup untuk mereposisi terbatas hanya pada patah tulang tertentu.
b.       Traksi dengan melakukan tarikan pada ekstremitas bagian distal.
-          Imobilisasi
a.       Gips (Plaster of paris castis)
b.       Traksi secara kontinue : traksi kulit, traksi tulang.
-          Reposisi secara terbuka
Melakukan reposisi dengan operasi kemudian melakukan imobilisasi dengan menggunakan fiksasi interna yang dapat berupa plat, pen dan kawat.
3.       Rehabilitasi
Tujuan umum
a.       Mempertahankan ruang gerak sendi.
b.       Mempertahankan kekuatan otot.
c.       Mempercepat proses penyembuhan fraktur.
d.       Mempercepat pengambilan fungsi penderita
Latihan terdiri dari
-          Mempertahankan ruang gerak sendi.
-          Latihan otot.
-          Latihan berjalan
          (Pedoman diagnosis dan terapi, UPF, 1994: 138)
KOMPLIKASI
o        Dini (early)
o        Lanjut (late)
o        Bisa dianbatkan oleh traumanya sendiri (initial injury) atau akibat tibdakan kita (pengobatan) / iatrogenik.
·         Komplikasi karena trauma / initial injury
Dini :
A.     Lokal
:
1.      Kulit

2.      Sendi

3.      Tulang
:

:

:
·        Nekrosis
·        Trombosis vena
·        Infeksi akibat fraktur terbuka
·        Osteomelitis
·        Nekrosis aveskuler
Lanjutan :
A.     Lokal







B.      Komplikasi jauh
:








·        Sendi

·        Tulang


·        Otot



:

:


:


:
·        Kaki sendi
·        Degenerasi sendi
·        Gangguan proses penyembuhan “malunion delayed union, non union”
·        Gangguan pertumbuhan
·        Post traumatic myositis ossificans
Tenal calculi

·         Komplikasi akibat pengobatan iatrogenik
1.       Kulit : karena tekanan

2.       Vaskular


3.       Saraf
4.       Sendi
5.       Tulang
:

:


:
:
:
·     Bed sores / dekubitus
·     Cast sores
·     Traksi yang berlebihan
·     Volkmann’s ischemia
·     Gangren
·     Traksi yang berlebihan
·     Infeksi (septic arthritis)
·     Osteomielitis

·         Pencegahan / pengobatan komplikasi iatrogenik
“Bed Sores”
Dengan melakukan perubahan posisi pada waktu “tertentu dan memberikan latihan” selama dirawat diatas tempat tidur.
“Cast Sores”
·         Tekanan pada waktu memasang gips tidak boleh terlalu erat, cukup gips diluncurkan diatas permukaan kulit, pada tempay “yang rawan”.
·         Pemasangan “padding” (bantalan) yang dapat berupa kapas untuk 10 hari pertama dan kaos / stockineete untuk selanjutnya.
·         Traksi : berat bandul harus diberikan sesuai dengan berat badan masing-masing penderita.
·         Volkman’s ischemic :
1.       Gips sirkuler yang menjepit atau “bandage” segera dilepaskan sama sekali / penjepitan dibebaskan.
2.       Posisi ekstremitas terutama sekitar sendi yang mengalami distorsi harus diperbaiki atau sendi yang dalam keadaan fleksi harus diekstensika. Bila akibat traksi maka beban traksi harus dikurangi.
3.       bila hal-hal tersebut masih belum ada perbaikan, maka dilakukan fasiotomi atau bila dalam waktu 30 menit tidak ada perbaikan dilakukan eksplorasi secara pembedahan.


VI.   Pemeriksaan Penunjang
a.       Pemeriksaan radiologi untuk memastikan daerah fraktur dengan.
-          2 arah (antero-posterior dan lateral).
-          2 waktu yang berbeda (saat setelah trauma dari 10 hari setelah trauma).
-          2 sendi : sendi proksimal dan distal dari fraktur harus terlihat pada film.
-          2 ekstremitas : sebagai pembanding, bila garis fraktur meragukan terutama pada anak-anak.
b.       Pemeriksaan laboratorium
          (Pedoman diagnosis dan terapi, UPF, 1994: 137)

TRAKSI

Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin
Metode Pemasangan traksi:
Traksi Manual
Tujuan : Perbaikan dislokasi, Mengurangi fraktur, Pada keadaan Emergency.
Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.

Traksi Mekanik
Ada dua macam, yaitu :
  1. Traksi Kulit
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya: otot. Traksi kulit terbatas
untuk 4 minggu dan beban < 5 kg.
Untuk anak-anak waktu beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai fraksi definitif, bila tidak diteruskan dengan pemasangan gips.

  1. Traksi Skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal atau penjepit melalui tulang/jaringan metal.

KEGUNAAN PEMASANGAN TRAKSI

Traksi yang dipasang pada leher, di tungkai, lengan atau panggul, kegunaannya :
·        Mengurangi nyeri akibat spasme otot
·        Memperbaiki dan mencegah deformitas
·        Immobilisasi
·        Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk  nyeri tulang sendi).
·        Mengencangkan pada perlekatannya.

MACAM - MACAM TRAKSI

  1. Traksi Panggul
Disempurnakan dengan pemasangan sebuah ikat pinggang di atas untuk mengikat puncak iliaka.

  1. Traksi Ekstension (Buck’s Extention)
Lebih sederhana dari traksi kulit dengan menekan lurus satu kaki ke dua kaki. Digunakan untuk immibilisasi tungkai lengan untuk waktu yang singkat atau untuk mengurangi spasme otot.

  1. Traksi Cervikal
Digunakan untuk menahan kepala extensi pada keseleo, kejang dan spasme. Traksi ini biasa dipasang dengan halter kepala.

  1. Traksi Russell’s
Traksi ini digunakan untuk frakstur batang femur. Kadang-kadang juga digunakan untuk terapi nyeri punggung bagian bawah. Traksi kulit untuk skeletal yang biasa digunakan.
Traksi ini dibuat sebuah bagian depan dan atas untuk menekan kaki dengan pemasangan vertikal pada lutut secara horisontal pada tibia atau fibula.

  1. Traksi khusus untuk anak-anak
Penderita tidur terlentang 1-2 jam,  di bawah tuberositas tibia dibor dengan steinman pen, dipasang staples pada steiman pen. Paha ditopang dengan thomas splint, sedang tungkai bawah ditopang  atau Pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 2 minggu atau lebih, sampai tulangnya membentuk callus yang cukup. Sementara itu otot-otot paha dapat dilatih secara aktif.



PENGKAJIAN

1.      Riwayat keperawatan
a.       Riwayat Perjalanan penyakit
·        Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan kesehatan
·        Apa penyebabnya, kapan terjadinya kecelakaan atau trauma
·        Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak dll
·        Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan
·        Kehilangan fungsi
·        Apakah klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosis
b.      Riwayat pengobatan sebelumnya
·        Apakan klien pernah mendapatkan pengobatan jenis kortikosteroid dalam jangka waktu lama
·        Apakah klien pernah menggunakan obat-obat hormonal, terutama pada wanita
·        Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut
·        Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir
c.       Proses pertolongan pertama yang dilakukan
·        Pemasangan bidai sebelum memindahkan dan pertahankan gerakan diatas/di bawah tulang yang fraktur sebelum dipindahkan
·        Tinggikan ekstremitas untuk mengurangi edema

2.      Pemeriksaan fisik
a.       Mengidentifikasi tipe fraktur
b.      Inspeksi daerah mana yang terkena
-         Deformitas yang nampak jelas
-         Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera
-         Laserasi
-         Perubahan warna kulit
-         Kehilangan fungsi daerah yang cidera
c.       Palpasi
·  Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran
·  Krepitasi
·  Nadi, dingin
·  Observasi spasme otot sekitar daerah fraktur


V.     ASUHAN KEPERAWATAN

Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan secara ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah klien, merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya serta mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Nasrul Effendy, 1995 : 2-3)
Adapun tahapan dalam proses keperawatan antara lain :
1.      Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi / data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan.
(Nasrul Effendy, 1995 : 18)
a.       Pengumpulan Data.
Meliputi
1.       Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, kebangsaan, suku, pendidikan, no register, diagnosa medis.
2.       Keluhan Utama
Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri  saat beraktivitas / mobilisasi pada daerah fraktur tersebut.
3.       Riwayat Penyakit
-   Riwayat Penyakit Sekarang.
Pada klien fraktur / patah tulang dapat disebabkan oleh trauma / kecelakaan, degeneratif dan pathologis yang didahului dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan.
-   Riwayat Penyakit Dahulu.
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau tidak sebelumnya dan ada / tidaknya klien mengalami pembedahan perbaikan dan pernah menderita osteoporosis sebelumnya.
-   Riwayat Penyakit Keluarga.
Pada keluarga klien ada / tidak yang menderita osteoporosis, arthritis dan tuberkolosis atau penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular.



4.       Pola-pola Fungsi Kesehatan.
-   Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat.
Pada fraktur akan mengalami perubahan dan gangguan pada personal hiegene, misalnya kebiasaan mandi, gosok gigi, mencuci rambut, ganti pakaian, BAK dan BAB serta berolahraga sehingga dapat menimbulkan masalah perawatan diri.
-   Pola eliminasi
Kebiasaan miksi dan defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi, dikarenakan imubilisasi, fases warna kuning dan konsistensi defekasi padat . Pada miksi klien tidak mengalami gangguan, warna urin jernih, buang air kecil 3 – 4 x/hari.
-   Pola nutrisi dan metabolisme
Pada umumnya tidak akan mengalami gangguan penurunan nafsu makan, meskipun menu berubah misalnya makan di rumah gizi tetap sama sedangkan di rumah sakit disesuaikan dengan penyakit dan diet klein.
-   Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan dari fraktur femur sehingga kebutuhan perlu dibantu baik oleh perawat atau keluarga, misalnya kebutuhan sehari-hari, mandi, BAB, BAK dilakukan diatas tempat tidur.
-   Pola penanggulangan stres
Masalah fraktur femur dapat menjadi stres tersendiri bagi klien. Dalam hal ini pola penanggulangan stress sangat tergantung pada sistem mekanisme klien itu sendiri misalnya pergi kerumah sakit untuk dilakukan perawatan / pemasangan traksi.
-   Pola sensori dan kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh fraktur femur adanya kerusakan jaringan lunak serta tulang yang parah dan hilangnnya darah serta cairan seluler ke dalam jaringan. Hal ini yang menyebabkan gangguan sensori  sedangkan pada pola kognitif atau cara berfikir klien tidak mengalami gangguan jiwa.
-   Pola hubungan peran
Pola hubungan dan peran akan mengalami gangguan, jika klien sebagai kepala rumah tangga / menjadi tulang punggung keluarga.


-   Pola persepsi diri
Pada fraktur femur akan mengalami gangguan konsep diri karena terjadi perubahan cara berjalan akibat kecelakaan yang menyebabkan patah tulang dan klien takut cacat seumur hidup / tidak dapat kembali bekerja.
-   Pola reproduksi dan seksual
Bila klien sudah berkeluarga dan mempunyai anak maka akan mengalami pola seksual dan reproduksi, jika klien belum berkeluarga klein tidak akan mengalami gangguan.
-   Pola tidur dan istirahat
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
-   Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada fraktur terutama fraktur femur akan mengalami perubahan / gangguan dalam menjalankan sholat dengan cara duduk dan dilakukan diatas tempat tidur.
5.       Pemeriksaan Fisik
a.       Keadaan Umum
Meliputi keadaan sakit pasien, tingakat kesadaran dan tanda-tanda vital
b.       Pemeriksaan Sistem Integumen.
Tidak ada perubahan yang menonjol pada sistem integumen seperti warna kulit, adanya jaringan parut / lesi, tekstur kulit kasar dan suhu kulit hangat serta kulit kotor.
c.       Pemeriksaan Kepala Dan Leher.
Tidak ada perubahan yang menonjol pada kepala dan leher seperti warna rambut, mudah rontok, kebersihan kepala, alupeaus, keadaaan mata, pemeriksaan takanan bola mata (TIO), pemeriksaan visus, adanya massa pada telinga, kebersihan telinga, adanya serumen, kebersihan hidung, adanya mulut dan gigi, mulut bau adanya pembengkakan pada leher, pembesaran kelenjar linfe atau tiroid.
d.       Pemeriksaan Sistem Respirasi.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti bentuk dada ada tidaknya sesak nafas, sura tambahan, pernafasan cuping hidung.



e.       Pemeriksaan Kordiovaskuler.
Klien fraktur mengalami denyut nadi meningakat terjadi respon nyeri dan kecemasan, ada tidaknya hipertensi, tachikardi perfusi jaringan dan perdarahan akiobat trauma.
f.         Pemeriksaan Sistem Gastro Intestinal.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti nafsu makan tetap, peristaltik usus, mual, muntah, kembung.
g.       Pemeriksaan Sistem Ganitourinaria.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti produksi urin, warna urin, apakah ada hematovia / tidak, adakah disuria, kebersihan genital.
h.       Pemeriksaan Sistem Muskuslukeletal.
Terdapat fraktur, yeri gerak, kekakuan sendi, bagaimana tinus ototnya ada tidaknya atropi dan keterbatasan gerak, adanya karepitus.
i.         Pemeriksaan Sistem Endokrin.
Tidak ada perubahan yang menojol seperti ada tidaknya pembesaran thyroid / struma serta pembesaran kelenjar limfe.
j.         Pemeriksaan Sistem Persyarafan.
Ada tidaknya hemiplegi, pavaplegi dan bagaimana reflek patellanya.

b.       Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan meningkatkan data dan menghubungkan tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk menbuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan kepereawatan pasien.
 (Nasrul Effendy, 1995 : 24)

c.       Diagnosa Keperawatan
Tahap akhir dari pengkajian adalah merumuskan diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan merupakan pernyatan / kesimpulan yang diambil dari pengkajian tentang status kesehatan klien / pasien.
(Nasrul Effendy, 1995 : 26)
Berdasarkan analisa data, dirumuskan suatu diagnosa keperawatan sesuai dengan prioritasnya yaitu sebagai berikut :

NURSING PLANING

NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
INTERVENSI
RASIONALISASI
1.
Resiko terjadinya syok s/d perdarahan yg banyak
INDENPENDEN:
a)Observasi tanda-tanda vital.

b)Mengkaji sumber, lokasi, dan banyak- nya per darahan
c)Memberikan posisi supinasi


d)Memberikan banyak cairan (minum)

KOLABORASI:
a)Pemberian cairan per infus
b)Pemberian obat koa-gulan sia (vit.K, Adona) dan peng- hentian perdarahan dgn fiksasi.
c)Pemeriksaan laborato- rium (Hb, Ht)


a)Untuk mengetahui tanda-tanda syok se- dini mungkin
b)Untuk menentukan tindak an

c)Untuk mengurangi per darahan dan men- cegah kekurangan darah ke otak.
d)Untuk mencegah ke- kurangan cairan
(mengganti cairan yang hilang)


e)Pemberian cairan per-infus.
f) Membantu proses pem-bekuan darah dan untuk menghentikan perda-rahan.

g)Untuk mengetahui ka-dar Hb, Ht apakah perlu transfusi atau tidak.
2.
Gangguan rasa nyaman:
Nyeri  s/d perubahan fragmen tulang, luka pada jaringan lunak, pemasangan back slab, stress, dan cemas
INDEPENDEN:
a)      Mengkaji karakteris- tik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan meng- gunakan skala nyeri (0-10)
b)      Mempertahankan im- mobilisasi (back slab)

c)      Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.

d)      Menjelaskan seluruh prosedur di atas


KOLABORASI:
e)      Pemberian obat-obatan analgesik


a)      Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat me- nentukan jenis tindak annya.

b)      Mencegah pergeser- an tulang dan pe- nekanan pada jaring- an yang luka.
c)      Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan me- ngurangi nyeri.
d)      Untuk mempersiap- kan mental serta agar pasien berpartisipasi pada setiap tindakan yang akan dilakukan.

e)      Mengurangi rasa nyeri
3.
Potensial infeksi se- hubungan dengan luka terbuka.
INDEPENDEN:
a)      Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap ada- nya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.
b)      Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
c)      Merawat luka dengan menggunakan tehnik aseptik
d)      Mewaspadai adanya keluhan nyeri men- dadak, keterbatasan gerak, edema lokal, eritema pada daerah luka.

KOLABORASI:
a)      Pemeriksaan darah : leokosit

b)      Pemberian obat-obatan :
antibiotika dan TT (Toksoid Tetanus)
c)      Persiapan untuk operasi sesuai indikasi

a)      Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.


b)      Meminimalkan terjadinya kontaminasi.
c)      Mencegah kontami- nasi dan kemungkin- an infeksi silang.
d)      Merupakan indikasi adanya osteomilitis.




a)      Lekosit yang me- ningkat artinya sudah terjadi proses infeksi
b)      Untuk mencegah ke- lanjutan terjadinya infeksi. dan pencegah an tetanus.
c)      Mempercepat proses penyembuhan luka dan dan penyegahan peningkatan infeksi.

4.
Gangguan aktivitas sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler skeletal, nyeri, immobilisasi.
INDEPENDEN:
a)      Kaji tingkat im- mobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi ter- sebut.
b)      Mendorong parti- sipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca kora, dll ).



c)      Menganjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.


d)      Membantu pasien dalam perawatan diri



e)      Auskultasi bising usus, monitor kebiasa an eliminasi dan menganjurkan agar b.a.b. teratur.

f)        Memberikan diit tinggi protein , vitamin ,  dan mi-  neral.






KOLABORASI :

a)      Konsul dengan bagi- an fisioterapi

a)      Pasien akan mem- batasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak pro- posional)

b)      Memberikan ke- sempatan untuk me- ngeluarkan energi, memusatkan per- hatian, meningkatkan perasaan mengontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi sosial.
c)      Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk me- ningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, men- cegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan.
d)      Meningkatkan ke- kuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam me- ngontrol situasi, me- ningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.
e)      Bedrest, penggunaan analgetika dan pe- rubahan diit dapat menyebabkan penurunan peristaltik usus dan konstipasi.
f)        Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan BB (20 - 30 lb).
Catatan : Untuk sudah dilakukan traksi.




a)      Untuk menentukan program latihan.
5.
Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosa, dan pengo- batan sehubungan dengan kesalahan dalam pe- nafsiran, tidak familier dengan sumber in-  formasi.
INDEPENDEN:
a)      Menjelaskan tentang kelainan yang muncul  prognosa, dan harap- an yang akan datang.
b)      Memberikan dukung an cara-cara mobili- sasi dan ambulasi sebagaimana yang dianjurkan oleh bagi- an fisioterapi.


c)      Memilah-milah aktif- itas yang bisa mandiri dan yang harus dibantu.

d)      Mengidentifikasi pe- layanan umum yang tersedia seperti team rehabilitasi, perawat keluarga (home care)
e)      Mendiskusikan tentang perawatan lanjutan.


a)      Pasien mengetahui kondisi saat ini dan hari depan sehingga pasien dapat menentu kan pilihan.
b)      Sebagian besar fraktur memerlukan penopang dan fiksasi selama proses pe- nyembuhan sehingga keterlambatan pe- nyembuhan disebab- kan oleh penggunaan alat bantu yang kurang tepat.
c)      Mengorganisasikan kegiatan yang diperlu kan dan siapa yang perlu menolongnya. (apakah fisioterapi, perawat atau ke- luarga).
d)      Membantu meng- fasilitaskan perawa- tan mandiri memberi support untuk man- diri.

e)      Penyembuhan fraktur tulang kemungkinan lama (kurang lebih 1 tahun) sehingga perlu disiapkan untuk perencanaan perawatan lanjutan dan pasien koopratif.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.

Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar