Moch. WAHYU NC
ASUHAN KEPERAWATAN TYPHOID
A. Definisi
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella parathypi A,B,C. Sinonim dari penyakit ini adalah thypoid dan parathypi abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1998)
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pernapasan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12-13 tahun ( 70%-80% ), pada usia 30-40 tahun ( 10%-20% ) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun (5-10 %). (Mansjoer, Arief 1999)
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu gangguan kesasadaran (FKUI, 1999).
B. Etiologi
a. Salmonella thyposa, basil gram negativ yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu :
1. Antigen O (somatik, terdiri dari zat komplek lipolisakarida)
2. Antigen H (flagella)
3. Antigen VI dan protein membrane hialin
b. Salmonella Parathypi A
c. Salmonella Parathypi B
d. Salmonella Parathypi C
e. Feses dan urine dari penderita thypus (Rahmad Juwono, 1996)
C. Manifestasi Klinik
Masa tunas 7-14 hari (rata-rata 3-30 hari), selama inkubasi ditemukan gejala prodromal (gejala awal timbulnya penyakit / gejala yang tidak khas).
a. Perasaan tidak enak badan
b. Nyeri kepala
c. Pusing
d. Diare
e. Anoreksia
f. Batuk
g. Nyeri otot (Mnsjoer, Arief 1999)
Menyusul gejala klinis yang lain
1. Demam
Demam berlangsung 3 minggu
a. Minggu I : Demam remitan, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari.
b. Minggu II : Demam terus
c. Minggu III : Demam mulai turun secar berangsur-angsur
2. Gangguan pada saluran pemcernaan
a. Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor
b. Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan
c. Terdapat konstipasi, diare
3. Gangguan kesadaran
a. Kesadaran yaitu apatis-somnolen
b. Gejala lain “roseola” (bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit). (Rahmad Juwono, 1996).
D. Patofisiologi
- Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk peredaran darah (bakterimia primer), dan mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati, limpa, dan organ-organ lainnya.
- Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo endoteleal melepaskan kuman ke peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa, usus, dan kandung empedu.
- Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks player. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks player. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limpa membesar.
- Gejala demam disebabkan oleh endotoksil, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus halus.
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah tepi, dapat ditemukan leucopenia, limfositosis relative, aneosinofilia, trombositopenia, anemia
b. Biakan empdu : basil salmonella typhi ditemukan dalam darah penderita biasanya dalam minggu pertama sakit
c. Pemeriksaan WIDAL – bila terjadi aglutinasi
Diperlukan titer antibodi 4 kali antara masa 1/200 peningkatan terhadap antigen yang bernilai akut dan konvalesense mengarah kepada demam typhoid (Rahmad Juwono, 1996).
G. Komplikasi
Komplikasi dapat dibagi dalam:
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstraintestinal
a. Kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis, thrombosis, dan tromboflebitis.
b. Darah : anemia hemolitik, trombositopenia, sindrom uremia hemolitik
c. Paru : pneumonia, empisema, pleuritis
d. Hepar dan kandung empedu : hipertitis dan kolesistitis
e. Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis
f. Tulang : osteomielitis, periostitis, epondilitis, dan arthritis.
g. Neuropsikiatrik : delirium, meningiamus, meningitis, polineurities
h. Guillan-Barre : psikosis dan sindrom katatonia
i. Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi pada keadaan tokremia berat dan kelemahan umum, terutama bila perawatan pasien kurang sempurna. (Rahmad Juwono, 1996).
H. Penatalaksanaan
- Isolasi, desinfeksi pakaian, dan ekskreta
- Istirahat selam demam hingga 2 minggu
- Diit tinggi kalori, tinggi protein, tidak mengandung banyak serat
- Pemberian antibiotik kloramfenikol
I. Pengkajian Fokus
1. Data subjektif
a. Perut merasa mual dan kembung
b. Nafsu makan menurun
c. Panas/ demam
2. Data objektif
a. Klien terliahat pucat (anemi)
b. Lidah tifoid (lidah kotor)
c. Gangguan kesadaran somnolen sampai koma
J. Diagnosa Keperawatan yang mungkin Muncul
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi salmonella thypi
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
K. Intevensi
Diagnosa 1
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam diharapkan suhu tubuh normal/terkontrol (36,5-37,2 °C)
Kriteria Hasil :
- pasien dapat melaporkan peningkatan suhu tubuh
- mencari pertolongan untuk mencegah peningkatan suhu tubuh
- turgor kulit membaik
1. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh
Rasional : mengurangi kecemasan
2. Anjurkan klien mengenakan pakaian tipis dan menyerap keringat
Rasional : mengurangi rasa panas, dan membantu menurunkan suhu
3. Anjurkan pasien untuk minim 2,5 liter/24 jam (banyak minum)
Rasional : menurunkan suhu tubuh
4. Lakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotic dan antipiretik
Rasional : Menghilangkan infeksi dan menurunkan suhu tubuh
Diagnosa 2
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24 jam diharapkan pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat.
Kriteria Hasil :
- Nafsu makan meningkat
- Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai porsi yang diberikan
1. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi
Rasional : Memenuhi kebutuhan nutrisi secara adekuat
2. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering
Rasional : mengurangi risiko muntah dan kebutuhan nutrisi adekuat
3. Lakukan kolaborasi dengan dokter pemberian nutrisi parenteral
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi secara adekuat
Diagnosa 3
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama 2x 24 jam diharapkan pasien mampu melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal
Kriteria Hasil :
- Kebutuhan personal terpenuhi
- Dapat melakukan gerakan yang bermanfaat bagi tubuh.
1. Berikan motivasi pada pasien dan keluarga untuk melakukan mobilisasi sebatas kemampuan
Rasional : memotivasi supaya tidak selalu dalam keadaan lemah
2. Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum, adl)
Rasional : menilai kemajuan dan kemampuan pasien dalam beraktivitas
3. Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.
Rasional : mengurangi risiko cidera
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilyn E, 2001. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 5. EGC : Jakarta.
Lynda Juall, 2000. Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta.
Mansjoer, Arief, 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 5. Media Aesculapis: Jakarta.
Rahmad Juwono, 2000. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. FKUI: Jakarta
Suriadi, Rita Y. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 2, Sagung Seto: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar