STRUMA NODOSA NON TOKSIK. (PEMBESARAN KEL, TIROID)
STRUMA NODOSA NON TOKSIK
PENGERTIAN
Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang teraba sebagai suatu nodul ,tanpa disertai tanda – tanda hipertiroidisme,berdasarkan jumlah nodul ,dibagi :
• Struma mononodosa non toksik
• Struma multinodosa nontoksik
Berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif,nodul dibedakan menjadi : nodul dingin ,nodul hangat,nodul panas,
Sedangkan berdasarkan konsistensinya ,nodul dibedakan menjadi ;nodul lunak ,nodul kistik, nodul keras,nodul sangat keras,
DIAGNOSIS
Anamnesis :
• Sejak kapan benjolan timbul
• Rasa nyeri spontan atau tidak spontan ,berpindah atau tetap
• Cara membesarkanya : cepat atau lambat
• Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan atau hanya pembesaran leher saja
• Riwayat keluarga
• Riwayat penyinaran daerah pada waktu kecil/muda
• Perubahan suara
• Gangguan menelan ,sesak nafas
• Penurunan berat badan
• Keluhan tirotoksikosis
Pemeriksaan fisik ;
• Umum
• Local ;
o Nodul tunggal atau majemuk,atau difus
o Nyeri tekan
o Konsistensi
o Permukaan
o Perlekatan pada jaringan sekitarnya
o Pendesakan atau pendorongan trakea
o Pembesaran kelenjar getah bening regional
o Pemberton’s sign
Penilaian risiko keganasan :
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostic penyakit tiroid jinak ,tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid :
• Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difusi jinak
• Riwayat keluarga dengan tiroiditis hashimoto atau penyakit tiroid autoimun,
• Gejala hipo atau hipertiroidisme
• Nyeri berhubungan dengan nodul
• Nodul lunak, mudah degerakan
• Multinodul tanpa nodul yang dominant ,dan konsistensi sama.
namnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan kearah keganasan tiroid :
• Umur < 20 tahun atau > 70 tahun
• Gender laki- laki
• Nodul disertai disfagi ,serak atau obstruksi jlan napas
• Pertumbuhan nodul cepat ( beberapa minggu – bulan )
• Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak – anak atau dewasa ( juga meningkatkan insiden penyakit nodul tiroid jinak )
• Riwayat keluarga kanker tiroid meduler
• Nodul yang tunggal ,berbatas tegas ,keras,irregular dan sulit digerakan
• Paralysis pita suara
• Temuan limpadenofati servikal
• Metastasis jauh ( paru-paru ),DLL
Langkah diagnosis I :TSHs FT4
Hasil : non –toksis – langkah diagnostic H :BAJAH nodul tiroid
Hasil ; A ganas
B curiga
C jinak
D tak cukup /sediaan tak representative
DIAGNOSIS BANDING
• Struma nodosa yang terjadi pada peningkatan kebutuhan terhadap tiroksin saat masa pertumbuhan ,pubertas laktasi,menstruasi,kehamilan menopause,infeksi,stes lain .
• Tiroiditis akut
• Tiroiditis subakut
• Tiroiditis kronis,limpositik (hashimoto),fibrous-invasif ( riedel )
• Simple goiter
• Struma endemic
• Kista tiroid,kista degenerasi
• Adenoma
• Karsinoma tiroid primer,metastatik
• Limfoma
PEMEIKSAAN PENUNJANG
• Laboratorium : T4 atau T3, dan TSHs
• Biosi aspirasi jarum halus ( BAJAH ) nodul tiroid
o Bila hasil laboratorium; non –toksik
o Bila hasil lab,(awal ) toksik,tetapi hasil scan : cold nodule – syrat sudah menjadi eutiroid,
• USG tiroid
o Pemantau kasus nodul yang tidak diopersi
o Pemendu pada BAJAH
• Sidik tiroid :
o Bila klinis ganas,tetapi hasil sitologi dengan BAJAH ( 2 X );jinakm ,
o Hasil sitologi dengan BAJAH : curiga ganas
• Petanda keganasan tiroid ( bila ada riwayat keluarga dengan karsinoma tiroid medular,diperiksakan kalsitonik)
• Pemeriksaaan antitiroglobulin bila TSHs meningkat,curiga penyakit hashimoto
TERAPI
Sesuai hasil BAJAH ,maka terapi :
A, Ganas ;------- operasi tirodektomi near total ;
B, curiga ;-------- operasi dengan lebih dulu melakukan potong beku (VC)
Bila hasil = ganas ---- operasi tiroidektomi near total
Bila hasil = jinak ----- operasi lobektomi,atau tiroidektomi near
Total.
--- alternatif ; sidik tiroid,bila hasil = cold nodule --- operasi
C, tak cukup / sediaan tak representatif
Jika nodul solid ( saat BAJAH ); ulang BAJAH.§
§ Bila klinis curiga ganas tinggi ----- operasi lobektomi
Bila§ klinis curiga ganas rendah ----- observasi
Jika nodul kistik (saat§ BAJAH ) ;aspirasi
Bila kista regresi ---- observasi§
Bila§ kista rekurens,klinis curiga ganas rendah ---- observasi
Bila§ kista rekurens, klinis curiga ganas tinggi ----- operasi lobektomi
D,jinak
* terapi dengan levo-tiroksin ( LT 4) dosis subtoksis .
• Dosis dititrasi mulai 2 x 25 ug ( 3 hari )
• Dilanjutkan 3 x 25 ug ( 3 – 4 hari )
• Bila tidak ada efek samping atau tanda toksis ; dosis - menjadi 2 x 100 ug sampai 4 --- 6 minggu , kemudian evaluasi TSH ( target 0,1 - 0,3 ulU /L)
• Supresi TSH dipertahankan selama 6 bulan
• Evaluasi dengan USG : apakah nodul berhasil mengecil atau tidak ( berhasil bila mengecil > 50 % dari volume awal )
o Bila nodul mengecil atau tetap --- L – tiroksin dihentikan dan diobservasi;
o Bila setelah itu struma membesar lagi ,maka L-tiroksin dimulsi lagi ( target TSH 0,1 – 0,3 ul U/L )
o Bila setelah 1- tiroksin dihentikan ,struma tidak berubah ,diobservasi saja.
o Bila nodul membesar dalam 6 bulan atau saat terapi supresi --- obat dihentikan dan operasi tiroidektomi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi --- hasi PA :
§ Jinak teapi dengan L_tiroksin ; target TSH 0,5 – 3,0 uI U/L
Ganas§ terapi L-tiroksin
• Individu dengan risiko ganas tinggi :target TSH < 0,01 – 0,05 uI U/L
• Individu dengan risiko ganas rendah : target TSH 0,05 – 0,1 uI U / L
PENGERTIAN
Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang teraba sebagai suatu nodul ,tanpa disertai tanda – tanda hipertiroidisme,berdasarkan jumlah nodul ,dibagi :
• Struma mononodosa non toksik
• Struma multinodosa nontoksik
Berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif,nodul dibedakan menjadi : nodul dingin ,nodul hangat,nodul panas,
Sedangkan berdasarkan konsistensinya ,nodul dibedakan menjadi ;nodul lunak ,nodul kistik, nodul keras,nodul sangat keras,
DIAGNOSIS
Anamnesis :
• Sejak kapan benjolan timbul
• Rasa nyeri spontan atau tidak spontan ,berpindah atau tetap
• Cara membesarkanya : cepat atau lambat
• Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan atau hanya pembesaran leher saja
• Riwayat keluarga
• Riwayat penyinaran daerah pada waktu kecil/muda
• Perubahan suara
• Gangguan menelan ,sesak nafas
• Penurunan berat badan
• Keluhan tirotoksikosis
Pemeriksaan fisik ;
• Umum
• Local ;
o Nodul tunggal atau majemuk,atau difus
o Nyeri tekan
o Konsistensi
o Permukaan
o Perlekatan pada jaringan sekitarnya
o Pendesakan atau pendorongan trakea
o Pembesaran kelenjar getah bening regional
o Pemberton’s sign
Penilaian risiko keganasan :
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostic penyakit tiroid jinak ,tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid :
• Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difusi jinak
• Riwayat keluarga dengan tiroiditis hashimoto atau penyakit tiroid autoimun,
• Gejala hipo atau hipertiroidisme
• Nyeri berhubungan dengan nodul
• Nodul lunak, mudah degerakan
• Multinodul tanpa nodul yang dominant ,dan konsistensi sama.
namnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan kearah keganasan tiroid :
• Umur < 20 tahun atau > 70 tahun
• Gender laki- laki
• Nodul disertai disfagi ,serak atau obstruksi jlan napas
• Pertumbuhan nodul cepat ( beberapa minggu – bulan )
• Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak – anak atau dewasa ( juga meningkatkan insiden penyakit nodul tiroid jinak )
• Riwayat keluarga kanker tiroid meduler
• Nodul yang tunggal ,berbatas tegas ,keras,irregular dan sulit digerakan
• Paralysis pita suara
• Temuan limpadenofati servikal
• Metastasis jauh ( paru-paru ),DLL
Langkah diagnosis I :TSHs FT4
Hasil : non –toksis – langkah diagnostic H :BAJAH nodul tiroid
Hasil ; A ganas
B curiga
C jinak
D tak cukup /sediaan tak representative
DIAGNOSIS BANDING
• Struma nodosa yang terjadi pada peningkatan kebutuhan terhadap tiroksin saat masa pertumbuhan ,pubertas laktasi,menstruasi,kehamilan menopause,infeksi,stes lain .
• Tiroiditis akut
• Tiroiditis subakut
• Tiroiditis kronis,limpositik (hashimoto),fibrous-invasif ( riedel )
• Simple goiter
• Struma endemic
• Kista tiroid,kista degenerasi
• Adenoma
• Karsinoma tiroid primer,metastatik
• Limfoma
PEMEIKSAAN PENUNJANG
• Laboratorium : T4 atau T3, dan TSHs
• Biosi aspirasi jarum halus ( BAJAH ) nodul tiroid
o Bila hasil laboratorium; non –toksik
o Bila hasil lab,(awal ) toksik,tetapi hasil scan : cold nodule – syrat sudah menjadi eutiroid,
• USG tiroid
o Pemantau kasus nodul yang tidak diopersi
o Pemendu pada BAJAH
• Sidik tiroid :
o Bila klinis ganas,tetapi hasil sitologi dengan BAJAH ( 2 X );jinakm ,
o Hasil sitologi dengan BAJAH : curiga ganas
• Petanda keganasan tiroid ( bila ada riwayat keluarga dengan karsinoma tiroid medular,diperiksakan kalsitonik)
• Pemeriksaaan antitiroglobulin bila TSHs meningkat,curiga penyakit hashimoto
TERAPI
Sesuai hasil BAJAH ,maka terapi :
A, Ganas ;------- operasi tirodektomi near total ;
B, curiga ;-------- operasi dengan lebih dulu melakukan potong beku (VC)
Bila hasil = ganas ---- operasi tiroidektomi near total
Bila hasil = jinak ----- operasi lobektomi,atau tiroidektomi near
Total.
--- alternatif ; sidik tiroid,bila hasil = cold nodule --- operasi
C, tak cukup / sediaan tak representatif
Jika nodul solid ( saat BAJAH ); ulang BAJAH.§
§ Bila klinis curiga ganas tinggi ----- operasi lobektomi
Bila§ klinis curiga ganas rendah ----- observasi
Jika nodul kistik (saat§ BAJAH ) ;aspirasi
Bila kista regresi ---- observasi§
Bila§ kista rekurens,klinis curiga ganas rendah ---- observasi
Bila§ kista rekurens, klinis curiga ganas tinggi ----- operasi lobektomi
D,jinak
* terapi dengan levo-tiroksin ( LT 4) dosis subtoksis .
• Dosis dititrasi mulai 2 x 25 ug ( 3 hari )
• Dilanjutkan 3 x 25 ug ( 3 – 4 hari )
• Bila tidak ada efek samping atau tanda toksis ; dosis - menjadi 2 x 100 ug sampai 4 --- 6 minggu , kemudian evaluasi TSH ( target 0,1 - 0,3 ulU /L)
• Supresi TSH dipertahankan selama 6 bulan
• Evaluasi dengan USG : apakah nodul berhasil mengecil atau tidak ( berhasil bila mengecil > 50 % dari volume awal )
o Bila nodul mengecil atau tetap --- L – tiroksin dihentikan dan diobservasi;
o Bila setelah itu struma membesar lagi ,maka L-tiroksin dimulsi lagi ( target TSH 0,1 – 0,3 ul U/L )
o Bila setelah 1- tiroksin dihentikan ,struma tidak berubah ,diobservasi saja.
o Bila nodul membesar dalam 6 bulan atau saat terapi supresi --- obat dihentikan dan operasi tiroidektomi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi --- hasi PA :
§ Jinak teapi dengan L_tiroksin ; target TSH 0,5 – 3,0 uI U/L
Ganas§ terapi L-tiroksin
• Individu dengan risiko ganas tinggi :target TSH < 0,01 – 0,05 uI U/L
• Individu dengan risiko ganas rendah : target TSH 0,05 – 0,1 uI U / L
STRUMA
Defenisi
Kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti
tiritosikosis atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti
penyakit tyroid noduler. Berdasarkan patologinya, pembesaran tyroid umumnya
disebut struma (De Jong & Syamsuhidayat, 1998).
Embriologi
Kelenjar tyroid berkembang dari endoderm pada garis tengah
usus depan (De Jong & Syamsuhidayat, 1998). Kelenjar tyroid mulai terlihat
terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama
kehamilan. Kelenjar tyroid berasal dari lekukan faring antara branchial pouch
pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian
membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami desensus dan akhirnya melepaskan diri
dari faring. Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus tyroglossus yang berawal
dari foramen sekum di basis lidah.
Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada
keadaan tertentu masih menetap. Dan akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar
tyroid yang letaknya abnormal, seperti persisten duktud tyroglossus, tyroid
servikal, tyroid lingual, sedangkan desensus yang terlalu jauh akan membentuk
tyroid substernal. Branchial pouch keempat ikut membentuk kelenjar tyroid,
merupakan asal sel-sel parafolikular atau sel C, yang memproduksi kalsitonin.(IPD
I). Kelenjar tyroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12
masa kehidupan intrauterin. (De Jong & Syamsuhidayat, 1998).
Anatomi
Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia
koli media dan fascia prevertebralis. Didalamruang yang sama terletak trakhea,
esofagus, pembuluh darah besar, dan syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada
trakhea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran.
Keempat kelenjar paratyroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar
tyroid (De Jong & Syamsuhidayat, 1998).
Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus
dan menutup cincin trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini
pada fasia pretrakhea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan
terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk
menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tyroid
atau tidak (Djokomoeljanto, 2001).
Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari a. Tiroidea Superior
(cabang dari a. Karotis Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a.
Subklavia). Setiap folikel lymfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan
jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular
(Djokomoeljanto, 2001).
Nodus Lymfatikus tyroid berhubungan secara bebas dengan
pleksus trakhealis yang kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas
istmus, dan ke nl. Pretrakhealis dan nl. Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara
ke nl. Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus thoraksikus. Hubungan
ini penting untuk menduga penyebaran keganasan (Djokomoeljanto, 2001).
Histologi
Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Secara
mikroskopis terdiri atas banyak folikel yang berbentuk bundar dengan diameter
antara 50-500 µm. Dinding folikel terdiri dari selapis sel epitel tunggal
dengan puncak menghadap ke dalam lumen, sedangkan basisnya menghadap ke arah
membran basalis. Folikel ini berkelompok sebanyak kira-kira 40 buah untuk
membentuk lobulus yang mendapat vaskularisasi dari end entry. Setiap folikel
berisi cairan pekat, koloid sebagian besar terdiri atas protein, khususnya
protein tyroglobulin (BM 650.000) (Djokomoeljanto, 2001)
Fisiologi Hormon Tyroid
Kelenjar tyroid menghasilkan hormon tyroid utama yaitu Tiroksin
(T4). Bentuk aktif hormon ini adalah Triodotironin (T3), yang sebagian besar
berasal dari konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung
dibentuk oleh kelenjar tyroid. Iodida inorganik yang diserap dari saluran cerna
merupakan bahan baku
hormon tyroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi menjadi bentuk organik dan
selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang terdapat dalam tyroglobulin
sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT yang
terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid
kelenjar tyroid.
Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya
tetap didalam kelenjar yang kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya
menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi, hormon tyroid terikat pada globulin,
globulin pengikat tyroid (thyroid-binding globulin, TBG) atau prealbumin
pengikat tiroksin (Thyroxine-binding pre-albumine, TPBA) (De Jong &
Syamsuhidayat, 1998).
Metabolisme T3 dan T4
Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari
sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4 endogen (5-17%) mengalami konversi lewat
proses monodeiodonasi menjadi T3. Jaringan yang mempunyai kapasitas mengadakan
perubahan ini ialah jaringan hati, ginjal, jantung dan hipofisis. Dalam proses
konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed T3, 3,3’,5’ triiodotironin) yang
tidak aktif, yang digunakan mengatur metabolisme pada tingkat seluler
(Djokomoeljanto, 2001).
Pengaturan faal tiroid :
Ada
4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid : (Djokomoeljanto, 2001)
1. TRH
(Thyrotrophin releasing hormone)
Tripeptida yang disentesis oleh
hpothalamus. Merangsang hipofisis mensekresi TSH (thyroid stimulating hormone)
yang selanjutnya kelenjar tiroid teransang menjadi hiperplasi dan hiperfungsi
2. TSH
(thyroid stimulating hormone)
Glikoprotein yang terbentuk oleh dua
sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan meningkatkan reseptor di
permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R) dan terjadi efek hormonal yaitu
produksi hormon meningkat
3. Umpan
Balik sekresi hormon (negative feedback).
Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpunyai
umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya hormon bebas. T3 disamping berefek
pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi
kepekaan hipifisis terhadap rangsangan TSH.
4. Pengaturan
di tingkat kelenjar tiroid sendiri.
Produksi hormon juga diatur oleh kadar
iodium intra tiroid
Efek metabolisme Hormon Tyroid : (Djokomoeljanto, 2001)
1. Kalorigenik
2. Termoregulasi
3. Metabolisme
protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi dalam dosis
besar bersifat katabolik
4. Metabolisme
karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal meningkat,
cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis pada dosis
farmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat.
5. Metabolisme
lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi kolesterol
dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada
hiperfungsi tiroid kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipotiroidisme
kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.
6. Vitamin
A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan hormon tiroid.
Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia.
7. Lain-lain
: gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati, tonus traktus
gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi diare, gangguan
faal hati, anemia defesiensi besi dan hipotiroidisme.
Klasifikasi
Struma
Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan)
Menurut American society for Study of Goiter membagi :
1. Struma Non Toxic Diffusa
2. Struma Non Toxic Nodusa
3. Stuma
Toxic Diffusa
4. Struma Toxic Nodusa
Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan
dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid,
sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi.
1. Struma non toxic nodusa
Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid
yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid.
Etiologi : Penyebab paling banyak dari
struma non toxic adalah kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan
pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum diketahui. Struma non toxic disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1. Kekurangan
iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang yodium yang kurang
dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d
dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism.
2. Kelebihan
yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting penyakit tiroid
autoimun
3. Goitrogen
:
§
Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone,
aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium
§
Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester
derivative dan resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara.
§
Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya,
kubis, lobak cina, brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan
goitrin dalam rumput liar.
4. Dishormonogenesis:
Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon kelejar tiroid
5. Riwayat
radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak
mengakibatkan nodul benigna dan maligna (Lee, 2004)
2. Struma Non Toxic Diffusa
Etiologi : (Mulinda, 2005)
1. Defisiensi
Iodium
2. Autoimmun
thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum thyroiditis
3. Kelebihan
iodium (efek Wolff-Chaikoff) atau ingesti lithium, dengan penurunan pelepasan
hormon tiroid.
4. Stimulasi
reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi hipofisis terhadap hormo
tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroid-stimulating immunoglobulin
5. Inborn
errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam biosynthesis hormon tiroid.
6. Terpapar
radiasi
7. Penyakit
deposisi
8. Resistensi
hormon tiroid
9. Tiroiditis
Subakut (de Quervain thyroiditis)
10. Silent
thyroiditis
11. Agen-agen
infeksi
12. Suppuratif
Akut : bacterial
13. Kronik:
mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit
14. Keganasan
Tiroid
2. Struma Toxic Nodusa
Etiologi : (Davis, 2005)
1. Defisiensi
iodium yang mengakibatkan penurunan level T4
2. Aktivasi
reseptor TSH
3. Mutasi
somatik reseptor TSH dan Protein Ga
4.
Mediator-mediator pertumbuhan termasuk : Endothelin-1
(ET-1), insulin like growth factor-1, epidermal growth factor, dan fibroblast growth
factor.
4. Struma Toxic Diffusa
Yang termasuk dalam struma toxic difusa
adalah grave desease, yang merupakan penyakit autoimun yang masih belum
diketahui penyebab pastinya (Adediji,2004)
Patofisiologi
:
Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan
perubahan dalam struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH
reseptor tiroid oleh TSH, TSH-Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis,
seperti chorionic gonadotropin, akan menyebabkan struma diffusa. Jika suatu
kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase ke
kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa (Mulinda, 2005)
Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan
menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan
jumlah dan hiperplasi sel kelenjar tyroid untuk menormalisir level hormon
tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk struma. Penyebab
defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon tiroid,
defisiensi iodida dan goitrogen (Mulinda, 2005)
Struma
mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk
stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise yang
resisten terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar
hipofise, dan tumor yang memproduksi human chorionic gonadotropin (Mulinda,
2005)
DIAGNOSIS
DAN PENATALAKSANAAN
Diagnosis
disebut lengkap apabila dibelakang struma dicantumkan keterangan lainnya, yaitu
morfologi dan faal struma.
Dikenal
beberapa morfologi (konsistensi) berdasarkan gambaran makroskopis yang
diketahui dengan palpasi atau auskultasi :
1. Bentuk
kista : Struma kistik
§
Mengenai 1 lobus
§
Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar
kepalan
§
Kadang Multilobaris
§
Fluktuasi (+)
2. Bentuk
Noduler : Struma nodusa
§
Batas Jelas
§
Konsistensi kenyal sampai keras
§
Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa
adenocarcinoma tiroidea
3. Bentuk
diffusa : Struma diffusa
§
batas tidak jelas
§
Konsistensi biasanya kenyal, lebih kearah lembek
4. Bentuk
vaskuler : Struma vaskulosa
§
Tampak pembuluh darah
§
Berdenyut
§
Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma
vaskulosa
§
Kelejar getah bening : Para
trakheal dan jugular vein
Dari faalnya struma dibedakan menjadi :
1. Eutiroid
2. Hipotiroid
3. Hipertiroid
Berdasarkan
istilah klinis dibedakan menjadi :
1. Nontoksik
: eutiroid/hipotiroid
2. Toksik
: Hipertiroid
Pemeriksaan Fisik :
Status Generalis :
1. Tekanan
darah meningkat
2. Nadi
meningkat
3. Mata
:
§
Exopthalmus
§
Stelwag Sign : Jarang berkedip
§
Von Graefe Sign : Palpebra superior tidak
mengikut bulbus okuli waktu melihat ke bawah
§
Morbus Sign : Sukar konvergensi
§
Joffroy Sign : Tidak dapat mengerutkan dahi
§
Ressenbach Sign : Temor palpebra jika mata
tertutup
4. Hipertroni
simpatis : Kulit basah dan dingin, tremor halus
5. Jantung
: Takikardi
Status Lokalis :
1. Inspeksi
§
Benjolan
§
Warna
§
Permukaan
§
Bergerak waktu menelan
2. Palpasi
§
Permukaan, suhu
§
Batas :
Atas : Kartilago tiroid
Bawah : incisura jugularis
Medial : garis tengah leher
Lateral : M. Sternokleidomastoideus
STRUMA NON TOKSIK
Struma non toksik adalah
pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid, tidak berhubungan dengan
neoplastik atau proses inflamasi. Dapat difus dan simetri atau nodular.
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul,
maka pembesaran ini disebut struma nodosa. Struma nodosa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme disebut struma
nodosa non-toksik. Struma nodosa atau adenomatosa terutama ditemukan di daerah
pegunungan karena defisiensi iodium. Biasanya tiroid sudah mlai membesar pada
usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Struma multinodosa
terjadi pada wanita usia lanjut dan perubahan yang terdapat pada kelenjar
berupa hiperplasi sampai bentuk involusi. Kebanyakan penderita struma nodosa
tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme.
Nodul mungkin tunggal tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang
tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena
pertumbuhannya sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala
kecuali benjolan di leher. Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu
pernapasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan
penyempitan trakea jika pembesarannya bilateral. Pendorongan bilateral
demikian dapat dicitrakan dengan foto Roentgen polos (trakea pedang).
Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernapasan sampai akhirnya
terjadi dispnea dengan stridor inspirator (Noer, 1996) .
Manifestasi
klinis
Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa
hal (Mansjoer, 2001) :
1. Berdasarkan
jumlah nodul : bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter
(uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut multinodosa.
2. Berdasarkan
kemampuan menangkap yodium radoiaktif : nodul dingin, nodul hangat, dan nodul
panas.
3. Berdasarkan
konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras, atau sangat keras.
Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena
keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien,
khususnya yang dengan struma nodosa besar, mengeluh adanya gejala mekanis,
yaitu penekanan pada esophagus (disfagia) atau trakea (sesak napas) (Noer,
1996). Gejala penekanan ini data juga oleh tiroiditis kronis karena
konsistensinya yang keras (Tim penyusun, 1994). Biasanya tidak disertai rasa
nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul (Noer, 1996).
Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus rekurens menyebabkan
terjadinya suara parau (Tim penyusun, 1994).
Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan
pada leher sebelah lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid
pada kelenjar getah bening, sedangkan tumor primernya sendiri ukurannya masih
kecil. Atau penderita datang karena benjolan di kepala yang ternyata suatu
metastase karsinoma tiroid pada kranium (Tim penyusun, 1994).
Diagnosis
Anamnesa sangatlah pentinglah untuk mengetahui patogenesis
atau macam kelainan dari struma nodosa non toksika tersebut. Perlu ditanyakan
apakah penderita dari daerah endemis dan banyak tetangga yang sakit seperti
penderita (struma endemik). Apakah sebelumnya penderita pernah mengalami sakit
leher bagian depan bawah disertai peningkatan suhu tubuh (tiroiditis kronis).
Apakah ada yang meninggal akibat penyakit yang sama dengan penderita (karsinoma
tiroid tipe meduler) (Tim penyusun, 1994).
Pada status lokalis pemeriksaan fisik perlu dinilai
(Mansjoer, 2001) :
1. jumlah
nodul
2. konsistensi
3. nyeri
pada penekanan : ada atau tidak
4. pembesaran
gelenjar getah bening
Inspeksi dari depan penderita, nampak suatu benjolan pada
leher bagian depan bawah yang bergerak ke atas pada waktu penderita menelan
ludah. Diperhatikan kulit di atasnya apakah hiperemi, seperti kulit jeruk,
ulserasi.
Palpasi dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan
pada tengkuk penderita dan jari-jari lain meraba benjolan pada leher penderita.
Pada palpasi harus diperhatikan :
o
lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai
lobus kiri, kanan atau keduanya)
o
ukuran (diameter terbesar dari benjolan,
nyatakan dalam sentimeter)
o
konsistensi
o
mobilitas
o
infiltrat terhadap kulit/jaringan sekitar
o
apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila
tak teraba mungkin ada bagian yang masuk ke retrosternal)
Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang
multiple, namun pada umumnya pada keganasan nodulnya biasanya soliter dan
konsistensinya keras sampai sangat keras. Yang multiple biasanya tidak ganas
kecuali bila salah satu nodul tersebut lebih menonjol dan lebih keras dari pada
yang lainnya.
Harus juga diraba kemungkinan pembesaran kelenjar getah
bening leher, umumnya metastase karsinoma tiroid pada rantai juguler (Tim
penyusun, 1994).
Pemeriksaan penunjang meliputi (Mansjoer, 2001) :
1. Pemeriksaan
sidik tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop
adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian
tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Nal peroral dan setelah 24 jam
secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh
tiroid. Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk :
o
nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau
kurang dibandingkan sekitarnya. Hal ini menunjukkan sekitarnya.
o
Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak
dari pada sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
o
Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan
sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.
2. Pemeriksaan
Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dapat membedakan antara
padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan
pasti ganas atau jinak. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG :
o
kista
o
adenoma
o
kemungkinan karsinoma
o
tiroiditis
3. Biopsi
aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)
Mempergunakan jarum suntik no. 22-27.
Pada kista dapat juga dihisap cairan secukupnya, sehingga dapat mengecilkan
nodul (Noer, 1996).
Dilakukan khusus pada keadaan yang
mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir
tidak menyababkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini
dapat memberika hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik
biopsi kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu
karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.
4. Termografi
Metode pemeriksaan berdasarkan
pengukuran suhu kulit pada suatu tempat dengan memakai Dynamic
Telethermography. Pemeriksaan ini dilakukan khusus pada keadaan yang
mencurigakan suatu keganasan. Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas
dengan sekitarnya > 0,9o C dan dingin apabila <>o
C. Pada penelitian Alves didapatkan bahwa pada yang ganas semua hasilnya panas.
Pemeriksaan ini paling sensitif dan spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan
lain.
5. Petanda
Tumor
Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah
peninggian tiroglobulin (Tg) serum. Kadar Tg serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml,
pada kelainan jinak rataa-rata 323 ng/ml, dan pada keganasan rata-rata 424
ng/ml.
Penatalaksanaan
Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah (tim
penyusun, 1994) :
1. keganasan
2. penekanan
3. kosmetik
Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus
tiroid yang terkena. Bila hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi,
sedangkan kedua lobus terkena dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila terdapat
pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan juga deseksi kelenjar
leher funsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung ada
tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening.
Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :
1. inoperabel
2. kontraindikasi
operasi
3. ada
residu tumor setelah operasi
4. metastase
yang non resektabel
Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk
suplemen juga sebagai supresif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca
bedah karsinoma tiroid diferensiasi baik (TSH dependence). Terapai
supresif ini juga ditujukan terhadap metastase jauh yang tidak resektabel dan
terapi adjuvan pada karsinoma tiroid diferensiasi baik yang inoperabel.
Preparat : Thyrax
tablet
Dosis : 3x75
Ug/hari p.o
STRUMA TOKSIK
Struma difus toksik (Grave’s Disease)
Grave’s disease adalah bentuk umum dari tirotoksikosis.
Penyakit Grave’s terjadi
akibat antibodi reseptor TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang merangsangsang
aktivitas tiroid itu sendiri (Mansjoer, 2001).
Manifestasi klinis
Pada
penyakit Graves terdapat dua gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal.
Keduanya mungkin tidak tampak. Ciri- ciri tiroidal berupa goiter akibat
hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid
yang berlebihan (Price dan Wilson, 1994).
Gejala-gejala
hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktivitas simpatis yang
berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin
banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun, sering disertai dengan
nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare, dan kelemahan serta atrofi
otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal
yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati ditandai dengan mata
melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan
kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata), dan kegagalan konvergensi. Jaringan
orbita dan dan otot-otot mata diinfltrasi oleh limfosit, sel mast dan sel-sel
plasma yang mengakibatkan eksoltalmoa (proptosis bola mata), okulopati
kongestif dan kelemahan gerakan ekstraokuler (Price dan Wilson, 1994).
Diagnosis
Sebagian
besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi pemeriksaan
laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada kasus-kasus subklinis
dan pasien usia lanjut perlu pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk
membantu menetapkan diagnosis hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita hamil agak
sulit karena perubahan fisiologis pada kehamilan pembesaran tiroid serta
manifestasi hipermetabolik, sama seperti tirotoksikosis. Menurut Bayer MF, pada
pasien hipertiroidisme akan didapatkan Thyroid Stimulating Hormone sensitive
(TSHs) tak terukur atau jelas subnormal dan Free T4 (FT4) meningkat (Mansjoer,
2001).
Penatalaksanaan
Tujuan
pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang
berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan
tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).
1.
Obat
antitiroid
Indikasi :
1.
terapi
untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien
muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.
2.
Obat
untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah
pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.
3.
Persiapan
tiroidektomi
4. Pengobatan
pasien hamil dan orang lanjut usia
5. Pasien
dengan krisis tiroid
Obat antitiroid yang sering digunakan :
Obat
|
Dosis awal (mg/hari)
|
Pemeliharaan (mg/hari)
|
Karbimazol |
30-60
|
5-20
|
Metimazol |
30-60
|
5-20
|
Propiltourasil |
300-600
|
5-200
|
2.
Pengobatan
dengan yodium radioaktif
Indikasi :
1.
pasien
umur 35 tahun atau lebih
2.
hipertiroidisme
yang kambuh sesudah penberian dioperasi
3.
gagal
mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
4.
adenoma
toksik, goiter multinodular toksik
2.
Operasi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi
:
1.
pasien
umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid.
2.
pada
wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar
3.
alergi
terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif
4.
adenoma
toksik atau struma multinodular toksik
5. pada
penyakit Graves yang berhubungan dengan satu
atau lebih nodul
Struma nodular toksik
Struma nodular toksik juga
dikenal sebagai Plummer’s disease (Sadler et al, 1999). Paling sering ditemukan
pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular kronik.
Manifestasi
klinis
Penderita
mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap terapi
digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan
berat badan, lemah, dan pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter multi
nodular pada pasien-pasien tersebut yang berbeda dengan pembesaran tiroid difus
pada pasien penyakit Graves. Penderita goiter
nodular toksik mungkin memperlihatkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran
fisura palpebra, kedipan mata berkurang) akibat aktivitas simpatis yang
berlebihan. Meskipun demikian, tidak ada manifestasi dramatis oftalmopati
infiltrat seperti yang terlihat pada penyakit Graves
(Price dan Wilson, 1994). Gejala
disfagia dan sesak napas mungkin dapat timbul. Beberapa goiter terletak di
retrosternal (Sadler et al, 1999)
Diagnosis
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik dan didukung oleh tingkat TSH
serum menurun dan tingkat hormon tiroid yang meningkat. Antibodi antitiroid
biasanya tidak ditemukan (Sadler et al, 1999)
Penatalaksanaan
Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt
mengurangi gejala tetapi biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti penyakit Graves karena pengambilan yang rendah dan karena
penderita ini membutuhkan dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter,
nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi pilihan karena kanker jarang
terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan
subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan (Sadler et al, 1999)
PENYAKIT TIROID YANG LAIN
Tiroiditis
Ditandai dengan pembesaran,
peradangan dan disfungsi kelenjar tiroid.
Klasifikasi (Noer, 1996) :
1. Akut (supuratif)
Disebut juga infective thyroiditis, infeksi oleh bakteri atau
jamur. Bentuk khas infeksi bakterial ini ialah tiroiditis septik akut. Kuman
penyebab antara lain Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolyticus,
dan Pneumococcus. Infeksi terjadi melalui aliran darah, penyebaran
langsung dari jaringan sekitarnya, saluran getah bening, trauma langsung dan
duktus tiroglosus yang persisten. Kelainan yang tejadi dapat disertai abses
atau tanpa abses. Gejala klinis berupa nyeri di leher mendadak, malaise, demam,
menggigil, dan takikardi. Nyeri bertambah pada pergerakan leher dan
gerakan menelan. Daerah tiroid membengkak dengan tanda-tanda radang lain dan
sangat nyeri tekan. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis, LED
meninggi, sidikan tiroid menunjukkan nodul dingin. Pengobatan utama adalah
antibiotik. Kokus gram positif biasanya diatasi dengan penisilin atau
derivatnya, tetrasiklin atan kloramfenikol. Apabila terjadi abses melibatkan
satu lobus diperlukan lobektomi (dengan lindungan antibiotik). Jika infeksi
sudah menyebar melalui kapsul dan mencapai jaringan sekitarnya, diperlukan
insisi dan drainage.
2. Subakut
Etiologi umumnya diduga oleh virus. Pada beberapa kasus
dijumpai antibodi autoimun. Pasien mengeluh di leher bagian depan menjalar ke
telinga, demam, malaise, disertai hipertiroidisme ringan atau sedang. Pada
pameriksaan fisik ditemukan tiroid membesar, nyeri tekan, biasanya disertai
takikardi berkeringat, demam, tremor dan tanda-tanda lain hipertiroidisme.
Pemeriksaan laboratorium sering di jumpai leukositosis, laju endap darah
meningkat. Pada 2/3 kasus kadar hormon tiroid meninggi karena penglepasan yang
berlebihan akibat destruksi kelenjar tiroid oleh proses inflamasi. Penyakit ini
biasanya sembuh sendiri sehingga pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis.
Dapat diberikan asetosal untuk mengurangi nyeri. Pada keadaan berat dapat
diberikan glukokortokoid misalnya prednison dengan dosis awal 50 mg/hari.
3.
Menahun
1.
limfositik
(Hashimoto)
merupakan suatu tiroiditis autoimun
dengan nama lain yaitu struma limfomatosa, tiroiditis autoimun. Umumnya
menyerang wanita berumur 30-50 tahun. Kelenjar tiroid biasanya membesar lambat,
tidak terlalu besar, simetris, regular dan padat. Kadang-kadang ada nyeri
spontan dan nyeri tekan. Bisa eutiroid atau hipotiroid dan jarang hipertiroid.
Kelainan histopatologisnya antara lain infiltrasi limfosit yang difus,
obliterasi folikel tiroid dan fibrosis. Diagnosis hanya dapat ditegakkan dengan
pasti secara histologis melalui biopsi. Bila kelenjar tiroid sangat besar
mungkin diperlukan pengangkatan, tetapi operasi ini sebaiknya ditunda karena
kelenjar tiroid dapat mengecil sejalan denagn waktu. Pemberian tiroksin dapat
mempercepat hal tersebut.
2.
Non
spesifik
3. fibrous-invasif
(Riedel)
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, 1994., Struma Nodusa Non
Toksik., Pedoman Diagnosis dan Terapi., Lab/UPF Ilmu Bedah., RSUD Dokter
Sutomo., Surabaya
De Jong. W, Sjamsuhidajat. R.,
1998., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi., EGC., Jakarta
Djokomoeljanto, 2001., Kelenjar
Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faalnya., Dalam : Suyono, Slamet (Editor).,
2001., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.,FKUI., Jakarta
Mansjoer A et al (editor) 2001.,
Struma Nodusa Non Toksik., Kapita Selekta Kedokteran., Jilid 1, Edisi III.,
Media Esculapius., FKUI., Jakarta
Mulinda, James R., 2005., Goiter., eMedicine.,
Sadler GP., Clark OH., van Heerden JA., Farley DR., 1999., Thyroid and
Parathyroid., In : Schwartz. SI., et al., 1999., Principles of Surgery. Vol
2., 7th Ed., McGraw-Hill., Newyork.
Pengertian struma nodosa non toksik
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran
kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai
tanda-tanda hypertiroidisme.
(Sri Hartini, Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, hal. 461, FKUI, 1987).
Anatomi kelenjar tyroid
Kelenjar tyroid mempunyai dua lobus, struktur yang
kaya vaskularisasi, lobus terletak di sebelah lateral trakea tepat dibawah
laring dan dihubungkan dengan jembatan jaringan tiroid, yang disebut isthmus,
yang terlentang pada permukaan anterior trakea. Secara mikroskopik, tiroid
terutama terdiri atas folikel steroid, yang masing – masing menyimpan materi
koloid dibagian pusatnya. Folikel memproduksi, menyimpan dan mensekresi kedua
hormon utama T3 (triodotironin) dan T4 (tiroksin). Jika
kelenjar secara aktif mengandung folikel yang besar, yang masing – masing
mempunyai jumlah koloid yang disimpan dalam jumlah besar sel – selnya, sel –
sel parafolikular mensekresi hormon kalsitonin. Hormon ini dan dua hormon
lainnya mempengaruhi metabolisme kalsium. Hormon – hormon ini akan dibicarakan
kemudian.
Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan
faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang
kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol,
lobak, kacang kedelai).
Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium).
Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan
tubuh untuk pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap
usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar
tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang
distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul
tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam
molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul
yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan
umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung
pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon
metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis,
pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4)
dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh
kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.
Gejala-gejala
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat.
Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma
cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada
respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan atas dasar adanya struma yang bernodul dan
tidak toksik, melalui :
Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih,
konsistensinya kenyal.
Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin)
dan T3 (triyodotironin) dalam batas normal.
Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau tidaknya
nodul.
Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsi yang hanya dapat
dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang berpengalaman.
Pencegahan
2. Penatalaksanaan
Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah
endemik sedang dan berat.
Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan
memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah
endemik diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa
dan anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc –
0,8 cc.
Tindakan operasi
Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi
bila pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada
organ sekitarnya, indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan
dicurigai.
Konsep Asuhan Keperawatan
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, penulis
menggunakan pedoman asuhan keperawatan sebagai dasar pemecahan masalah pasien
secara ilmiah dan sistematis yang meliputi tahap pengkajian, perencanaan
keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan.
Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari dasar dalam proses keperawatan
secara keseluruhan guna mendapat data atau informasi yang dibutuhkan untuk
menentukan masalah kesehatan yang dihadapi pasien melalui wawancara, observasi,
dan pemeriksaan fisik meliputi :
Aktivitas/istirahat ; insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi,
kelelahan berat, atrofi otot.
Eliminasi ; urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
Integritas ego ; mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik,
emosi labil, depresi.
Makanan/cairan ; kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan
meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran
tyroid, goiter.
Rasa nyeri/kenyamanan ; nyeri orbital, fotofobia.
Pernafasan ; frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema
paru (pada krisis tirotoksikosis).
Keamanan ; tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan,
alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di
atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut
tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan
berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi
sangat parah.
Seksualitas ; libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali,
impotensi.
Langkah selanjutnya adalah penentuan diagnosa
keperawatan yang merupakan suatu pernyataan dan masalah pasien secara nyata
maupun potensial berdasarkan data yang terkumpul. Diagnosa keperawatan pada
pasien dengan struma nodosa nontoksis khususnya post operai dapat dirumuskan
sebagai berikut ;
Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan
laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses
pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah
terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.
Perencanaan keperawatan/intervensi
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan yang akan
dilaksanakan untuk menanggulangi masalah pasien sesuai diagnosa keperawatan
yang telah ditentukan dengan tujuan utama memenuhi kebutuhan pasien.
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang diuraikan di atas, maka disusunlah
rencana keperawatan/intervensi sebagai berikut :
Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laryngeal.
Tujuan yang ingin dicpai sesuai kriteria hasil :
Mempertahankan jalan nafas paten dengan mencegah aspirasi.
Rencana tindakan/intervensi
Pantau frekuensi pernafasan, kedalaman dan kerja pernafasan.
Rasional :
Pernafasan secara normal kadang-kadang cepat, tetapi berkembangnya
distres pada pernafasan merupakan indikasi kompresi trakea karena edema atau
perdarahan.
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara ronchi.
Rasional :
Ronchi merupakan indikasi adanya obstruksi.spasme laringeal yang
membutuhkan evaluasi dan intervensi yang cepat.
Kaji adanya dispnea, stridor, dan sianosis. Perhatikan kualitas suara.
Rasional :
Indikator obstruksi trakea/spasme laring yang membutuhkan evaluasi dan
intervensi segera.
Waspadakan pasien untuk menghindari ikatan pada leher, menyokog kepala
dengan bantal.
Rasional :
Menurunkan kemungkinan tegangan pada daerah luka karena pembedahan.
Bantu dalam perubahan posisi, latihan nafas dalam dan atau batuk efektif
sesuai indikasi.
Rasional :
Mempertahankan kebersihan jalan nafas dan evaluasi. Namun batuk tidak
dianjurkan dan dapat menimbulkan nyeri yang berat, tetapi hal itu perlu untuk
membersihkan jalan nafas.
Lakukan pengisapan lendir pada mulut dan trakea sesuai indikasi, catat
warna dan karakteristik sputum.
Rasional :
Edema atau nyeri dapat mengganggu kemampuan pasien untuk mengeluarkan dan
membersihkan jalan nafas sendiri.
Lakukan penilaian ulang terhadap balutan secara teratur, terutama pada
bagian posterior
Rasional :
Jika terjadi perdarahan, balutan bagian anterior mungkin akan tampak
kering karena darah tertampung/terkumpul pada daerah yang tergantung.
Selidiki kesulitan menelan, penumpukan sekresi oral.
Rasional :
Merupakan indikasi edema/perdarahan yang membeku pada jaringan sekitar
daerah operasi.
Pertahankan alat trakeosnomi di dekat pasien.
Rasional :
Terkenanya jalan nafas dapat menciptakan suasana yang mengancam kehidupan
yang memerlukan tindakan yang darurat.
Pembedahan tulang
Rasional :
Mungkin sangat diperlukan untuk penyambungan/perbaikan pembuluh darah
yang mengalami perdarahan yang terus menerus.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan
saraf laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat dipahami.
Rencana tindakan/intervensi
Kaji fungsi bicara secara periodik.
Rasional :
Suara serak dan sakit tenggorok akibat edema jaringan atau kerusakan
karena pembedahan pada saraf laringeal yang berakhir dalam beberapa hari
kerusakan saraf menetap dapat terjadi kelumpuhan pita suara atau penekanan pada
trakea.
Pertahankan komunikasi yang sederhana, beri pertanyaan yang hanya
memerlukan jawaban ya atau tidak.
Rasional :
Menurunkan kebutuhan berespon, mengurangi bicara.
Memberikan metode komunikasi alternatif yang sesuai, seperti papan tulis,
kertas tulis/papan gambar.
Rasional :
Memfasilitasi eksprsi yang dibutuhkan.
Antisipasi kebutuhan sebaik mungkin. Kunjungan pasien secara teratur.
Rasional ;
Menurunnya ansietas dan kebutuhan pasien untuk berkomunias.
Beritahu pasien untuk terus menerus membatasi bicara dan jawablah bel
panggilan dengan segera.
Rasional :
Mencegah pasien bicara yang dipaksakan untuk menciptakan kebutuhan yang
diketahui/memerlukan bantuan.
Pertahankan lingkungan yang tenang.
Rasional :
Meningkatkan kemampuan mendengarkan komunikasi perlahan dan menurunkan
kerasnya suara yang harus diucapkan pasien untuk dapat didengarkan.
Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses
pembedahan, rangsangan pada sistem saraf pusat.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Menunjukkan tidak ada cedera dengan komplikasi terpenuhi/terkontrol.
Rencana tindakan/intervensi
Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh,
takikardi (140 – 200/menit), disrtrimia, syanosis, sakit waktu bernafas
(pembengkakan paru).
Rasional :
Manipulasi kelenjar selama pembedahan dapat mengakibatkan peningkatan
pengeluaran hormon yang menyebabkan krisis tyroid.
Evaluasi reflesi secara periodik. Observasi adanya peka rangsang,
misalnya gerakan tersentak, adanya kejang, prestesia.
Rasional :
Hypolkasemia dengan tetani (biasanya sementara) dapat terjadi 1 – 7 hari
pasca operasi dan merupakan indikasi hypoparatiroid yang dapat terjadi sebagai
akibat dari trauma yang tidak disengaja pada pengangkatan parsial atau total
kelenjar paratiroid selama pembedahan.
Pertahankan penghalang tempat tidur/diberi bantalan, tmpat tidur pada
posisi yang rendah.
Rasional :
Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang.
Memantau kadar kalsium dalam serum.
Rasional :
Kalsium kurang dari 7,5/100 ml secara umum membutuhkan terapi pengganti.
Kolaborasi
Berikan pengobatan sesuai indikasi (kalsium/glukonat, laktat).
Rasional ;
Memperbaiki kekurangan kalsium yang biasanya sementara tetapi mungkin
juga menjadi permanen.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tindakan bedah terhadap
jaringan/otot dan paska operasi.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. Menunjukkan kemampuan mengadakan
relaksasi dan mengalihkan perhatian dengan aktif sesuai situasi.
Rencana tindakan/intervensi :
Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat
lokasi, intensitas (skala 0 – 10) dan lamanya.
Rasional :
Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi,
menentukan efektivitas terapi.
Letakkan pasien dalam posisi semi fowler dan sokong kepala/leher dengan
bantal pasir/bantal kecil.
Rasional :
Mencegah hiperekstensi leher dan melindungi integritas gari jahitan.
Pertahankan leher/kepala dalam posisi netral dan sokong selama perubahan
posisi. Instruksikan pasien menggunakan tangannya untuk menyokong leher selama
pergerakan dan untuk menghindari hiperekstensi leher.
Rasional :
Mencegah stress pada garis jahitan dan menurunkan tegangan otot.
Letakkan bel dan barang yang sering digunakan dalam jangkauan yang mudah.
Rasional :
Membatasi ketegangan, nyeri otot pada daerah operasi.
Berikan minuman yang sejuk/makanan yang lunak ditoleransi jika pasien
mengalami kesulitan menelan.
Rasional :
Menurunkan nyeri tenggorok tetapi makanan lunak ditoleransi jika pasien
mengalami kesulitan menelan.
Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti imajinasi,
musik yang lembut, relaksasi progresif.
Rasional :
Membantu untuk memfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien untuk
mengatasi nyeri/rasa tidak nyaman secara lebih efektif.
Kolaborasi
Beri obat analgetik dan/atau analgetik spres tenggorok sesuai
kebutuhannya.
Berikan es jika ada indikasi
Rasional :
Menurunnya edema jaringan dan menurunkan persepsi terhadap nyeri.
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis dan
kebutuhan tindakan berhubungan dengan tidak mengungkapkan secara
terbuka/mengingat kembali, setelah menginterpretasikan konsepsi.
Tujuan yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Adanya saling pengertian tentang prosedur pembedahan dan penanganannya,
berpartisipasi dalam program pengobatan, melakukan perubahan gaya hidup yang perlu.
Rencana tindakan/intervensi :
Tinjau ulang prosedur pembedahan dan harapan selanjutnya.
Rasional ;
Member pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat keputusan sesuai
informasi.
Diskusikan kebutuhan diet yang seimbang, diet bergizi dan bila dapat
mencakup garam beriodium.
Mempercepat penyembuhan dan membantu pasien mencapai berat badan yang
sesuai dengan pemakaian garam beriodium cukup.
Hindari makanan yang bersifat gastrogenik, misalnya makanan laut yang
berlebihan, kacang kedelai, lobak.
Rasional :
Merupakan kontradiksi setelah tiroidiktomi sebab makanan ini menekan
aktivitas tyroid.
Identifikasi makanan tinggi kalsium (misalnya : kuning telur, hati)
Rasional :
Memaksimalkan suplay dan absorbsi jika fungsi kelenjar paratiroid
terganggu.
Dorong program latihan umum progresif
Rasional :
Latihan dapat menstimulasi kelenjar tyroid dan produksi hormon yang
memfasilitasi pemulihan kesejahteraan.
Pelaksanaan keperawatan
Pelaksanaan keperawatan merupakan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah dirumuskan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien secara optimal
dengan menggunakan keselamatan, keamanan dan kenyamanan pasien. Dalam
melaksanakan keperawatan, haruslah dilibatkan tim kesehatan lain dalam tindakan
kolaborasi yang berhubungan dengan pelayanan keperawatan serta berdasarkan atas
ketentuan rumah sakit.
Evaluasi
Evaluasi merupakan tahapan terakhir dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk menilai tingkat keberhasilan dari asuhan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
Dari rumusan seluruh rencana keperawatan serta impelementasinya, maka
pada tahap evaluasi ini akan difokuskan pada :
1. Apakah jalan
nafas pasien efektif?
2. Apakah komunikasi
verbal dari pasien lancar?
3. Apakah tidak
terjadi tanda-tanda infeksi?
4. Apakah gangguan
rasa nyaman dari pasien dapat terpenuhi?
5. Apakah pasien
telah mengerti tentang proses penyakitnya serta tindakan perawatan dan
pengobatannya?
Sumber:
1. Brunner dan
Suddarth, (2001) Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, penerbit
EGC.
2. Guyton, C. Arthur,
(1991), Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Missisipi; Departemen
of Physiology and Biophysis. EGC. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
3. Junadi, Purnawan,(2000), Kapita
Selekta Kedokteran, edisi ke III, penerbit FKUI, Jakarta.
4. Long, Barbara C, (1996), Keperawatan
Medikal Bedah, EGC. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
5. Price, Sylvia A,(1998). Patofisiologi,
jilid 2, penerbit EGC, Jakarta.
- Tucker, Susan Martin(1998), Standar Perawatan Pasien, Penerbit buku kedokteran, EGC. Jakarta.
PENGERTIAN
Struma Diffusa toxica adalah salahsatu jenis struma yang disebabkan oleh sekresi hormon-hormon thyroid yang terlalu banyak. Histologik keadaan ini adalah sebagai suatu hipertrofi dan hyperplasi dari parenchyn kelenjar.
ETIOLOGI
Hyperthyroid disebabkan oleh hyperskresi dari hormon-hormon thyroid tetapi yang mempengaruhiadalah faktor : umur, temperatur, iklim yang berubah, kehamilan, infeksi, kekurangan yodium dan lain-lain.
ANATOMI
Kelenjar thyroid terletak di depan trakhea dan di bawah laryng yang terdiri atas dua lobus yang terletak disebelah dan kiri trakhea dan diikat bersama oleh secarik jaringan disebuit istmus yang melintasi pada cincin tulang trakhea dua dan tiga.
Strktur thyroid terdiri atas sejumlah besar folikel dilapisi oleh cuboid epitelium membentuk ruang yang disebut koloid yaitu lumen substansi protein.
Regulasi sekresi hormon tyroid dipengaruhioleh sistim kerja balik antara kelenjar hipofisis atau pituitari lobus anterior dan kelenjarthyroid. Lobus anterior hipofisis mensekresi TSH yang berfungsi meningkatkan iodine, meningkatkan sintesis dan sekresi hormon thyroiid, meningkatkan ukuran kelenjar thyroid.
Apabila terjasi penurunanhormon thyroid, hipofisis anterior merangsang peningkatan sekresi TSH dan mempengaruhi kelenjar thyroid untuk meningkatkan sekresi hormon rthyroid.
a. Thyroxine (T4) berfungsi untuk mempertahankan metabolisme tubuh.
b. Tridothyronin (T3), berfungsi untuk mempercepat metabolisme tubuh.
Fungsi utama kelenjar thyroid adalah memproduksi hormon tiroxin yang berguna untuk mengontrol metabolisme sel. Dalam produksinya sangat erat hubungannya dengan proses sintesa tyroglobulin sedbagai matrik hormon, yodium dari luar, thyroid stimuliting hormon dari hip[ofise.
PATOFISIOLOGI
Dengan bertambahnya produksi TSH dari hipofisis ( gambar a), oleh karena banyak sekali T3 dan T4 beredar di dalam darah, maka hipofisis mengurangkan produksi TSH. Seharusnya hyperaktivitas dari thyroid berhenti akan tetapi di dalam sdarah telah terbentuk suatu zat yang disebut Long- acting Thyroid Stimulator (LATS) sebagai akibat dari suatu reaksi imunologik dan LATS ,ini merangsang thyroid untuk tetap memproduksi hormon yang banyak (gambar b).
PENGKAJIAN
Pengumpulan data
1. Anamnese
Dari anamnese diperoleh:
1) Identifikasi klien.
2) Keluhan utama klien.
Pada klien post operasi thyroidectomy keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.
3) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunyapernafasan karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.
4) Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit gondok, misalnya pernah menderita gondok lebih dari satu kali, tetangga atau penduduk sekitar berpenyakit gondok.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Dimaksutkan barangkali ada anggota keluarga yang menderitan sama dengan klien saat ini.
6) Riwayat psikososial
Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik sehingga ada kemungkinan klien merasa malu dengan orang lain.
PEMERIKSAAN FISIK
1) Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis dengan tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang berubah.
2) Kepala dan leher
Pada klien dengan post operasi thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka operasi yang sudah ditutup dengan kasa steril yang direkatkan dengan hypafik serta terpasang drain. Drain perlu diobservasi dalam dua sampai tiga hari.
3) Sistim pernafasan
Biasanya pernafasan lebih seak akibat dari penumpukan sekret efek dari anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.
4) Sistim Neurologi
Pada pejmeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri ajkandipaspatkan ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena menahan sakit.
5) Sistim gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam lambung akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek anestesi yang hilang.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan penunjang
• Human thyrologlobulin( untuk keganasan thyroid)
• Kadar T3, T4
Nilai normal T3=0,6-2,0 , T4= 4,6-11
• Darah rutin
• Endo Crinologiie minimal tiga hari berturut turut (BMR) nilai normal antara –10s/d +15
• Kadar calsitoxin (hanya pada pebnderita tg dicurigai carsinoma meduler).
2) Pemeriksaan radiologis
• Dilakukan foto thorak posterior anterior
• Foto polos leher antero posterior dan laterl dengan metode soft tissu technig .
• Esofagogram bila dicurigai adanya infiltrasi ke osofagus.
DIOAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa yang sering timbul pada penderita post operasi theroidectomy adalah
1) Gangguan jalan nafas yang berhubungan dengan obstruksi trakhea secunder terhadap perdarahan, sopasme laring yang ditandai dengan sesak nafas, pernafasan cuping hidung sampai dengan sianosis.
2) Ganggiuan komunilasi verbal sehubungan dengan nyeri, kerusakan nervus laringeal yang ditandai dengan klien sulit berbicara dan hilang suara.
3) Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan dampak pembedahan, udema otot, terputusnya jaringan syaraf, yang ditandai ekspresi wajah tampak tegang.
4) Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang ditandai dengan sering bertanya tentang penyakitnya.
5) Potensial terjadinya perdarahan berhubungan dengan terputusnya pembulu darah sekunder terhadap pembedahan.
PERENCANAAN
Rencana tindakan yang dilakukan pada klien post operasi thyroidectomy meliputi :
Diagnosa pertama
1.Tujuan:
Jalan nafas klien efektif
2. Kriteria:
Tiadak ada sumbatan pada trakhea
3. Rencana tindakan:
1) Monitor pernafasan dan kedalaman dan kecepatan nafas.
2) Dengarkan suara nafas, barangkali ada ronchi.
3) Observasi kemungkinan adanya stridor, sianosis.
4) Atur posisi semifoler
5) Bantu klien dengan teknik nafas dan batuk efektif.
6) Melakukan suction pada trakhea dan mulut.
7) Perhatikan klien dalam hal menelan apakah ada kesulitan.
4. Rasional
1) Pengetahui perkembangan dari gangguan pernafasan.
2) Ronchi bisa sebagai indikasi adanya sumbatan jalan nafas.
3) Indikasi adanya sumbatan pada trakhea atau laring.
4) Memberikan suasana yang lebih nyaman.
5) Memudahkan pengeluaran sekret, memelihara bersihan jalan nafas.dan ventilsassi
6) Sekresi yang menumpuk mengurangi lancarnya jalan nafas.
7) Mungkin ada indikasi perdarahan sebagai efek samping opersi.
Diagnosa keperawatan kedua
1. Tujuan :
Klien dapat komunikasi secara verbal
2. Kriteria hasil:
Klien dapat mengungkapkan keluhan dengan kata-kata.
3. Rencana tindakan:
1) Kaji pembicaraan klien secara periodik
2) Lakukan komunikasi dengan singkat dengan jawaban ya/tidak.
3) Kunjungi klien sesering mungkin
4) Ciptakan lingkungan yang tenang.
4. RASIONALISASI:
1) Suara parau dan sakit pada tenggorokan merupakan faktor kedua dari odema jaringan / sebagai efek pembedahan.
2) Mengurangi respon bicara yang terlalu banyak.
3) Mengurangi kecemasan klien
4) Klien dapat mendengar dengan jelas komunikasi antara perawat dan klien.
Diagnosa keperawatan ketiga
1. Tujuan:
Rasa nyeri berkurang
2. Kriteria hasil:
Dapat menyatakan nyeri berkurang, tidak adanya perilaku uyg menunjukkan adanya nyeri.
3. Rencana tindakan
1) Atur posisi semi foler, ganjal kepala /leher dengan bantal kecil
2) Kaji respon verbal /non verbal lokasi, intensitas dan lamanya nyeri.
3) Intruksikan pada klien agar menggunakan tangan untuk menahan leher pada saat alih posisi .
4) Beri makanan /cairan yang halus seperti es krim.
5) Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
4. Rasionalisasi
1) Mencegah ghyperekstensi leher dan melindungi integritas pada jahitan pada luka.
2) Mengevaluasi nyeri, menentukan rencana tindakan keefektifan terapi.
3) Mengirangi ketegangan otot.
4) Makanan yang halus lebih baik bagi klien yang menjalani kesulitan menelan.
5) Memutuskan transfusi SSP pada rasa nyeri.
Diagnosa keperawatan keempat
1. Tujuan:
Pengetahuan klien bertambah.
2. Kriteria hasil:
Klien berpsartisipasi dalam program keperawatan
3. Rencana tindakan:
1) Diskusikan tentang keseimbangan nutrisi.
2) Hindari makanan yang banyak mengandung zat goitrogenik misalnya makanan laut, kedelai, Lobak cina dll.
3) Konsumsikan makanan tinggi calsium dan vitamin D.
4. Rasionalisasi:
1) Mempertahankandaya tahan tubuh klien.
2) Kontra indikasi pembedahan kelenjar thyroid.
3) Memaksimalkan supli dan absorbsi kalsium.
Diagnosa keperawatan kelima
1. Tujuan
Perdarahan tidak terjadi.
2. Kriteria hasil
Tidak terdapat adanya tanda-tanda perdarahan.
3. Rencana tindakan:
1) Observasi tanda-tanda vital.
2) Pada balutan tidak didapatkan tanda-tanda basah karena darah.
3) Dari drain tidak terdapat cairan yang berlebih.( > 50 cc).
4. Rasionalisasi:
1) Dengan mengetahui perubahan tanda-tanda vital dapat digunakan untuk mengetahui perdarahan secara dini.
2) Dengan adanya balutan yang basah berartiadanya perdarahan pada luka operasi.
3) Cairan pada drain dapat untuk mengetahui perdarahan luka operasi.
PELAKSANAAN
Merupakan implikasi dari rencana tindakan dengan maksut agar kebutuhanklien terpenuhi.
EVALUASI
1) teruskan bila masalah masih ada.
2) Revisi/modifikasi bila masalah ada tetapi rencana dirubah.
3) Terpecahkan jika masalah berhasil dipecahkan.
ASKEP STRUMA
A.
3. Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses
pembedahan,
rangsangan
pada sistem saraf pusat.
Tujuan
yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Menunjukkan
tidak ada cedera dengan komplikasi terpenuhi/terkontrol.
Rencana
tindakan/intervensi
Pantau
tanda-tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardi
(140 –
200/menit), disrtrimia, syanosis, sakit waktu bernafas (pembengkakan
paru).
Rasional
:
Manipulasi
kelenjar selama pembedahan dapat mengakibatkan
peningkatan
pengeluaran hormon yang menyebabkan krisis tyroid.
Evaluasi
reflesi secara periodik. Observasi adanya peka rangsang, misalnya
gerakan
tersentak, adanya kejang, prestesia.
Rasional
:
Hypolkasemia
dengan tetani (biasanya sementara) dapat terjadi 1 – 7
hari
pasca operasi dan merupakan indikasi hypoparatiroid yang dapat
terjadi
sebagai akibat dari trauma yang tidak disengaja pada
pengangkatan
parsial atau total kelenjar paratiroid selama
pembedahan.
Pertahankan
penghalang tempat tidur/diberi bantalan, tmpat tidur pada posisi
yang
rendah.
Rasional
:
Menurunkan
kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang.
Memantau
kadar kalsium dalam serum.
Rasional
:
Kalsium
kurang dari 7,5/100 ml secara umum membutuhkan terapi
pengganti.
Kolaborasi
Berikan
pengobatan sesuai indikasi (kalsium/glukonat, laktat).
Rasional
;
Memperbaiki
kekurangan kalsium yang biasanya sementara tetapi
mungkin
juga menjadi permanen.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tindakan bedah
terhadap
jaringan/otot
dan paska operasi.
Tujuan
yang ingin dicapai sesuai kriteria hasil :
Melaporkan
nyeri hilang atau terkontrol. Menunjukkan kemampuan
mengadakan
relaksasi dan mengalihkan perhatian dengan aktif sesuai
situasi.
Rencana
tindakan/intervensi :
Kaji
tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi,
intensitas
(skala 0 – 10) dan lamanya.
Rasional
:
Bermanfaat
dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi,
menentukan
efektivitas terapi.
Letakkan
pasien dalam posisi semi fowler dan sokong kepala/leher dengan
bantal
pasir/bantal kecil.
Rasional
:
Mencegah
hiperekstensi leher dan melindungi integritas gari jahitan.
Pertahankan
leher/kepala dalam posisi netral dan sokong selama perubahan
posisi.
Instruksikan pasien menggunakan tangannya untuk menyokong leher
selama
pergerakan dan untuk menghindari hiperekstensi leher.
Rasional
:
Mencegah
stress pada garis jahitan dan menurunkan tegangan otot.
Letakkan
bel dan barang yang sering digunakan dalam jangkauan yang
mudah.
Rasional
:
Membatasi
ketegangan, nyeri otot pada daerah operasi.
Berikan
minuman yang sejuk/makanan yang lunak ditoleransi jika pasien
mengalami
kesulitan menelan.
Rasional
:
Menurunkan
nyeri tenggorok tetapi makanan lunak ditoleransi jika
pasien
mengalami kesulitan menelan.
Anjurkan
pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti imajinasi,
musik
yang lembut, relaksasi progresif.
Rasional
:
Membantu
untuk memfokuskan kembali perhatian dan membantu
pasien
untuk mengatasi nyeri/rasa tidak nyaman secara lebih efektif.
Kolaborasi
Beri obat
analgetik dan/atau analgetik spres tenggorok sesuai
kebutuhannya.
Berikan
es jika ada indikasi
Rasional
:
Defenisi
2. Embriologi
3. Anatomi
4. Histologi
5. Fisiologi Hormon Tyroid
6. Metabolisme T3 dan T4
Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid : (Djokomoeljanto, 2001)
- TRH (Thyrotrophin
releasing hormone)
Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis mensekresi TSH (thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid teransang menjadi hiperplasi dan hiperfungsi - TSH (thyroid stimulating
hormone)
Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R) dan terjadi efek hormonal yaitu produksi hormon meningkat - Umpan Balik sekresi hormon
(negative feedback).
Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipifisis terhadap rangsangan TSH. - Pengaturan di tingkat
kelenjar tiroid sendiri.
Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid
Efek metabolisme Hormon Tyroid : (Djokomoeljanto, 2001)
- Kalorigenik
- Termoregulasi
- Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik
- Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis pada dosis farmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat.
- Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi kolesterol dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.
- Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia.
- Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati, tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi diare, gangguan faal hati, anemia defesiensi besi dan hipotiroidisme.
7. Klasifikasi Struma
Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan), Menurut American society for Study of Goiter membagi :
- Struma Non Toxic Diffusa
- Struma Non Toxic Nodusa
- Stuma Toxic Diffusa
- Struma Toxic Nodusa
Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi.
- Struma
non toxic nodusa
Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid. - Etiologi : Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum diketahui.Struma non toxic disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
- Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism.
- Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada pre-existing penyakit tiroid autoimun
- Goitrogen :
- Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium
- Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara.
- Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak cina, brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam rumput liar
- Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon kelejar tiroid
- Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna (Lee, 2004)
- Struma Non Toxic Diffusa
- Etiologi: (Mulinda, 2005)
- Defisiensi Iodium
- Autoimmun thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum thyroiditis
- Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff) atau ingesti lithium, dengan penurunan pelepasan hormon tiroid.
- Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi hipofisis terhadap hormo tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroid-stimulating immunoglobulin
- Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam biosynthesis hormon tiroid.
- Terpapar radiasi
- Penyakit deposisi
- Resistensi hormon tiroid
- Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis)
- Silent thyroiditis
- Agen-agen infeksi
- Suppuratif Akut : bacterial
- Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit
- Keganasan Tiroid
- Struma Toxic Nodusa
- Etiologi : (Davis, 2005)
- Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4
- Aktivasi reseptor TSH
- Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein G
- Mediator-mediator pertumbuhan termasuk: Endothelin-1 (ET-1), insulin like growth factor-1, epidermal growth factor, dan fibroblast growth factor.
- Struma Toxic Diffusa
Yang termasuk dalam struma toxic difusa adalah grave desease, yang merupakan penyakit autoimun yang masih belum diketahui penyebab pastinya (Adediji,2004) - Patofisiologi
:
Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh TSH, TSH-Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan menyebabkan struma diffusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase ke kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa (Mulinda, 2005)
Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel kelenjar tyroid untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk struma. Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon tiroid, defisiensi iodida dan goitrogen (Mulinda, 2005)
Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise yang resisten terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar hipofise, dan tumor yang memproduksi human chorionic gonadotropin (Mulinda, 2005)
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
Dikenal beberapa morfologi (konsistensi) berdasarkan gambaran makroskopis yang diketahui dengan palpasi atau auskultasi :
- Bentuk kista : Struma kistik
- Mengenai 1 lobus
- Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar kepalan
- Kadang Multilobaris
- Fluktuasi (+)
- Bentuk Noduler: Struma nodusa
- Batas Jelas
- Konsistensi kenyal sampai keras
- Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa adenocarcinoma tiroidea
- Bentuk diffusa: Struma diffusa
- batas tidak jelas
- Konsistensi biasanya kenyal, lebih kearah lembek
- Bentuk vaskuler: Struma vaskulosa
- Tampak pembuluh darah
- Berdenyut
- Auskultasi: Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa
- Kelejar getah bening: Para trakheal dan jugular vein
Dari faalnya struma dibedakan menjadi :
- Eutiroid
- Hipotiroid
- Hipertiroid
Berdasarkan istilah klinis dibedakan menjadi :
- Nontoksik : eutiroid/hipotiroid
- Toksik : Hipertiroid
Pemeriksaan Fisik :
- Status Generalis :
- Tekanan darah meningkat
- Nadi meningkat
- Mata :
- Exopthalmus
- Stelwag Sign: Jarang berkedip
- Von Graefe Sign: Palpebra superior tidak mengikut bulbus okuli waktu melihat ke bawah
- Morbus Sign : Sukar konvergensi
- Joffroy Sign : Tidak dapat mengerutkan dahi
- Ressenbach Sign : Tremor palpebra jika mata tertutup
- Hipertroni simpatis : Kulit basah dan dingin, tremor halus
- Jantung : Takikardi
- Status Lokalis :
- Inspeksi
- Benjolan
- Warna
- Permukaan
- Bergerak waktu menelan
- Palpasi
- Permukaan, suhu
- Batas :
- Atas : Kartilago tiroid
- Bawah : incisura jugularis
- Medial : garis tengah leher
- Lateral : M. Sternokleidomastoideus
STRUMA NON TOKSIK
Manifestasi klinis
- Berdasarkan jumlah nodul: bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut multinodosa.
- Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radoiaktif : nodul dingin, nodul hangat, dan nodul panas.
- Berdasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras, atau sangat keras.
Diagnosis
- jumlah nodul
- konsistensi
- nyeri pada penekanan : ada atau tidak
- pembesaran gelenjar getah bening
Pada palpasi harus diperhatikan :
- lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau keduanya)
- ukuran (diameter terbesar dari benjolan, nyatakan dalam sentimeter)
- konsistensi
- mobilitas
- infiltrat terhadap kulit/jaringan sekitar
- apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin ada bagian yang masuk ke retrosternal)
Pemeriksaan penunjang meliputi (Mansjoer, 2001) :
- Pemeriksaan sidik tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Nal peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk - Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya. Hal ini menunjukkan sekitarnya.
- Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih
- Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.
- Pemeriksaan Ultrasonografi
(USG)
Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG : - Kista
- Adenoma
- Kemungkinan karsinoma
- Tiroiditis
- Biopsi aspirasi jarum
halus (Fine Needle Aspiration/FNA)
Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap cairan secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul (Noer, 1996).
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyababkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik biopsi kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi oleh ahli sitologi. - Termografi
Metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat dengan memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9o C dan dingin apabila <0,9o C. Pada penelitian Alves didapatkan bahwa pada yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling sensitif dan spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan lain. - Petanda Tumor
Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg) serum. Kadar Tg serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak rataa-rata 323 ng/ml, dan pada keganasan rata-rata 424 ng/ml.
Penatalaksanaan
- Keganasan
- Penekanan
- Kosmetik
- Inoperabel
- Kontraindikasi operasi
- Ada residu tumor setelah operasi
- Metastase yang non resektabel
Preparat : Thyrax tablet
Dosis : 3x75 Ug/hari per-oral
Dosis : 3x75 Ug/hari per-oral
STRUMA TOKSIKM
1. Struma difus toksik (Grave's Disease)
Manifestasi klinis
Diagnosis
Penatalaksanaan
- Obat antitiroid
Indikasi : - Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.
- Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.
- Persiapan tiroidektomi
- Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia
- Pasien dengan krisis tiroid
Obat antitiroid yang sering digunakan :
Obat
|
Dosis awal (mg/hari)
|
Pemeliharaan (mg/hari)
|
Karbimazol
|
30-60
|
5-20
|
Metimazol
|
30-60
|
5-20
|
Propiltourasil
|
300-600
|
5-200
|
- Pengobatan dengan yodium
radioaktif
Indikasi : - Pasien umur 35 tahun atau lebih
- Hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi
- Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
- Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
- Operasi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi : - Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid.
- Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar
- Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif
- Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
- Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
2. Struma nodular toksik
Manifestasi klinis
Diagnosis
Penatalaksanaan
PENYAKIT TIROID YANG LAIN
Tiroiditis
Klasifikasi (Noer, 1996) :
- Akut (supuratif)
Disebut juga infective thyroiditis, infeksi oleh bakteri atau jamur. Bentuk khas infeksi bakterial ini ialah tiroiditis septik akut. Kuman penyebab antara lain Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolyticus, dan Pneumococcus. Infeksi terjadi melalui aliran darah, penyebaran langsung dari jaringan sekitarnya, saluran getah bening, trauma langsung dan duktus tiroglosus yang persisten. Kelainan yang tejadi dapat disertai abses atau tanpa abses.
Gejala klinis berupa nyeri di leher mendadak, malaise, demam, menggigil, dan takikardi. Nyeri bertambah pada pergerakan leher dan gerakan menelan. Daerah tiroid membengkak dengan tanda-tanda radang lain dan sangat nyeri tekan. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis, LED meninggi, sidikan tiroid menunjukkan nodul dingin. Pengobatan utama adalah antibiotik. Kokus gram positif biasanya diatasi dengan penisilin atau derivatnya, tetrasiklin atan kloramfenikol. Apabila terjadi abses melibatkan satu lobus diperlukan lobektomi (dengan lindungan antibiotik). Jika infeksi sudah menyebar melalui kapsul dan mencapai jaringan sekitarnya, diperlukan insisi dan drainage. - Subakut
Etiologi umumnya diduga oleh virus. Pada beberapa kasus dijumpai antibodi autoimun. Pasien mengeluh di leher bagian depan menjalar ke telinga, demam, malaise, disertai hipertiroidisme ringan atau sedang. Pada pameriksaan fisik ditemukan tiroid membesar, nyeri tekan, biasanya disertai takikardi berkeringat, demam, tremor dan tanda-tanda lain hipertiroidisme. Pemeriksaan laboratorium sering di jumpai leukositosis, laju endap darah meningkat.
Pada 2/3 kasus kadar hormon tiroid meninggi karena penglepasan yang berlebihan akibat destruksi kelenjar tiroid oleh proses inflamasi. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri sehingga pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis. Dapat diberikan asetosal untuk mengurangi nyeri. Pada keadaan berat dapat diberikan glukokortokoid misalnya prednison dengan dosis awal 50 mg/hari. - Menahun
- Limfositik
(Hashimoto)
Merupakan suatu tiroiditis autoimun dengan nama lain yaitu struma limfomatosa, tiroiditis autoimun. Umumnya menyerang wanita berumur 30-50 tahun. Kelenjar tiroid biasanya membesar lambat, tidak terlalu besar, simetris, regular dan padat. Kadang-kadang ada nyeri spontan dan nyeri tekan. Bisa eutiroid atau hipotiroid dan jarang hipertiroid. Kelainan histopatologisnya antara lain infiltrasi limfosit yang difus, obliterasi folikel tiroid dan fibrosis. Diagnosis hanya dapat ditegakkan dengan pasti secara histologis melalui biopsi. Bila kelenjar tiroid sangat besar mungkin diperlukan pengangkatan, tetapi operasi ini sebaiknya ditunda karena kelenjar tiroid dapat mengecil sejalan denagn waktu. Pemberian tiroksin dapat mempercepat hal tersebut. - Non spesifik
Fibrous-invasif (Riedel)
DAFTAR PUSTAKA
- Anonim, 1994., Struma Nodusa Non Toksik., Pedoman Diagnosis dan Terapi., Lab/UPF Ilmu Bedah., RSUD Dokter Sutomo., Surabaya
- Adediji., Oluyinka S.,2004., Goiter, Diffuse Toxic., eMedicine.,
- Davis, Anu Bhalla., 2005, Goiter, Toxic Nodular., eMedicine.,
- De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 1998., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi., EGC., Jakarta
- Djokomoeljanto, 2001., Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faalnya., Dalam : Suyono, Slamet (Editor)., 2001., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.,FKUI., Jakarta
- http://www.emedicine.com/med/topic917.htm
- Lee, Stephanie L., 2004., Goiter, Non Toxic., eMedicine.,
- Mansjoer A et al (editor) 2001., Struma Nodusa Non Toksik., Kapita Selekta Kedokteran., Jilid 1, Edisi III., Media Esculapius., FKUI., Jakarta
- Mulinda, James R., 2005., Goiter., eMedicine.,
- Sadler GP., Clark OH., van Heerden JA., Farley DR., 1999., Thyroid and Parathyroid., In : Schwartz. SI., et al., 1999.,Principles of Surgery. Vol 2., 7th Ed., McGraw-Hill., Newyork
Tidak ada komentar:
Posting Komentar