A. KONSEP
DASAR
I.
Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 36).
Fraktur dapat dibagi menjadi :
1.
Fraktur tertutup (closed) adalah hilangnya atau
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dimana tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar. Atau bila jaringan kulit yang berada
diatasnya/ sekitar patah tulang masih utuh.
2.
Fraktur berbuka (open / compound) adalah hilangnya atau
terputusnya jaringan tulang dimana fragmen-fragmen tulang pernah / sedang
berhubungan dengan dunia luar.
II.
Klasifikasi menurut Gastilo dan Anderson dari derajat
patah tulang
1.
Derajat 1
-
Luka < 1 cm.
-
Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka
remuk.
-
Fraktur sederhana, transversal, oblik atau kominutif
ringan.
-
Kontaminasi mininal.
2.
Derajat 2
-
Laserasi > 1 cm.
-
Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap / arulsi.
-
Fraktur kominutif sedang.
-
Kontaminasi sedang.
3.
Derajat 3
Terjadi kerusakan jaringan lunak
yang luar meliputi struktur kulit, otot dan neuro vaskuler serta keutamaan
derajat tinggi secara otomatis, Gustilo membagi lagi menjadi 3 bagian :
1.
Derajat III A
Jaringan lunak yang menutupi
fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas / flap / avulsi /
fraktur segmental / sangat kuminatif yang disebabkan oleh trauma berenergi
tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.
2.
Derajat III B
Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau
kontaminasi.
3.
Derajat III C
Luka pada pembuluh arteri / saraf perifer yang harus dan perbaiki tanpa melihat
keruskaan jaringan lunak.
(Kapita
Selekta Kedokteran, 2000 : 347)
III.
Anatomi Fisiologi
Tulang paha / femur terdiri dari
ujung atas, corpus dan ujung bawah, ujung atas terdiri dari
a.
Kaput adalah masa yang membuat dan mengarah ke dalam
dan ke atas tulang tersebut halus dan dilapisi dengan kartilago kembali fovea,
lubang kecil tempat melekatnya ligamen pendek yang menghubungkan kaput ke area
yang besar pada asetabulum os coxal.
b.
Trochanten mayor sebelah lateral dan trochanter minor
sebelah medial, merupakan melekatnya otot-otot.
Carpus adalah tulang panjang agak
mendatar ke arah medial, sebagian besar permukaannya halus dan tempat
melekatnya otot-otot. Pada bagian posterior linea aspera adalah tulang yang
berbentuk hubungan ganda, membentang ke bawah dari trochanter atas dan melebar
keluar bawah untuk menutup area yang halus. Ujung bawah terdiri dari kondik
medial dan lateral yang besar dan suatu area tulang diantaranya kondile
mempunyai permukaan artikulur untuk fibia dibawah dan patela di depan.
Fraktur collum dan kaput
merupakan fraktur femur yang umum, fraktur tersebut lebih mudah terjadi pada
orang tua sebagai akibat karena jatuh. Fraktur tidak dapat segera sembuh karena pada fraktur tersebut memotong
banyak suplay darah ke kaput femoris. Untuk membantu menyembuhkan dan
memudahkan pergerakan pasien secepat mungkin. Fraktur ini biasanya ditangani
dengan memasang pembaja melalui trochanter mayor ke dalam kaput femuris. Dengan
demikian pasien mampu untuk turun dari tempat tidur dan mulai untuk berjalan
(John Gibson, 1995 : 44).
I. DEFENISI Fraktur Femur
Rusaknya kontinuitas tulang
pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot,
kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis.
II. FISIOLOGI / ANATOMI
Persendian panggul merupakan
bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri dari :
kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh
dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi
panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan hal yang
penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber
utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang
femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur.
III. KLASIFIKASI
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
1.
Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam
tulang sendi, panggul
dan Melalui kepala femur (capital fraktur)
·
Hanya di bawah kepala femur
·
Melalui leher dari femur
2.
Fraktur Ekstrakapsuler;
·
Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui
trokhanter femur yang lebih
besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
·
Terjadi di bagian distal menuju leher femur
tetapi tidak lebih dari 2
inci di bawah trokhanter kecil.
IV. PATOFISIOLOGI
A. Penyebab fraktur adalah trauma
Fraktur patologis; fraktur yang
diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa
yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu :
·
Osteoporosis Imperfekta
·
Osteoporosis
·
Penyakit metabolik
TRAUMA
Dibagi menjadi dua, yaitu :
- Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
- Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.
TANDA DAN GEJALA
·
Nyeri hebat di tempat fraktur
·
Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah
·
Rotasi luar dari kaki lebih pendek
·
Diikuti
tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, kripitasi,
sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.
PENATALAKSANAAN MEDIK
a.
Patah tulang terbuka
Prinsip
1.
Harus ditegakkan dan ditangani dahulu akibat trauma
yang membahayakan jiwa ® airway, breathing, circulation.
2.
Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat
yang memerlukan penanganan segera yang meliputi pembidaian, menghentikan
perdarahan dengan perban tekan, menghentikan perdarahan besar dengan klem.
3.
Pemberian antibiotika.
4.
Debridement dan irigasi sempurna.
5.
Stabilisasi.
6.
Penutub luka.
7.
Rehabilitasi.
1.
Life Saving
Semua penderita patah tulang terbuka harus di ingat sebagai penderita
dengan kemungkinan besar mengalami cidera ditempat lain yang serius. Hal ini
perlu ditekankan mengingat bahwa untuk terjadinya patah tulang diperlukan suatu
gaya yang cukup kuat yang sering kali tidak hanya berakibat total, tetapi
berakibat multi organ. Untuk life saving prinsip dasar yaitu : airway,
breath and circulation.
2.
Semua patah tulang terbuka dalam kasus gawat darurat
Dengan terbukanya barier jaringan
lunak maka patah tulang tersebut terancam untuk terjadinya infeksi seperti kita
ketahui bahwa periode 6 jam sejak patah tulang tebuka luka yang terjadi masih
dalam stadium kontaminsi (golden periode) dan setelah waktu tersebut luka
berubah menjadi luka infeksi. Oleh karena itu penanganan patuah tulang terbuka
harus dilakukan sebelum golden periode terlampaui agar sasaran akhir penanganan
patah tulang terbuka, tercapai walaupun ditinjau dari segi prioritas
penanganannya. Tulang secara primer menempati urutan prioritas ke 6. Sasaran
akhir di maksud adalah mencegah sepsis, penyembuhan tulang, pulihnya fungsi.
3.
Pemberian antibiotika
Mikroba yang
ada dalam luka patah tulang terbuka sangat bervariasi tergantung dimana patah
tulang ini terjadi. Pemberian antibiotika yang tepat sukar untuk ditentukan
hany saja sebagai pemikiran dasar. Sebaliklnya
antibiotika dengan spektrum luas untuk kuman gram positif maupun negatif.
4.
Debridemen dan irigasi
Debridemen untuk membuang semua jaringan mati pada darah patah terbuka baik
berupa benda asing maupun jaringan lokal yang mati.
Irigasi untuk mengurangi kepadatan kuman
dengan cara mencuci luka dengan larutan fisiologis dalam jumlah banyak baik
dengan tekanan maupun tanpa tekanan.
“Di Intion
is solution for polution” untuk mengetahui kualitas dari otot hendaknya selalu
di ingat 4 C : Contractibility, color, consistency, capacity to bleed.
Kedua tindakan ini harus dilakukan
sesempurna mungkin sebelum penanganan definitif.
5.
Stabilisasi.
Untuk penyembuhan luka dan
tulang sangat diperlukan stabilisasi fragmen tulang, cara stabilisasi tulang
tergantung pada derajat patah tulang terbukanya dan fasilitas yang ada.
Pada derajat 1 dan 2 dapat dipertimbangkan
pemasangan fiksasi dalam secara primer. Untuk derajat 3 dianjurkan pemasangan
fiksasi luar. Stabilisasi ini harus sempurna agar dapat segera dilakukan
langkah awal dari rahabilitasi penderita.
6.
Penutup luka
Penutup luka primer dapat dipertimbangkan pada patah tulang derajat 1 dan 2
tidak dianjurkan penutupan luka primer. Hanya saja kalau memungkinkan tulang
yang nampak diusahakan ditutup dengan jaringan lunak (otot) untuk memperkuat
hidupnya.
7.
Rehabilitasi Dini
Perlu dilaksanakan sebab dengan
demikian maka keadaan umum penderita akan jadi sangat baik dan fungsi anggota
gerak di harapkan kembali secara normal.
(Pedoman diagnosis dan terapi, UPF,
1994: 133)
b.
Patah tulang tertutup
1.
Pertolongan darurat (Emergency)
Pemasangan
bidal (splint)
a.
Mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
b.
Mengurangi rasa nyeri.
c.
Menekan kemungkinan terjadinya emboli dan syok.
d.
Memudahkan transportasi dan pengambilan foto.
2.
Pengobatan definitif
-
Reposisi secara tertutup
a.
Manipulasi secara tertutup untuk mereposisi terbatas
hanya pada patah tulang tertentu.
b.
Traksi dengan melakukan tarikan pada ekstremitas bagian
distal.
-
Imobilisasi
a.
Gips (Plaster of paris castis)
b. Traksi secara kontinue : traksi kulit,
traksi tulang.
-
Reposisi secara terbuka
Melakukan reposisi dengan operasi kemudian
melakukan imobilisasi dengan menggunakan fiksasi interna yang dapat berupa
plat, pen dan kawat.
3.
Rehabilitasi
Tujuan umum
a.
Mempertahankan ruang gerak sendi.
b.
Mempertahankan kekuatan otot.
c.
Mempercepat proses penyembuhan fraktur.
d.
Mempercepat pengambilan fungsi penderita
Latihan terdiri dari
-
Mempertahankan ruang gerak sendi.
-
Latihan otot.
-
Latihan berjalan
(Pedoman diagnosis dan terapi, UPF,
1994: 138)
KOMPLIKASI
o
Dini (early)
o
Lanjut (late)
o
Bisa dianbatkan oleh traumanya sendiri (initial
injury) atau akibat tibdakan kita (pengobatan) / iatrogenik.
·
Komplikasi karena trauma / initial injury
Dini :
A.
Lokal
|
:
|
1.
Kulit
2.
Sendi
3.
Tulang
|
:
:
:
|
·
Nekrosis
·
Trombosis vena
·
Infeksi akibat fraktur terbuka
·
Osteomelitis
·
Nekrosis aveskuler
|
Lanjutan :
A.
Lokal
B.
Komplikasi jauh
|
:
|
·
Sendi
·
Tulang
·
Otot
|
:
:
:
:
|
·
Kaki sendi
·
Degenerasi sendi
·
Gangguan proses penyembuhan “malunion delayed
union, non union”
·
Gangguan pertumbuhan
·
Post traumatic myositis ossificans
Tenal calculi
|
·
Komplikasi akibat pengobatan iatrogenik
1.
Kulit : karena tekanan
2.
Vaskular
3.
Saraf
4.
Sendi
5.
Tulang
|
:
:
:
:
:
|
·
Bed sores / dekubitus
·
Cast sores
·
Traksi yang berlebihan
·
Volkmann’s ischemia
·
Gangren
·
Traksi yang berlebihan
·
Infeksi (septic arthritis)
·
Osteomielitis
|
·
Pencegahan / pengobatan komplikasi iatrogenik
“Bed Sores”
Dengan melakukan perubahan
posisi pada waktu “tertentu dan memberikan latihan” selama dirawat diatas
tempat tidur.
“Cast Sores”
·
Tekanan pada waktu memasang gips tidak boleh
terlalu erat, cukup gips diluncurkan diatas permukaan kulit, pada tempay “yang
rawan”.
·
Pemasangan “padding” (bantalan) yang dapat
berupa kapas untuk 10 hari pertama dan kaos / stockineete untuk selanjutnya.
·
Traksi
: berat bandul harus diberikan sesuai dengan berat badan masing-masing
penderita.
·
Volkman’s ischemic :
1. Gips sirkuler yang menjepit atau “bandage”
segera dilepaskan sama sekali / penjepitan dibebaskan.
2.
Posisi ekstremitas terutama sekitar sendi yang
mengalami distorsi harus diperbaiki atau sendi yang dalam keadaan fleksi harus
diekstensika. Bila akibat traksi maka beban traksi harus dikurangi.
3.
bila hal-hal tersebut masih belum ada perbaikan, maka
dilakukan fasiotomi atau bila dalam waktu 30 menit tidak ada perbaikan
dilakukan eksplorasi secara pembedahan.
VI.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan radiologi untuk memastikan daerah fraktur
dengan.
-
2 arah (antero-posterior dan lateral).
-
2 waktu yang berbeda (saat setelah trauma dari 10 hari
setelah trauma).
-
2
sendi : sendi proksimal dan distal dari fraktur harus terlihat pada film.
-
2
ekstremitas : sebagai pembanding, bila garis fraktur meragukan terutama pada
anak-anak.
b.
Pemeriksaan laboratorium
(Pedoman diagnosis dan terapi, UPF,
1994: 137)
TRAKSI
Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang
yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin
Metode Pemasangan traksi:
Traksi Manual
Tujuan : Perbaikan dislokasi, Mengurangi fraktur, Pada
keadaan Emergency.
Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.
Traksi Mekanik
Ada
dua macam, yaitu :
- Traksi Kulit
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya:
otot. Traksi kulit terbatas
untuk 4 minggu dan beban < 5 kg.
Untuk anak-anak waktu beban
tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai fraksi definitif, bila tidak diteruskan
dengan pemasangan gips.
- Traksi Skeletal
Merupakan traksi definitif pada
orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan
luka operasi dengan kawat metal atau penjepit melalui tulang/jaringan metal.
KEGUNAAN PEMASANGAN TRAKSI
Traksi yang dipasang pada leher,
di tungkai, lengan atau panggul, kegunaannya :
·
Mengurangi nyeri akibat spasme otot
·
Memperbaiki dan mencegah deformitas
·
Immobilisasi
·
Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi).
·
Mengencangkan pada perlekatannya.
MACAM - MACAM TRAKSI
- Traksi Panggul
Disempurnakan dengan pemasangan
sebuah ikat pinggang di atas untuk mengikat puncak iliaka.
- Traksi Ekstension (Buck’s Extention)
Lebih sederhana dari traksi kulit dengan menekan lurus satu kaki ke dua kaki.
Digunakan untuk immibilisasi tungkai lengan untuk waktu yang singkat atau untuk
mengurangi spasme otot.
- Traksi Cervikal
Digunakan untuk menahan kepala extensi pada keseleo, kejang dan spasme. Traksi
ini biasa dipasang dengan halter kepala.
- Traksi Russell’s
Traksi ini digunakan untuk frakstur batang femur. Kadang-kadang juga
digunakan untuk terapi nyeri punggung bagian bawah. Traksi kulit untuk
skeletal yang biasa digunakan.
Traksi ini dibuat sebuah bagian
depan dan atas untuk menekan kaki dengan pemasangan vertikal pada lutut secara
horisontal pada tibia atau fibula.
- Traksi khusus untuk anak-anak
Penderita tidur terlentang 1-2 jam,
di bawah tuberositas tibia dibor dengan steinman pen, dipasang staples
pada steiman pen. Paha ditopang dengan thomas splint, sedang tungkai bawah
ditopang atau Pearson attachment. Tarikan
dipertahankan sampai 2 minggu atau lebih, sampai tulangnya membentuk callus
yang cukup. Sementara itu otot-otot paha dapat dilatih secara aktif.
