Pengertian Retardasi Mental.
Menurut WHO (dikutip dari Menkes
1990), retardasi mental adalah kemampuan mental yang tidak mencukupi.
Selain itu, pengertian mengenai retardasi mental juga bisa di baca di
bawah ini :
* Carter CH (dikutip dari Toback C.)
mengatakan retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai oleh
intelegensi yang rendah yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk
belajar dan beradapsi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang
dianggap normal.
* Menurut Crocker AC 1983, retardasi
mental adalah apabila jelas terdapat fungsi iritelegensi yang rendah,
yang disertai adanya kendala dalam penyesuaian perilaku, dan gejalanya
timbul pada masa perkembangan.
* Menurut Melly Budhiman, seseorang dikatakan retardasi mental, bila memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Fungsi intelektual umum dibawah normal
2. Terdapat kendala dalam perilaku adaptif social
3. Gejalanya timbul dalam masa perkembangan yaitu dibawah usia 18 tahun.
· Retardasi mental adalah suatu
keadaan dimana taraf perkembangan kecerdasan di bawah normal, Seorang
anak dikatakan mengalami kondisi mental retardasi berdasarkan angka IQ,
yaitu angka intelegensia umur kronologis yang dibandingkan intelegensia
umur yang normal pada waktu bersangkutan.
Klasifikasi Retardasi Mental
Menurut nilai IQ-nya, maka intelegensi seseorang dapat digolongkan sebagai berikut (dikutip dari Swaiman 1989):
Nilai IQ
- Sangatsuperior 130 atau lebih
- Superior 120-129
- Diatas rata-rata 110-119
- Rata-rata 90-110
- Dibawah rata-rata 80-89
- Retardasi mental borderline 70-79
- Retardasi mental ringan (mampu didik) 52-69
- Retardasi mental sedang (mampu latih ) 36-51
- Retardasi mental berat 20-35
- Retardasi mental sangat berat dibawah 20
- Sangatsuperior 130 atau lebih
- Superior 120-129
- Diatas rata-rata 110-119
- Rata-rata 90-110
- Dibawah rata-rata 80-89
- Retardasi mental borderline 70-79
- Retardasi mental ringan (mampu didik) 52-69
- Retardasi mental sedang (mampu latih ) 36-51
- Retardasi mental berat 20-35
- Retardasi mental sangat berat dibawah 20
Yang disebut retardasi mental apabila
IQ dibawah 70, retardasi mental tipe ringan masih mampu didik, retardasi
mental tipe sedang mampu latih, sedangkan retardasi mental tipe berat
dan sangat berat memerlukan pengawasan dan bimbingan seumur hidupnya.
Bila ditinjau dari gejalanya, maka Melly Budhiman membagi:
1. Tipe klinik
Pada retardasi mental tipe klinik ini
mudah dideteksi sejak dini, karena kelainan fisis maupun mentalnya cukup
berat. Penyebabnya sering kelainan organik. Kebanyakan anak ini perlu
perawatan yang terus menerus dan kelainan ini dapat terjadi pada kelas
sosial tinggi ataupun yang rendah. Orang tua dari anak yang menderita
retardasi mental tipe klinik ini cepat mencari pertolongan oleh karena
mereka melihat sendiri kelainan pada anaknya
2. Tipe sosio budaya
Biasanya baru diketahui setelah anak
masuk sekolah dan ternyata tidak dapat mengikuti pelajaran.
Penampilannya seperti anak normal, sehingga disebut juga retardasi enam
jam. Karena begitu rnereka keluar sekolah, mereka dapat bermain seperti
anakanak yang normal lainnya. Tipe ini kebanyakan berasal dari golongan
sosial ekonomi rendah. Para orang tua dari anak tipe ini tidak melihat
adanya ketainan pada anaknya, mereka mengetahui kalau anaknya retardasi
dari gurunya atau dari psikolog, karena anaknya gagal beberapa kali
tidak naik kelas. Pada urnumnya anak tipe ini mempunyai taraf IQ
golongan borderline dan retardasi mental ringan.
Deteksi Dini terhadap Penderita Retardasi Mental
Dewasa ini anak-anak penderita
retardasi mental mulai dapat dideteksi semenjak usia 3-4 tahun atau
sesudah dilakukan evaluasi dengan test Kecerdasan Intelektual (IQ).
Adapun test IQ yang ada saat ini hanya diperuntukkan bagi anak yang
berusia di atas usia 3 tahun. Sampai sekarang belum ditemukan metode
pengukuran IQ bagi anak-anak berusia di bawah 3 tahun. Jika anak-anak
penderita retardasi mental dapat dideteksi sebelum berusia 3 tahun,
rehabilitasi dapat dilakukan sedini mungkin sebelum otak berkembang
sempurna Sehingga kemungkinan untuk pulih akan semakin besar dan
kemampuan anakpun akan dapat ditingkatkan. Riset ini bertujuan
mendeteksi anak-anak penderita retardasi mental pada usia 6 hingga 12
bulan dengan menganalisa ekspresi wajah mereka setelah diperlihatkan
foto-foto tertentu. Metode dilakukan dengan menganalisa pada ekspresi
wajah anak-anak, lalu mengkategorikan anak-anak yang memiliki otak yang
dapat bereaksi normal dan anak-anak yang memiliki masalah dalam
menangkap informasi tertentu yang datang ke otak. Juga dilakukan
evaluasi terhadap efektifitas otak anak dengan menghitung waktu respon
yang timbul setelah anak melihat gambar-gambar foto tertentu. Semakin
pendek waktu respon yang timbul semakin cepat kerja otak dalam mengolah
informasi yang masuk. Sebaliknya semakin panjang waktu respon yang ada
terdapat kemungkinan otak mempunyai masalah dalam mengolah suatu
informasi.
Sebagai obyek, 20 orang anak-anak
Jepang yang terdiri dari 10 anak-anak laki-laki dan 10 anak-anak
perempuan. Usia berkisar antara 6 bulan hingga 12 bulan. Gambar Foto
Wajah dipilih 12 gambar foto wajah tertentu yang berukuran 512 x 512
pixel. Ke-12 gambar foto tersebut terdiri dari 4 foto dari ibu anak
(Mother), 4 foto dari wanita yang tidak dikenal anak (Unknown Woman),
dan 4 foto lagi dari gabungan (Combination) wajah ibu dan wanita yang
tidak dikenal anak tersebut. Kategori ekspresi wajah terdiri dari
kategori positif yaitu wajah tanpa ekspresi (expressionless) dan wajah
dengan ekspresi senang (Smile Face). Adapun kategori negatif adalah
wajah dengan ekspresi marah (Anger Face) dan wajah dengan ekspresi
terkejut (Surprise Face). Metode Percobaan yang dilakukan adalah
Pertama, mendudukan obyek pada pangkuan ibunya yang duduk di depan layar
monitor. Kemudian kami tampilkan gambar feedback dari obyek (feedback
image) agar obyek dapat memusatkan perhatiannya pada layar monitor.
Setelah perhatian obyek terpusat pada layar monitor, kami akan
menampilkan foto wajah (Face Picture Image) selama 3 detik. Setelah foto
wajah hilang dari layar monitor kembali akan tampak gambar feedback
dari obyek(Feedback Image). Percobaan ini diulang selama 24 kali.
Selama percobaan berlangsung obyek
terus di rekam dengan menggunakan kamera video yang mana rekaman ini
akan digunakan pada proses analisa. Pada percobaan ini dilakukan 2
analisa sebagai berikut: Analisa pada ekspresi wajah berdasarkan pada
gerakan dasar otot wajah (aksi satuan unit) dengan sintesis pada gerakan
yang timbul di alis, mata, pipi dan mulut. Analisa pada perhitungan
waktu yang timbul sejak melihat gambar hingga timbul perubahan ekspresi
pada wajah ( waktu respon).
Dari hasil analisa yang pertama, dapat
di dikategorikan dan dipisahkan anak-anak yang memiliki otak yang dapat
bekerja dengan normal dengan anak-anak yang memiliki masalah dalam
mengamati ekspresi wajah seseorang. Data-data yang ada pada analisa ini
menunjukkan bahwa dengan memperlihatkan gambar foto wajah yang
bermacam-macam dan juga yang memiliki ekspresi wajah yang berlainan
ekspresi yang timbul pada wajah anak juga berlainan. Kemudian dari
analisa yang kedua, dapat dievaluasi efektifitas dari otak dengan
melakukan pengukuran pada waktu respon. Yang mana semakin pendek waktu
respon menunjukkan semakin baik otak bekerja dalam menerima informasi.
Adapun panjangnya waktu respon ini juga dipengaruhi oleh macam gambar
foto dan bentuk ekspresi wajah yang dilihat.
Dari hasil riset ini disimpulkan
bahwa anak-anak mudah menangkap pesan atau informasi yang tersirat pada
wajah dari sumber yang mereka kenal seperti dari ibu mereka dibandingkan
dari sumber yang asing bagi mereka. Juga disimpulkan bahwa perbedaan
jenis kelamin dan umur juga mempengaruhi ekspresi wajah yang muncul dan
juga waktu respon. Berdasarkan hasil riset ini. disarankan agar aksi
satuan unit pada gerakan dasar otot wajahdan waktu respon dapat dipakai
sebagai acuan pengukuran semacam parameter pada test IQ yang dapat
digunakan untuk mengukur tingkat kecerdasan intelektual anak. Akhirnya,
dengan menginstal acuan pengukuran pada jaringan komputer diharapkan
agar setiap ibu memiliki kesempatan untuk mengukur tingkat kecerdasan
intelektual dari anak-anak mereka.
Etiologi Retardasi Mental
Adanya disfungsi otak merupakan dasar
dari retardasi mental. Untuk mengetahui adanya retardasi mental perlu
anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Penyebab dari
retardasi mental sangat kompleks dan multifaktorial. Walaupun begitu
terdapat beberapa faktor yang potensial berperanan dalam terjadinya
retardasi mental seperti yang dinyatakan oleh Taft LT (1983) dan
Shonkoff JP (1992) dibawah ini.
Faktor-faktor yang potensial sebagai penyebab retardasi mental
1. Non Organik
- Kemiskinan dan keluarga yang tidak harmonis
- Faktor sosiokultural
- Interaksi anak-pengasuh yang tidak baik
- Penelantaran anak 2. Organik
a. Faktor prakonsepsi
- Abnormalitas single gene (penyakit-penyakit metabolik, kelainan neurocutaneos, dll.)
- Kelainan kromosom (X-linked, translokasi, fragile-X) – Sindrom polygenic familial
b. Faktor pranatal
- Gangguan pertumbuhan otak trimester I
- Gangguan pertumbuhan otak trimester II dan III
c. Faktor perinatal
- Sangat prematur
- Asfiksia neonatorum
- Trauma lahir: perdarahan intra kranial
- Meningitis
- Kelainan metabolik:hipoglikemia, hiperbilirubinemia
d. Faktor post natal
- Trauma berat pada kepala/susunan saraf pusat
- Neuro toksin, misalnya logam berat
- CVA (Cerebrovascularaccident) – Anoksia, misalnya tenggelam
- Metabolik
- Infeksi
1. Non Organik
- Kemiskinan dan keluarga yang tidak harmonis
- Faktor sosiokultural
- Interaksi anak-pengasuh yang tidak baik
- Penelantaran anak 2. Organik
a. Faktor prakonsepsi
- Abnormalitas single gene (penyakit-penyakit metabolik, kelainan neurocutaneos, dll.)
- Kelainan kromosom (X-linked, translokasi, fragile-X) – Sindrom polygenic familial
b. Faktor pranatal
- Gangguan pertumbuhan otak trimester I
- Gangguan pertumbuhan otak trimester II dan III
c. Faktor perinatal
- Sangat prematur
- Asfiksia neonatorum
- Trauma lahir: perdarahan intra kranial
- Meningitis
- Kelainan metabolik:hipoglikemia, hiperbilirubinemia
d. Faktor post natal
- Trauma berat pada kepala/susunan saraf pusat
- Neuro toksin, misalnya logam berat
- CVA (Cerebrovascularaccident) – Anoksia, misalnya tenggelam
- Metabolik
- Infeksi
Manifestasi Klinis
- Gangguan Kognitif
- Lambatnya ketrampilan dan bahasa
- Gagal melewati tahap perkembangan utama
- Kemungkinan lambatnya pertumbuhan
- Kemungkinan tonus otot abnormal
- Terlambatnya perkembangan motorik halus dan kasar
Gejala Klinis Retardasi Mental
Gejala klinis retardasi mental
terutama yang berat sering disertai beberapa kelainan fisik yang
merupakan stigmata kongenital, yang kadang-kadang gambaran stigmata
mengarah kesuatu sindrom penyakit tertentu. Dibawah ini beberapa
kelainan fisik dan gejala yang sering disertai retardasi mental, yaitu
(Swaiman, 1989):
1. Kelainan pada mata
2. Kejang
3. Kelainan kulit
4. Kelainan rambut
5. Kepala
6. Perawakan pendek
7. Distonia
Sedangkan gejala dari retardasi mental tergantung dari tipenya, adalah sebagai berikut:
1. Retardasi mental ringan
Kelompok ini merupakan bagian terbesar
dari retardasi mental. Kebanyakan dari mereka ini termasuk dalam tipe
sosial budaya, dan diagnosis dibuat setelah anak beberapa kali tidak
naik kelas. Golongan ini termasuk mampu didik, artinya selain dapat
diajar baca tulis bahkan bisa sampai ketas 4-6 SD, juga bisa dilatih
keterampilan tertentu sebagai bekal hidupnya kelak dan mampu mandiri
seperti orang dewasa yang normal.
2. Retardasi mental sedang
Kelompok ini kira-kira 12% dari
seluruh penderita retardasi mental, rnereka ini mampu latih tetapi tidak
mampu didik. Taraf kemampuan intelektualnya hanya dapat sampai klas 2
SD saja, tetapi dapat dilatih menguasai suatu keterampilan tertentu
misalnya pertukangan, pertanian, dll. dan apabila bekerja nanti mereka
ini perlu pengawasan.
3. Retardasi mental berat.
Sekitar 7% dari seluruh penderita
retardasi mental masuk kelompok ini. Diagnosis mudah ditegakkan ,secara
diru, karena selain adanya gejala fisik yang menyertai juga berdasarkan
keluhan dari orang tua dimana anak sejak awal sudah terdapat
keterlambatan perkembangan rnotorik dan bahasa. Kelompok ini termasuk
tipe klinik. Mereka dapat dilatih higiene dasar saja dan kemampuan
berbicara yang sederhana, tidak dapat dilatih ketrampilan kerja, dan
memerlukan pengawasan dan bimbingan sepanjang hidupnya.
4. Retardasi mental sangat berat.
Kelompok ini sekitar 1 % dan termasuk
dalam tipe klinik. Diagnosis dini mudah dibuat karena gejala bask
mental dan fisik sangat jelas. Kemampuan berbahasanya sangat minimal.
Mereka ini seluruh hidupnya tergantung pada orang disekitarnya.
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang menderita retardasi mental, yaitu (Shonkoff JP, 1992):
1. Kromosomal kariotipe
2. EEG (Elektro Ensefalogram)
3. CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance Imaging)
4. Titer virus untuk infeksi congenital
5. Serum asam urat (Uric acid serum)
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis :
1. Psikostimulan untuk anak yang menunjukkan gangguan konsentrasi/ hiperaktif
2. Obat Psikotropika (untuk anak dengan perilaku yg membahayakan diri)
3. Antidepresan, dll
Penatalaksanaan anak dengan retardasi
mental adalah multidimensi dan sangat individual. Tetapi perlu diingat
bahwa tidak setiap anak penanganan multidisiplin merupakan jalan yang
terbaik. Sebaiknya dibuat rancangan suatu strategi pendekatan bagi
setiap anak secara individual untuk mengembangkan potensi anak tersebut
seoptimmal mungkin. Untuk itu perlu melibatkan psikolog untuk menilai
perkembangan mental anak terutama kemampuan kognitifnya, dokter anak
untuk memeriksa fisik anak, menganalisis penyebab, dan mengobati
penyakit atau kelainan yang mungkin ada. Juga kehadiran pekerja sosial
kadang-kadang diperlukan untuk menilai situasi keluarganya. Atas dasar
itu maka dibuatlah strategi terapi. Sering kali melibatkan lebih banyak
ahli lagi, misalnya ahli saraf bila anak juga menderita epilepsi, palsi
serebral, dll. Psikiater, bila anaknya menunjukkan kelainan tingkah
laku atau bila orang tuanya membutuhkan dukungan terapi keluarga. Ahli
rehabilitasi medis, bila diperlukan untuk merangsang perkembangan
motorik dan sensoriknya.
Prognosis Retardasi Mental
Retardasi mental yang diketahui
penyakit dasarnya, biasanya prognosisnya lebih baik. Tetapi pada umumnya
sukar untuk menemukan penyakit dasarnya. Anak dengan retardasi mental
ringan, dengan kesehatan yang baik, tanpa penyakit kardiorespirasi, pada
umumnya umur harapan hidupnya sama dengan orang yang normal. Tetapi
sebaliknya pada retardasi mental yang berat dengan masalah kesehatan dan
gizi, sering meninggal pada usia muda.
Pencegahan Retardasi Mental
1. Imunisasi bagi anak dan ibu sebelum kehamilan
2. Konseling perkawinan
3. Pemeriksaan kehamilan rutin
4. Nutrisi yang baik
5. Persalinan oleh tenaga kesehatan
6. Memperbaiki sanitasi dan gizi keluarga
7. Pendidikan kesehatan mengenai pola hidup sehat
8. Program mengentaskan kemiskinan, dll
Proses Keperawatan
1. Pengkajian :
a. Tanda dan gejala :
v Mengenali sindrom seperti adanya DW atau mikrosepali
v Adanya kegagalan perkembangan yang
merupakan indikator RM seperti anak RM berat biasanya mengalami
kegagalan perkembangan pada tahun pertama kehidupannya, terutama
psikomotor; RM sedang memperlihatkan penundaan pada kemazttpuan bahasa
dan bfcara, dengan kemampuan motorlk normal-iambat, biasanya terjadi
pada usia 2-3 tahun; RM ringan biasanya terjadi pada usia sekolah dengan
memperlihatkan kegagalan anak untuk mencapai kinerja yang diharapkan.
v Gangguan neurologis yang progresif
b. Tingkatan/klasifikasi RM (APA dan Kaplan; Sadock dan Grebb,1994)
v Ringan (IQ 52-69; umur mental 8-12 tabun)
v Sedang
v Berat
v Sangat Berat
2. Perneriksaan fisik :
· Kepala : Mikro/makrosepali, plagiosepali (btk kepala tdk simetris)
· Rambut : Pusar ganda, rambut jarang/tdk ada, halus, mudah putus dan cepat berubah
· Mata : mikroftalmia, juling, nistagmus, dll
· Hidung : jembatan/punggung hidung mendatar, ukuran kecil, coping melengkung ke atas, dll
· Mulut : bentuk “V” yang terbalik dari bibir atas, langit-langit lebar/melengkung tinggi
· Geligi : odontogenesis yang tdk normal
· Telinga : keduanya letak rendah; d1l
· Muka : panjang filtrum yang bertambah, hipoplasia
· Leher : pendek; tdk mempunyai kemampuan gerak sempurna
· Tangan : jari pendek dan tegap atau panjang kecil meruncing, ibujari gemuk dan lebar, klinodaktil, dll
· Dada & Abdomen: tdp beberapa putting, buncit, d1l Genitalia: mikropenis, testis tidak turun, dll
· Kaki : jari kaki saling tumpang tindih, panjang & tegap/panjang kecil meruncing diujungnya, lebar, besar, gemuk
3. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan kromosom
- Pemeriksaan urin, serum atau titer virus
- Test diagnostik spt : EEG, CT Scan
untuk identifikasi abnormalitas perkembangan jaringan otak, injury
jaringan otak atau trauma yang mengakibatkan perubahan.
4. Diagnosis keperawatan :
- Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d kelainan fs. Kognitif
- Gangguan komunikasi verbal b.d kelainan fs, kognitif
- Risiko cedera b.d. perilaku agresif/ketidakseimbangan mobilitas fisik
- Gangguan interaksi sosial b.d. kesulitan bicara /kesulitan adaptasi social
- Gangguan proses keluarga b.d. memiliki anak RM
- Defisit perawatan diri b.d. perubahan mobilitas fisik/kurangnya kematangan perkembangan d1l
5. Intervensi:
1) Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak
2) Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi perkembangan anak yang optimal.
3) Berikan perawatan yang konsisten
4) Tingkatkan komunikasi verbal dan stimulasi takdl
5) Berikan intruksi berulang dan sederhana
6) Berikan reinforcement positif atas basil yang dicapai anak
7) Dorong anak melakukan perawatan sendiri
8) Manajemen perilaku anak yang sulit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar