BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan
teknologi semakin lama semakin pesat dan menyentuh hampir semua bidang
kehidupan manusia. Pada akhirnya setiap individu harus mempunyai
pengetahuan dan keterampilan untuk menggunakan teknologi, agar dapat
beradaptasi terhadap perkembangan tersebut. Hal ini juga berlaku untuk
profesi keperawatan, khususnya area keperawatan kritis di ruang
perawatan intensif (intensif care unit/ICU).
Di ruang perawatan kritis, pasien yang dirawat disana adalah
pasien-pasien yang memerlukan mesin-mesin yang dapat menyokong
kelangsungan hidup mereka, diantaranya mesin ventilator, monitoring,
infus pump, syringe pump, dll. Dengan adanya keadaan tersebut maka
tenaga kesehatan terutama perawat yang ada di ruang perawatan kritis,
seharusnya menguasai dan mampu menggunakan teknologi yang sesuai dengan
mesin-mesin tersebut, karena perawat yang akan selalu ada di sisi
pasien selama 24 jam.
Pemanfaatan teknologi di area perawatan kritis terjadi dengan dua
proses yaitu transfer dan transform teknologi dari teknologi medis
menjadi teknologi keperawatan. Tranfer teknologi adalah
pengalihan teknologi yang mengacu pada tugas, peran atau penggunaan
peralatan yang sebelumnya dilakukan oleh satu kelompok profesional
kepada kelompok yang lain. Sedangkan transform (perubahan)
teknologi mengacu pada penggunaan teknologi medis menjadi bagian dari
teknologi keperawatan untuk meningkatkan asuhan keperawatan yang
diberikan dan hasil yang akan dicapai oleh pasien. Ventilasi mekanik
yang lebih dikenal dengat ventilator merupakan teknologi medis yang
ditransfer oleh dokter kepada perawat dan kemudian ditransform oleh
keperawatan sehingga menjadi bagian dari keperawatan. Perawat pemula
yang pengetahuan dan pengalaman teknologinya masih kurang akan
menganggap ventilator sebagai beban kerja tambahan, karena mereka hanya
bisa melakukan monitoring dan merekam hasil observasi pasien. Sedangkan
pada perawat yang sudah berpengalaman akan memanfaatkan dan menggunakan
ventilator sebagai bagian dari keperawatan untuk meningkatkan kualitas
asuhan keperawatan kepada pasien di ruang kritis dan akan berdampak
positif terhadap profesi keperawatan.
Penguasaan terhadap teknologi akan menjadi modal bagi perawat untuk
mengontrol pekerjaannya (Alasad, 2002). Hal tersebut tentu saja akan
menghemat tenaga, dan membuat pekerjaan menjadi lebih mudah untuk
dikerjakan serta diatur. Misalnya perawat yang memiliki pengetahuan dan
ketrampilan mengenai mesin ventilasi mekanik, hal tersebut akan membantu
perawat menghemat tenaganya dalam mengawasi pernafasan pasien, karena
tugasnya mengawasi secara langsung keadaan pasien sudah dilakukan oleh
mesin ventilasi. Bahkan apabila ada keterbatasan tenaga perawat, maka 1
orang perawat dapat mengawasi dua atau lebih pasien yang juga sama-sama
menggunakan mesin ventilasi mekanik. Jelaslah bahwa penguasaan
teknologi menjadi suatu kebutuhan dalam memberikan asuhan keperawatan
kepada pasien.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Alat Bantu Ventilasi.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mengetahui definisi bantuan ventilasi.
b. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis bantuan ventilasi.
c. Mahasiswa mengetahui setting ventilator.
d. Mahasiswa mengetahui indikasi klien yang mendapat bantuan ventilator.
e. Mahasiswa mengetahui komplikasi klien yang terpasang ventilasi.
f. Mahasiswa mengetahui peran perawat pada klien dengan ventilator.
1.3 Metode Penulisan
Dalam
penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu
dengan penjabaran masalah-masalah yang ada dan menggunakan studi
kepustakaan dari literatur yang ada, baik di perpustakaan maupun di
internet.
1.4 Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari tiga bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
1.
BAB I : Pendahuluan, terdiri dari : latar belakang,
tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
2. BAB II : Tinjauan teoritis terdiri dari : Definisi
bantuan ventilasi, Jenis-jenis bantuan ventilasi, Setting Ventilator,
Indikasi klien yang mendapat bantuan ventilator, Komplikasi klien yang
terpasang ventilasi, Peran Perawat pada klien dengan Ventilator.
3. BAB III : Penutup: terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Definisi
Ventilator mekanis adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau
positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen selama
waktu yang lama (Brunner and Suddarth, 2001).
Merawat
pasien pada ventilator mekanis telah menjadi bagian integral dari
asuhan keperawatan di unit perawatan kritis, di unit medikal bedah umum,
di fasilitas perawatan yang luas, dan bahkan di rumah. Perawat, dokter,
dan ahli terapis pernapasan harus mengerti masing-masing kebutuhan
pernapasan spesifik pasien dan bekerja bersama untuk membuat tujuan yang
realistis. Rumusan penting untuk hasil pasien yang positf termasuk
memahami prinsip-prinsip ventilasi mekanis dan perawatan yang dibutuhkan
dari pasien, juga komunikasi terbuka diantara tim perawatan kesehatan
tentang tujuan terapi, rencana penyapihan (weaning), dan toleransi
pasien terhadap perubahan dalam pengesetan ventilator.
Gambar 2.1 Ventilator
2.2 Klasifikasi Ventilator
Terdapat beberapa jenis ventilator mekanis.Ventilator diklasifikasikan
berdasarkan cara alat tersebut mendukung ventilasi. Dua kategori umum
adalah ventilator tekanan-negatif dan tekanan-positif.
Sampai sekarang kategori yang paling umum digunakan adalah ventilator
tekanan-positif. Ventilator tekanan-positif juga termasuk klasifikasi
metoda fase inspirasi akhir (tekanan-bersiklus, waktu-bersiklus dan
volume-bersiklus).
2.2.1 Ventilator Tekanan Negatif
Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada
eksternal. Dengan mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi
memungkinkan udara untuk mengalir ke dalam paru-paru, sehingga memenuhi
volumenya. Secara fisiologis, jenis ventilasi terbaru ini serupa dengan
ventilasi spontan. Ventilator jenis ini digunakan terutama pada gagal
nafas kronik yang berhubungan dengan kondisi neurovaskular seperti
poliomielitis, distrofimuskular, sklerosis lateral amiotrofik, dan
miasteniagravis. Penggunaannya tidak sesuai untuk pasien yang tidak
stabil atau pasien yang kondisinya membutuhkan perubahan ventilatori
sering.
Ventilator tekanan negatif adalah alat yang mudah digunakan dan tidak
membutuhkan intubasi jalan nafas pasien. Ventilator ini digunakan paling
sering untuk pasien dengan fungsi pernafasan borderline akibat
penyakit neuromuskular. Akibatnya, ventilator ini sangat baik untuk
digunakan di lingkungan rumah. Terdapat beberapa jenis ventilator
tekanan negatif: iron lung, body wrap, dan chest cuirass.
Drinker Respirator Tank (Iron Lung). Iron
Lung adalah bilik tekanan negatif yang digunakan untuk ventilasi. Alat
ini pernah digunakan secara luas selama epidemik polio pada masa lalu
dan sekarang digunakan oleh pasien-pasien yang selamat dari penyakit
polio dan kerusakan neuromuskular lainnya.
Body Wrap (Pneumowrap) dan Chest Cuirass (Tortoise Shell).
Kedua alat portabel ini membutuhkan sangkar atau shell yang kaku untuk
menciptakan bilik tekanan negatif disekitar toraks dan abdomen. Karena
masalah-masalah dengan ketepatan ukuran dan kebocoran sistem, jenis
ventilator ini hanya digunakan dengan hati-hati pada pasien tertentu.
2.2.2 Ventilator Tekanan Positif
Ventilator
tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan tekanan
positif pada jalan nafas, serupa dengan mekanisme di bawah, dan dengan
demikian mendorong alveoli untuk mengembang selama inspirasi. Ekspirasi
terjadi secara pasif.
Pada
ventilator jenis ini diperlukan intubasi endotrakea atau trakeostomi.
Ventilator ini secara luas digunakan di lingkungan rumah sakit dan
meningkat penggunaannya di rumah untuk pasien dengan penyakit paru
primer. Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif, yaitu:
1. Ventilator Tekanan-Bersiklus.
Ventilator
tekanan bersiklus adalah ventilator tekanan positif yang mengakhiri
inspirasi ketika tekanan preset telah tercapai. Dengan kata lain, siklus
ventilator hidup, mengantarkan aliran udara sampai tekanan tertentu
yang telah ditetapkan sebelumnya tercapai, dan kemudian siklus mati.
Keterbatasan utama dengan ventilator jenis ini adalah bahwa volume
udara atau oksigen dapat beagam sejalan dengan perubahan tahanan atau
kompliens jalan napas pasien. Akibatnya adalah suatu
ketidakkonsistensian dalam jumlah volume tidal yang dikirimkan dan
kemungkinan mengganggu ventilasi. Konsekuensinya, pada orang dewasa,
ventilator tekanan-bersiklus dimaksudkan hanya untuk penggunaan jangka
pendek di ruang pemulihan. Jenis yang paling umum dari ventilator jenis
ini adalah mesin IPPB.
2. Ventilator Waktu-Bersiklus
Ventilator
waktu-bersiklus mengakhiri atau mengendalikan inspirasi setelah waktu
yang ditentukan. Volume udara yang diterima pasien diatur oleh
kepanjangan inspirasi dan frekuensi aliran udara. Sebagian besar
ventilator mempunyai frekuensi kontrol yang menentukan frekuensi
pernapasan, tetapi waktu-pensiklus murni jarang digunakn untuk orang
dewasa. Ventilator ini digunakan pada neonatus dan bayi.
3. Ventilator Volume-Bersiklus
Ventilator
volume bersiklus sejauh ini adalah ventilator tekanan-positif yang
paling banyak digunakan sekarang. Dengan ventilator jenis ini, volume
udara yang akan dikirimkan pada setiap inspirasi telah ditentukan. Mana
kala volume preset ini telah dikirimkan pada pasien, siklus ventilator
mati dan ekshalasi terjadi secara pasif. Dari satu nafas ke nafas
lainnya, volume udara yang dikirimkan oleh ventilator secara relatif
konstan, sehingga memastikan pernapasan yang konsisten, adekuat meski
tekanan jalan nafas beragam.
2.3 Gambaran dan Pengesetan Volume Vetilator
Berbagai gambaran digunakan dalam penatalaksanaan pasien pada
ventilator mekanis. Ventilator disesuaikan sehingga pasien merasa nyaman
dan ”dalam harmoni” dengan mesin. Perubahan yang minimal dari dinamik
kardiovaskuler dan paru diharapkan. Jika volume ventilator disesuaikan
dengan tepat, kadar gas darah arteri pasien akan terpenuhi dan akan ada
sedikit atau tidak ada sama sekali gangguan kardiovaskuler.
Pengesetan awal ventilator setting :
1. Atur mesin untuk memberikan volume tidal yang dibutuhkan (10-15 ml/kg).
2. Sesuaikan
mesin untuk memberikan konsentrasi oksigen terendah untuk
mempertahankan PaO2 normal (80-100 mmHg). Pengesetan ini dapat diatur
tinggi dan secara bertahap dikurangi berdasarkan pada hasil pemeriksaan
gas darah arteri.
3. Catat tekanan inspiratori puncak.
4. Atur cara (bantu-kontrol atau ventilasi mandatori intermiten) dan frekuwensi sesuai dengan program medik dokter.
5. Jika
ventilator diatur pada cara bantu kontrol, sesuaikan sensivitasnya
sehingga pasien dapat merangsang ventilator dengan upaya minimal
(biasanya 2 mmHg dorongan inspirasi negatif).
6. Catat volume 1 menit dan ukur tekanan parsial karbondioksida (PCO2) dan PO2, setelah 20 menit ventilasi mekanis kontinu.
7. Sesuaikan
pengesetan (FO2 dan frekuwensi) sesuai dengan hasil pemeriksaan gas
darah arteri atau sesuai dengan yang ditentukan oleh dokter.
8. Jika
pasien menjadi bingung atau agitasi atau mulai “Bucking” ventilator
karena alasan yang tidak jelas, kaji terhadap hipoksemia dan
ventilasikan manual pada oksigen 100% dengan bag resusitasi.
2.4 Indikasi Ventilasi Mekanis
Jika pasien mengalami penurunan kontinu oksigenasi (PaO2), peningkatan kadar karbondioksida arteri (PaCO2),
dan asidosis persisten (penurunan pH), maka ventilasi mekanis
kemungkinan diperlukan. Kondisi seperti pascaoperatif bedah toraks atau
abdomen, takar lajak obat, penyakit neuromuskular, cedera inhalasi,
PPOM, trauma multipel, syok, kegagalan multisistem, dan koma semuanya
dapat mengarah pada gagal nafas dan perlunya ventilasi mekanis. Kriteria
untuk ventilasi mekanis berfungsi sebagai pedoman dalam membuat
keputusan untuk menempatkan pasien pada ventilator. Pasien dengan apnea
yang tidak cepat pulih juga merupakan kandidat untuk ventilasi mekanis.
NO
|
PARAMETER
|
NILAI
|
TINDAKAN
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
|
Frekuensi Pernafasan.
Kapasitas Vital.
Tekanan inspirasi.
Gas darah Arteri.
Ph
PaCO2
PaO2
Gradien pirau A-a
Auskultasi dada
Irama dan frekuwensi jantung
Aktivitas
Status mental
Observasi fisik
|
<10 kali/menit (penurunan kendali pernafasan.
16-20 kali/per menit.
28-40 kali/menit.
<10-20 ml/kg(cadangan pernafasan buruk).
<20 cm H2O atau cenderung menurun.
<7,25
<50mm/Hg
<50 mmHg dengan terapi O2
≥ 300 mmHg
≥ 25-30
Penurunan atau tidak ada bunyi nafas.
Nadi lebih dari 120, disritmia
Kelelahan berat, penurunan tolenransi aktivitas
Kacau mental, delirium, samnolen.
Penggunaan otot asesori, kelelahan, kerja pernafasan berat.
|
Evaluasi pasien dan hilangkan penyebab.
Normal.
Evaluasi pasien dan lakukan tindakan yang tepat.
Pertimbangkan intubasi/ventilasi terencana.
Lihat tanda gagal nafas.
Siapkan dukungan ventilator.
Evaluasi dikombinasi dengan peningkatan PaCO2.
Evaluasi dikombinasi dengan penurunan pH.
Evaluasi dikombinasi dengan pH dan PaCO2.
Beri O2 100%
Siapkan dukungan ventilator.
Monitor disritmia.
Evaluasi hal diatas dan lakukan tindakan tepat.
Monitor aktivitas kejang hipoksik.
Siapkan dukungan ventilator.
|
Tabel 2.1 Indikasi Ventilasi Mekanis
2.5 Komplikasi Ventilasi Mekanis
Pasien dengan ventilator mekanis memerlukan observasi, keterampilan dan
asuhan keperawatan berulang. Komplikasi yang dapat terjadi dengan
terapi ventilator ini adalah:
1. Komplikasi pada jalan nafas
Aspirasi dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah intubasi. Kita
dapat meminimalkan resiko aspirasi setelah intubasi dengan mengamankan
selang, mempertahankan manset mengembang, dan melakukan penghisapan oral
dan selang kontinu secara adekuat. Bila resusitasi diperpanjang dan
distensi gastrik terjadi, jalan nafas harus diamankan sebelum memasang
selang nasogastrik untuk dekompresi lambung. Bila aspirasi terjadi
potensial untuk terjadinya SDPA meningkat.
Kebanyakan pasien dengan ventilator perlu dilakukan restrein pada kedua
tangan, karena ekstubasi tanpa disengaja oleh pasien sendiri dengan
aspirasi adalah komplikasi yang pernah terjadi. Selain itu
self-extubation dengan manset masih mengembang dapat menimbulkan
kerusakan pita suara.
Prosedur intubasi itu sendiri merupakan resiko tinggi. Contoh komplikasi intubasi meliputi:
a. Intubasi lama dan rumit meningkatkan hipoksia dan trauma trakea.
b. Intubasi batang utama (biasanya kanan) ventilasi tak seimbang, meningkatkan laju mortalitas.
c. Intubasi sinus piriformis (jarang) abses faringeal
Pnemonia Pseudomonas sering terjadi pada kasus intubasi lama dan selalu
kemungkinan potensial dari alat terkontaminasi.
2. Masalah Selang Endotrakeal
Bila selang diletakkan secara nasotrakeal, infeksi sinus berat dapat
terjadi. Alternatifnya, karena posisi selang pada faring, orifisium ke
telinga tengah dapat tersumbat, menyebabkan otitis media berat, kapanpun
pasien mengeluh nyeri sinus atau telinga atau terjadi demam dengan
etiologi yang tidak diketahui, sinus dan telinga harus diperiksa untuk
kemungkinan sumber infeksi.
Beberapa derajat kerusakan trakeal disebabkan oleh intubasi lama.
Stenosis trakeal dan malasia dapat diminimalkan bila tekanan manset
diminimalkan. Sirkulasi arteri dihambat oleh tekanan manset kurang lebih
30 mm/Hg. Penurunan insiden stenosis dan malasia telah dilaporkan
dimana tekanan manset dipertahankan kurang lebih 20 mm/Hg. Bila edema
laring terjadi, maka ancaman kehidupan paskaekstubasi dapat terjadi.
3. Masalah Mekanis
Malfungsi ventilator adalah potensial masalah serius. Tiap 2-4 jam
ventilator diperiksa oleh staf keperawatan atau pernafasan. VT tidak
adekuat disebabkan oleh kebocoran dalam sirkuit atau manset, selang atau
ventilator terlepas, atau obstruksi aliran. Selanjutnya disebabkan oleh
terlipatnya selang, tahanan sekresi, bronkospasme berat, spasme batuk,
atau tergigitnya selang endotrakeal.
Secara latrogenik menimbulkan komplikasi melampaui kelebihan ventilasi
mekanis yang menyebabkan alkalosis respiratori dan karena ventilasi
mekanis menyebabkan asidosis respiratori atau hipoksemia. Penilaian GDA
menentukan efektivitas ventilasi mekanis. Perhatikan, bahwa pasien PPOM
diventilasi pada nilai GDA normal mereka, yang dapat melibatkan kadar
karbondioksida tinggi.
4. Barotrauma
Ventilasi
mekanis melibatkan “pemompaan” udara kedalam dada, menciptakan tekanan
positif selama inspirasi. Bila TEAP ditambahkan, tekanan ditingkatkan
dan dilanjutkan melalui ekspirasi. Tekanan positif ini dapat menyebabkan
robekan alveolus atau emfisema. Udara kemudian masuk ke area pleural,
menimbulkan tekanan pneumotorak-situasi darurat. Pasien dapat
mengembangkan dispnea berat tiba-tiba dan keluhan nyeri pada daerah yang
sakit. Tekanan ventilator menggambarkan peningkatan tajam pada ukuran,
dengan terdengarnya bunyi alarm tekanan. Pada auskultasi, bunyi nafas
pada area yang sakit menurun atau tidak ada. Observasi pasien dapat
menunjukkan penyimpangan trakeal. Kemungkinan paling menonjol
menyebabkan hipotensi dan bradikardi yang menimbulkan henti jantung
tanpa intervensi medis. Sampai dokter datang untuk dekompresi dada
dengan jarum, intervensi keperawatannya adalah memindahkan pasien dari
sumber tekanan positif dan memberi ventilasi dengan resusitator manual,
memberikan pasien pernafasan cepat.
5. Penurunan Curah Jantung.
Penurunan
curah jantung ditunjukkan oleh hipotensi bila pasien pertama kali
dihubungkan ke ventilator ditandai adanya kekurangan tonus simpatis dan
menurunnya aliran balik vena. Selain itu hipotensi adalah tanda lain dan
gejala dapat meliputi gelisah yang tidak dapat dijelaskan, penurunan
tingkat kesadaran, penurunan haluarana urine, nadi perifer lemah,
pengisian kapiler lambat, pucat, lemah, dan nyeri dada. Hipotensi
biasanya diperbaiki dengan meningkatkan cairan untuk memperbaiki
hipovolemia.
6. Keseimbangan air positif
Penurunan
aliran balik vena ke jantung dirangsang oleh regangan reseptor vagal
pada atrium kanan. Manfaat hipovolemia ini merangsang pengeluaran hormon
antidiuretik dari hipofise posterior. Penurunan curah jantung
menimbulkan penurunan haluaran urine melengkapi masalah dengan
merangsang respons aldosteron renin-angiotensin. Pasien yang bernafas
secara mekanis, hemodinamik tidak stabil, dan yang memerlukan jumlah
besar resusitasi cairan dapat mengalami edema luas, meliputi edema
sakral dan fasial.
2.6 Asuhan Keperawatan
2.6.1 Pengkajian
Perawat mempunyai peran penting dalam mengkaji status pasien dan fungsi
ventilator. Dalam mengkaji pasien, perawat mengevaluasi hal-hal
berikut:
a. Tanda-tanda vital.
b. Bukti adanya Hipoksia (Gelisah, Ansietas, Takikardia, Peningkatan Frekuensi Pernapasan, Sianosis).
c. Frekuensi dan Pola Pernapasan.
d. Bunyi Napas.
e. Status Neurologis.
f. Volume Tidal, Ventilasi Satu Menit, Kapasitas Vital Kuat.
g. Kebutuhan Penghisapan.
h. Upaya Ventilasi Spontan Pasien.
i. Status Nutrisi.
j. Status Psikologis.
Pengkajian fungsi jantung. Perubahan dalam curah jantung dapat terjadi
sebagai akibat ventilator tekanan positif. Tekanan intratorak positif
selama inspirasi menekan jantung dan pembuluh darah besar, dengan
demikian mengurangi arus balik vena dan curah jantung. Hal ini biasanya
diperbaiki selama ekshalasi ketika tekanan positif mati. Tekanan positif
yang berlebihan dapat menyebabkan pneumotoraks spontan akibat trauma
pada alveoli. Kondisi ini dapat dengan cepat berkembang menjadi
pneumotoraks tension, yang lebih jauh lagi mengganggu arus balik vena,
curah jantung, dan tekanan darah.
Untuk mengevaluasi fungsi jantung, perawat pertama-tama harus
memperhatikan tanda-tanda dan gejala-gejala hipoksemia dan hipoksia
(gelisah, gugup, kelam pikir, takikardia, takipnea, pernapasan labored,
pucat yang berkembang menjadi sianosis, berkeringat, hipertensi
transien, dan penurunan haluaran urin). Jika terpasang kateter arteri
pulmonal, curah jantung, indeks jantung, dan nilai-nilai hemodinamik
lainnya dapat ditentukan.
Pengkajian peralatan. Ventilator juga harus dikaji untuk memastikan
bahwa ventilator berfungsi dengan tepat dan bahwa pengesetannya telah
dibuat dengan tepat. Meski perawat tidak benar-benar bertanggung jawab
terhadap penyesuaian pengesetan pada ventilator atau pengukuran
parameter ventilator (biasanya ini merupakan tanggung jawab dari ahli
terapi pernapasan). Perawat bertanggung jawab terhadap pasien dan
karenanya harus mengevaluasi bagaimana ventilator mempengaruhi status
pasien secara keseluruhan. Dalam memantau ventilator, perawat harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Jenis ventilator (volume bersiklus, tekanan bersiklus, tekanan negatif).
2. Cara pengendalian (kontrol, bantu/kontrol, intermitent mandatory, ventilation).
3. Pengesetan volume tidal dan frekuensi.
4. Pengesetan F1O2 (fraksi oksigen yang diinspirasi).
5. Tekanan inspirasi yang dicapai dan batasan tekanan.
6. Pengesetan sigh (biasanya 1,5x dari volume tidal dan berkisar dari 1-3/jam) jika memungkinkan.
7. Adanya air dalam selang, terlepasnya sambungan, atau terlipatnya selang.
8. Humidifikasi (humidifier dengan air).
9. Alarm (fungsi yang sesuai).
10. PEEP (tekanan akhir ekspiratori positif) atau tingkat dukungan tekanan, jika memungkinkan
2.6.2 Diagnosa keperawatan
Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosa keperawatan mayor pasien dapat mencangkup :
1. Kerusakan
pertukaran gas yang berhubungan dengan penyakit yang mendasari, atau
penyesuaian pengesetan ventilator selama stabilisasi penyapihan.
2. Ketidak
efektifan jalan napas yang berhubungan sengan pembentukan lendir yang
berkaitan dengan ventilasi mekanis tekanan positif kontinu.
3. Resiko terhadap trauma dan infeksi berhubungan dengan inkubasi endotrakea dan trakeostomi.
4. Kerusakan mobilitas fisik yang berhungan dengan ketergantungan ventilator.
5. Kerusakan komunikasi verbal berhungan dengan tekanan selang endotrakea dan pemasangan pada ventilator.
6. Koping individu tidak efektif dan ketidak berdayaan yang berhungan dengan ketergantunagn pada ventilator
2.6.3 Intervensi Keperawatan
Meningkatkan pertukaran gas. Tujuan
menyeluruh ventilasi mekanis adalah untuk mengoptimalkan pertukaran gas
dengan mempertahankan ventilasi alveolar dan pengiriman oksigen.
Perubahan pertukaran gas dapat dikarenakan penyakit yang mendasari atau
faktor-faktor mekanis yang berhubungan dengan penyesuaian dari mesin
dengan pasien. Tim perawatan kesehatan, termasuk perawat, dokter, dan
ahli trapi pernapasan, secara kontinu mengkaji pasien terhadap
pertukaran gas yang adekuat, tanda dan gejal hipoksia, dan respon
terhadap tindakan.
Intervensi
keperawatan dengan pasien ventilator mekanis tidak berbeda secara unik
dengan pasien gangguan paru lainnya namun kebutuhan akan pengamatan
keperawatan dan penegakan hubungan perawat-pasien yang terapeutik adalh
sangat penting. Konstilasi intervensi yang digunakan oleh perawat
ditentukan oleh proses penyakit yang mendasari dan respon pasien.
Sebagai contoh pertukaran gas yang tidak adekuat dapat berhubungan
dengan faktor yang sangat beragam: tingakat kesadaran yang berubah,
atelektasis, kelebihan cairan, nyeri insisi, atau penyakit primer
seperti pnemonia.
Sebagai akibat, intervensi keperawatan untuk meningkatkan pertukaran
gas yang optimal termaksud pemberian medikasi nyeri secara bijaksana
untuk menghilangkan nyeri tetapi bukan untuk secara signifikan menurunan
dorongan pernapasan, dan seringnya perubahan posisi untuk menghilangkan
efek pernapasan terhadap inmobilitas.
Perawat juga memantau keseimbangan cairan yang adekuat dengan mengkaji
adanya edema perifer. Menghitung pasukan dan haluaran urin, Dan memantau
berat badan harian. Perawat memberikan medikasi untuk mengontrol
penyakit primer dan memantau potensial efek samping obat yang diberikan.
Pengisapan steril jalan napas bawah disertai dengan fisio trapi dada
(perkusi, fibrasi) adalah stategi lain untuk membersihkan jalan napas
dari kelebihan sekresi.
Dua
intervensi keperawatan umum yang terutama penting untuk pasien yang
mendapat ventilasi secara mekanis adalah auskultasi paru dan
interpretasi gas darah arteri. Perawat sering menjadi orang pertama yang
mengetahui perubahan dalam temuan pengkajian fisik atau kecendrungan
siknifikan dalam gas darah yang menandakan terjinya masalah siknifikan
(pnemotorak, perubahan letak selang, embolisme pulmonal)
Penatalaksanaan jalan nafas.
Ventilasi tekanan positif kontinu meningkatkan pembentukan sekresi
apapun kondisi pasien yang mendasari, perawat harus mengidentifikasi
adanya sekresi dengan auskultasi paru sedikitnya setiap 2/4 jam.
Tindakan untuk membersihkan jalan nafas dari sekresi termasuk
pengisapan. Fisioterapi dada, perubahan posisi yang sering, dan
peningkatan mobilitas secepat mungkin.
Mekanisme
sigh pada ventilator mungkin dapat disesuaikan untuk memberikan
sedikitkan 1/3 sigh/jam pada 1,5 kali volume tidal jika pasien
menggunakan ventilator bantu kontrol. Karena resiko hiperventilitas dan
trauma pada jaringan paru akibat kelebihan tekanan ventilator (baro
trauma, pneumothorax). Jika pasien menggunakan mode ventilasi madatori
intermitent (IMV). Ventilasi mandatori bekerja sebagai sigh karena
ventilasi ini mempunyai volume lebih besar dibanding pernafasan spontan
pasien
Sigh
priodik mencegah atelektasis dan retensi sekresi lanjut. Humidifikasi
dengan cara ventilator dipertahankan untuk membantu pengenceran sekresi
sehingga sekresi lebih mudah dikeluarkan. Bronkodilator, baik intravena
atau inhalasi, diberikan sesuai dengan resep untuk mendilatasi
bronkiolus sehingga sekresi dapat dengan mudah dikeluarkan.
Mencegah trauma dan infeksi.
Penatalaksanaan jalan nafas harus mencakup pemeliharaan selang
endotrakeal atau trakeostomi. Selang ventilator diposisikan sedemikian
rupa sehingga hanya sedikit kemungkinan tertarik penyimpangan selang
dalam trakea. Hal ini mengurangi trauma pada trakea. Tekanan manset
harus dipantau setiap 8 jam untuuk mempertahankan dibawah 25 cm H2O. Adanya kebocoran cuff dievaluasi pada waktu yang sama
Perawat
trakeostomi dilakukan sedikitnya setiap 8 jam dan lebih sering jika
diindikasikan karena peningkatan resiko infeksi. Higiene oral sering
dilakukan karena rongga oral merupakan sumber utama kontaminasi
paru-paru pasien yang diintubasi dan pasien lemah. Adanya selang
nasogastrik dan penggunaan antasida pada pasien dengan ventilasi mekanis
juga telah mempredisposisikan pasien pada pneumonia nosokomial akibat
aspirasi subklinis. Pasien juga harus diposisikan dengan kepala
dinaikkan lebih tinggi dari perut sedapat mungkin untuk mengurangi
aspirasi isi lambung.
Peningkatan tingkat mobilitas optimal.
Mobilitas pasien terbatas karena dihubungkan dengan ventilator. Pasien
yang kondisinya menjadi stabil harus dibantu untuk turun dari tempat
tidur dan kekursi segera saat memungkinkan. Mobilitas dan aktivitas otot
sangat bermanfaat karena menstimulasi pernafasan dengan memperbaiki
semangat mental. Jika pasien tidak mampu untuk turun dari tempat tidur,
maka latihan rentang gerak pasif dan aktif dilakukan setiap 8 jam untuk
mencegah atrofi otot, kontraktur dan stasis vena.
Meningkatkan komunikasi optimal.
Metode komunikasi alternatif harus dikembangkan untuk pasien dengan
ventilator. Perawat mengkaji komunikasi pasien bila keterbatasan pasien
diketahui, perawat memberikan beberapa pendekatan komunikasi; membaca
gerak bibir, kertas dan pinsil, papan komunikasi; bahasa gerak tubuh,
penggunaan ‘’berbicara’’ dapat disarankan pada dokter untuk memungkinkan
pasien bicara sementara iya dengan ventilator pasien harus dibantu
untuk menemukanmetoda komunikasi yang paling cocok. Beberapa metoda
dapat membuat frustasi baik bagi pasien maupun bagi perawat. Dan metode
ini hal diidentifikasi dan diminimalkan.
Meningkatkan kemampuan koping.
Ketergantungan pada ventilator sangat menakutkan baik bagi pasien
maupun keluarga. Dengan memberika dorongan pada mereka untuk
mengungkapkan perasaan mereka dengan ventilator, kondisi pasien,
lingkungan, akan sangat bermanfaat. Memberikan penjelasan semua prosedur
setiap kali dilakukan untuk membantu mengurangi ansietas, untuk
memulihkan rasa kontrol pasien didorong untuk ikut serta dalam pembuatan
keputusan tentang perawatan, jadwal, dan tindakan bila memungkinkan.
Pasien mungkin menjadi menarik diri selama ventilasi mekanis, trauma
jika berkepanjangan akibatnya perawat harus menginformasikan tentang
kemajuannya pada pasien bila memungkinkan. Tekhnik penurunan stres
(pijat punggung, tindakan relaksasi) membantu mlepaskan ketegangan dan
memampukan pasien untuk menghadapi ansietas dan ketakutan tentang
kondisi dan ketergantungan pada ventilator
2.6.4 Evaluasi Keperawatan
Hasil yang diharapkan:
1. Menunjukkan pertukaran gas, kadar gas darah arteri, tekanan arteri pulmonal, dan tanda-tanda vital adekuat.
2. Menunjukkan ventilasi yang adekuat dengan akumulasi lendir yang minimal.
3. Bebas dari cedera atau infeksi seperti yang dibuktikan dengan suhu tubuh dan jumlah sel darah putih.
4. Dapat aktif dalam keterbatasan kemampuan.
5. Berkomunikasi secara efektif melalui pesantertulis, gerak tubuh, alat komunikasi lainnya.
6. Dapat mengatasi masalah secara efektif.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ventilator
mekanis adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang
dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen selama waktu yang
lama (Brunner and Suddarth, 2001).
Terdapat beberapa jenis ventilator mekanis.Ventilator diklasifikasikan
berdasarkan cara alat tersebut mendukung ventilasi. Dua kategori umum
adalah ventilator tekanan-negatif dan tekanan-positif.Sampai sekarang
kategori yang paling umum digunakan adalah ventilator tekanan-positif.
Berbagai gambaran digunakan dalam penatalaksanaan pasien pada
ventilator mekanis. Ventilator disesuaikan sehingga pasien merasa nyaman
dan ”dalam harmoni” dengan mesin. Perubahan yang minimal dari dinamik
kardiovaskuler dan paru diharapkan. Jika volume ventilator disesuaikan
dengan tepat, kadar gas darah arteri pasien akan terpenuhi dan akan ada
sedikit atau tidak ada sama sekali gangguan kardiovaskuler.
Jika pasien mengalami penurunan kontinu oksigenasi (PaO2), peningkatan kadar karbondioksida arteri (PaCO2),
dan asidosis persisten (penurunan pH), maka ventilasi mekanis
kemungkinan diperlukan. Kondisi seperti pascaoperatif bedah toraks atau
abdomen, takar lajak obat, penyakit neuromuskular, cedera inhalasi,
PPOM, trauma multipel, syok, kegagalan multisistem, dan koma semuanya
dapat mengarah pada gagal nafas dan perlunya ventilasi mekanis
3.2 Saran.
Perawat yang bekerja di ruang kritis hendaknya adalah perawat yang
berpengalaman atau perawat yang mau belajar untuk meningkatkan
pengetahuannya mengenai teknologi di ruang kritis terkait penggunaan
mesin-mesin penunjang kehidupan yang digunakan oleh pasien-pasiennya.
Penguasaan teknologi di ruang kritis merupakan tantangan bagi profesi
keperawatan. Perawat pemula ataupun perawat berpengalaman akan
memanfaatkan teknologi dengan cara yang berbeda, namun hal ini tetap
mempunyai implikasi yang sama terhadap praktek keperawatan yaitu
mengembangkan cara-cara baru dalam melakukan asuhan keperawatan.
Perawat diharapkan harus mampu untuk menganalisa manfaat transfer dan transform
teknologi dari teknologi medis menjadi teknologi keperawatan, tidak
hanya di area keperawatan kritis tapi juga di area-area keperawatan
lainnya. Hal ini sebenarnya akan meningkatkan kualitas praktek dan
profesi keperawatan. Namun sayangnya masih ada perawat yang beranggapan
bahwa teknologi di suatu area keperawatan merupakan suatu tambahan
pekerjaan bagi perawat.
DAFTAR PUSTAKA
Anymous. 2006. Ventilator mekanik. diakses dari http://wikipedia.org/wiki/Mechanical_ventilation pada tanggal 13 Desember 2010.
Anymous. 2008. Weaning from a ventilator diakses dari httpm://www/northeastcenter.com/weaning from a ventilator.htm pada tanggal 13 Desember 2010.
Hudak, Carolyn dkk.1997. Keperawatan Kritis Volume 1. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 1. Jakarta: EGC
Wong, D.L. et all. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik vol 2. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar