Pendahuluan
Peran
perawat dalam pemberian obat dan pengobatan telah berkembang dengan
cepat dan luas seiring dengan perkembangan pelayanan kesehatan. Perawat
diharapkan terampil dan tepat saat melakukan pemberian obat. Tugas
perawat tidak sekedar memberikan pil untuk diminum atau injeksi obat
melalui pembuluh darah, namun juga mengobservasi respon klien terhadap
pemberian obat tersebut. Oleh karena itu, pengetahuan tentang manfaat
dan efek samping obat sangat penting untuk dimiliki perawat.
Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif jika membutuhkan pengobatan. Dengan demikian, perawat membantu klien membangun pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan, dan turut bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan bersama tenaga kesehatan lainnya.
Keberhasilan promosi kesehatan sangat tergantung pada cara pandang klien sebagai bagian dari pelayanan kesehatan, yang juga bertanggung jawab terhadap menetapkan pilihan perawatan dan pengobatan, baik itu berbentuk obat alternative, diresepkan oleh dokter, atau obat bebas tanpa resep dokter. Sehingga, tenaga kesehatan terutama perawat harus dapat membagi pengetahuan tentang obat-obatan sesuai dengan kebutuhan klien.
Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif jika membutuhkan pengobatan. Dengan demikian, perawat membantu klien membangun pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan, dan turut bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan bersama tenaga kesehatan lainnya.
Keberhasilan promosi kesehatan sangat tergantung pada cara pandang klien sebagai bagian dari pelayanan kesehatan, yang juga bertanggung jawab terhadap menetapkan pilihan perawatan dan pengobatan, baik itu berbentuk obat alternative, diresepkan oleh dokter, atau obat bebas tanpa resep dokter. Sehingga, tenaga kesehatan terutama perawat harus dapat membagi pengetahuan tentang obat-obatan sesuai dengan kebutuhan klien.
Obat dan Pengobatan
Obat adalah substansi yang berhubungan fungsi fisiologis tubuh dan berpotensi mempengaruhi status kesehatan. Pengobatan / medikasi adalah obat yang diberikan untuk tujuan terapeutik / menyembuhkan.
Obat
atau medikasi dapat dikenal orang dengan nama-nama yang berlainan. Nama
kimia suatu obat menunjukkan isi atau unsur-unsur kimia yang terdapat
didalamnya. Nama tersebut menunjukkan susunan atom-atom kimia dalam
rantai strukturnya, contoh : nama kimia dari agent anti-inflamasi ibuprofen adalah 2-(4 isobutylpnenyl) asam propionate.
Nama
resmi suatu obat dibuat dan disetujui oleh lembaga resmi pemerintah
yang bertanggung jawab. Di Indonesia lembaga yang bertanggung jawab
adalah Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Depkes RI. Nama resmi
obat lebih dikenal dengan sebutan nama generic obat atau obat generic.
Setiap jenis obat hanya mempunyai 1 nama generic yang lebih sederhana
bila dibandingkan dengan nama kimianya. Contohnya adalah obat-obat yang
dikenal dengan ibuprofen, asetominofen atau morfin.
Nama
merk atau merk dagang suatu obat adalah nama obat terdaftar yang dibuat
oleh produsen obat. Merk dagang suatu obat biasanya terdiri dari nama
kimia dan nama produsen obat, contoh : Paramex adalah gabungan nama
generic paracetamol dengan produsen obat yaitu konimex, afitamol, dll.
Standar Pengobatan Nasional
Banyaknya jenis obat yang diproduksi dan beredar di masyarakat, mendorong pemerintah untuk menetapkan standard dan quality control
terhadap obat-obat yang akan dipasarkan kepada masyarakat. Pemerintah
melalui Badan POM membagi produk obat berdasarkan bahan dasar obat,
bentuk fisik dan kimia, tes atas keaslian zat penyusun, metode
penyimpanan, kategori obat dan dosis normal per pengggunaan.
Karena banyaknya jenis obat yang diproduksi (therapeutics explosion)
oleh industri farmasi setiap tahunnya yang diikuti dengan informasi
produk yang obyektifitasnya masih diragukan. Selain itu, bersamaan
dengan perkembangan produk obat-obatan, informasi yang berkaitan dengan
perkembangan obat tersebut juga semakin banyak, sehingga diperlukan
suatu pelayanan informasi obat dan makanan kepada masyarakat yang dapat
menjamin diperolehnya informasi yang benar dan obyektif.
Pemerintah
melalui Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM) Badan POM menjadi
rujukan pusat informasi obat yang ada di Indonesia dengan mengembangkan
dan membina semua bentuk pelayanan informasi obat.
Pemerintah
melalui Kebijakan Obat Nasional yang ditetapkan pada tahun 1983
mengendalikan dan mengawasi semua obat sebelum diedarkan dipersyaratkan
melalui penilaian kemanfaatan, keamanan dan mutu obat di BPOM RI.
Peraturan ini tidak hanya berlaku untuk obat baru tapi juga obat copy
atau termasuk juga obat generic. Obat copy adalah obat yang dibuat
didalam negeri dengan mencontoh komponen obat inovatornya atau yang
terlebih dulu dibuat dan diedarkan sebagai obat paten. Obat copy
diperlukan untuk melakukan penilaian atas mutunya untuk membuktikan
bahwa obat copy mempunyai kemanfaatan dan keamanan yang sama dengan
inovatornya sehingga dalam penggunaannya dapat dipertukarkan dengan
inovatornya. Metode pengujian yang diterima secara internasional adalah
uji bioekivalensi. Prinsip dasar uji bioekivalensi adalah membandingkan
proses penyerapan, metabolisme, dan pengeluaran dari tubuh inovatornya.
Jenis dan Tipe Obat
Obat
dapat diklasifikasikan melalui beberapa cara, antara lain berdasarkan
bahan kimia penyusunnya, efek yang ditimbulkan baik didalam laboratorium
maupun tubuh manusia. Pengetahuan tentang klasifikasi obat tentang
manfaat, efek samping, dan indikasi obat dibutuhkan terutama untuk
obat-obat yang belum dipublikasi secara umum.
Dibawah ini adalah table tentang klasifikasi obat (Tabel 1.1) dan bentuk sediaan obat (Tabel 1.2).
Dibawah ini adalah table tentang klasifikasi obat (Tabel 1.1) dan bentuk sediaan obat (Tabel 1.2).
Tabel 1.1 Klasifikasi Obat yang Digunakan Untuk Meningkatkan Fungsi Tubuh
Status kesehatan
|
Kelas Obat
|
Kerja Obat dalam Tubuh
|
Aktivitas dan Latihan
|
Antihipertensi
Antiaritmia Inotropik Antiangina Antikoagulan Bronkodilator |
Menurunkan tekanan darah
Mengatur irama jantung Menguatkan kontraksi jantung Meningkatkan aliran darah koroner Menghancurkan gumpalan darah Membersihkan jalan nafas |
Nutrisi dan Metabolisme
|
Antibiotik
Antiemetik Antasid Insulin Kortikosteroid
Tiroid
Vitamin & Mineral |
Mencegah dan menghilangkan infeksi
Menurunkan rasa mual / nausea Menurunkan asam lambung Menurunkan kadar gula darah Menurunkan reaksi peradangan / inflamasi Mengatur laju metabolisme Suplemen untuk intake nutrisi inadekuat |
Eliminasi
|
Laksative
Antidiare Diuretik |
Memperlancar pengeluaran feses
Menyembuhkan diare Meningkatkan produksi urine dan pengeluaran urine |
Tidur dan Istirahat
Kognisi dan Persepsi |
Sedative, Hipnosis
Analgesik Antipsikotik |
Meningkatkan tidur
Menurunkan nyeri Menurunkan gejala psikotik (halusinasi) |
Koping dan Stress adaptasi
Seksualitas dan Reproduksi |
Antiansietas
Antidepresan Hormon ovarium |
Menurunkan ansietas
Menurunkan depresi Menghasilkan pengganti hormon Menghasilkan pengendalian kelahiran (KB) |
Tabel 1.2 Tabel Bentuk Sediaan Obat
Bentuk Sediaan
|
Keterangan
|
Sediaan Obat Oral
Kapsul
Eliksir
Emulsi Pelapis enteral
Lozenge (troche) / tablet hisap
Bubuk Suspensi / Larutan
Sirup
Tablet
Tincture
|
Pembungkus terbuat dari gelatin yang berisi bubuk atau cairan obat
Sediaan obat cair dengan pelarut alcohol Obat dalam bentuk suspensi / larutan kental Pelapis khusus yang hanya larut ketika berada di usus dan tidak dilambung karena sifatnya mengiritasi lambung Tablet yang dapat dilarut dimulut (dihisap)
Bentuk dasar obat, dilarutkan dengan air sebelum digunakan
Bentuk obat cair yang harus dikocok sebelum digunakan karena biasanya terpisah dari larutannya Obat dalam bentuk larutan air dan gula Bentuk padat bubuk obat (bulat, elips) yang dapat dibelah menjadi 2 bagian. Dapat dilapisi gula atau lapisan tipis untuk membantu daya kohesi Larutan sangat kental yang larut dalam alcohol, biasanya berasal dari tumbuhan dan dalam dosis kecil |
Sediaan Obat Topikal
Krim
Gel atau jelly
Liniment
Lotion Salep Pasta
Suppositoria
Transdermal patch
|
Sediaan obat dalam bentuk semisolid, tidak lengket / berminyak
Sediaan semisolid yang transparan / bening yang mencair saat mengenai kulit Cairan mengandung minyak yang digosokkan pada kulit Suspensi cair atau kental, digunakan pada kulit Obat yang dikombinasikan dengan larutan minyak Cairan / salep yang kental untuk kulit Obat yang mengandung gelatin (dibuat agar mudah diserap tubuh), hancur sesuai dengan suhu tubuh dan perlahan diserap oleh tubuh. Obat dalam bentuk sediaan plester, digunakan pada kulit untuk secara bertahap mengontrol penyerapan obat pada kulit. |
Obat dapat juga dikelompokkan menjadi obat tanpa diresepkan (obat bebas), dengan resep dan obat herbal.
Obat bebas
adalah obat yang dapat dibeli atau didapatkan tanpa adanya resep dari
tenaga kesehatan yang berwenang. Obat-obat ini dijual bebas ditoko-toko
atau apotik. Hal tersebut dikarenakan obat-obat yang dijual bebas telah
dinyatakan aman untuk dikonsumsi tanpa adanya resep / pengawasan dari
tenaga kesehatan. Contoh obat bebas yang umum dijual dan dikonsumsi
masyarakat adalah obat pereda gejala flu dan analgesic ringan seperti
aspirin dan asetominofen. Menjadi tugas Badan POM untuk mengkontrol
keamanan, efektivitas, dan publikasi obat-obat bebas.
Obat bebas masih dianggap aman ketika langsung dikonsumsi. Namun, bahaya obat-obatan bebas sering terjadi karena penyalahgunaan obat-obat tersebut. Banyak orang lebih memilih mengkonsumsi obat sendiri daripada datang kepada tenaga kesehatan untuk mendapatkan bantuan, bahkan banyak pula yang tidak dapat tertolong karena keterlambatan penanganan oleh tenaga kesehatan.
Obat bebas masih dianggap aman ketika langsung dikonsumsi. Namun, bahaya obat-obatan bebas sering terjadi karena penyalahgunaan obat-obat tersebut. Banyak orang lebih memilih mengkonsumsi obat sendiri daripada datang kepada tenaga kesehatan untuk mendapatkan bantuan, bahkan banyak pula yang tidak dapat tertolong karena keterlambatan penanganan oleh tenaga kesehatan.
Obat dengan resep
adalah obat yang diperjualbelikan secara legal. Untuk pasien-pasien
tertentu, dibutuhkan pengawasan medis dalam pengunaan obat-obatan
dikarenakan keamanan akan efek terapi dan resiko keracunan akibat dosis
yang diberikan. Dokter bertanggungjawab dalam meresepkan obat. Namun,
dalam kondisi tertentu perawat atau asisten dokter dapat juga meresepkan
obat.®
Obat herbal atau tumbuhan obat adalah
obat-obatan yang digunakan berasal dari tumbuhan dan belum mengalami
proses kimia dilaboratorium. Walaupun penggunaan obat-oabatan herbal ini
sudah sangat luas dimasyarakat, namun penggunaannya masih jarang
dimasukkan kedalam riwayat kesehatan klien. Perawat harus mengkaji
penggunaan obat-obat herbal ini. Contoh tanaman obat adalah ginko biloba
yang dapat digunakan untuk meningkatkan sirkulasi darah dan fungsi
kognitif.
Banyak
orang mengira bahwa obat herbal sangat aman karena semua bahannya yang
berasal dari alam. Namun, menilai hal tersebut menjadi sulit karena obat
herbal tidak memiliki standar kualitas dan pengaturan yang resmi dari
pemerintah. Beberapa obat herbal dapat mengakibatkan kegawatan akibat
interaksi kimiawi yang terjadi, sehingga dibutuhkan lebih banyak
penelitian laboratorium untuk menilai manfaat, efektivitas, dosis yang
tepat, dan reaksi kimia yang terjadi didalam tubuh. Karena apabila
sesuatu yang asing masuk kedalam tubuh, dapat menimbulkan reaksi yang
tidak terduga. Untuk itu perawat perlu untuk mengkaji penggunaan tablet,
ramuan, ataupun ekstrak yang berasal obat-obatan herbal untuk
dibandingkan dengan literatur yang menunjang.
Sistem Distribusi dan Legal Aspek Pemberian Obat
Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam sistem distribusi / pemberian obat yang aman kepada klien, yaitu : a) penyediaan obat cadangan, b) sediaan dosis obat, c) sistem pembagian obat, d) suplai obat mandiri.
Setiap institusi menerapkan aturan yang berbeda dalam melakukan
distribusi obat. Fasilitas kesehatan telah dirancang untuk persiapan
pengobatan. Beberapa diantaranya memiliki ruang utama penyimpanan suplai
obat yang terkunci rapat dalam lemari kaca dan trolley obat yang dapat
berpindah berisi obat-obat yang diperlukan klien dalam laci-laci yang
terkunci atau obat-obat untuk pasien tertentu tersimpan dalam kabinet
obat didekat kamar pasien. Beberapa rumah sakit memiliki apotik kecil
yang dekat dengan ruang rawat pasien. Namun, dalam pengontrolan
penggunaan obat-obatan yang bersifat narkotik, suplai obat disimpan
dalam laci yang terkunci pada setiap fasilitas kesehatan yang
menyediakannya.
Penyediaan obat cadangan
Penyediaan
obat pada ruang rawat pasien terdiri dari penyimpanan obat-obatan yang
diresepkan dalam jumlah yang besar serta disimpan dalam lemari kaca
yang terkunci. Pemberian obat ini dilakukan oleh perawat sesuai dengan
kebutuhan klien. Perawat mengambil simpanan obat yang tersedia dalam
jumlah yang besar dalam botol atau kontainer obat. Contoh dari
penyediaan obat adalah obat-obat narkotik, vitamin, atau cairan saline /
infus.
Sediaan dosis obat
Pembagian
obat dalam dosis yang telah ditentukan melibatkan farmasist untuk
membagikan dan memberikan label pada pembungkus atau tempat penyimpanan
obat yang telah sesuai dengan dosis masing-masing pasien. Obat-obat
tersebut disimpan dalam tempat khusus dan diberikan kepada klien pada
waktu-waktu tertentu. Sistem ini dilakukan pada fasilitas kesehatan yang
besar seperti rumah sakit karena membutuhkan pengecekkan ulang demi
keamanan klien. Baik farmasist maupun perawat sama-sama berperan dalam
penyiapan dan pemberian obat kepada klien serta mengevaluasi efek dan
reaksi interaksi obat atau kontraindikasi obat.
Sistem pembagian obat secara otomatis
Sistem
ini menggunakan mesin yang berfungsi seperti mesin ATM untuk mengambil
obat dengan cepat bila dalam keadaan darurat. Mesin ini juga dapat
mengkombinasi obat sesuai dengan kebutuhan. Perawat menggunakan kata
kunci atau password, kemudian memilih menu / daftar obat yang
dibutuhkan yang telah tersedia secara komputerisasi. Mesin ini juga
menyimpan data semua obat yang dikeluarkan sekaligus mengkontrol obat
yang digunakan oleh masing-masing pasien. Mesin ini telah banyak
digunakan di fasilitas-fasilitas kesehatan terutama dibeberapa negara
maju. Namun, keberadaan mesin ini di Indonesia tampaknya masih sulit
untuk ditemukan.
Suplai obat klien mandiri
Pada
sistem ini obat diberikan dan disimpan oleh klien secara langsung.
Obat-obatan disimpan dalan tempat tersendiri untuk setiap klien. Dapat
diletakkan pada meja didekat klien, sehingga klien dapat mudah
menjangkaunya saat waktunya untuk minum obat. Sistem ini dapat dilakukan
bersamaan dengan sistem penyimpanan terpusat. Metode ini memberi
kesempatan kepada klien untuk terlibat dalam pengobatan dan
perawatannya. Hal ini juga menghemat waktu perawat untuk memberikan obat
serta memberikan waktu kepada perawat untuk mengevaluasi kemampuan
klien dalam ketaatan minum obat.
Di Indonesia, selain Badan POM dan Depkes yang bertanggung jawab dalam mengontrol distribusi obat kepada masyarakat, tenaga kesehatan juga berperan dalam penggunaan obat-obat tersebut oleh masyarakat. Saat ini, untuk obat yang diresepkan masih merupakan wewenang tenaga medis. Sedangkan, farmasist dan perawat berwenang untuk menyiapkan dan memberikan obat yang telah siap untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Di Indonesia, selain Badan POM dan Depkes yang bertanggung jawab dalam mengontrol distribusi obat kepada masyarakat, tenaga kesehatan juga berperan dalam penggunaan obat-obat tersebut oleh masyarakat. Saat ini, untuk obat yang diresepkan masih merupakan wewenang tenaga medis. Sedangkan, farmasist dan perawat berwenang untuk menyiapkan dan memberikan obat yang telah siap untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Resep Obat
Dalam
resep obat yang dibuat oleh tenaga kesehatan terdapat komponen-komponen
yang harus diperhatikan, antara lain : nama lengkap klien,nama obat
yang diberikan beserta dengan jumlah dan dosis obat yang diinginkan
serta frekuensi pemberian selama 1 hari. Didalam resep juga harus
terdapat tanggal dan waktu resep dibuat serta tanda tangan tenaga
kesehatan yang memberikan resep. Nama klien harus tercantum lengkap
untuk menghindari kesamaan nama dengan klien lainnya. Usia atau nomor
rekam medik atau registrasi klien dapat juga dicantumkan.
- Nama Obat : nama generik atau merk dagang obat. Dituliskan dengan jelas agar tidak tertukar dengan nama obat lain.
- Dosis Obat : dapat menggunakan metrik, apotekari, atau pengukuran rumah tangga, misalnya digoxin 0,25 mg 1 dd (artinya 1 kali sehari).
- Cara Pemberian : obat yang sama dapat diberikan dengan beberapa cara yang berlainan, misal PO (per oral), IV (intravena), Supp (suppotoria).
Dibawah ini adalah beberapa istilah yang lazim digunakan didalam resep obat
Istilah
|
Artinya
|
Istilah
|
Artinya
|
a atau a.
a.c. ad lib aq. bid , 2 dd d prn q qh g syr h.s. Rx stat.
R. atau PR
|
sebelum
sebelum makan bebas air dua kali sehari hari bila dibutuhkan setiap setiap jam gram sirup sebelum tidur dibeli, resep segera, langsung diminum rectal, per rectal |
mg
No atau no. p.c. cap., caps p atau p. PO IV Inj. IM tab. qid q6h tid, 3 dd sc
qs
|
miligram
jumlah obat setelah makan kapsul per atau setelah per oral intra vena injeksi intra muskular tablet 4 kali sehari setiap 6 jam 3 kali sehari subkutaneus
sebanyak yg dibutuhkan
|
Selain
obat yang dipesankan melalui resep, perawat juga bertanggung jawab
dalam mengelola pesanan obat yang harus diberikan kepada klien dengan
cara lainnya. Contohnya adalah :
- Standing order adalah pesanan obat yang harus diberikan kepada klien selama beberapa hari, pesanan obat ini harus dicek dan ditulis ulang setiap hari sampai dengan ada perubahan / penggantian obat atau dosis obat.
- PRN order adalah pesanan pemberian obat dalam waktu tertentu saja atau bila dibutuhkan. Berasal dari kata Latin pro re nata. Misalnya : obat nyeri, laksative, atau obat mual.
- Order
sekali waktu adalah pesanan pemberian obat yang hanya satu kali
untuk diberikan, misalnya obat-obat preoperative / anestesi.
Stat order adalah pesanan pemberian obat yang segera diberikan kepada klien dan hanya berlaku satu kali pemberian, misalnya pemberian furosemid 20 mg IV stat. - Melalui telepon, faximile, atau secara verbal adalah pesanan pemberian obat yang dipesankan melalui telepon atau alat komunikasi lainnya. Dan dikarenakan pemberi pesanan tidak ada ditempat untuk menulis dan menanda tangani pesanan obat maka perawat harus mencatat pesanan tersebut dalam daftar obat klien dan diberi kode T.O (telephone order) serta menandatanganinya. Namun, pemberi pesanan obat tersebut harus tetap menandatangani dihari berikutnya.
Reaksi dan Efek Obat
Farmakokinetik
Adalah
proses obat memasuki tubuh dan akhirnya keluar dari tubuh. Proses
terdiri dari absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat dari
tubuh manusia. Setiap obat mempunyai karakteristik khusus dalam
kecepatan dan bagaimana obat tersebut akan diserap oleh jaringan,
kemudian dihantarkan pada sel-sel tubuh, dan berubah menjadi zat yang
tidak berbahaya bagi tubuh hingga akhirnya keluar dari tubuh kita.
Absorpsi
Adalah
proses zat-zat dari obat masuk ke dalam aliran / pembuluh darah. Cara
pemberian berdampak pada kecepatan dan keseluruhan bagian obat yang akan
diserap tubuh. Pemberian secara intravena merupakan cara tercepat dalam
absorpsi obat, kemudian diikuti dengan pemberian secara intramuskular,
subkutaneus, dan oral.
Distribusi
Adalah
proses pengiriman zat-zat dalam obat kepada jaringan dan sel-sel
target. Proses dipengaruhi oleh sistem sirkulasi tubuh, jumlah zat obat
yang dapat terikat dengan protein tubuh serta jaringan atau sel tujuan
dari obat tersebut.
Metabolisme
Adalah
proses deaktivasi / detoksifikasi zat-zat obat didalam tubuh. Proses
ini terutama berlangsung didalam hepar, namun juga berlangsung di dalam
ginjal, plasma darah, mukosa usus, dan paru-paru. Gangguan pada fungsi
hepar, termasuk diantaranya adalah penurunan fungsi hepar akibat penuaan
atau penyakit dapat mempengaruhi kecepatan detoksifikasi obat yang
berlagsung didalam tubuh.
Ekskresi
Adalah
proses mengeluarkan obat atau zat-zat sisa metabolismenya dari dalam
tubuh. Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan sebagian besar sisa
metabolisme tersebut, sebagian yang lain dikeluarkan melalui paru-paru
dan intestinal. Penurunan fungsi ginjal akan sangat berpengaruh buruk
pada proses ini.
Farmakodinamik
Adalah
proses yang berhubungan dengan fungsi fisiologis dan biokimia dari obat
didalam tubuh. Pemahaman tentang proses ini sangat membantu perawat
untuk mengevaluasi efek terapeutik dan efek lainnya dari pengobatan.
Reaksi kerja obat adalah hasil dari reaksi kimia antara zat-zat obat dengan sel-sel tubuh untuk menghasilkan respon biologis tubuh. Kebanyakan obat bereaksi dengan komponen sel untuk menstimulasi perubahan biokimia dan fisiological sehingga obat menjadi efektif bagi tubuh. Reaksi ini dapat terjadi secara lokal maupun sistemik didalam tubuh. Contohnya adalah efek lokal terlihat terjadi pada pemberian obat topikal pada kulit. Sedangkan pada pemberian obat analgesik, efeknya akan meliputi beberapa sistem, termasuk diantaranya yaitu sistem saraf (efek sedatif), paru-paru (depresi pernafasan), gastrointenstinal (konstipasi) walaupun efek yang diharapkan adalah pereda nyeri. Efek medikasi dapat dimonitor melalui perubahan klinis yang terjadi pada kondisi klien. Secara umum, peningkatan kualitas pada gejala dan hasil laboratorium menunjukkan efektivitas medikasi.
Reaksi kerja obat adalah hasil dari reaksi kimia antara zat-zat obat dengan sel-sel tubuh untuk menghasilkan respon biologis tubuh. Kebanyakan obat bereaksi dengan komponen sel untuk menstimulasi perubahan biokimia dan fisiological sehingga obat menjadi efektif bagi tubuh. Reaksi ini dapat terjadi secara lokal maupun sistemik didalam tubuh. Contohnya adalah efek lokal terlihat terjadi pada pemberian obat topikal pada kulit. Sedangkan pada pemberian obat analgesik, efeknya akan meliputi beberapa sistem, termasuk diantaranya yaitu sistem saraf (efek sedatif), paru-paru (depresi pernafasan), gastrointenstinal (konstipasi) walaupun efek yang diharapkan adalah pereda nyeri. Efek medikasi dapat dimonitor melalui perubahan klinis yang terjadi pada kondisi klien. Secara umum, peningkatan kualitas pada gejala dan hasil laboratorium menunjukkan efektivitas medikasi.
Efek Terapeutik
Adalah
efek yang diinginkan atau efek tujuan dari medikasi yang diberikan.
Efek tersebut bervariasi berdasarkan bahan dasar obat, lama penggunaan
obat, dan kondisi fisik klien. Beberapa diantaranya juga dipengaruhi
interaksi antar obat yang dikonsumsi. Puncak reaksi obat sangat
bervariasi tergantung dari obat yang diberikan dan cara pemberian yang
dilakukan.
Efek Merugikan
Adalah
efek lain dari obat selain efek terapi yang diinginkan. Efek merugikan
ini dapat merupakan efek lanjutan dari efek terapi, misalnya hipotensi
dapat terjadi ketika pemberian antihipertensi. Beberapa efek yang
merugikan ini dapat ditangani segeraseperti konstipasi, namun ada pula
yang memerlukan perhatian lebih, misalnya depresi pernafasan. Efek ini
sering terjadi pada klien yang sangat parah kondisi dan menerima banyak
medikasi (Cleveland, Aschenbrenner, Venable, & Yensen, 1999).
Efek samping
Efek
merugikan obat dengan skala kecil disebut juga efek samping obat.
Banyak efek samping yang tidak berbahaya dan dapat diabaikan, namun ada
pula yang dapat membahayakan terutama ketika ada obat baru yang
diberikan atau ditambahkan dosisnya. Perawat harus waspada terhadap efek
merugikan dari obat ini.
Reaksi hipersensitivitas
Reaksi
hipersensitivitas terjadi bila klien sensitif terhadap efek dari
pengobatan yang dilakukan. Hal ini dapat terjadi bila dosis yang
diberikan lebih dari kebutuhan klien sehingga menimbulkan efek lain yang
tidak diinginkan. Contohnya adalah ketika seorang pria dewasa dengan
berat badan normal biasanya dapat diberikan meperidin (sedatif) dengan
dosis 75 – 100 mg, namun pada klien lansia dengan berat badan rendah
akan mengalami durasi reaksi yang lebih lama dan dapat mengalami
penurunan kesadaran dengan dosis meperidin yang sama. Biasanya, dengan
menurunkan dosis dan meningkatkan interval waktu pemberian, maka obat
tersebut dapat dikonsumsi dengan aman.
Toleransi
Adalah
reaksi yang terjadi ketika klien mengalami penurunan respon / tidak
berespon terhadap obat yang diberikan, dan membutuhkan penambahan dosis
obat untuk mencapai efek terapi yang diinginkan. Beberapa zat yang dapat
menimbulkan toleransi terhadap obat adalah nikotin, etil alkohol, opiat
dan barbiturat.
Reaksi alergi
Adalah
akibat dari respon imunologik terhadap medikasi. Tubuh menerima obat
sebagai benda asing, sehingga tubuh akan membentuk antibodi untuk
melawan dan mengeluarkan benda asing tersebut. Akibatnya akan
menimbulkan gejala / reaksi alergi yang dapat berkisar dari ringan
sampai berat. Reaksi alergi yang ringan diantaranya adalah gatal-gatal
(urtikaria), pruritus, atau rhinitis, dapat terjadi dalam hitungan menit
sampai dengan 2 minggu pada klien setelah mengkonsumsi obat. Reaksi
pada kulit ( gatal-gatal, kemerahan, dan lesi) biasanya meningkat
setelah klien menghentikan medikasi terutama obat yang memiliki kegunaan
yang sama dengan antihistamin.
Reaksi alergi yang parah dapat mengakibatkan gejala seperti sesak nafas (wheezing, dispneu), angioedema pada lidah dan orofaring, hipotensi, dan takikardia segera setelah pemberian obat. Reaksi ini disebut reaksi anafilaktik dan membutuhkan tindakan medis segera karena dapat berakibat fatal. Tindakan yang dapat dilakukan adalah menghentikan segera pemberian obat tersebut, segera berikan epinefrin, cairan infus (normal saline), steroid, dan antihistamin.
Reaksi alergi yang parah dapat mengakibatkan gejala seperti sesak nafas (wheezing, dispneu), angioedema pada lidah dan orofaring, hipotensi, dan takikardia segera setelah pemberian obat. Reaksi ini disebut reaksi anafilaktik dan membutuhkan tindakan medis segera karena dapat berakibat fatal. Tindakan yang dapat dilakukan adalah menghentikan segera pemberian obat tersebut, segera berikan epinefrin, cairan infus (normal saline), steroid, dan antihistamin.
Toksisitas
Atau
keracunan obat adalah reaksi yang terjadi karena dosis berlebih atau
penumpukkan zat dalam darah akibat dari gangguan metabolisme atau
ekskresi. Perhatian harus diberikan pada dosis dan tingkat toksik obat,
dengan menevaluasi fungsi ginjal dan hepar. Beberapa obat dapat langsung
berefek toksik setelah diberikan, namun obat lainnya tidak menimbulkan
efek toksik apapun selama berhari-hari lamanya.
Keracunan obat dapat mengakibatkan kerusakan pada fungsi organ. Hal yang umum terjadi adalah nefrotoksisitas (ginjal), neurotoksisitas (otak), hepatotosisitas (hepar), imunotoksisitas (sistem imun), dan kardiotoksisitas (jantung). Pengetahuan tentang efek toksisitas obat akan membantu perawat untuk mendeteksi dini dan mencegah kerusakan organ secara permanen pada klien.
Keracunan obat dapat mengakibatkan kerusakan pada fungsi organ. Hal yang umum terjadi adalah nefrotoksisitas (ginjal), neurotoksisitas (otak), hepatotosisitas (hepar), imunotoksisitas (sistem imun), dan kardiotoksisitas (jantung). Pengetahuan tentang efek toksisitas obat akan membantu perawat untuk mendeteksi dini dan mencegah kerusakan organ secara permanen pada klien.
Interaksi antar obat
Hal
ini terjadi ketika efek dari suatu obat terganggu akibat adanya obat
lain atau makanan yang mempengaruhi kerja obat didalam tubuh. Interaksi
ini dapat berbentuk saling menguatkan efek terapi dari obat atau saling
bertentangan dengan efek terapi. Kadang-kadang makanan dapat juga
mempengaruhi reaksi obat, contohnya adalah deaktivasi antibiotik
tetrasiklin akibat makanan yang berasal dari produk susu.
Dalam beberapa kasus, juga terjadi reaksi penggumpalan zat-zat yang tedapat didalam obat, hal ini disebut reaksi inkompabilitas obat. Hampir seluruh obat-obatan akan berefek buruk bila berinteraksi dengan obat lainnya, namun tidak selamanya dapat dihindarkan untuk memberikan obat yang tidak saling berefek merugikan.
Dalam beberapa kasus, juga terjadi reaksi penggumpalan zat-zat yang tedapat didalam obat, hal ini disebut reaksi inkompabilitas obat. Hampir seluruh obat-obatan akan berefek buruk bila berinteraksi dengan obat lainnya, namun tidak selamanya dapat dihindarkan untuk memberikan obat yang tidak saling berefek merugikan.
Pemberian Obat
Dalam memberikan obat kepada klien, perawat harus memperhatikan hal-hal berikut :
Interpretasikan dengan tepat resep obat yang dibutuhkan
Perawat
bertanggung jawab untuk melakukan interpretasi yang tepat terhadap
order obat yang diberikan. Saat order obat yang dituliskan tidak dapat
terbaca, maka dapat terjadi misinterpretasi terhadap order obat yang
harus diberikan. Segera klarifikasikan kepada pemberi resep atau tim
medis yang menulis resep bila terdapat ketidakjelasan tulisan atau
istilah yang digunakan, apalagi bila cara dan frekuensi pemberian tidak
tercantum.
Lakukan evaluasi untuk melihat apakah jumlah dan cara pemberian yang diresepkan aman untuk dilakukan pada klien. Ketahui dengan pasti atau lihat kembali dosis yang diberikan, cara pemberian, kontraindikasi, dan efek samping yang mungkin terjadi sebelum memberikan obat. Bila perawat tidak yakin dengan cara pemberian atau dosis yang diinginkan, tanyakan langsung pada tim medis karena perawat berhak dan bertanggung jawab langsung atas keselamatan klien.
Lakukan evaluasi untuk melihat apakah jumlah dan cara pemberian yang diresepkan aman untuk dilakukan pada klien. Ketahui dengan pasti atau lihat kembali dosis yang diberikan, cara pemberian, kontraindikasi, dan efek samping yang mungkin terjadi sebelum memberikan obat. Bila perawat tidak yakin dengan cara pemberian atau dosis yang diinginkan, tanyakan langsung pada tim medis karena perawat berhak dan bertanggung jawab langsung atas keselamatan klien.
Hitung dengan tepat dosis obat yang akan diberikan sesuai dengan resep
Permintaan
dosis obat biasanya ditulis dalam angka-angka matematika, begitupula
dengan sediaan obat yang ada. Perawat harus dapat menghitung dosis obat
yang akan diberikan pada klien, walaupun pada beberapa obat sangat
berbeda antara sediaan obat dengan dosis obat yang akan diberikan. Bila
dosis obat yang diinginkan sama dengan dosisi obat yang tersedia,
gunakan rumus berikut untuk menghitung dosis obat :
Contoh 1:
Bp.
R membutuhkan 400 mg antibiotic sesuai dengan resep yang ada, tablet
antibiotic yang tersedia adalah 200 mg. Berapa tablet antibiotic yang
perawat harus berikan pada Bp. R ?
|
Jawab :
|
200 mg = 400 mg
1 X&&& tablet
Contoh 2 :
Ibu
S, 65 tahun, harus diberikan obat antiaritmia (digoksin) sebanyak
0,25 mg per intra vena (IV). Pada vial / kemasan obat tersebut
tertulis 0,125 mg = 1 cc. Berapa cc digoksin yang harus perawat
berikan untuk Ibu S ?
|
Jawab :
Dosis digoksin yang harus Ibu S terima = X cc.
0,125 mg = 0,25 mg
1 cc X 0,125X = 0,25 X = 2 cc |
Menghitung dosis pada anak
Dosis
obat yang diberikan pada anak-anak dihitung berdasarkan berat badan
anak atau luas permukaan tubuh anak. Kebanyakan obat-obat tersebur
diproduksi khusus untuk anak sehingga tidak dihitung dengan cara yang
sama pada orang dewasa. Perhatikan ukuran dan laju metabolisme pada
anak, kaena hal ini sangat berpengaruh pada reaksi terapi obat yang
diharapkan. Observasi selalu respon yang terjadi sehingga dosis yang
diberikan dapat disesuaikan dengan kondisi anak.
Contoh :
|
An.
P, 2 tahun, membutuhkan paracetamol untuk menurukan panas
tubuhnya.Berat badan (BB) An. P 10 kg. Dalam kemasan obat tercantum
dosis untuk anak adalah 10 mg/KgBB.
Jawab: Misalkan Anak. P membutuhkan = a mg Paracetamol.
Maka a= 10 mg X 10 Kg = 100 mg
|
|
Gunakan prosedur yang sesuai dan aman, ingat prinsip 5 benar dalam pengobatan
Setelah memvalidasi dan menghitung dosis obat dengan benar, pemberian obat dengan akurat dapat dilakukan berdasarkan prinsip 5 benar, yaitu :
PRINSIP 5 BENAR PENGOBATAN :
|
Benar Klien
Benar
klien berarti bahwa obat yang diberikan memang benar dan sudah
dipastikan harus diberikan kepada klien yang bersangkutan. Kesalahan
identifikasi klien dapat terjadi jika terdapat 2 orang klien dengan nama
yang sama atau mirip berada pada satu ruangan atau unit. Untuk
menghindari kesalahan pemberian, cocokkan selalu nama klien pada papan
nama di tempat tidur klien dengan catatan rekam medik
Benar Obat
Benar
yang kedua adalah benar obat, yang berarti obat yang diberikan adalah
obat yang memeng diminta untuk diberikan kepada klien tersebut sesuai
dengan dosis yang diinginkan tim medis. Kesalahan pemberian obat dapat
terjadi ketika dalam situasi :
Farmasist atau apoteker salah memberikan obat dengan obat yang hamper sama dengan obat yang dipesankan
Apoteker atau perawat salah memberikan obat yang mempunyai nama / merk sama dengan obat yang dimaksud
Tim medis atau pemberi resep salah menuliskan obat atau obat tersebut tidak sesuai dengan klien
Perawat memberikan obat yang tidak dipersiapkan oleh perawat sendiri
Perawat salah mengidentifikasi obat
Untuk
mengurangi kesalahan pemberian obat dapat digunakan sistem “dosis obat
per unit”, yaitu pemberian obat yang telah dipersiapkan dan diberikan
label oleh perawat atau apoteker yang bersangkutan., memeriksa kembali
label obat yang akan diberikan dengan catatan pemberian obat, mengetahui
nama generic atau merk dagang obat serta manfaat obat tersebut
diberikan kepada klien, dan mendengarkan dengan teliti komentar klien
tentang obat yang diberikan, misalnya “ ini tidak seperti obat yang
kemarin saya minum.”
Bila mendengar hal demikian, segera tarik obat yang akan diberikan dan cocokkan dengan catatan pemberian obat atau order obat.
Bila mendengar hal demikian, segera tarik obat yang akan diberikan dan cocokkan dengan catatan pemberian obat atau order obat.
Benar Dosis Obat
Benar
dosis obat berarti obat yang diberikan memang dosis yang diinginkan
oleh tim medis dan dosis tersebut telah sesuai untuk klien. Kesalahan
dosis obat dapat terjadi bila tim medis memberikan obat yang tidak
sesuai dengan klien, apoteker salah mengeluarkan jumlah obat, perawat
salah memberikan dosis obat, perawat atau asisten perawat salah
menuliskan kembali obat-obatan yang diresepkan oleh tim medis.
Kesalahan
pemberian dosis obat dapat dihindari bila baik perawat dan apoteker
sama-sama mengetahui dosis yang diberikan. Perawat dapat melakukan
pengecekkan ulang dengan tim medis bila terdapat keraguan dengan
kesesuaian dosis obat. Lakukan pengecekkan ulang terhadap dosis obat
yang diberikan bila :
- Klien mengatakan bahwa dosis obat berubah dari biasanya
- Beberapa obat harus diberikan dalam waktu yang bersamaan
- Dosis obat yang diinginkan dalam jumlah yang besar
- Jumlah sediaan obat yang tersedia dari apoteker tidak sesuai dengan dosis obat yang harus diberikan kepada klien
Benar Waktu Pemberian
Benar
yang keempat adalah benar waktu pemberian, artinya adalah memberikan
obat sesuai dengan frekuensi dan waktu yang sudah ditetapkan. Pembeagian
obat yang dilakukan secara rutin sangant bervariasi pada setiap
institusi, misalnya : untuk pemberian obat pagi, diberikan pada pukul
07.30, 08.00, atau 09.00. Atau waktu pemberian obat dibuat berdasarkan
frekuensi, misalnya : untuk obat yang diberikan 4 kali sehari; waktu
yang digunakan adalah pukul 09.00, 13.00, 17.00, dan 21.00, atau
beberapa institusi menetapkan 08.00, 12.00, 16.00, dan 20.00.
Masalah
ketepatan waktu juga sangat berbeda pada beberapa institusi, misalnya
ada institusi yang menganggap pemberian obat setengah jam sampai 1 jam
sebelum atau sesudah waktu yang seharusnya sebagai “tepat waktu”. Banyak
factor yang mempengaruhi sebuah institusi dalam menetapkan waktu
pemberian obat, diantaranya adalah :
- Obat akan lebih efektif bila diberikan selama 1 hari
- Obat yang memiliki reaksi terhadap makanan sebaiknya diberikan sebelum makan diberikan
- Obat yang berefek mengiritasi lambung harus diberikan bersamaan dengan waktu makan
Benar Cara Pemberian
Benar
yang terakhir adalah benar cara pemberian, artinya adalah memberikan
obat sesuai dengan pesanan medis dan cara tersebut aman dan sesuai untuk
klien.
Tim
medis dalam menuliskan resep atau instruksi harus menjelaskan cara
pemberian obat dengan spesifik. Bila cara pemberian dinilai kurang tidak
atau kurang cocok dengan kondisi klien, segera lakukan klarifikasi
dengan tim medis atau pemberi instruksi tersebut.
Untuk memastikan obat diberikan melalui cara yang sesuai, perawat harus mengetahui cara pemberian obat yang biasa digunakan dan cara pemberian obat yang aman bila harus sesuai dengan instruksi yang diberikan. Lakukan validasi ulang terhadap obat sebelum melakukan pemberian obat.
Untuk memastikan obat diberikan melalui cara yang sesuai, perawat harus mengetahui cara pemberian obat yang biasa digunakan dan cara pemberian obat yang aman bila harus sesuai dengan instruksi yang diberikan. Lakukan validasi ulang terhadap obat sebelum melakukan pemberian obat.
Dokumentasikan pemberian obat sesuai dengan standar prosedur yang berlaku di rumah sakit.
Pendokumentasian
pemberian obat termasuk didalamnya adalah waktu, cara, dosis, dan area
pemberian (intradermal, SC, atau IM). Dokumentasi yang detail dibutuhkan
bila ternyata perawat tidak memberikan obat tersebut pada waktu seperti
biasanya, harus tercantum alasan mengapa perawat tidak memberikan obat
dengan cara semestinya, misalnya ada perubahan cara pemberian dari IM ke
PO, sehingga klien tidak perlu diinjeksi.
Pemakaian beberapa obat seperti insulin atau heparin dicatat dalam lembar tersendiri, sehingga dapat dimonitor regimen pengobatan yang diberikan kepada klien baik oleh tim medis maupun perawat. Setiap melakukan injeksi terhadap klien, sebaiknya didokumentasikan dengan jelas area yang diinjeksi. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari penusukkan atau injeksi pada area yang sama untuk beberapa kali sehingga dapat merugikan atau membahayakan klien.
Perawat bertanggung jawab melakukan dokumentasi efek terapi dan non terapi dari pengobatan yang diberikan. Misalnya, pada pemberian obat opiate atau sejenis morfin, dokumentasikan jumlah / dosis yang diberikan pada catatan klien. Bila klien mengalami reaksi alergi setelah pemberian obat, dokumentasikan reaksi yang timbul dan onset / waktu kejadian tersebut.
Pemakaian beberapa obat seperti insulin atau heparin dicatat dalam lembar tersendiri, sehingga dapat dimonitor regimen pengobatan yang diberikan kepada klien baik oleh tim medis maupun perawat. Setiap melakukan injeksi terhadap klien, sebaiknya didokumentasikan dengan jelas area yang diinjeksi. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari penusukkan atau injeksi pada area yang sama untuk beberapa kali sehingga dapat merugikan atau membahayakan klien.
Perawat bertanggung jawab melakukan dokumentasi efek terapi dan non terapi dari pengobatan yang diberikan. Misalnya, pada pemberian obat opiate atau sejenis morfin, dokumentasikan jumlah / dosis yang diberikan pada catatan klien. Bila klien mengalami reaksi alergi setelah pemberian obat, dokumentasikan reaksi yang timbul dan onset / waktu kejadian tersebut.
Cara-cara Pemberian Obat
Pemberian Per Oral (PO)
Pemberian
obat secara oral dapat dilakukan melalui mulut dan langsung ditelan
oleh klien, obat diletakkan dibawah lidah (sublingual) atau diletakkan
dipipi bagian dalam (buccal) serta ditunggu sampai obat tersebut larut.
Pemberian obat secara oral juga dapat dilakukan melalui selang
nasogastrik (NGT).
Pemberian
obat melalui oral atau mulut memang merupakan cara termudah dan paling
sederhana. Cara tersebut meminimalkan ketidaknyamanan pada klien dan
dengan efek samping yang paling kecil, serta paling murah dibandingkan
dengan cara pemberian yang lain.
Bila
klien tidak dapat menelan air atau cairan lain atau merasa mual dan
muntah, pemberian obat per oral segera dihentikan dan obat diberikan
dengan cara lainnya. Dan jika klien dipuasakan (NPO – Nothing Per Oral)
sebelum dilakukan pembedahan, tim medis dapat memilih obat oral yang
dapat diberikan dengan air yang terbatas. Atau obat per oral dapat
ditunda pemberiannya atau diberikan dengan cara yang lain bila klien
baru saja selesai mengalami pembedahan. Hal tersebut dilakukan sampai
fungsi saluran pencernaan klien kembali normal.
Bila
klien dilakukan gastricsuction atau terpasang NGT dengan tujuan bilas
lambung, pemberian obat per oral dihentikan dan diberikan dengan cara
yang lain. Namun, beberapa dokter kadang tetap menginstruksikan
pemberian obat melalui NGT dengan menghentikan sementara proses bilas
lambung, caranya adalah dengan menutup selang NGT minimal selama 30
menit setelah diberikan obat melalui NGT.
Pemberian Topikal
Pemberian
obat secara topical adalah pemberian obat dengan cara mengoleskan obat
pada permukaan kulit atau membran mukosa, dapat pula dilakukan melalui
lubang yang terdapat pada tubuh (anus).
Obat yang biasa digunakan untuk pemberian obat topical pada kulit adalah obat yang berbentuk krim, lotion, atau salep. Hal ini dilakukan dengan tujuan melakukan perawatan kulit atau luka, atau menurunkan gejala gangguan kulit yang terjadi (contoh : lotion). Krim, dapat mengandung zat anti fungal (jamur), kortikosteorid, atau antibiotic yang dioleskan pada kulit dengan menggunakan kapas lidi steril. Bersihkan dan keringkan kulit sebelum mengoleskan krim obat tersebut. Krim dengan antibiotic sering digunakan pada luka bakar atau ulkus dekubitus. Sedangkan salep, dapat digunakan untuk melindungi kulit dari iritasi atau laserasi kulit akibat kelembaban kulit pada kasus inkontenansia urin atau fekal. Bersihkan dan tepuk-tepuk perlahan pada area yang diberikan salep.
Obat transdermal adalah obat yang dirancang untuk larut kedalam kulit untuk mendapatkan efek sistemik. Tersedia dalam bentuk lembaran. Lembaran obat tersebut dibuat dengan membran khusus yang membuat zat obat menyerap perlahan kedalam kulit. Lembaran ini juga dapat sekaligus mengontrol frekuensi penggunaan obat selama 24 – 72 jam.
Obat tetes atau salep mata digunakan untuk mengobati iritasi, infeksi atau glaucoma yang terjadi pada mata. Obat tetes telinga diberikan untuk mengatasi infeksi telinga atau untuk menghancurkan kotoran yang mengeras didalam liang telinga. Gunakan dalam suhu yang sama dengan lingkungan sekitar, karena bila terlalu panas atau dingin dapat menyebabkan vertigo, mual dan nyeri pada klien.
Obat suppositoria atau rectal medication diberikan melalui anus dan berbentuk seperti peluru atau cairan. Diberikan untuk mengatasi keluhan sistemik atau sebagai laksatif bila klien mengalami konstipasi. Namun, obat antiemetik dapat juga diberikan melalui rectal bila pemberian dengan cara yang lain tidak berhasil. Cairan enema diberikan melalui rectal dengan menggunakan alat khusus. Cairan enema terdiri dari gliserin cair, sejumlah 100 mL dan dibiarkan sebentar sekitar 5 – 10 menit, sebelum akhirnya klien merasa ingin defekasi.
Vaginal douche atau medikasi / obat yang diberikan melalui vagina berupa busa, cairan, jelly, krim, atau tablet. Indikasi pengobatan adalah untuk kontrasepsi, membunuh bakteri sebelum pembedahan, mengatasi keluhan atau infeksi yang terjadi pada vagina atau untuk menstimulasi / mempercepat kelahiran bayi
Obat yang biasa digunakan untuk pemberian obat topical pada kulit adalah obat yang berbentuk krim, lotion, atau salep. Hal ini dilakukan dengan tujuan melakukan perawatan kulit atau luka, atau menurunkan gejala gangguan kulit yang terjadi (contoh : lotion). Krim, dapat mengandung zat anti fungal (jamur), kortikosteorid, atau antibiotic yang dioleskan pada kulit dengan menggunakan kapas lidi steril. Bersihkan dan keringkan kulit sebelum mengoleskan krim obat tersebut. Krim dengan antibiotic sering digunakan pada luka bakar atau ulkus dekubitus. Sedangkan salep, dapat digunakan untuk melindungi kulit dari iritasi atau laserasi kulit akibat kelembaban kulit pada kasus inkontenansia urin atau fekal. Bersihkan dan tepuk-tepuk perlahan pada area yang diberikan salep.
Obat transdermal adalah obat yang dirancang untuk larut kedalam kulit untuk mendapatkan efek sistemik. Tersedia dalam bentuk lembaran. Lembaran obat tersebut dibuat dengan membran khusus yang membuat zat obat menyerap perlahan kedalam kulit. Lembaran ini juga dapat sekaligus mengontrol frekuensi penggunaan obat selama 24 – 72 jam.
Obat tetes atau salep mata digunakan untuk mengobati iritasi, infeksi atau glaucoma yang terjadi pada mata. Obat tetes telinga diberikan untuk mengatasi infeksi telinga atau untuk menghancurkan kotoran yang mengeras didalam liang telinga. Gunakan dalam suhu yang sama dengan lingkungan sekitar, karena bila terlalu panas atau dingin dapat menyebabkan vertigo, mual dan nyeri pada klien.
Obat suppositoria atau rectal medication diberikan melalui anus dan berbentuk seperti peluru atau cairan. Diberikan untuk mengatasi keluhan sistemik atau sebagai laksatif bila klien mengalami konstipasi. Namun, obat antiemetik dapat juga diberikan melalui rectal bila pemberian dengan cara yang lain tidak berhasil. Cairan enema diberikan melalui rectal dengan menggunakan alat khusus. Cairan enema terdiri dari gliserin cair, sejumlah 100 mL dan dibiarkan sebentar sekitar 5 – 10 menit, sebelum akhirnya klien merasa ingin defekasi.
Vaginal douche atau medikasi / obat yang diberikan melalui vagina berupa busa, cairan, jelly, krim, atau tablet. Indikasi pengobatan adalah untuk kontrasepsi, membunuh bakteri sebelum pembedahan, mengatasi keluhan atau infeksi yang terjadi pada vagina atau untuk menstimulasi / mempercepat kelahiran bayi
Pemberian Parenteral
Pemberian
obat melalui parenteral berarti pemberian obat melalui injeksi atau
infuse. Dapat diberikan secara intradermal (ID), subkutaneus (SC),
intramuscular (IM) / jaringan intralesional, intravena (IV) /
sirkulasi intra-arterial, intraspinal atau melalui ruang
intra-artikular.
Obat yang diberikan secara parenteral akan diabsorbsi lebih banyak dan bereaksi lebih cepat daripada obat yang diberikan secara topical atao oral. Pemberian obat parenteral dapat menyebabkan resiko infeksi bila perawat tidak memperhatikan dan melakukan tehnik aseptic dan antiseptic pada saat pemberian obat. Karena pada pemberian parenteral, obat diinjeksikan melalui kulit, menembus sistem pertahanan kulit. Komplikasi yang sering terjadi adalah bila pH, osmolalitas dan kepekatan cairan obat yang diijeksikan tidak sesuai dengan kondisi tempat penusukkan, serta dapat mengakibatkan merusakan jaringan sekitar tempat insersi / injeksi. Peralatan yang khusus diperlukan untuk menunjang pemberian obat parenteral, sehingga membutuhkan biaya yang lebih mahal dibandingkan pemberian obat dengan cara yang lain.
Obat yang diberikan secara parenteral akan diabsorbsi lebih banyak dan bereaksi lebih cepat daripada obat yang diberikan secara topical atao oral. Pemberian obat parenteral dapat menyebabkan resiko infeksi bila perawat tidak memperhatikan dan melakukan tehnik aseptic dan antiseptic pada saat pemberian obat. Karena pada pemberian parenteral, obat diinjeksikan melalui kulit, menembus sistem pertahanan kulit. Komplikasi yang sering terjadi adalah bila pH, osmolalitas dan kepekatan cairan obat yang diijeksikan tidak sesuai dengan kondisi tempat penusukkan, serta dapat mengakibatkan merusakan jaringan sekitar tempat insersi / injeksi. Peralatan yang khusus diperlukan untuk menunjang pemberian obat parenteral, sehingga membutuhkan biaya yang lebih mahal dibandingkan pemberian obat dengan cara yang lain.
Pemberian secara Inhalasi
Digunakan
pada pembedahan untuk memberikan anestesi pada klien atau untuk
mengatasi gangguan pernafasan. Perawat anestesi memberikan obat-obatan
anestesi melalui mesin respiratori yang tersedia di ruangan operasi.
Obat-obat yang dapat diinhalasi melalui mesin ventilator, inhaler-nebulizer, inhaler sekali pakai.
Obat untuk inhalasi dalam bentuk cair dimasukkan kedalam mesin
ventilator atau nebulizer dan kemudian akan dirubah menjadi
partikel-partikel gas yang dapat dihirup melalui hidung. Pengobatan ini
dilakukan sebagai bronkodilator, untuk membuka jalan nafas dan
memperbaiki pola nafas.
Pengobatan dengan inhalasi mempunyai efek yang sangat cepat terhadap kerja paru-paru dan mempengaruhi sirkulasi oksigen di seluruh tubuh. Pada pengobatan inhalasi, perawat perlu untuk mengkaji status pernafasan klien (ditunjukkan dengan pola nafas / usaha untuk bernafas, suara nafas, dan penggunaan otot-otot pernafasan) sebelum dan sesudah pemberian obat melalui inhalasi.
Pengobatan dengan inhalasi mempunyai efek yang sangat cepat terhadap kerja paru-paru dan mempengaruhi sirkulasi oksigen di seluruh tubuh. Pada pengobatan inhalasi, perawat perlu untuk mengkaji status pernafasan klien (ditunjukkan dengan pola nafas / usaha untuk bernafas, suara nafas, dan penggunaan otot-otot pernafasan) sebelum dan sesudah pemberian obat melalui inhalasi.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENGOBATAN
Pengkajian
Pengkajian
sebelum memberikan obat kepada klien diperlukan untuk menentukan
efektivitas dan mengidentifikasi efek lain dari obat yang diberikan.
Terutma bila terdapat gejala dari efek non terapi yang timbul seperti
perubahan kesadaran, penurunan berat badan, dehidrasi, agitasi atau
kelelahan, anoreksia, retensi urin, atau gangguan istirahat. Perlu juga
diperhatikan reaksi antar obat atau efek obat terhadap penyakit.
Pengkajian
keperawatan meliputi pengkajian terhadap riwayat penggunaan obat
dahulu, dengan atau tanpa resep dan obat tradisional. Perawat juga perlu
mengkaji sistem pendukung dalam keluarga dan lingkungan bagi klien.
Pastikan tidak terdapat gangguan farmakodinamik atau farmakokinetik pada
tubuh klien. Lakukan evaluasi terhadap kemampuan klien mengkonsumsi
obat yang diberikan secara benar. Lakukan pengkajian berkenaan dengan
prinsip hidupdan kepercayaan yang dimiliki klien berhubungan dengan
pengobatan yang diberikan, apakah pengobatan tersebut dapat melukai
klien atau tidak.
Indikator Pengkajian :
- Diagnosa medis, penyakit atau masalah kesehatan pada klien.
- Riwayat putus obat atau pemakaian obat-obatan (termasuk alergi dan toleransi terhadap obat).
- Jumlah dan jenis obat yang pernah dikonsumsi (termasuk diantaranya adalah obat bebas dan tradisional).
- Jangka waktu pemakaian obat.
- Periode terakhir dari evaluasi pemberian oabat yang diresepkan oleh tenaga medis yang terkait.
- Instruksi yang diberikan tentang cara pemberian obat.
- Kesalahan pada resep obat.
- Cara penyimpanan obat
- Efek yang diharapkan dari obat
- Efek non terapi yang mungkin timbul
- Status nutrisi dan fungsi kognitif, sensori dan afektif.
- Masalah tehnis berkaitan dengan penggunaan obat (sulit membaca label obat, tidak dapat mengkonsumsi obat dengan mandiri / harus dibantu orang lain)
- Riwayat kehamilan dan menyusui (untuk klien wanita).
Perencanaan
Pencegahan
Sebelum memberikan obat, perawat sebaiknya melakukan :
- Baca kembali dengan teliti catatan pemakaian obat klien, hal ini dilakukan untuk menghindari pemberian obat yang dapat mempengaruhi efek obat yang telah diberikan sebelumnya.
- Diet makanan dan cairan klien, hal ini berkaitan dengan penatalaksanaan pengobatan pada klien. Untuk klien yang akan menjalani pembedahan sementara waktu akan diperintahkan NPO, maka perawat harus mengingatkan klien untuk menghentikan pemakaian obat secara oral, dan juga menanyakan kepada tim medis obat pengganti untuk klien.
- Hasil pemeriksaan laboratorium, yang berguna untuk mengevaluasi efek pengobatan (terapi dan non terapi). Contoh : status koagulasi pada pembuluh darah vena, elektrolit darah (Na, K, Ca, P), level leukosit / trombosit, serum kreatinin (fungsi ginjal), fungsi hepar (SGOT / SGPT).
- Lakukan pemeriksaan fisik, sebelum memberikan obat perawat perlu melakukan pengkajian dengan cepat meliputi kemampuan klien untuk menerima obat yang diberikan, misalnya : kemampuan menelan (PO), kondisi pembuluh darah vena (IV), sistem gastrointestinal (peristaltik, mual, muntah), massa otot (IM), tanda-tanda vital (TD/N/RR/S),
Intervensi
Saat dan setelah memberikan obat, yang harus perawat lakukan adalah :
Saat dan setelah memberikan obat, yang harus perawat lakukan adalah :
- Melakukan observasi akan efek non terapi yang timbul secara teratur
- Berkolaborasi dengan tim medis dan farmasist untuk bersama-sama membuat strategi untuk meminimalkan efek non terapi yang mungkin timbul pada klien.
- Memberikan pendidikan kesehatan kepada klien terkait dengan interaksi obat dengan obat lain yang diberikan, makanan, dan alkohol. Kebiasaan dan sifat adiktif terhadap obat, cara melakukan pencatatan sederhana terkait pemakaian obat mandiri, tanda dan gejala yang mungkin timbul pada reaksi tubuh terhadap efek obat.
Dokumentasi dan Evaluasi
Kriteria evaluasi :
- Klien akan memperlihatkan efek / reaksi tubuh yang minimal terhadap pengobatan.
- Klien dapat memahami regimen / tata laksana pengobatan yang sedang dijalani.
- Nakes yang terlibat menggunakan intervensi yang dapat mencegah masalah medikasi pada klien.
Dokumentasi :
- nakes melakukan dokumentasi yang menyeluruh dan dapat diakses oleh seluruh tim yang terlibat.
- Nakes selalu meningkatkan pengetahuan tentang pengobatan.
Implementasi dan Tindak Lanjut
Tindak lanjut atau monitoring yang dapat dilakukan adalah :
- Kaji kemampuan staf keperawatan yang terlibat dalam melakukan pengkajian tentang pengobatan pada klien.
- Selalu lakukan dokumentasi yang sesuai dan konsisten terkait respon klien terhadap pengobatan.
- Berikan perawatan yang sesuai sebagai tindak lanjut terhadap masalah kesehatan yang mungkin timbul terkait pengobatan.
- Evaluasi selalu sumber masalah kesehatan yang timbul pada klien yang berhubungan dengan kebiasaan klien yang timbul setelah pengobatan dilakukan.
- Lalukan pendidikan kesehatan untuk mendorong pemahaman dan kedisplinan klien dalam mematuhi regimen / tata laksana pengobatan yang telah ditetapkan.
Penggunaan Obat Dirumah
Tipe pengobatan
Medikasi
yang diberikan secara per oral, intra vena / infuse merupakan jenis
medikasi yang dapat diberikan pada klien walaupun klien tidak berada
lagi di rumah sakit. Perawat bekerja sama dengan fasilitas kesehatan
yang tersedia di lingkungan tempat tinggal klien untuk bersama-sama
mengawasi pengobatan yang dilakukan dirumah.
Pengaturan medikasi yang digunakan
Pengaturan
yang penting untuk dilakukan adalah membuat dosis dan jadwal pengobatan
yang sesuai dengan aktivitas klien di rumah (missal waktu tidur dan
makan). Pada beberapa klien terutama lansia, perawat harus membantu
klien agar tidak lupa untuk minum obat, misalnya dengan memisahkan dosis
pada kemasan sekali pakai atau amplop-amplop yang tersedia untuk obat
selama 1 hari.
Kesalahan pada Medikasi
Kesalahan yang sering timbul pada regimen medikasi antara lain disebabkan oleh :
- Medikasi tidak sesuai dengan instruksi
- Instruksi pemberian tidak sesuai dengan kondisi klien
- Dokumentasi pengobatan tidak dapat merefleksikan regimen pengobatan yang sedang dilakukan sehingga menimbulkan persepsi yang salah tentang pengobatan.
- Salah dalam memberikan dosis, tidak tepat waktu, salah cara pemberian, salah klien, dan salah obat yang diberikan.
Daftar Pustaka
Craven, RF., Hirnle, CJ. (2000). Fundamental of Nursing : Human Health and Function, 3rd Ed., New York : Lippincott Pub.
Fulmer, T., Foreman, M., Zwicker, D. (2003). Medication in Older Adults, 1st Ed., Spiringer Pub. Comp.
Fulmer, T., Foreman, M., Zwicker, D. (2003). Medication in Older Adults, 1st Ed., Spiringer Pub. Comp.
trimkasihh sangat membantu kak
BalasHapusTerima Kasih Atas Masukannya, Semoga Bermanfaat
HapusAmin