Hidrosefalus adalah kelainan patologis
otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau
pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat
pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209). Pelebaran ventrikuler ini
akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan
serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat
penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut
menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura
dan ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328).
Epidemiologi
Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4
setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8
pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh stenosis aqueductus
serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis
kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada
semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh
toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat abnormalitas
perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan
kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Darsono, 2005:211).
Etiologi
Hidrosefalus terjadi bila terdapat
penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat
antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi
dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan
CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang
terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan
terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi.
Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak
ialah :
1) Kelainan Bawaan (Kongenital)
a. Stenosis akuaduktus Sylvii
b. Spina bifida dan kranium bifida
c. Sindrom Dandy-Walker
d. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah
2) Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan
meningen. Secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan
araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Penyebab lain infeksi
adalah toxoplasmosis.
3) Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang
dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pada anak yang terbanyak
menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian
terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan
bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
4) Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir
dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada
daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi
dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).
Patofisiologi dan Patogenesis
CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel
oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui
kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf
pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem,
yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal
jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml,
neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun
dalam ventrikel 500-1500 ml (Darsono, 2005). Aliran CSS normal ialah
dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari
tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV
dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid
melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan
kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler. (DeVito EE et al, 2007:328)
Hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu :
1. Produksi likuor yang berlebihan
2. Peningkatan resistensi aliran likuor
3. Peningkatan tekanan sinus venosa
Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah
peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan
keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi
ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama
perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :
1. Kompresi sistem serebrovaskuler.
2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler
3. Perubahan mekanis dari otak.
4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis
5. Hilangnya jaringan otak.
6. Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.
Produksi likuor yang berlebihan
disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran likuor merupakan awal
dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang
disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara
proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang.
Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai
dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga
menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan
tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan
aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi.
Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians
tengkorak. (Darsono, 2005:212)
Klasifikasi
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan :
1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus).
2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.
3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans.
Hidrosefalus interna menunjukkan adanya
dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal menunjukkan adanya pelebaran
rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks. Hidrosefalus obstruktif
menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor.
Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan
asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana
faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut
sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus
ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya
terdapat pada orang tua. (Darsono, 2005)
Manifestasi Klinis
Tanda awal dan gejala hidrosefalus
tergantung pada awitan dan derajat ketidakseimbangan kapasitas produksi
dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejala-gejala yang menonjol merupakan
refleksi adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis dari
hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :
1. Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonatus
Meliputi pembesaran kepala abnormal,
gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran
kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar
kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium
terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal.
Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan
tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat
tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok.
(Peter Paul Rickham, 2003)
2. Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi
nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri
kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia)
dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum
terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah
pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania
mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih
besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania
biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
a. Fontanel anterior yang sangat tegang.
b. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
c. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.
d. Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).
Gejala hipertensi intrakranial lebih
menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan dengan bayi. Gejalanya
mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan okulomotor,
dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat
herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi). (Darsono, 2005:213)
Diagnosis
Disamping dari pemeriksaan fisik,
gambaran klinik yang samar-samar maupun yang khas, kepastian diagnosis
hidrosefalus dapat ditegakkan dengan menggunakan alat-alat radiologik
yang canggih. Pada neonatus, USG cukup bermanfaat untuk anak yang lebih
besar, umumnya diperlukan CT scanning. CT scan dan MRI dapat memastikan
diagnosis hidrosefalus dalam waktu yang relatif singkat. CT scan
merupakan cara yang aman dan dapat diandalkan untuk membedakan
hidrosefalus dari penyakit lain yang juga menyebabkan pembesaran kepala
abnormal, serta untuk identifikasi tempat obstruksi aliran CSS.
(Darsono, 2005:214)
Diagnosis Banding
Pembesaran kepala dapat terjadi pada
hidrosefalus, makrosefali, tumor otak, abses otak, granuloma
intrakranial, dan hematoma subdural perinatal, hidranensefali. Hal-hal
tersebut dijumpai terutama pada bayi dan anak-anak berumur kurang dari 6
tahun. (Darsono, 2005:215)
Terapi
Pada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
a) Mengurangi produksi CSS.
b) Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi.
c) Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial. (Darsono, 2005)
Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :
1. Penanganan Sementara
Terapi konservatif medikamentosa
ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi
sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorbsinya.
2. Penanganan Alternatif (Selain Shunting)
Misalnya : pengontrolan kasus yang
mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang
mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. Saat ini cara
terbaik untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah dengan
teknik bedah endoskopik. (Peter Paul Rickham, 2003)
3. Operasi Pemasangan ‘Pintas’ (Shunting)
Operasi pintas bertujuan membuat saluran
baru antara aliran likuor dengan kavitas drainase. Pada anak-anak lokasi
drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum. Biasanya cairan
serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang pada
hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke rongga subarakhnoid lumbar.
Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu:
pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan
kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Infeksi pada shunt
meningatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan
bahkan kematian. (Allan H. Ropper, 2005:360)
Prognosis
Hidrosefalus yang tidak diterapi akan
menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologis serta kecerdasan. Dari
kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan meninggal karena penyakitnya
sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena aspirasi
pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar
40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper, 2005).
Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian adalah 7%. Setelah operasi
sekitar 51% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami
retardasi mental ringan. Adalah penting sekali anak hidrosefalus
mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok multidisipliner.
(Darsono, 2005)
DAFTAR PUSTAKA
• http://www.ninds.nih.gov/disorders/hydrocephalus/hydrocephalus.htm
• DeVito EE, Salmond CH, Owler BK,
Sahakian BJ, Pickard JD. 2007. Caudate structural abnormalities in
idiopathic normal pressure hydrocephalus. Acta Neurol Scand 2007: 116:
pages 328–332.
• Peter Paul Rickham. 2003. Obituaries. BMJ 2003: 327: 1408-doi: 10.1136/ bmj.327.7428.1408.
• Ropper, Allan H. And Robert H. Brown. 2005. Adams And Victor’s Principles Of Neurology: Eight Edition. USA.
• Darsono dan Himpunan dokter spesialis saraf indonesia dengan UGM. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: UGM Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar