ASKEP SEROSIS HEPATIS
2.1.1 Pengertian Serosis Hepatis
Sirosis Hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan
difus dan menahun pada hati, di ikuti dengan proliferasi jaringan ikat,
degenerasi dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam
susunan parenkim hati
(Mansjoer Arief, 1999).
Sirosis Hepatis adalah suatu penyakit hati dimana sirkulasi mikro,
anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hati
mengalami perubahan, menjadi tidak teratur dan terjadinya pertambahan
jaringan (fibrosis) di sekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi
(Soeparman, 1987)
2.1.2 Etiologi
Penyebab sirosis hati biasanya tidak dapat diketahui hanya berdasarkan
pada klasifikasi morfologis hati yang mengalami sirosis. Dua penyebab
yang sampai saat sekarang masih dianggap paling sering menyebabkan
sirosis ialah hepatitis virus dan alkoholisme. Penyebab lain sirosis
hati akan disebutkan secara singkat pada bab klasifikasi
2.1.3. Klasifikasi Etiologis
1. Sirosis yang diakibatkan penyakit genetik
Dapat disebutkan disini misalnya galaktosemia, penyakit glycogen
storage, defisiensi alfa-1 antitripsin, penyakit hemokromatosis, dan
lain-lain.
2. Sirosis karena bahan kimia
Kerusakan karena bahan kimia ada 2 macam :
1) kerusakan yang hampir pasti terjadi oleh suatu macam obat, dose dependent.
2) Kerusakan yang tidak dapat di duga sebelumnya, not-dose dependent.
3. Sirosis alkoholik
Secara morfologis, sirosis alkoholik ini bisa mikronodular, makronodular atau campuran
4. Sirosis karena infeksi
Disebabkan oleh hepatitis virus B atau NANB.Morfologis bisa berupa mikronodular, makronodular atau incomplete septal
5. Sirosis karena gangguan nutrisi
Secara morfologis tidak dapat dibedakan dengan sirosis karena alkohol
6. Sirosis bilier sekunder
Diakibatkan oleh ikterus obstruktif
7. Sirosis kongestif
Pada penyakit jantung yang disertai bendungan
8. Sirosis kriptogenik
Etiologi sirosis tidak dapat ditentukan. Sering disertai manifestasi
autoimun, seperti demam, artralgi, kemerahan pada kulit, gejala ginjal
dan lain-lain. Gambaran morfologis bisa mikronodular, makronodular atau
campuran
9. Sirosis bilier primer
Penyebab tidak diketahui
10. Sirosis Indian Childhood
Ditemukan pada anak-anak di India
11. Sirosis sarkoid (granulomatosis)
Penyebab tidak diketahui
2.1.4. Patofisiologis Serosis Hepatis
1. Proses Sirosis Hepatis Karena Virus
Mekanisme terjadinya proses yang berlangsung terus, mulai dari hepatitis
virus menjadi sirosi hati belum jelas. Ada 2 kemungkinan patogenesis,
yaitu : (1) mekanis, (2) imunologis atau (3) kombinasi keduanya. Pada
setiap teori, yang penting harus terjadi proses aktivasi fibroblas dan
pembentukan komponen jaringan ikat.
a. Teori Mekanis
Teori mekanis menerangkan proses kelanjutan hepatitis virus menjadi
sirosis hati dengan mengemukakan bahwa pada daerah dimana terjadi
nekrosis confluent, maka kerangka retikulum lobul yang mengalami collaps
akan berlaku sebagai kerangka untuk terjadinya daerah parut yang luas.
Dengan perkataan lain, proses kolagenesis kerangka retikulum fibrosis
hati diduga merupakan dasar proses sirosis. Dalam kerangka jaringan ikat
ini, bagian parenkim hati yang bertahan hidup, berkembang menjadi nodul
regenerasi.
Istilah yang dipakai untuk sirosis hati jenis ini ialah jenis pasca
nekrotik. Istilah ini menunjukkan bahwa nekrosis sel hati yang terjadi
merupakan penyebab sirosis.
Thaler menegaskan bahwa dalam patogenesis sirosis pasca hepatitis
memperlihatkan bahwa regenerasi parenkim hati sesudah serangan hepatitis
virus dan kelangsungan hidup hepatosit sekitar hepatic venule merupakan
hal yang sangat esensial. Jika hepatosit di daerah tersebut mengalami
kerusakan, maka daerah ini akan menjadi terpecah-pecah (fragmented),
sehingga terjadi kerusakan yang sifatnya confluent dan akhirnya
pseudolobulasi berkembang.
b. Teori Imunologis
Walaupun hepatitis akut dengan nekrosis confluent dapat berkembang
menjadi sirosis hati, namun nampaknya proses tersebut harus melalui
tingkat hepatitis kronik (agresif terlebih dahulu). Kelompok hepatitis
kronik dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kronik persisten dan kronik
aktif. Kelompok yaitu kronik persisten pada umumnya akan membaik.
Sebaliknya sebagian penderita hepatitis kronik agresif, akan berkembang
menjadi fibrosis dan kemudian sirosis. Tanda yang kira-kira dapat
dipakai ialah jika pada biopsi hati ditemukan tanda-tanda nekrosis
bridging. Mekanisme imunologis agaknya mempunyai peranan penting dalam
hepatitis kronik. Ada 2 bentuk hepatitis kronik : 1) Hepatitis kronik
tipe B, 2) Hepatitis kronik autoimun atau tipe NANB.
Proses respon imunologis pada sejumlah kasus tidak cukup untuk
menyingkirkan virus atau hepatosit yang terinfeksi, dan sel yang
mengandung virus ini merupakan rangsangan untuk terjadinya proses
imunologis yang berlangsung terus sampai terjadi kerusakan sel hati.
Dari kasus-kasus yang dapat dilakukan biopsi hati berulang-ulang pada
penderita hepatitis kronik aktif ternyata bahwa proses perjalanan
hepatitis kronis bisa berlangsung sangat lama, bisa lebih dari 10 tahun.
2. Proses Sirosis Hepatis Karena Alkohol
Sirosis alkohol juga, disebut “Sirosis Laennec“, terjadi setelah
penyalahgunaan alkohol bertahun-tahun. Produk akhir pencernaan yang
dihasilkan dihati pada seorang pecandu alkohol, bersifat toksik terhadap
hepatosit. Nutrisi yang buruk, yang sering dijumpai pada pecandu
alkohol, juga berperan menyebabkan kerusakan hati, mungkin dengan
merangsang hati secara berlebihan untuk melakukan Glokuneogenesis atau
metabolisme protein. Sirosis alkohol ini memiliki 3 stadium, yaitu :
• PENYAKIT PERLEMAKAN HATI adalah stadium pertama. Kelainan ini bersifat
reversibel dan ditandai oleh penimbunan Trigliserida di hepatosit.
Alkohol dapat menyebabkan penimbunan Trigliserida di hati dengan bekerja
sebagai bahan bakar untuk pembentukan energi sehingga asam lemak tidak
lagi diperlukan. Produk-produk akhir alkohol, terutama Asetaldehida,
juga mengganggu fosfolarisasi oksidatif asam-asam lemak oleh mitokondria
hepatosit, sehingga asam-asam lemak tersebut terperangkap di dalam
hepatosit. Infiltrasi oleh lemak bersifat refersibel apabila ingesti
alkohol dihentikan.
• HEPATITIS ALKOHOL adalah stadium kedua sirosis alkohol. Hepatitis
adalah peradangan sel-sel hati. Pada para pecandu alkohol, peradangan
sebagian sel dan nekrosis yang diakibatkannya biasanya timbul setelah
minum alkohol dalam jumlah besar, (kemungkinan timbulnya hepatitis
alkoholik kecil sekali pada penderita yang minum kurang dari 60 gram
etanol sehari (6 oz whisky atau ¾ liter anggur) atau jika etanol kuarang
dari 20% kalori per hari). Lebih dari 80% kasus dengan hepatitis
alkoholik terjadi setelah minum alkohol selama 5 tahun lebih sebelum
timbul gejala dan keluhan.
Kerusakan hepatosit mungkin disebabkan oleh toksisitas produk-produk
akhir metabolisme alkohol, terutama asetaldehida dan ion hidrogen.
Stadium ini juga dapat reversibel apabila ingesti alkohol dihentikan.
• SIROSIS itu sendiri adalah stadium akhir sirosis alkohol dan bersifat
ireversibel. Pada stadium ini, sel-sel hati yang mati diganti oleh
jaringan parut. Peradangan kronik menyebabkan timbulnya pembengkakan dan
edema intertisium yang dapat menyebabkan kolapsnya pembuluh-pembuluh
darah kecil dan meningkatkan resistensi terhadap aliran darah melalui
hati. Selain itu, akibat respon peradangan terbentuk pita-pita fibrosa
yang melingkari dan melilit hepatosit-hepatosit yang masih ada. Terjadi
hipertensi portal dan acites. Biasanya timbul varises oesofagus, rektum
dan abdomen serta ikterus hepatoselular. Resistensi terhadap aliran
darah yang melintasi hati meningkat secara progresif dan funsi hati
semakin memburuk.
2.1.5 Manifestasi Klinis
Penyakit ini mencakup gejala ikterus dan febris yang intermiten.
Pembesaran hati. Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar
dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan
memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen
dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru
saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati
(kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran
hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan
jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba
benjol-benjol (noduler).
Obstruksi Portal dan Asites. Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh
kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi
sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan
berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik
tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah
tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan
konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang
kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah
dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan
keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare.
Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan
menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya
shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi.
Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial
menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat
melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi
akibat perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah
kolateral sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari
pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih
rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan
distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada
inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh
traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah
merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah
kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau
temoroid tergantung pada lokasinya.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang
tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur
dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup
observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari
traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami
hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur
varises pada lambung dan esofagus.
Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal
hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi
predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan
akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
Defisiensi Vitamin dan Anemia. Karena pembentukan, penggunaan dan
penyimpanan vitamin tertentu yan tidak memadai (terutama vitamin A, C
dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai,
khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi
vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal
bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati
turut menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala
anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan
mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan
aktivitas rutin sehari-hari.
Kemunduran Mental. Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi
mental dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu,
pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup
perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta
tempat, dan pola bicara.
2.1.6. Tanda Dan Gejala Serosis Hepatis
Gejala terjadi akibat perubahan morfologis dan lebih menggambarkan
beratnya kerusakan yang terjadi dari pada etiologinya. Didapatkan gejala
dan tanda sebagai berikut:
• Gejala-gejala gastrointestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual, muntah dan diare
• Demam, berat badan turun, lekas lelah
• Acites, hidrothorak dan edema
• Ikterus, kadang-kadang urin menjadi lebih tua warnanya atu kecoklatan
• Hepatomegali, bila telah lanjut hati dapat mengecil karena fibrosis.
Bila secara klinisdidapati adanya demam, iktrus, dan acites, dimana
demam bukan oleh sebab-sebab lain, dikatan sirosis dalam keadaan aktif.
Hati-hati akan kemungkinan timbulnya prekoma dan koma hepatikum.
• Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral di dinding abdomen dan thoraks, kaput medusa, wasir dan varises oesofagus
• Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiper estrogenisme, yaitu :
a. Impotensi, atrofi testis, ginekomastia, hilanya rambut axila dan pubis.
b. Amenore, hiperpigmentasi areola mammae
c. Spider nevi dan eritema
d. Hiperpigmentasi
2.1.7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fungsi hepar abnormal :
Adanya anemia, gangguan faal hati (penurunan kadar albumin serum,
peninggian kadar globulin serum, peninggian kadar bilirubin direk dan
indirek), penurunan enzim kolinesterse, serta peninggian SGOT dan SGPT.
• Peningkatan bilirubin serum (disebabkan oleh kerusakan metabolisme bilirubin)
• Peningkatan kadar amonia darah (akibat dari kerusakan metabolisme protein)
• Peningkatan alkalin fosfat serum, ALT dan AST (akibat dari destruksi jaringan hepar)
b.Pemeriksaan Penunjang Lainnya :
1. Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi hepertensi portal.
2. Esofagoskopi : dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi
sirosis hati/hipertensi portal. Akelebihan endoskopi ialah dapat melihat
langsung sumber perdarahan varises esofagus, tanda-tanda yang mengarah
akan kemungkinan terjadinya perdarahan berupa cherry red spot, red whale
marking, kemungkinan perdarahan yang lebih besar akan terjadi bila
dijumpai tanda diffus redness. Selain tanda tersebut, dapat dievaluasi
besar dan panjang varises serta kemungkinan terjadi perdarahan yang
lebih besar.
3. Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan
sebagai alat pemeriksaa rutin pada penyakit hati. Diperlukan pengalaman
seorang sonografis karena banyak faktor subyektif. Yang dilihat pinggir
hati, pembesaran, permukaan, homogenitas, asites, splenomegali, gambaran
vena hepatika, vena porta, pelebaran saluran empedu/HBD, daerah hipo
atau hiperekoik atau adanya SOL (space occupyin lesion0. Sonografi bisa
mendukung diagnosis sirosis hati terutama stadium dekompensata,
hepatoma/tumor, ikterus obstruktif batu kandung empedu dan saluran
empedu, dll.
4. Sidikan hati : radionukleid yang disuntikkan secara intravena akan
diambil oleh parenkim hati, sel retikuloendotel dan limpa. Bisa
dilihatbesar dan bentuk hati, limpa, kelainan tumor hati, kista, filling
defek. Pada sirosis hati dan kelainan difus parenkim terlihat
pengambilan radionukleid secara bertumpuk-tumpu (patchty) dan difus.
5. Tomografi komputerisasi : walaupun mahal sangat berguna untuk
mendiagnosis kelainan fokal, seperti tumor atau kista hidatid. Juga
dapat dilihat besar, bentuk dan homogenitas hati.
6. E R C P : digunakan untuk menyingkirkan adanya obstruksi ekstrahepatik.
Angiografi : angiografi selektif, selia gastrik atau splenotofografi
terutama pengukuran tekanan vena porta. Pada beberapa kasus, prosedur
ini sangat berguna untuk melihat keadaan sirkulasi portal sebelum
operasi pintas dan mendeteksi tumopr atau kista.
Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan cairan asites dengan
melakukan pungsi asites. Bisa dijumpai tanda-tanda infeksi (peritonitis
bakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat, dilakukan
pemeriksaan mikroskopis, kultur cairan dan pemeriksaan kadar protein,
amilase dan lipase.
2.1.8. Komplikasi Serosis Hepatis
Bila penyakit sirosis hati berlanjut progresif, maka gambaran klinis,
prognosis dan pengobatan tergantung pada 2 kelompok besar komplikasi :
1. Kegagalan hati (hepatoseluler) ; timbul spider nevi, eritema
palmaris, atrofi testis, ginekomastia, ikterus, ensefalopati, dll.
2. Hipertensi portal : dapat menimbulkan splenomegali, pemekaran
pembuluh vena esofagus/cardia, caput medusae, hemoroid, vena kolateral
dinding perut.
Bila penyakit berlanjut maka dari kedua komplikasi tersebut dapat timbul komplikasi dan berupa :
• Asites
• Ensefalopati
• Peritonitis bakterial spontan
• Sindrom hepatorenal
• Transformasi ke arah kanker hati primer (hepatoma)
Disamping komplikasi diatas komplikasi yang sering timbul pada penderita Sirosis Hepatis diantaranya adalah:
1. Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi
hipertensi portal, dan timbul varises esophagus. Varises esophagus yang
terjadi pada suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang
massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau
hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di
epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan
membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah hematemesis
selalu disusul dengan melena (Sujono Hadi). Mungkin juga perdarahan
pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya
varises esophagus saja. FAINER dan HALSTED pada tahun 1965 melaporkan
dari 76 penderita Sirosis Hepatis dengan perdarahan ditemukan 62%
disebabkan oleh pecahnya varises esofagii, 18% karena ulkus peptikum dan
5% karena erosi lambung.
2. Koma hepatikum
Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis
adalah koma hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat
dari faal hati sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak
dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma
hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat
perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain,
dan disebut koma hepatikum sekunder.
Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein,
dan berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula
proses detoksifikasi berkurang. Pada keadaan normal, amoniak akan
diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati, kemudian oleh sel
hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang
berat, banyak amoniak yang bebas beredar dalam darah. Oleh karena sel
hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea lagi, akhirnya amoniak
menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak.
3. Ulkus peptikum
Menurut TUMEN timbulnya ulkus peptikum pada penderita
Sirosis Hepatis lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal.
Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi
pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa,
dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan.
4. Karsinoma hepatoselular
SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma
hati menemukan 61,3 % penderita disertai dengan Sirosis Hepatis.
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada
bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan
berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma
yang multiple.
5. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi,
termasuk juga penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut
SCHIFF, SPELLBERG infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis,
diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc
paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis,
perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi.
2.1.9. Pengobatan dari Serosis Hepatis
Terapi & prognosis sirosis hati tergantung pada derajat komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi portal. Dengan kontrol pasien yang teratur
pada fase dini akan dapat dipertahankan keadaan kompensasi dalam jangka
panjang dan kita dapat memperpanjang timbulnya komplikasi.
1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan
kontrol yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet TKTP, lemak
secukupnya. Bila timbul ensefalopati, protein dikurangi.
2. Pasien sirosis hati dengan sebab yang diketahui, seperti :
• Alkohol & obat-obat lain dianjurkan menghentikan penggunaannya. Alkohol akan mengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh.
• Hemokromatosis, dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi
atau terapi kelasi (desferioxamine). Dilakukan venaseksi 2x seminggu
sebanyak 500 cc selama setahun.
• Pada penyakit wilson (penyakit metabolik yang diturunkan), diberikan
D-penicilamine 20 mg/kgBB/hari yang akan mengikat kelebihan cuprum, dan
menambah ekskresi melalui urin.
• Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid
Pada keadaan lain dilakukan terapi terhadap komplikasi yang timbul
a. Untuk asites, diberikan diet rendah garam 0,5 g/hr dan total cairan
1,5 l/hr. Spirolakton dimulai dengan dosis awal 4×25 mg/hr dinaikkan
sampai total dosis 800 mg sehari,bila perlu dikombinasi dengan
furosemid.
b. Perdarahan varises esofagus. Psien dirawat di RS sebagai kasus
perdarahan saluran cerna.Pertama melakukan pemasangan NG tube, disamping
melakukan aspirasi cairan lambung.Bila perdarahan banyak, tekanan
sistolik 100 x/mnt atau Hb ,9 g% dilakukan pemberian IVFD dengan
pemberian dekstrosa/salin dan transfusi darah secukupnya.Diberikan
vasopresin 2 amp. 0,1 g dalam 500 cc cairan d 5 % atau salin pemberian
selama 4 jam dapat dulang 3 kali.Dilakukan pemasangan SB tube untuk
menghentikan perdarahan varises.Dapat dilakukan skleroterapi sesudah
dilakukan endoskopi kalau ternyata perdarahan berasal dari pecahnya
varises.Operasi pintas dilakukan pada Child AB atau dilakukan transeksi
esofagus (operasi Tanners).Bila tersedia fasilitas dapat dilakukan foto
koagulasi dengan laser dan heat probe.Bila tidak tersedia fasilitas
diatas, untuk mencegah rebleeding dapatdiberikan propanolol.
c. Untuk ensefalopati dilakukan koreksi faktor pencetus seperti
pemberian KCL pada hipokalemia, aspirasi cairan lambung bagi pasien yang
mengalami perdarahan pada varises, dilakukan klisma, pemberian neomisin
per oral. Pada saat ini sudah mulai dikembangkan transplantasi hati
dengan menggunakan bahan cadaveric liver.
d. Terapi yang diberikan berupa antibiotik seperti sefotaksim 2 g/8 jam i.v. amokisilin, aminoglikosida.
e. Sindrom haptorenal/nefropati hepatik, terapinya adalah imbangan air
dan garam diatur dengan ketat, atasi infeksi dengan pemberian
antiobiotik, dicoba melakukan parasentesis abdominal dengan ekstra
hati-hati untuk memperbaiki aliran vena kava, sehingga timbul perbaikan
pada curah jantung dan fungsi ginjal.
2.1.10 Penatalaksanaan Umum
Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, acites dan demam.
Diet rendah protein (diet hati III : protein 1 g/kg BB, 55 g protein,
2000 kalori). Bila ada acites diberikan rendah garam II (600-800 mg)
atau III (1000-2000 mg). Bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi
kalori (2000-3000 kalori) dan tinggi protein (80-125 g/hari). Bila ada
tanda-tanda pre koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan
(diet hati I) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit
sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Diet yang baik dengan protein yang
cukup perlu diperhatikan.
Mengatasi infeksi dengan antibiotik. Diusahakan memakai obat-obatan yang jelas tidak hepatotoksik.
Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan pemberian asam amino esensial berantai cabang dan glukosa
Roboransia. Vitamin B kompleks. Dilarang makan dan minum bahan yang mengandung alkohol.
2.1.11 Konsep Asuhan Keperawatan Serosis Hepatis
A. Data Fokus
1) Data Subyektif
a. Keluhan perut tidak enak, mual dan nafsu makan menurun.
b. Mengeluh cepat lelah.
c. Mengeluh sesak nafas
2) Data Obyektif
a. Penurunan berat badan
b. Ikterus.
c. Spider naevi.
d. Anemia.Air kencing berwarna gelap.
e. Kadang-kadang hati teraba keras.
f. Kadar cholesterol rendah, albumin rendah.
g. Hematemesis dan melena.
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:
1. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.
2. Intolerans aktifitas b/d kelemahan otot.
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d hipertensi portal.
4. Gangguan perfusi jaringan b/d hematemesis dan melena.
5. Cemas b/d hematemesis dan melena.
6. Gangguan pola nafas b/d ekspansi paru menurun
7. Kerusakan komunikasi verbal b/d gangguan persarafan bicara.
8. Resiko tinggi cedera b/d gerakan yang tidak terkontrol.
9. Kerusakan mobilitas fisik b/d efek kekakuan otot.
10. Defisit perawatan diri b/d keadaan koma.
c. Rencana Tindakan
1) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil : menunjukkan peningkatan nafsu makan.
Rencana tindakan :
Intervensi
1. Diskusikan tentang pentingnya nutrisi bagi klien.
2. Anjurkan makan sedikit tapi sering.
3. Batasi cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan.
4. Pertahankan kebersihan mulut.
5. Batasi makanan dan cairan yang tinggi lemak.
6. pantau intake sesuai dengan diet yang telah disediakan.
Rasional
Nutrisi yang baik dapat mempercepat proses penyembuhan.
Peningkatan tekanan intra abdominal akibat asites menekan saluran GI dan menurunkan kapasitasnya.
Cairan dapat menurunkan nafsu makan dan masukan.
Akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah bau dan rasa tak sedap yang menurunkan nafsu makan.
Kerusakan aliran empedu mengakibatkan malabsorbsi lemak.
Untuk mencukupi nutrisi intake harus adekuat.
2) Intolerans aktifitas b/d kelemahan otot.
Tujuan : Klien dapat beraktifitas sesuai dengan batas toleransi.
Kriteria hasil : menunjukkan peningkatan dalam beraktifitas.
Rencana tindakan :
Intervensi
1. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktifitas contoh: apakah tekanan
darah stabil, perhatian terhadap aktifitas dan perawatan diri.
2. jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas contoh: posisi
duduk di tempat tidur, bangun dari tempat tidur, belajar berdiri dst.
3. Berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan (makan, minum, mandi, berpakaian dan eleminasi).
Rasional
Stabilitas fisiologis penting untuk menunjukkan tingkat aktifitas individu.
Kemajuan aktifitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.
Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar