Moch. wahyu NC
ASUHAN KEPERAWATAN TB PARU
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suddarth, 2003).
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang bervariasi, akibat kuman mycobacterium tuberkulosis sistemik sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Mansjoer, 2000).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri yaitu mycobacterium tuberculosis, (Smeltzer, 2002).
Jadi penulis menyimpulkan bahwa, TB Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman mycobakterium tuberculosis yang menyerang saluran pernafasan terutama parenkim paru.
Klasifikasi tuberculosis di Indonesia yang banyak dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologist dan mikrobiologis :
1. Tuberkulosis paru
2. Bekas tuberkulosis paru
3. Tuberkulosis paru tersangka.
Tuberkulosis tersangka yang terbagi dalam :
1. TB paru tersangka yang diobati (sputum BTA negatif, tapi tanda-tanda lain positif)
2. TB paru tersangka yang tidak diobati (sputum BTA negatif dan tanda-tanda lain meragukan) (Suyono, 2001)
B. Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 μm dan tebal 0,3 – 0,6 μm dan digolongkan dalam basil tahan asam (BTA). (Suyono, 2001)
C. Manifestasi Klinik
Gambaran klinis tuberculosis mungkin belum muncul pada infeksi awal dan mungkin tidak akan pernah timbul bila tidak terjadi infeksi aktif. Bila timbul infeksi aktif klien biasanya memperlihatkan gejala : batuk purulen produktif disertai nyeri dada, demam (biasanya pagi hari), malaise, keringat malam, gejala flu, batuk darah, kelelahan, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan (Corwin, 2001).
D. Patofisiologi
Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli untuk memperbanyak diri, basil juga dipindahkan melalui system limfe dan pembuluh darah ke area paru lain dan bagian tubuh lainnya.
Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menelan banyak bakteri, limfosit specific tuberculosis melisis basil dan jaringan normal, sehingga mengakibatkan penumpukkan eksudat dalam alveoli dan menyebabkan bronkopnemonia.
Massa jaringan paru/granuloma (gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati) dikelilingi makrofag membentuk dinding protektif. Granuloma diubah menjadi massa jaringan fibrosa, yang bagian sentralnya disebut komplek Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami klasifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif. Individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon inadekuat sistem imun, maupun karena infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini tuberkel ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke bronki. Bakteri kemudian menyebar di udara, mengakibatkan penyebaran lebih lanjut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak mengakibatkan bronkopnemonia lebih lanjut (Smeltzer, 2001).
A. Pemeriksaan Penunjang
Tes diagnostik yang dilakukan diuraikan pada tabel berikut:
1. Sputum:
a. Kultur
Mycobacterium tuberculosis positif pada tahap aktif, penting untuk menetapkan diagnosa pasti dan melakukan uji kepekaan terhadap obat.
b. Ziehl-Neelsen
BTA positip
c. Tes Kulit (PPD, Mantoux, Vollmer)
Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak berarti untuk menunjukkan keaktivan penyakit.
d. Foto thorax
Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru, simpanan kalsium lesi sembuh primer, efusi cairan, akumulasi udara, area cavitas, area fibrosa dan penyimpangan struktur mediastinal.
e. Histologi atau kultur jaringan (termasuk bilasan lambung, urine, cairan serebrospinal, biopsi kulit)
Hasil positif dapat menunjukkan serangan ekstrapulmonal
f. Biopsi jarum pada jaringan paru
Positif untuk gralunoma TB, adanya giant cell menunjukkan nekrosis.
2. Darah:
a. LED
Indikator stabilitas biologik penderita, respon terhadap pengobatan dan predeksi tingkat penyembuhan. Sering meningkat pada proses aktif.
b. Limfosit
Menggambarakan status imunitas penderita (normal atau supresi)
c. Elektrolit
Hiponatremia dapat terjadi akibat retensi cairan pada TB paru kronis luas.
d. Analisa Gas Darah
Hasil bervariasi tergantung lokasi dan beratnya kerusakan paru
e. Tes faal paru
Penurunana kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu dan kapasitas paru total, penurunan saturasi oksigen sebagai akibat dari infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyaki pleural.
B. Komplikasi
Penderita TB paru antara lain:
1. Pendarahan dari saluran pernafasan bagian bawah yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Penyebaran infeksi ke organ lain
Misalnya : otak, jantung persendian, ginjal aslinya.
C. Penatalaksanaan
1. Pengobatan
Tujuan terpenting dari tata laksana pengobatan tuberkulosis adalah eradikasi cepat M. tuberculosis, mencegah resistensi, dan mencegah terjadinya komplikasi.
Jenis dan dosis OAT :
a. Isoniazid (H)
Isoniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Efek samping yang mungkin timbul berupa neuritis perifer, hepatitis rash, demam Bila terjadi ikterus, pengobatan dapat dikurangi dosisnya atau dihentikan sampai ikterus membaik. Efek samping ringan dapat berupa kesemutan, nyeri otot, gatal-gatal. Pada keadaan ini pemberian INH dapat diteruskan sesuai dosis.
b. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dorman (persisten). Efek samping rifampisin adalah hepatitis, mual, reaksi demam, trombositopenia. Rifampisin dapat menyebabkan warna merah atau jingga pada air seni dan keringat, dan itu harus diberitahukan pada keluarga atau penderita agar tidak menjadi cemas. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya.
c. Pirazinamid (P)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Efek samping pirazinamid adalah hiperurikemia, hepatitis, atralgia.
d. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, efek samping dari streptomisin adalah nefrotoksik dan kerusakan nervus kranialis VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran.
e. Ethambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna merah dan hijau, maupun optic neuritis.
2. Pembedahan
Dilakukan jika pengobatan tidak berhasil, yaitu dengan mengangkat jaringan paru yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang, bronkoskopi untuk mengangkat polip granulomatosa tuberkulosis atau untuk reseksi bagian paru yang rusak.
3. Pencegahan
Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberkulosis, mempertahankan status kesehatan dengan asupan nutrisi adekuat, minum susu yang telah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga dilakukan pengobatan, pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis virulen.
D. Pengkajian Fokus
Berdasarkan klasifikasi Doenges (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
1. Aktivitas/istirahat:
Subjektif:
a. Kelelahan umum dan kelemahan
b. Dispnea saat kerja maupun istirahat
c. Kesulitan tidur pada malam hari atau demam pada malam hari, menggigil dan atau berkeringat
d. Mimpi buruk
Objektif:
a. Takikardia, takipnea/dispnea pada saat kerja
b. Kelelahan otot, nyeri, sesak (tahap lanjut)
2. Sirkulasi
Subjektif:
Palpitasi
Objektif:
a. Takikardia, disritmia
b. Adanya S3 dan S4, bunyi gallop (gagal jantung akibat effusi)
c. Nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal
d. Tanda Homman (bunyi rendah denyut jantung akibat adanya udara dalam mediatinum)
e. TD: hipertensi/hipotensi
f. Distensi vena jugularis
3. Integritas ego:
Subjektif:
a. Gejala-gejala stres yang berhubungan lamanya perjalanan penyakit, masalah keuangan, perasaan tidak berdaya/putus asa, menurunnya produktivitas.
Objektif:
a. Menyangkal (khususnya pada tahap dini)
b. Ansietas, ketakutan, gelisah, iritabel.
c. Perhatian menurun, perubahan mental (tahap lanjut)
4. Makanan dan cairan:
Subjektif:
a. Kehilangan napsu makan
b. Penurunan berat badan
Objektif:
a. Turgor kulit buruk, kering, bersisik
b. Kehilangan massa otot, kehilangan lemak subkutan
5. Nyeri dan Kenyamanan:
Subjektif:
a. Nyeri dada meningkat karena pernapsan, batuk berulang
b. Nyeri tajam/menusuk diperberat oleh napas dalam, mungkin menyebar ke bahu, leher atau abdomen.
Objektif:
a. Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.
6. Pernapasan:
Subjektif:
a. Batuk (produktif atau tidak produktif)
b. Napas pendek
c. Riwayat terpajan tuberkulosis dengan individu terinfeksi
Objektif:
a. Peningkatan frekuensi pernapasan
b. Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, leher, retraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat
c. Pengembangan dada tidak simetris
d. Perkusi pekak dan penurunan fremitus, pada pneumothorax perkusi hiperresonan di atas area yang telibat.
e. Bunyi napas menurun/tidak ada secara bilateral atau unilateral
f. Bunyi napas tubuler atau pektoral di atas lesi
g. Crackles di atas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (crackels posttussive)
h. Karakteristik sputum hijau purulen, mukoid kuning atau bercak darah
i. Deviasi trakeal
7. Keamanan:
Subjektif:
a. Kondisi penurunan imunitas secara umum memudahkan infeksi sekunder.
Objektif:
a. Demam ringan atau demam akut.
8. Interaksi Sosial:
Subjektif:
a. Perasaan terisolasi/penolakan karena penyakit menular
b. Perubahan aktivitas sehari-hari karena perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
c. Penyuluhan/pembelajaran
Objektif:
a. Riwayat keluarga TB
b. Ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk
c. Gagal untuk membaik/kambuhnya TB
d. Tidak berpartisipasi dalam terapi.
A.
E. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret yang berlebihan
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek paru, kerusakan membran di alveolar, kapiler, sekret kental dan tebal.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat sekunder terhadap mual.
4. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan inadekuat oksigenasi untuk aktivitas.
6. Resiko tinggi penyebaran infeksi pada diri sendiri maupun orang lain berhubungan dengan kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen.
F. Intervensi
No | Diagnosa keperawatan | Tujuan dan Kriteria Hasil | Intervensi | Rasional |
1 | Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret yang berlebihan | Tujuan : bersihan jalan nafas efektif KH : pasien dapat mempertahankan jalan nafas dan mengeluarkan sekret tanpa bantuan. | a. Kaji fungsi pernafasan contoh bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kelemahan dan penggunaan otot bantu. b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis c. Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai keperluan e. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml / hari kecuali kontra indikasi | Peningkatan bunyi nafas dapat menunjukkan atelektasis, ronchi, mengi menunjukkan akumulasi sekret / ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot akseseri pernafasan dan peningkatan kerja pernafasan. Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal sputum berdarah kental / darah cerah (misal efek infeksi, atau tidak kuatnya hidrasi). Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan meningkatkan kan upaya pernafasan. Mencegah obstruksi respirasi, penghisapan dapat diperlukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret. Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret, membantu untuk mudah dikeluarkan. |
2 | Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek paru, kerusakan membran di alveolar, kapiler, sekret kental dan tebal. | Tujuan : tidak ada tanda-tanda dispnea KH : melaporkan tidak adanya penurunan dispnea, menunjukkan perbaikan ventilasi dan O2 jaringan adekuat dengan AGP dalam rentang normal, bebes dari gejala, distres pernafasan. | a. Kaji dispnea, takipnea, tidak normal atau menurunnya bunyi nafas, peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan. b. Evaluasi tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan pada warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku c. Tunjukkan/dorong bernafas dengan bibir selama endikasi, khususnya untuk pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim d. Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas pasien sesuai keperluan e. Kolaborasi medis dengan pemeriksaan ACP dan pemberian oksigen | TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagian kecil bronkopneumonia sampai inflamasi difus luas nekrosis effure pleural untuk fibrosis luas. Akumulasi sekret/pengaruh jalan nafas dapat mengganggu O2 organ vital dan jaringan. Membuat tahanan melawan udara luar untuk mencegah kolaps atau penyempitan jalan nafas, sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan atau menurunkan nafas pendek Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala. Mencegah pengeringan membran mukosa, membantu pengenceran sekret. |
3 | Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat sekunder terhadap mual. | Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi (tidak terjadi perubahan nutrisi) Kriteria hasil : pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan melakukan perilaku atau perubahan pola hidup. | a. Catat status nutrisi pasien dari penerimaan, catat turgor kulit, berat badan dan derajat kekurangannya berat badan, riwayat mual atau muntah, diare. b. Pastikan pada diet biasa pasien yang disukai atau tidak disukai. c. kaji anoreksia, mual dan muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan obat, awasi frekuensi, volume konsistensi feces. d. Dorong dan berikan periode istirahat sering. e. Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan. f. Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein. g. Kolaborasi, rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet. | Berguna dalam mendefinisikan derajat/ luasnya masalah dan pilihan intervensi yang tepat. Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet. Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area pemecahan masalah untuk meningkatkan pemasukan atau penggunaan nutrien. Membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan meningkat saat demam. Menurunkan rasa tidak enak karena sisa Sputum atau obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah. Masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tidak perlu atau kebutuhan energi dari makan makanan banyak dari menurunkan iritasi gaster. Bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet. |
4 | Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk | Tujuan : agar pola tidur terpenuhi. Kriteria hasil : pasien dapat istirahat tidur tanpa terbangun. | a. Diskusikan perbedaan individual dalam kebutuhan tidur berdasarkan hal usia, tingkat aktivitas, gaya hidup tingkat stress. b. Tingkatkan relaksasi, berikan lingkungan yang gelap dan terang, berikan kesempatan untuk memilih penggunaan bantal, linen dan selimut, berikan ritual waktu tidur yang menyenangkan bila perlu pastikan ventilasi ruangan baik, tutup pintu ruangan bila klien menginginkan. | Rekomendasi yang umum untuk tidur 8 jam tiap malam nyatanya tidak mempunyai fungsi dasar ilmiah individu yang dapat rileks dan istirahat dengan mudah memerlukan sedikit tidur untuk merasa segar kembali dengan bertambahnya usia, waktu tidur. Total secara umum menurun, khususnya tidur tahap IV dan waktu tahap meningkat. Tidur akan sulit dicapai sampai tercapai relaksasi, lingkungan rumah sakit dapat mengganggu relaksasi |
5 | Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan inadekuat oksigenasi untuk aktivitas. | Tujuan : agar aktivitas kembali efektif. Kriteria hasil : pasien mampu melakukan ADLnya secara mandiri dan tidak kelelahan setelah beraktivitas. | a. Jelaskan aktivitas dan faktor yang meningkatkan kebutuhan oksigen seperti merokok. suhu sangat ekstrim, berat badan kelebihan, stress. b.Secara bertahap tingkatan aktivitas harian klien sesuai peningkatan toleransi. c. Memberikan dukungan emosional dan semangat d. Setelah aktivitas kaji respon abnormal untuk meningkatkan aktivitas. | Merokok, suhu ekstrim dan stress menyebabkan vasokastriksi yang meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen, berat badan berlebihan, meningkatkan tahapan perifer yang juga meningkatkan beban kerja jantung. Mempertahankan pernafasan lambat, sedang dan latihan yang diawasi memperbaiki kekuatan otot asesori dan fungsi pernafasan. Rasa takut terhadap kesulitan bernafas dapat menghambat peningkatan aktivitas. Intoleransi aktivitas dapat dikaji dengan mengevaluasi jantung sirkulasi dan status pernafasan setelah beraktivitas. |
6 | Resiko tinggi penyebaran infeksi pada diri sendiri maupun orang lain berhubungan dengan kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen. | Tujuan : penyebaran infeksi tidak terjadi. Kriteria hasil : pasien mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko penyebaran infeksi, melakukan perubahan pola hidup. | a. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa. b. Identifikasi orang lain yang beresiko, missal: anggota keluarga, sahabat karib/ teman. c. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, missal: masker atau isolasi pernafasan. d. Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan pada tisu dan menghindari meludah ditempat umum. Kaji pembuangan tisu sekali pakai dan teknik mencuci tangan yang tepat, dorong untuk mengulangi demonstrasi. e. Tekanan pentingnya tidak menghentikan terapi obat. | Membantu pasien menyadari/ menerima perlunya mematuhi program pengobatan untuk mencegah pengaktifan berulang atau komplikasi serta membantu pasien atau orang terdekat untuk mengambil langkah untuk mencegah infeksi ke orang lain. Orang-orang yang terpejan ini perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran/ terjadinya infeksi. Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien dan membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular. Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga |
tganks ya. izin copy . .
BalasHapusblognya bagus, di tunggu kunjungan,y di http://yuudi.blogspot.com
eya, lw boleh saran gambar phatway na yG gedean he he he
Terima Kasih Komentarnya
HapusSELAMAT BERGABUNG ya di Blogger Ku ini
thanks artikelnya. aku copy beberapa ya . :)
BalasHapusia silah kan kok, ini juga buat tambahan aja, maaf jika ada yang kurang lengkap
Hapus