PENGKAJIAN
1. Riwayat
keperawatan
a.
Riwayat Perjalanan penyakit
·
Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan
kesehatan
·
Apa penyebabnya, kapan terjadinya kecelakaan
atau trauma
·
Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas,
bengkak dll
·
Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan
·
Kehilangan fungsi
·
Apakah klien mempunyai riwayat penyakit
osteoporosis
b.
Riwayat pengobatan sebelumnya
·
Apakan klien pernah mendapatkan pengobatan jenis
kortikosteroid dalam jangka waktu lama
·
Apakah klien pernah menggunakan obat-obat
hormonal, terutama pada wanita
·
Berapa lama klien mendapatkan pengobatan
tersebut
·
Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir
c. Proses
pertolongan pertama yang dilakukan
·
Pemasangan bidai sebelum memindahkan dan
pertahankan gerakan diatas/di bawah tulang yang fraktur sebelum dipindahkan
·
Tinggikan ekstremitas untuk mengurangi edema
2. Pemeriksaan
fisik
a. Mengidentifikasi
tipe fraktur
b. Inspeksi
daerah mana yang terkena
-
Deformitas yang nampak jelas
-
Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera
-
Laserasi
-
Perubahan warna kulit
-
Kehilangan fungsi daerah yang cidera
c. Palpasi
· Bengkak,
adanya nyeri dan penyebaran
· Krepitasi
· Nadi,
dingin
· Observasi
spasme otot sekitar daerah fraktur
V. ASUHAN KEPERAWATAN
Proses
keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan secara ilmiah yang
digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah klien, merencanakan secara
sistematis dan melaksanakannya serta mengevaluasi hasil tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan (Nasrul Effendy, 1995 : 2-3)
Adapun tahapan dalam proses keperawatan antara lain :
1.
Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar
dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi / data
tentang pasien agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah,
kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan
lingkungan.
(Nasrul Effendy, 1995 : 18)
a.
Pengumpulan Data.
Meliputi
1.
Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, kebangsaan, suku,
pendidikan, no register, diagnosa medis.
2.
Keluhan Utama
Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat beraktivitas / mobilisasi pada daerah
fraktur tersebut.
3.
Riwayat Penyakit
-
Riwayat Penyakit Sekarang.
Pada klien fraktur / patah
tulang dapat disebabkan oleh trauma / kecelakaan, degeneratif dan pathologis
yang didahului dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan
nyeri, bengkak, kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan.
-
Riwayat Penyakit Dahulu.
Pada klien fraktur pernah
mengalami kejadian patah tulang atau tidak sebelumnya dan ada / tidaknya klien
mengalami pembedahan perbaikan dan pernah menderita osteoporosis sebelumnya.
-
Riwayat Penyakit Keluarga.
Pada keluarga klien ada / tidak
yang menderita osteoporosis, arthritis dan tuberkolosis atau penyakit lain yang
sifatnya menurun dan menular.
4.
Pola-pola Fungsi Kesehatan.
-
Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat.
Pada fraktur akan mengalami perubahan dan gangguan
pada personal hiegene, misalnya kebiasaan mandi, gosok gigi, mencuci rambut,
ganti pakaian, BAK dan BAB serta berolahraga sehingga dapat menimbulkan masalah
perawatan diri.
-
Pola eliminasi
Kebiasaan miksi dan defekasi
sehari-hari, kesulitan waktu defekasi, dikarenakan imubilisasi, fases warna
kuning dan konsistensi defekasi padat . Pada miksi klien tidak mengalami
gangguan, warna urin jernih, buang air kecil 3 – 4 x/hari.
-
Pola nutrisi dan metabolisme
Pada umumnya tidak akan
mengalami gangguan penurunan nafsu makan, meskipun menu berubah misalnya makan
di rumah gizi tetap sama sedangkan di rumah sakit disesuaikan dengan penyakit
dan diet klein.
-
Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami
perubahan / gangguan dari fraktur femur sehingga kebutuhan perlu dibantu baik
oleh perawat atau keluarga, misalnya kebutuhan sehari-hari, mandi, BAB, BAK
dilakukan diatas tempat tidur.
-
Pola penanggulangan stres
Masalah fraktur femur dapat menjadi stres tersendiri bagi klien. Dalam
hal ini pola penanggulangan stress sangat tergantung pada sistem mekanisme
klien itu sendiri misalnya pergi kerumah sakit untuk dilakukan perawatan /
pemasangan traksi.
-
Pola sensori dan kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh
fraktur femur adanya kerusakan jaringan lunak serta tulang yang parah dan
hilangnnya darah serta cairan seluler ke dalam jaringan. Hal ini yang
menyebabkan gangguan sensori sedangkan
pada pola kognitif atau cara berfikir klien tidak mengalami gangguan jiwa.
-
Pola hubungan peran
Pola hubungan dan peran akan
mengalami gangguan, jika klien sebagai kepala rumah tangga / menjadi tulang
punggung keluarga.
-
Pola persepsi diri
Pada fraktur femur akan
mengalami gangguan konsep diri karena terjadi perubahan cara berjalan akibat
kecelakaan yang menyebabkan patah tulang dan klien takut cacat seumur hidup /
tidak dapat kembali bekerja.
-
Pola reproduksi dan seksual
Bila klien sudah berkeluarga dan
mempunyai anak maka akan mengalami pola seksual dan reproduksi, jika klien
belum berkeluarga klein tidak akan mengalami gangguan.
-
Pola tidur dan istirahat
Kebiasaan pola tidur dan
istirahat mengalami gangguan yang disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat
fraktur.
-
Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada fraktur terutama fraktur femur akan mengalami perubahan / gangguan
dalam menjalankan sholat dengan cara duduk dan dilakukan diatas tempat tidur.
5.
Pemeriksaan Fisik
a.
Keadaan Umum
Meliputi keadaan sakit pasien,
tingakat kesadaran dan tanda-tanda vital
b.
Pemeriksaan Sistem Integumen.
Tidak ada perubahan yang menonjol
pada sistem integumen seperti warna kulit, adanya jaringan parut / lesi,
tekstur kulit kasar dan suhu kulit hangat serta kulit kotor.
c.
Pemeriksaan Kepala Dan Leher.
Tidak ada perubahan yang menonjol
pada kepala dan leher seperti warna rambut, mudah rontok, kebersihan kepala,
alupeaus, keadaaan mata, pemeriksaan takanan bola mata (TIO), pemeriksaan
visus, adanya massa pada telinga, kebersihan telinga, adanya serumen,
kebersihan hidung, adanya mulut dan gigi, mulut bau adanya pembengkakan pada
leher, pembesaran kelenjar linfe atau tiroid.
d.
Pemeriksaan Sistem Respirasi.
Tidak ada perubahan yang menonjol
seperti bentuk dada ada tidaknya sesak nafas, sura tambahan, pernafasan cuping
hidung.
e.
Pemeriksaan Kordiovaskuler.
Klien fraktur mengalami denyut
nadi meningakat terjadi respon nyeri dan kecemasan, ada tidaknya hipertensi,
tachikardi perfusi jaringan dan perdarahan akiobat trauma.
f.
Pemeriksaan Sistem Gastro Intestinal.
Tidak ada perubahan yang menonjol
seperti nafsu makan tetap, peristaltik usus, mual, muntah, kembung.
g.
Pemeriksaan Sistem Ganitourinaria.
Tidak ada perubahan yang menonjol
seperti produksi urin, warna urin, apakah ada hematovia / tidak, adakah
disuria, kebersihan genital.
h.
Pemeriksaan Sistem Muskuslukeletal.
Terdapat fraktur, yeri gerak,
kekakuan sendi, bagaimana tinus ototnya ada tidaknya atropi dan keterbatasan
gerak, adanya karepitus.
i.
Pemeriksaan Sistem Endokrin.
Tidak ada perubahan yang menojol
seperti ada tidaknya pembesaran thyroid / struma serta pembesaran kelenjar
limfe.
j.
Pemeriksaan Sistem Persyarafan.
Ada tidaknya hemiplegi, pavaplegi dan bagaimana reflek patellanya.
b.
Analisa Data
Analisa data
adalah kemampuan meningkatkan data dan menghubungkan tersebut dengan konsep,
teori dan prinsip yang relevan untuk menbuat kesimpulan dalam menentukan
masalah kesehatan dan kepereawatan pasien.
(Nasrul Effendy, 1995 : 24)
c.
Diagnosa Keperawatan
Tahap akhir dari pengkajian
adalah merumuskan diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan merupakan
pernyatan / kesimpulan yang diambil dari pengkajian tentang status kesehatan
klien / pasien.
(Nasrul
Effendy, 1995 : 26)
Berdasarkan analisa data,
dirumuskan suatu diagnosa keperawatan sesuai dengan prioritasnya yaitu sebagai
berikut :
NURSING PLANING
NO
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
|
INTERVENSI
|
RASIONALISASI
|
1.
|
Resiko terjadinya syok s/d
perdarahan yg banyak
|
INDENPENDEN:
a)Observasi tanda-tanda vital.
b)Mengkaji sumber, lokasi, dan
banyak- nya per darahan
c)Memberikan posisi supinasi
d)Memberikan banyak cairan (minum)
KOLABORASI:
a)Pemberian cairan per infus
b)Pemberian obat koa-gulan sia
(vit.K, Adona) dan peng- hentian perdarahan dgn fiksasi.
c)Pemeriksaan laborato- rium (Hb,
Ht)
|
a)Untuk mengetahui tanda-tanda syok
se- dini mungkin
b)Untuk menentukan tindak an
c)Untuk mengurangi per darahan dan
men- cegah kekurangan darah ke otak.
d)Untuk mencegah ke- kurangan cairan
(mengganti
cairan yang hilang)
e)Pemberian cairan per-infus.
f) Membantu
proses pem-bekuan darah dan untuk menghentikan perda-rahan.
g)Untuk mengetahui ka-dar Hb, Ht
apakah perlu transfusi atau tidak.
|
2.
|
Gangguan rasa nyaman:
Nyeri s/d perubahan
fragmen tulang, luka pada jaringan lunak, pemasangan back slab, stress, dan
cemas
|
INDEPENDEN:
a)
Mengkaji karakteris- tik nyeri : lokasi, durasi,
intensitas nyeri dengan meng- gunakan skala nyeri (0-10)
b)
Mempertahankan im- mobilisasi (back slab)
c)
Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.
d)
Menjelaskan seluruh prosedur di atas
KOLABORASI:
e)
Pemberian obat-obatan analgesik
|
a)
Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat
me- nentukan jenis tindak annya.
b) Mencegah pergeser- an tulang dan pe-
nekanan pada jaring- an yang luka.
c)
Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan me-
ngurangi nyeri.
d) Untuk mempersiap- kan mental serta agar
pasien berpartisipasi pada setiap tindakan yang akan dilakukan.
e)
Mengurangi rasa nyeri
|
3.
|
Potensial infeksi se- hubungan dengan luka terbuka.
|
INDEPENDEN:
a)
Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap
ada- nya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.
b)
Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang
luka.
c)
Merawat luka dengan menggunakan tehnik aseptik
d)
Mewaspadai adanya keluhan nyeri men- dadak,
keterbatasan gerak, edema lokal, eritema pada daerah luka.
KOLABORASI:
a)
Pemeriksaan darah : leokosit
b)
Pemberian obat-obatan :
antibiotika
dan TT (Toksoid Tetanus)
c)
Persiapan untuk operasi sesuai indikasi
|
a)
Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.
b)
Meminimalkan terjadinya kontaminasi.
c)
Mencegah kontami- nasi dan kemungkin- an infeksi
silang.
d)
Merupakan indikasi adanya osteomilitis.
a)
Lekosit yang me- ningkat artinya sudah terjadi proses
infeksi
b)
Untuk mencegah ke- lanjutan terjadinya infeksi. dan
pencegah an tetanus.
c)
Mempercepat proses penyembuhan luka dan dan
penyegahan peningkatan infeksi.
|
4.
|
Gangguan aktivitas sehubungan dengan kerusakan
neuromuskuler skeletal, nyeri, immobilisasi.
|
INDEPENDEN:
a)
Kaji tingkat im- mobilisasi yang disebabkan oleh
edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi ter- sebut.
b) Mendorong parti- sipasi dalam aktivitas
rekreasi (menonton TV, membaca kora, dll ).
c)
Menganjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan
aktif pada yang cedera maupun yang tidak.
d)
Membantu pasien dalam perawatan diri
e) Auskultasi bising usus, monitor kebiasa
an eliminasi dan menganjurkan agar b.a.b. teratur.
f)
Memberikan diit tinggi protein , vitamin , dan mi-
neral.
KOLABORASI
:
a)
Konsul dengan bagi- an fisioterapi
|
a)
Pasien akan mem- batasi gerak karena salah persepsi
(persepsi tidak pro- posional)
b)
Memberikan ke- sempatan untuk me- ngeluarkan energi,
memusatkan per- hatian, meningkatkan perasaan mengontrol diri pasien dan membantu
dalam mengurangi isolasi sosial.
c)
Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk
me- ningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, men- cegah
kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan.
d)
Meningkatkan ke- kuatan dan sirkulasi otot,
meningkatkan pasien dalam me- ngontrol situasi, me- ningkatkan kemauan pasien
untuk sembuh.
e)
Bedrest, penggunaan analgetika dan pe- rubahan diit
dapat menyebabkan penurunan peristaltik usus dan konstipasi.
f)
Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan
BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan BB (20 - 30 lb).
Catatan : Untuk sudah dilakukan traksi.
a)
Untuk menentukan program latihan.
|
5.
|
Kurangnya
pengetahuan tentang kondisi, prognosa, dan pengo- batan sehubungan dengan
kesalahan dalam pe- nafsiran, tidak familier dengan sumber in- formasi.
|
INDEPENDEN:
a) Menjelaskan tentang kelainan yang
muncul prognosa, dan harap- an yang
akan datang.
b) Memberikan dukung an cara-cara mobili-
sasi dan ambulasi sebagaimana yang dianjurkan oleh bagi- an fisioterapi.
c)
Memilah-milah aktif- itas yang bisa mandiri dan yang
harus dibantu.
d)
Mengidentifikasi pe- layanan umum yang tersedia
seperti team rehabilitasi, perawat keluarga (home care)
e)
Mendiskusikan tentang perawatan lanjutan.
|
a)
Pasien mengetahui kondisi saat ini dan hari depan
sehingga pasien dapat menentu kan
pilihan.
b)
Sebagian besar fraktur memerlukan penopang dan
fiksasi selama proses pe- nyembuhan sehingga keterlambatan pe- nyembuhan
disebab- kan
oleh penggunaan alat bantu yang kurang tepat.
c)
Mengorganisasikan
kegiatan yang diperlu kan dan siapa yang perlu menolongnya. (apakah
fisioterapi, perawat atau ke- luarga).
d)
Membantu meng- fasilitaskan perawa- tan mandiri
memberi support untuk man- diri.
e)
Penyembuhan fraktur tulang kemungkinan lama (kurang
lebih 1 tahun) sehingga perlu disiapkan untuk perencanaan perawatan lanjutan
dan pasien koopratif.
|
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Doenges
M.E. (1989) Nursing Care Plan,
Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis
Company.
Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential
of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar