Angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu
sebesar 420 per 100.000 kelahiran hidup, rasio tersebut sangat tinggi
bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya (Mauldin, 1994).
Langkah
utama yang paling penting untuk menurunkan angka kematian ibu adalah
mengetahui penyebab utama kematian. Di Indonesia sampai saat ini ada
tiga penyebab utama kematian ibu yaitu perdarahan, pre
eklampsia-eklampsia, dan infeksi.
Perdarahan sebelum, sewaktu,
dan sesudah bersalin adalah kelainan yang berbahaya dan mengancam ibu.
Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang
berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau
abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum.
Batas teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua ialah kehamilan
28 minggu (dengan berat janin 1000 gram), meningat kemungkinan hidup
janin diluar uterus (Wiknjosastro, 1999).
Perdarahan
antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu.
Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan
sebelum 28 minggu (Mochtar, R, 1998).
Frekuensi perdarahan
antepartum kira-kira 3% dari seluruh persalinan. Di Rumah Sakit Tjipto
Mangunkusumo (1971-1975) dilaporkan 14,3% dari seluruh persalinan; R.S.
Pirngadi Medan kira-kira 10% dari seluruh persalinan, dan di Kuala
Lumpur, Malaysia (1953-1962) 3% dari seluruh persalinan (Wiknjosastro,
1999).
Perdarahan ante partum dapat disebabkan oleh plasenta
previa, solusio plasenta, ruptura sinus marginalis, atau vasa previa.
Yang paling banyak menurut data RSCM jakarta tahun 1971-1975 adalah
solusio plasenta dan plasenta previa. Diagnosa secara tepat sangat
membantu menyelamatkan nyawa ibu dan janin. Ultrasonografi merupakan
motede pertama sebagai pemeriksaan penunjang dalam penegakkan plasenta
previa.
Plasenta Previa adalah suatu kesulitan kehamilan yang
terjadi pada trimesters kedua dan ketiga kehamilan. Dapat mengakibatkan
kematian bagi ibu dan janin. Ini adalah salah satu penyebab pendarahan
vaginal yang paling banyak pada trimester kedua dan ketiga. Plasenta
Previa biasanya digambarkan sebagai implantation dari plasenta di dekat
ostium interna uteri (didekat cervix uteri).
Di AS plasenta
previa ditemukan kira-kira 5 dari 1.000 persalinan dan mempunyai tingkat
kematian 0.03%. Data terbaru merekam dari 1989-1997 plasenta previa
tercatat didapat pada 2,8 kelahiran dari 1000 kelahiran hidup. Di
Indonesia, RSCM Jakarta mencatat plasenta previa terjadi pada kira-kira 1
diantara 200 persalinan. Antara tahun 1971-1975 terjadi 37 kasus
plasenta previa diantara 4781 persalinan yang terdaftar, atau kira-kira 1
dari 125 persalinan.
Angka kematian maternal karena plasenta
previa berkisar 0,03%. Bayi yang lahir dengan plasenta previa
cenderuing memiliki berat badan yang rendah dibandingkan bayi yang lahir
tanpa plasenta previa. Resiko kematian neonatal juga tinggi pada bayi
dengan plasenta previa, dibandingkan dengan bayi tanpa plasenta previa.
Maternal
tingkat kematian yang sekunder ke plasenta previa kira-kira 0.03%. Bayi
wanita-wanita sudah takdir dengan plasenta previa [tuju/ cenderung]
untuk menimbang kurang dari bayi wanita-wanita sudah takdir tanpa
plasenta previa. Resiko neonatal [dapat mati/angka kematian] adalah yang
lebih tinggi untuk plasenta previa bayi (me)lawan kehamilan tanpa
plasenta previa.
Solusio plasenta digambarkan sebagai separasi
prematur dari plasenta dari dinding uterus. Pasien dengan solusio
plasenta secara khas memiliki gejala dengan pendarahan, kontraksi uteri,
dan fetal distres.
Di AS frekwensi solusio plasenta
kira-kira 1%, dan solusio plasenta yang mengakibatkan kematian
didapatkan sebanyak 0.12% dari jumlah kehamilan (1:830).
Secara
keseluruhan tingkat kematian janin pada solusio plasenta adalah 20-40%,
tergantung pada tingkat lepasnya plasenta. Nilai ini semakin tinggi
tinggi pada pasien dengan riwayat merokok. Sekarang ini, solusio
plasenta adalah bertanggung jawab untuk kira-kira 6% kematian maternal.
Resiko solusio plasenta meningkatkan pada pasien dengan umur dibawah 20
tahun dan diatas 35 tahun.
II.1. Definisi
Perdarahan
antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu.
Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan
sebelum 28 minggu (Mochtar, 1998).
Perdarahan antepartum yang
berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan
yang tidak bersumber pada kelainan plasenta umpamanya kelainan servik
biasanya tidak seberapa berbahaya. Pada setiap perdarahan antepartum
pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada
kelainan plasenta.
Perdarahan antepartum dapat berasal dari :
a. Kelainan plasenta
1. Plasenta previa
Definisi
Plasenta
previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat
abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau
seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak
dibagian atas uterus.
2. Solusio plasenta (Abruptio Placenta)
Definisi
Solusio
plasenta ialah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada corpus
uteri sebelum lahirnya janin, terjadi pada triwulan ketiga.
3. Perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya, mungkin disebabkan : ruptura sinus marginalis, atau vasa previa.
b. Bukan dari kelainan plasenta
Misalnya
didapatkan kelainan serviks dan vagina, dapat diketahui bila dilakukan
pemeriksaan dengan spekulum yang seksama. Kelainan yang tampak ialah :
- erosio portionis uteri
- carcinoma portionis uteri
- polypus cervicis uteri, varices vulvae, dan trauma.
Disini
penulis hanya akan membahas perdarahan antepartum yang bersumber dari
kelainan plasenta yaitu tentang plasenta previa dan solusio plasenta dan
pemeriksaan penunjang ultrasonography untuk mendukung diagnosa. Perlu
diketahui kematian perinatal terbesar karena perdarahan antepartum
adalah solutio plasenta (70%) dan plasenta previa (26,3%).
A. Placenta Normal
B. Placenta Previa
C. Placenta Akreta
D. Solusio Plasenta
II.2. Klasifikasi
Klasifikasi Plasenta Previa
Didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu :
· Plasenta previa totalis bila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta
· Plasenta previa lateralis bila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta
· Plasenta previa marginalis bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan
·
Plasenta letak rendah bila plasenta yang letaknya abnormal di segmen
bawah uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir .
Pinggir plasenta kira-kira 3 atau 4 cm diatas pinggir pembukaan,
sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir.
Klasifikasi Solusio Plasenta
· Solusio plasenta totalis, bila plasenta terlepas seluruhnya
· Solusio plasenta parsialis, bila plasenta sebagian terlepas
· Ruptura sinus marginalis, bila hanya sebagian kecil pnggir plasenta yang terlepas.
· Solusio plasenta dengan perdarahan yang keluar, perdarahan dapat menyelundup keluar dibawah selaput ketuban.
· Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, perdarahan tersembunyi dibelakang plasenta.
Secara klinis berdasarkan derajat terlepasnya plasenta dan tanda klinik yang menyertainya, solusio plasenta dibagi :
· Solusio plasenta ringan
· Solusio plasenta sedang
· Solusio plasenta berat
II.3. Etiologi
1. Plasenta Previa
Disamping
masih banyak penyebab plasenta previa yang belum diketahui atau belum
jelas, bermacam-macam teari dan faktor-faktor dikemukakan sebagai
etiologinya.
1. Endometrium yang inferior
2. Chorion leave yang persisten
3. Korpus luteum yang bereaksi lambat
Strassman
mengatakan bahwa faktor terpenting adalah vaskularisasi yang kurang
pada desidua yang menyebabkan atrofi dan peradangan, sedangkan Browne
menekankan bahwa faktor terpenting ialah Vili Khorialis persisten pada
desidua kapsularis.
Faktor-faktor Etiologi :
1. Umur dan Paritas
· Pada Primigravida, umur diatas 35 tahun lebih sering daripada umur dibawah 25 tahun
· Lebih sering pada paritas tinggi dari paritas rendah
Di
Indonesia, menurut Toha, plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda
dan paritas kecil; hal ini disebabkan banyak wanita Indonesia menikah
pada usia muda dimana endometrium masih belum matang (inferior).
2. Hipoplasia endometrium; bila kawin dan hamil pada usia muda
3. Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi, post operasi caesar, kuretase, dan manual plasenta.
4. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi.
5. Kehamilan janin kembar,.
6. Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium
7. Kadang-kadang pada malnutrisi.
8. Riwayat perokok.
2. Solusio Plasenta
Sebab yang jelas terjadinya solusio plasenta belum diketahui, hanya para ahli mengemukakan teori:
Akibat
turunnya tekanan darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang
menuju ke ruangan interviler, maka terjadilah anoksemia dari jaringan
bagian distalnya. Sebelum ini menjadi nekrotis, Spasme hilang dan darah
kembali mengalir ke dalam intervili, namun pembuluh darah distal tadi
sudah demikian rapuhnya serta mudah pecah, sehingga terjadi hematoma
yang lambat laun melepaskan plasenta dari rahim. Darah yang berkumpul
dibelakang plasenta disebut hematoma retroplasenter.
Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain :
1. Faktor vaskuler (80-90%), yaitu toksemia gravidarum, glomerulo nefritis kronika, dan hipertensi esensial.
Karena
desakan darah tinggi, maka pembuluh darah mudah pecah, kemudian terjadi
haematoma retroplasenter dan plasenta sebagian terlepas.
2. Faktor trauma:
- Pengecilan yang tiba-tiba dari uterus pada hidramnion dan gemeli
- Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar, atau pertolongan persalinan.
3. Faktor paritas.
Lebih
banyak dijumpai pada multi daripada primi. Holmer mencatat bahwa dari
83 kasus solusio plasenta dijumpai 45 multi dan 13 primi.
4. Pengaruh lain seperti anemia, malnutrisi, tekanan uterus pada vena cava inferior, dan lain-lain.
5. Trauma langsung seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
II.4. Diagnosis dan Gejala Klinis
Plasenta Previa
1. Anamnesis
- Keluhan utama Perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau pada kehamilan lanjut (trimester III)
- Sifat perdarahan tanpa sebab, tanpa nyeri dan berulang
2. Inspeksi/inspekulo
- Perdarahan keluar pervaginam (dari dalam uterus)
- Tampak anemis
3. Palpasi abdomen
- Janin sering blm cukup bulan, TFU masih rendah
- Sering dijumpai kesalahan letak janin
- Bagian terbawah janin belum turun
4. Pemeriksaan USG
- Evaluasi letak dan posisi plasenta.
- Posisi, presentasi, umur, tanda-tanda kehidupan janin.
- Transabdominal ultrasonography
Suatu
metode yang sederhana, akurat, dan aman untuk memvisualisasikan
plasenta, teknik ini memiliki keakuratan hingga 93-98%. Pembiasan hasil
dan positif palsu dapat terjadi pada kontraksi fokal uterus atau
distensi vesika urinaria.
- Transvaginal ultrasonography
Studi
terbaru menunjukkan bahwa metode transvaginal ultrasonografi lebih
akurat dan aman dibanding metode transabdominal ultrasonografi. Suaru
penelitian studi, 26% pasien telah yang didiagnosa dengan plasenta
previa oleh metode transabdominal ultrasonografi dinyatakan salah
setelah dicek ulang dengan transvaginal ultrasonografi.
Sudut
antara probe transvaginal dan saluran cerviks diatur sedemikian rupa
sehingga probe tidak sampai masuk ke dalam servik. Beberapa ahli
menyatakan probe dimasukkan tidak lebih dari 3 cm untuk memberikan
gambaran yang baik dari plasenta.
- Transperineal ultrasonography.
Transperineal
ultrasonography merupakan metode alternatif. Terutama pada kasus-kasus
kontraindikasi pemasukkan probe ke dalam kanal vagina. Tetapi
pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui efikasi dan
efisiensinnya.
- Magnetic resonance imaging (MRI.
MRI
tetap merupakan cara yang aman dan paling baik untuk visualisasi
placenta terutama untuk menentukan visualisasi plasenta akreta.
Solusio Plasenta
Solusio
plasenta yang ringan, pada umumnya tidak menunjukkan gejala klinis yang
jelas, perdarahan antepartum hanya sedikit, dalam hal ini diagnosis
baru kita tegakkan setelah anak lahir. Pada plasenta kita dapati
koagulum-koagulum darah dan karakter.
Pada keadaan yang agak berat kita dapat membuat diagnosis berdasarkan :
1. Anamnesis
·
Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien bisa
melokalisir tempat mana yang paling sakit, dimana plasenta terlepas.
·
Perdarahan pervaginam yang sifatnya bisa hebat dan sekonyong-konyong
(non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah.
· Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak lagi).
·
Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, pandangan berkunang-kunang,
ibu kelihatan anemis tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.
· Kadang-kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
2. Inspeksi
· Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
· Pucat, sianosis, keringat dingin.
· Kelihatan darah keluar pervaginam.
3. Palpasi
· TFU naik karena terbentuknya retroplasenter hematoma; uterus tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
· Uterus teraba tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun diluar his.
· Nyeri tekan terutama di tempat plasenta tadi terlepas.
· Bagian-bagian janin susah dikenali, karena perut (uterus) tegang.
4. Auskultasi
Sulit,
karena uterus tegang. Bila denyut jantung janin terdengar biasanya
diatas 140, kemudian turun dibawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta
yang terlepas lebih dari sepertiga.
5. Pemeriksaan dalam
· Serviks bisa telah terbuka atau masih tertutup.
· Kalau sudah terbuka maka ketuban dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his maupun diluar his.
·
Kalau ketuban sudah pecah dan plasenta sudah terlepas seluruhnya,
plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut
prolapsus plasenta, ini sering dikacaukan dengan plasenta previa.
6. Pemeriksaan umum.
·
Tensi semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit
vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh syok.
· Nadi cepat, kecil, dan filiformis.
7. Pemeriksaan Ultrasonography (USG).
Ultrasonography
adalah suatu metode yang penting untuk mengetahui adanya pendarahan di
dalam uterus. Kualitas dan sensitifitas ultrasonografi dalam mendeteksi
solusio plasenta telah meningkat secra signifikan belakangan ini.
Tetapi
bagaimanapun juga ini bukan metode yang sempurna dan sensitif untuk
mendeteksi solusio plasenta, tercatat hanya 25% kasus solusio plasenta
yang ditegakkan dengan USG.
Solusio plasenta tampak sebagai
gambaran gumpalan darah retroplacental, tetapi tidak semua solusio
plasenta yang di USG ditemukan gambaran seperti di atas. Pada fase akut,
suatu perdarahan biasanya hyperechoic, atau bahkan isoechoic, maka kita
bandingkan dengan plasenta.
Gambaran konsisten yang
mendukung diagnosa solusio plasenta antara lain adalah; gumpalan hematom
retroplasenta (hyperochoic hingga isoechoic pada fase akut, dan berubah
menjadi hypoechoic dalam satu minggu), gambaran perdarahan tersembunyi,
gambaran perdarahan yang meluas. Manfaat lainnya adalah USG dapat
dipakai untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain perdarahan
antepartum.
8. Pemeriksaan laboratorium
· Urin
albumin (+); pada pemeriksaan sedimen terdapat silinder dan lekosit.
· Darah
Hb menurun (anemi), periksa golongan darah, kalau bisa cross match test.
Karena
pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah
a/hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation Test)
tiap 1 jam, test kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan test
kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 150 mg%).
9. Pemeriksaan plasenta
·
Sesudah bayi dan plasenta lahir, kita periksa plasentanya. Biasanya
tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (krater) dan
terdapat koagulum atau darah beku di belakang plasenta, yang disebut
hematoma retroplasenter.
II.5 Penatalaksanaan
Setiap
perdarahan pada kehamilan lebih dari 28 minggu yang lebih banyak dari
perdarahan yang biasanya terjadi pada permulaan persalinan biasa, harus
dianggap sebagai perdarahan antepartum. Apapun penyebabnya penderita
harus segera dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk
transfusi darah atau operasi. Jangan sekali-kali melakukan pemeriksaan
dalam dirumah penderita atau ditempat yang tidak memungkinkan tindakan
operatif segera karena pemeriksaan itu dapat menambah banyaknya
perdarahan. Pemasaan tampon dalam vagina tidak berguna sama sekali untuk
menghentikan perdarahan, malah akan menambah perdarahan karena sentuhan
pada servik waktu pemasangannya. Selagi penderita belum jatuh kedalam
shock, infus cairan intravena harus segera dipasang, dan dipertahankan
terus sampai tiba di rumah sakit. Memasang jarum infus kedalam pembuluh
darah sebelum terjadi shock akan jauh lebih memudahkan transfusi darah,
bila sewaktu-waktu diperlukan.
Segera setelah tiba di rumah
sakit, usaha pengadaan darah harus segera diberikan walaupun
perdarahanya tidak seberapa banyak. Pengambilan contoh darah untuk
pemeriksaan golongan darah, dan pemeriksaan kecocokan dengan donornya
harus segera dilakukan.
Pertolongan selanjutnya di rumah sakit
tergantung dari paritas, tuanya kehamilan, banyaknya perdarahan,
keadaan ibu, keadaan janin, sudah atau belum mulainya persalinan, dan
diagnosis yang ditegakkan.
Pengawasan antenatal sebagai cara
untuk mengetahui atau menanggulangi kasus-kasus dengan perdarahan
antepartum memegang peranan yang terbatas. Walaupun demikian, beberapa
pemeriksaan dan perhatian yang biasa dilakukan pada pengawasan antenatal
dapat mengurangi kesulitan yang mungkin terjadi. Pemeriksaan dan
perhatian yang dimaksud ialah penentuan golongan darah ibu dan calon
donornya, pengobatan anemia pada kehamilan, seleksi ibu untuk bersalin
di rumah sakit, memperhatikan kemungkinan adanya plasentaprevia, dan
mencegah serta mengobati penyakit hipertensi menahun dan preeeklampsia.
Para
ibu hamil yang patut dicurigai akan mengalami perdarahan antepartum
ialah para ibu yang umurnya lebih dari 35 tahun, paritas 5 atau lebih,
bagian bawah janin selalu terapung di atas PAP, atau menderita
preeklampsia.
Penanganan Plasenta Previa
1. Penanganan Pasif
·
Tiap-tiap perdarahan triwulan ke3 yang lebih dari show (perdarahan
inisial), harus dikirim ke RS tanpa dilakukan manipulasi apapun baik
rektal maupun vaginal.
· Apabila pada penilaian baik,
perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum inpartu, kehamilan <37
minggu, bb<2500gr, maka kehamilan dapat dipertahankan dengan
istirahat dan pemberian obat-obatan seperti spasmolitika, progestin.
Observasi dengan teliti.
· Sambil mengawasi periksalah
golongan darah dan siapkan donor transfusi darah. Bila memungkinkan
kehamilan dipertahankan setua mungkin supaya janin terhindar dari
prematuritas.
· Harus diingat bahwa bila dijumpai ibu hamil
dengan tersangka plasenta previa di rujuk segera ke RS dimana terdapat
fasilitas operasi dan donor transfusi darah.
· Bila kekurangan darah berikan transfusi darah dan obat-obatan penambah darah
2. Cara persalinan
Faktor-faktor yang menentukan sikap/tindakan persalinan mana yang akan dipilih adalah :
· Jenis plasenta previa
· Perdarahan banyak/sedikit tetapi berulang-ulang
· Keadaan umum ibu hamil
· Keadaan janin hidup, gawat atau meninggal
· Pembukaan jalan lahir
· Paritas atau jumlah anak hidup
Fasilitas penolong dan RS Setelah memperhatikan faktor-faktor diatas ada 2 pilihan persalinan yaitu:
· Persalinan pervaginam
1. Amniotomi
Amniotomi atau pemecahan selaput ketuban adalah cara yang terpilih untuk melancarkan persalinan pervaginam.
Indikasi :
- Plasenta previa lateralis atau marginalis atau letak rendah bila ada pembukaan
- Pada primigravida dengan plasenta previa lateralis atau marginalis dengan pembukaan 4 cm atau lebih
- Plasenta previa lateralis atau marginalis dengan janin telah meninggal.
2. Memasang Cunam Willet Gausz
cara :
- kulit kepala janin diklem dengan cunam willet gausz
- cunam diikat dengan kain kasa atau tali dan diberi beban kira-kira 50-100 gr atau satu batu bata seperti katrol.
- Dengan jalan ini diharapkan perdarahan berhenti dan persalinan diawasi dengan teliti
3. Versi Braxton-Hicks
Versi
dilakukan pada janin letak kepala, untuk mencari kaki, supaya dapat
ditarik keluar. Bila janin letak sungsang atau kaki menarik kaki keluar
akan lebih mudah. Kaki diikat dengan kain kasa, dikatrol dan diberi
beban 50-100 gram (1 batu bata)
4. Menembus plasenta diikuti dengan versi Braxton-Hicks atau Willet Gausz
Hal
ini sekarang tidak dilakukan lagi karena menyebabkan perdarahan yang
banyak.Menembus plasenta dapat dilakukan pada plasenta previa totalis
5. Metreurynter
Yaitu memasukkan kantong karet yang diisi udara atau air sebagai tampon, cara ini tidak dipakai lagi.
· Persalinan perabdominal dengan SC
Indikasi :
a. Semua plasenta previa totalis janin hidup atau meninggal
b. Semua plasenta previa lateralis posterior karena perdarahan yang sulit dikontrol dengan cara-cara yang ada.
c. Semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan tidak berhenti dengan tindakan yang ada.
d. plasenta previa dengan panggul sempit, letak lintang
Penanganan Solusio Plasenta
1. Terapi konservatif (ekspektatif)
Prinsipnya
kita hanya menunggu sampai perdarahan berhenti dan kemudian partus
berlangsung spontan. Menurut cara ini, perdarahan akan berhenti sendiri
jika tekanan intrauterin bertambah lama bertambah tinggi sehingga
menekan pembuluh darah arteri yang robek. Sambil menunggu/mengawasi kita
berikan:
− Suntikan morfin subkutan
− Stimulasi dengan kardiotonika seperti coramine, cardizol, dan pentazol.
− Tranfusi darah.
Dahulu
ada yang berpendapat hanya diberikan darah kalau sangat mendesak sebab
bisa meninggikan tekanan darah, dan ini akan menambah hebat perdarahan.
Sekarang harus diberikan darah secepatnya yang gunanya untuk mengatasi
syok dan anemia, mencegah terjadinya nekrosis korteks renalis yang dapat
berakibat anuria dan uremia, serta untuk menambah kadar fibrinogen,
agar mekanisme pembekuan darah tidak terganggu.
Partus biasanya akan berlangsung 6-12 jam sesudah terjadinya solusio plasenta, karena kekejangan uterus.
Kekejangan
uterus terjadi karena perangsangan oleh hematoma retroplasenter, atau
karena terlepasnya plasenta sehingga hormon yang dihasilkan plasenta
berkurang (terutama progesteron), atau karena adanya koagulum-koagulum
yang meninggikan histamin dalam sirkulasi ibu.
2. Terapi aktif
Prinsip:
kita mencoba melakukan tindakan dengan maksud agar anak segera
dilahirkan dan perdarahan berhenti, misalnya dengan operatif dan
obstetrik.
Langkah-langkah:
a. Amniotomi (pemecahan ketuban) dan pemberian oksitosin kemudian awasi serta pimpin partus spontan.
Ada perbedaan pendapat yang terdiri atas 2 aliran:
•
Aliran setuju (pro), dengan alasan bahwa dengan pemecahan ketuban
diharapkan persalinan akan berlangsung lebih cepat serta mengurangi
tekanan intrauterin yang tinggi yang dapat menyebabkan komplikasi
nekrosis korteks ginjal dan gangguan pembekuan darah.
• Aliran
kontra, dengan alasan bahwa dengan amniotomi akan terjadi perdarahan
yang banyak dan terus menerus. Sedangkan kalau dibiarkan (tidak
dipecahkan) tekanan hematoma retrouterin dan tekanan intrauterin dapat
menekan luka-luka dan menghentikan perdarahan.
b. Accouchement
force, yaitu pelebaran dan peregangan serviks diikuti dengan pemasangan
cunam Willet Gausz atau versi Braxton-Hicks.
c. Bila
pembukaan sudah lengkap atau hampir lengkap, dan kepala sudah turun
sampai Hodge III-IV, maka bila janin hidup, lakukan ekstraksi vakum atau
forsep; tetapi bila janin meninggal, lakukanlah embriotomi.
d. Seksio sesaria biasanya dilakukan pada keadaan:
− Solusio plasenta dengan anak hidup, pembukaan kecil.
− Solusio plasenta dengan toksemia berat, perdarahan agak banyak, tetapi pembukaan masih kecil.
− Solusio plasenta dengan panggul sempit atau letak lintang.
e.
Histerektomi dapat dilakukan bila terjadi afibrinogenemia atau
hipofibrinogenemia dan kalau persediaan darah tau fibrinogen tidak ada
atau tidak cukup. Selain itu juga pada couvelair uterus dengan kontraksi
uterus yang tidak baik.
f. Ligasi arteri hipogastrika bila perdarahan tidak terkontrol tetapi fungsi reproduksi ingin dipertahankan.
g. Pada hipofibrinogenemia berikan darah segar beberapa kantung; plasma darah; dan fibrinogen 4-6 gram.
II.6. Komplikasi
Plasenta Previa
1. Prolaps tali pusat
2. Prolaps plasenta
3. Plasenta melekat sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu dibersihkan dengan kuretase
4. Robeka-robekan jalan lahir karena tindakan
5. Perdarahan post partum
6. Infeksi karena perdarahan yang banyak
7. Bayi prematur atau lahir mati
Solusio Plasenta
a. Langsung (immediate)
− Perdarahan
− Infeksi
− Emboli dan syok obstetrik
b. Komplikasi tidak langsung (delayed)
− Couvelair uterus, sehingga kontraksi tak baik, menyebabkan perdarahan postpartum.
− a/hipofibrinogenemia dengan perdarahan post partum
− Nekrosis korteks renalis, menyebabkan anuria dan uremia
− kerusakan-kerusakan organ seperti hati, hipofisis dan lain-lain
II.7. Prognosis
Plasenta previa
Karena
dahulu penanganan relatif bersifat konservatif, maka mortalitas dan
morbiditas pada ibu dan bayi tinggi, mortalis ibu mencapai 8-10% dan
mortalitas janin 50-80%.
Sekarang penangan relatif bersifat
operatif dini sehingga angka kematian dan kesakitan ibu dan perinatal
jauh menurun. Kematian maternal menjadi 0,1-5% terutama disebabkan
perdarahan, infeksi, emboli udara, dan trauma karena tindakan.kematian
perinatal juga turun menjadi 7-25% terutama disebabkan oleh
prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli dan persalinan buatan atau
tindakan.
Solusio Plasenta
· Terhadap ibu
Mortalitas
menurut kepustakaan 5-10%, sedangkan di RS Pringadi Medan dilaporkan
6,7%. Hal ini dikarenakan adanya perdarahan sebelum dan sesudah partus,
toksemia gravidarum, kerusakan organ terutama nekrosis korteks ginjal
dan infeksi.
· Terhadap anak
Mortalitas anak tinggi
menurut kepustakaan 70-80%, sedangkan di RS Pringadi Medan 77,7%. Hal
ini tergantung pada derajat pelepasan dari plasenta, bila yang terlepas
lebih dari 1/3 maka kemungkinan kematian anak 100%. Selain itu juga
tergantung pada prematuritas dan tindakan persalinan.
· Terhadap kehamilan berikutnya
Biasanya
bila telah menderita penyakit vaskuler dengan solusio plasenta, maka
pada kehamilan berikutnya sering terjadio solusio plasenta yang lebih
berat dengan partus prematurus atau immaturus.
KESIMPULAN
1. Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi pada kehamilan setelah 28 minggu.
2.
Faktor-faktor terjadinya perdarahan antepartum adalah plasenta previa,
solusio plasenta, ruptur sinus marginalis, plasenta letak rendah atau
vasa previa.
3. Pentingnya diagnosa secara dini membantu penatalaksanaan secara dini sehingga dapat mengurangi angka mortalitas.
4. penggunaan Ultrasonography pada plasenta previa sangat akurat dan menunjang diagnosa secara cepat.
5. Penatalaksanaan perdarahan antepartum yang baik dapat mengurangi angka mortalitas dan morbiditas ibu dan janin.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Mauldin. 1994. Maternal Mortality in Developing Countries a Comparison
of rates from Two International Compendia, Population and Development
Reviews. Jakarta ; Medika. 20(2): 413-421
2. Mochtar R. 1998. Perdarahan Antepartum, Sinopsis Obstetri jilid 1 ed. 2. hal. 269-287. Jakarta ; EGC.
3.
Saifuddin AB, Adriaansz G, Wiknjosastro GH, Waspodo D. 2000. Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta:
JNPKKR-YBPSP.
4. Wiknjosastro H. 1999. Perdarahan Antepartum,
Buku Ilmu Kebidanan. Jakarta ; Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, FK-UI.
5. Sarwono Prawirohardjo. 2002.
Perdarahan Antepartum, Ultrasonografi dalam obstetri, Ilmu kebidanan.
Jakarta ; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, FK-UI.
6. Cunningham, dkk. Williams Obstetrics, 21st edition. USA: McGraw-Hill. 2001.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar