Pemeriksaan
Fisik System Kardiovaskuler
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH LAMONGAN
( STIKES MUHLA )
TAHUN
2010
Pemeriksaan
dilakukan setelah pasien beristirahat minimal 5 menit. Pemeriksaan jantung
dilakukan pada 3 posisi, yaitu :
1.
Pasien dalam posisi berbaring terlentang dengan
kepala sedikit ditinggikan (membentuk sudut 30o). Dokter berdiri di sisi kanan
pasien.
2.
Pasien berbaring miring ke kiri ( left lateral
decubitus ).
3.
Pasien duduk, sedikit membungkuk ke depan.
Urutan
pemeriksaan jantung ditampilkan pada tabel berikut.
Tabel 1. Urutan
Posisi Pasien pada Pemeriksaan Jantung
Posisi pasien
|
Pemeriksaan
|
Terlentang, dengan elevasi
kepala 30o
|
Inspeksi dan palpasi
prekordium : sela iga II, ventrikel kanan dan kiri, iktus kordis ( diameter,
lokasi, amplitudo, durasi ).
|
Berbaring miring ke kiri ( left
lateral decubitus )
|
Palpasi iktus kordis.
Auskultasi dengan bagian bel dari stetostop.
|
Terlentang, dengan elevasi
kepala 30o
|
Auskultasi daerah
trikuspidalis dengan bagian bel dari stetostop.
|
Duduk, sedikit membungkuk ke
depan, setelah ekspirasi maksimal
|
Dengarkan sepanjang tepi
sternum kiri dan di apeks
|
A.
Inspeksi
Inspeksi dada
terutama untuk rnencari adanya asimetri bentuk dada. Adanya asimetri
bentuk rongga dada dapat menyebabkan timbulnya hipertensi pulmonal dalam
jangka panjang. Asimetri dada dapat diakibatkan oleh penyebab yang sama dengan
penyebab kelainan jantung (misalnya prolaps katup mitral, gangguan katup aorta
pada sindroma Marfan dan sebagainya) atau menjadi akibat dari adanya kelainan
jantung akibat aktifitas jantung yang mencolok semasa pertumbuhan.
Kelainan dada
akibat penyakit kardiovaskuler dapat berbentuk :
1.
Kifosis
: tulang belakang berdeviasi pada kurvatura lateral. Sering terjadi pada
kelainan jantung, misalnya ASD (Atrial Septal Defect) atau PDA (Patent
Ductus Arteriosus). Sering disertai dengan perubahan membusur ke belakang
(kifoskoliosis), yang mempersempit rongga paru dan merubah anatomi jantung.
2.
Voussure
cardiaque : penonjolan
bagian depan hemitoraks kiri. Hampir selalu terdapat pada kelainan jantung
bawaan atau karena demam rematik, terutama berkaitan dengan aktifitas jantung
yang berlebihan pada masa pertumbuhan.
Inspeksi juga
berguna untuk mencari iktus kordis (punctum maximum). Pada
sebagian besar orang normal (20-25%) dapat dilihat pulsus gerakan apeks
menyentuh dinding dada saat sistolik pada sela iga 5 di sebelah medial linea
midklavikularis sinistra.
B.
Palpasi
Dengan palpasi kita mencari iktus
kordis (bila tidak terlihat pada inspeksi) dan mengkonfirmasi
karakteristik iktus kordis. Palpasi dilakukan dengan cara : meletakkan
permukaan palmar telapak tangan atau bagian 1/3 distal jari II, II dan IV atau
dengan meletakkan sisi medial tangan, terutama pada palpasi untuk meraba thrill. Identifikasi BJ1 dan BJ2 pada iktus kordis
dilakukan dengan memberikan tekanan ringan pada iktus.
Bila iktus tidak teraba pada posisi
terlentang, mintalah pasien untuk berbaring sedikit miring ke kiri (posisi left lateral decubitus) dan kembali
lakukan palpasi. Jika iktus tetap belum teraba, mintalah pasien untuk inspirasi
dan ekspirasi maksimal kemudian menahan nafas sebentar. Pada saat memeriksa
pasien wanita, mammae akan menghalangi pemeriksaan palpasi. Sisihkan mammae ke arah atas atau lateral, mintalah
bantuan tangan pasien bila perlu.
Setelah iktus ditemukan,
karakteristik iktus dinilai dengan menggunakan ujung-ujung jari dan kemudian
dengan 1 ujung jari. Pada beberapa keadaan fisiologis tertentu, iktus dapat
tidak teraba, misalnya pada obesitas, otot dinding dada tebal, diameter anteroposterior
kavum thorax lebar atau bila iktus tersembunyi di belakang kosta. Pada keadaan
normal hanya impuls dari apeks yang dapat diraba. Pada keadaan hiperaktif denyutan
apeks lebih mencolok. Apeks dan ventrikel kiri biasanya bergeser ke lateral
karena adanya pembesaran jantung atau dorongan dari paru (misalnya pada
pneumotorak sinistra). Pada kondisi
patologis tertentu, impuls yang paling nyata bukan berasal dari apeks, seperti
misalnya pada hipertrofi ventrikel kanan, dilatasi arteri pulmonalis dan aneurisma
aorta.
Setelah iktus teraba, lakukan penilaian lokasi,
diameter, amplitudo dan durasi impuls apeks pada iktus.
1.
Lokasi
: dinilai aspek vertikal (biasanya pada sela iga 5 atau 4) dan aspek
horisontal (berapa cm dari linea midsternalis atau midklavikularis). Iktus
bisa bergeser ke atas atau ke kiri pada
kehamilan atau diafragma kiri letak tinggi. Iktus bergeser ke lateral pada
gagal jantung kongestif, kardiomiopati dan penyakit jantung iskemi.
2.
Diameter
: pada posisi supinasi, diameter impuls apeks kurang dari 2.5 cm dan tidak
melebihi 1 sela iga, sedikit lebih lebar
pada posisi left lateral decubitus. Pelebaran iktus menunjukkan adanya
pelebaran ventrikel kiri.
3.
Amplitudo
: amplitudo iktus normal pada palpasi terasa lembut dan cepat. Peningkatan
amplitudo terjadi pada dewasa muda, terutama saat tereksitasi atau setelah
aktifitas fisik berat, tapi durasi impuls tidak memanjang. Peningkatan amplitudo impuls terjadi pada
hipertiroidisme, anemia berat, peningkatan tekanan ventrikel kiri (misal pada
stenosis aorta) atau peningkatan volume ventrikel kiri (misal pada regurgitasi
mitral). Impuls hipokinetik terjadi pada kardiomiopati.
4.
Durasi
: untuk menilai durasi impuls, amati gerakan stetoskop saat melakukan
auskultasi pada apeks atau dengarkan bunyi jantung dengan stetoskop sambil
mempalpasi impuls apeks. Normalnya durasi impuls apeks adalah 2/3 durasi
sistole atau sedikit kurang, tapi tidak berlanjut sampai terdengar BJ2.
Dengan
palpasi dapat ditemukan adanya gerakan jantung yang menyentuh dinding dada, terutama jika terdapat peningkatan aktifitas
ventrikel, pembesaran ventrikel atau ketidakteraturan kontraksi ventrikel. Gerakan dari ventrikel kanan biasanya
tak teraba, kecuali pada hipertrofi ventrikel kanan, dimana ventrikel kanan
akan menyentuh dinding dada (ventrikel kanan mengangkat). Kadang-kadang
gerakan jantung teraba sebagai gerakan kursi goyang (ventricular heaving) yang akan
mengangkat jari pemeriksa pada palpasi.
Gerakan jantung kadang teraba di bagian basis, yang biasanya disebabkan
oleh gerakan aorta (pada aneurisma aorta atau regurgitasi aorta), gerakan
arteri pulmonalis (pada hipertensi pulmonal) atau karena aliran tinggi dengan
dilatasi (pada ASD) yang disebut tapping.
Thrill (getaran karena adanya bising jantung) sering dapat diraba. Bising jantung dengan gradasi 3-4
biasanya dapat teraba sebagai thrill. Sensasi yang terasa adalah seperti
meraba leher kucing. Bila pada palpasi pertama belum ditemukan adanya thrill
sedangkan pada auskultasi terdengar bising jantung derajat 3-4, kembali lakukan
palpasi pada lokasi ditemukannya bising untuk mencari adanya thrill. Thrill
sering menyertai bising jantung yang keras dan kasar seperti yang terjadi pada
stenosis aorta, Patent Ductus Arteriosus, Ventricular Septal Defect,
dan kadang stenosis mitral.
C.
Auskultasi
Auskultasi memberikan kesempatan mendengarkan
perubahan-perubahan dinamis akibat
aktivitas jantung. Auskultasi jantung berguna untuk menemukan bunyi-bunyi yang
diakibatkan oleh adanya kelainan struktur jantung dan perubahan-perubahan
aliran darah yang ditimbulkan selama siklus jantung. Untuk dapat mengenal dan
menginterpretasikan bunyi jantung dengan tepat, mahasiswa perlu mempunyai
dasar pengetahuan tentang siklus jantung.
Bunyi jantung diakibatkan karena
getaran dengan masa amat pendek. Bunyi yang timbul akibat aktifitas jantung
dapat dibagi dalam :
1.
BJ1 : disebabkan karena getaran menutupnya katup
atrioventrikuler terutama katup mitral, getaran karena kontraksi otot miokard
serta aliran cepat saat katup semiluner mulai terbuka. Pada keadaan normal terdengar
tunggal.
2.
BJ2 : disebabkan karena getaran menutupnya katup semilunaris
aorta maupun pulmonalis. Pada keadaan normal terdengar pemisahan (splitting) dari kedua komponen yang
bervariasi dengan pernafasan pada anak-anak atau orang muda.
3.
BJ3 : disebabkan karena getaran cepat dari aliran darah
saat pengisian cepat (rapid filling phase)
dari ventrikel. Hanya terdengar pada
anak-anak atau orang dewasa muda (fisiologis) atau keadaan dimana komplians otot ventrikel
menurun (hipertrofi/ dilatasi).
4.
BJ4 : disebabkan kontraksi atrium yang mengalirkan darah
ke ventrikel yang kompliansnya menurun. Jika atrium tak berkontraksi dengan
efisien misalnya fibrilasi atrium maka bunyi jantung 4 tak terdengar.
Bunyi jantung sering dinamakan berdasarkan daerah katup dimana bunyi
tersebut didengar. M1 berarti bunyi jantung satu di daerah mitral, P2 berarti
bunyi jantung kedua di daerah pulmonal. Bunyi jantung 1 normal akan terdengar
jelas di daerah apeks, sedang bunyi jantung 2 dikatakan mengeras jika
intensitasnya terdengar sama keras dengan bunyi jantung 1 di daerah apeks.
Bunyi jantung 1 dapat terdengar terpisah (split) jika asinkroni penutupan katup mitral dan trikuspid lebih
mencolok, misalnya pada RBBB (Right Bundle Branch Block) atau hipertensi pulmonal. Bunyi
jantung 2 akan terdengar terpisah pada anak-anak dan dewasa muda. Pada orang
dewasa bunyi jantung 2 akan terdengar tunggal karena komponen pulmonalnya tak terdengar
disebabkan aerasi paru yang bertambah pada orang tua. Jika bunyi jantung 2
terdengar terpisah pada orang dewasa ini menunjukkan adanya hipertensi
pulmonal atau RBBB. Bunyi jantung 2 yang terdengar tunggal pada anak-anak mungkin
merupakan tanda adanya stenosis pulmonal.
Bunyi tambahan, merupakan bunyi yang terdengar akibat adanya kelainan anatomis atau
aliran darah yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan bunyi atau getaran.
Bunyi tambahan dapat berupa :
1.
Klik ejeksi : disebabkan karena pembukaan katup
semilunaris pada stenosis/ menyempit.
2.
Ketukan perikardial : bunyi ekstrakardial yang terdengar
akibat getaran/ gerakan perikardium pada perikarditis/ efusi perikardium.
3.
Bising gesek perikardium : bunyi akibat gesekan perikardium
dapat terdengar dengan auskultasi dan disebut friction rub. Sering terdengar jika ada peradangan pada perikardium
(perikarditis).
4.
Bising jantung : merupakan bunyi akibat getaran yang
timbul dalam masa lebih lama. Jadi perbedaan antara bunyi dan bising terutama
berkaitan dengan lamanya bunyi /getaran berlangsung. Untuk mengidentifikasi dan menilai bising jantung,
beberapa hal harus diperhatikan : di mana bising paling jelas terdengar,
fase terjadinya bising (saat sistole atau diastole) dan kualitas
bising.
Auskultasi dimulai dengan meletakkan stetoskop pada sela iga II kanan di
dekat sternum, sepanjang tepi kiri sternum dari sela iga II sampai V dan di
apeks. Bagian diafragma stetoskop dipergunakan untuk auskultasi bunyi jantung
dengan nada tinggi seperti BJ1 dan BJ2, bising dari regurgitasi aorta dan
mitral serta bising gesek perikardium. Bagian mangkuk stetoskop (bell)
yang diletakkan dengan tekanan ringan lebih sensitif untuk suara-suara dengan
nada rendah seperti BJ3 dan BJ4 serta bising pada stenosis mitral. Letakkan
bagian mangkuk stetostop pada apeks lalu berpindah ke medial sepanjang tepi
sternum ke arah atas.
Cara
askultasi :
1. Lakukan auskultasi di seluruh prekordium dengan posisi pasien
terlentang.
2. Pasien berbaring miring ke
kiri (left lateral decubitus) sehingga ventrikel kiri lebih dekat ke
permukaan dinding dada (gambar 9).
a. Tempatkan
bagian mangkuk dari stetoskop di daerah impuls apeks (iktus).
b. Posisi ini membuat bising-bising area katub mitral (misalnya pada
stenosis mitral) dan bunyi jantung akibat kelainan bagian kiri jantung
(misalnya BJ3 dan BJ4) lebih jelas terdengar.
3. Pasien diminta untuk duduk dengan sedikit membungkuk
ke depan.
a.
Mintalah
pasien untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi maksimal kemudian sejenak
menahan nafas.
b.
Bagian diafragma
dari stetoskop diletakkan pada permukaan auskultasi dengan tekanan ringan.
c.
Lakukan
auskultasi di sepanjang tepi sternum sisi kiri dan di apeks, dengan secara
periodik memberi kesempatan pasien untuk mengambil nafas.
d.
Posisi ini
membuat bising-bising yang berasal dari daerah aorta lebih jelas terdengar.
Pada tabel 2 berikut ditampilkan
event2 dalam siklus jantung dan bunyi-bunyi jantung yang harus didengarkan
dengan seksama dan dinilai pada tiap auskultasi. ( lampiran 1 ).
Yang
harus dinilai bila terdengar bising jantung adalah kapan terdengar,
bentuk, lokasi di mana bising terdengar paling keras, radiasi/ transmisi bising
dari tempatnya paling keras terdengar, intensitas bising, nada dan kualitas
bising.
1.
Kapan bising terdengar :
Bising sistolik terdengar antara BJ1 dan BJ2. Bising diastolik terdengar antara BJ2
dan BJ1. Palpasi nadi karotis sambil mendengarkan bising jantung dapat membantu
menentukan bising terjadi saat sistolik atau diastolik. Bising yang terdengar
bersamaan dengan denyut karotis adalah bising sistolik. Bising sistolik terjadi
pada penyakit katub, namun dapat juga terjadi pada jantung tanpa kelainan
anatomis, sementara bising diastolik terjadi pada gangguan katub.
Penting untuk mengidentifikasi kapan bising terdengar selama fase
sistolik dan diastolik (hanya pada awal, di tengah, pada akhir atau selama
sistolik dan diastolik).
- Bising midsistolik : mulai terdengar setelah BJ1, menghilang sebelum BJ2 terdengar (ada gap antara bising dan bunyi jantung). Bising midsistolik sering berkaitan dengan aliran darah yang melalui katub-katub semilunaris.
- Bising holosistolik (pansistolik) : mengisi seluruh fase sistolik, tidak ada gap antara bising dan bunyi jantung. Biasanya berkaitan dengan regurgitasi darah melalui katub atrioventrikuler. pada MI atau VSD
- Bising late systolic : mulai terdengar pada pertengahan atau akhir sistolik. Biasanya terjadi pada prolaps katub mitral. Sering didahului dengan klik sistolik.
- Bising early diastolic : terdengar segera setelah BJ2, tanpa adanya gap yang jelas. Menghilang sebelum terdengar BJ1. Biasanya terjadi pada regurgitasi karena inkompetensi katub-katub semilunaris, misal Aortic Insufficiency atau Pulmonal Insufficiency.
- Bising mid diastolik : terdengar setelah BJ2 (ada gap dengan BJ2). Bising makin melemah atau menyatu dengan bising late diastolic.
- Bising late diastolic (presistolik) : mulai terdengar pada akhir fase diastolik, dan biasanya berlanjut dengan BJ1. Bising mid diastolik dan bising late diastolic (presistolik) mencerminkan turbulensi aliran darah yang melewati katub atrioventrikularis, misalnya stenosis mitral.
- Bising sistolik sering ditemukan pada stenosis aorta, stenosis pulmonal, Ventricle Septum Defect (VSD), insufisiensi mitral (Mitral Insufficiency/ MI). Bising diastolik sering terjadi pada insufisiensi aorta (Aortic Insufficiency/ AI).
h.
Bising menerus atau continuous murmur : bising terdengar terus
menerus, baik pada fase sistolik maupun diastolik. Sering terdapat pada Patent
Ductus Arteriosus (PDA).
2.
Bentuk :
Bentuk atau konfigurasi bising adalah intensitas bising
dari waktu ke waktu selama terdengar.
a.
Bising crescendo :
intensitas makin keras (misalnya bising presistolik pada stenosis mitral).
b.
Bising decrescendo :
intensitas makin berkurang (misalnya bising early diastolic pada regurgitasi
katub aorta)
c.
Bising crescendo-decrescendo : mula-mula intensitas
bising makin meningkat, kemudian menurun (misalnya bising midsistolik pada
stenosis aorta atau bising innocent)
d.
Bising plateau :
intensitas bising tetap (misalnya bising pansistolik pada regurgitasi mitral).
3.
Lokasi di mana
bising terdengar paling keras :
Tempat di mana bising terdengar paling jelas berkaitan
dengan asal bising. Dideskripsikan menggunakan komponen sela iga keberapa dan
hubungannya dengan sternum, apeks, linea midsternalis, midklavikularis atau
aksilaris anterior, misalnya “bising paling jelas terdengar di sela iga ke-2
kanan, dekat tepi sternum” menunjukkan asal bising dari katub aorta.
4.
Radiasi/ transmisi
bising dari tempatnya terdengar paling keras :
Transmisi bising tidak saja menunjukkan asal bising tetapi
juga intensitas bising dan arah aliran darah. Lakukan auskultasi di beberapa
area di sekeliling lokasi di mana bising paling jelas terdengar dan tentukan
sampai di mana bising masih dapat didengar. Misalnya bising pada stenosis aorta
bisa terdengar demikian jauh sampai ke leher (mengikuti aliran darah).
5.
Intensitas bising :
Gradasi intensitas bising dibagi dalam 6 skala dan dinyatakan dalan bentuk pecahan (misalnya
grade 2/6)
a.
Grade 1 : sangat
lembut, baru terdengar setelah pemeriksa sungguh-sungguh berkonsentrasi, tidak
terdengar pada semua posisi.
b.
Grade 2 : lembut,
tapi dapat segera terdengar begitu stetostop diletakkan pada area auskultasi.
c.
Grade 3 : cukup
keras
d.
Grade 4 : keras,
teraba thrill
e.
Grade 5 : sangat
keras, disertai thrill, dapat terdengar dengan sebagian stetoskop diangkat dari
permukaan auskultasi.
f.
Grade 6 : sangat
keras, disertai thrill, dapat didengar dengan seluruh bagian stetostok sedikit
diangkat dari permukaan auskultasi.
6.
Nada : dikategorikan
sebagai nada tinggi, sedang dan rendah.
7.
Kualitas bising :
kualitas bising dideskripsikan sebagai blowing, harsh,
rumbling, dan
musikal. Karakteristik yang lain yang harus dinilai dari bunyi
jantung dan bising adalah pengaruh
perubahan posisi tubuh, respirasi atau manuver pemeriksaan terhadap bunyi jantung dan bising. Bising yang berasal dari sisi kanan
jantung biasanya cenderung berubah bila ada perubahan posisi pasien.
Sehingga deskripsi lengkap pelaporan
bising adalah sebagai berikut : misalnya pada regurgitasi aorta : ”pada
auskultasi terdengar bising decrescendo dengan kualitas bising seperti tiupan
(blowing), terdengar paling keras pada sela iga ke-4 kiri, dengan penjalaran ke
arah apeks”.
D.
Perkusi
Perkusi berguna untuk menetapkan batas
jantung, terutama pada pembesaran jantung. Perkusi batas kiri redam
jantung (LBCD - left border of cardiac dullness) dilakukan dari lateral ke medial
dimulai dari sela iga 5, 4 dan 3. LBCD terdapat kurang lebih 1-2 cm di sebelah
medial linea midklavikularis kiri dan bergeser 1 cm ke medial pada sela iga 4
dan 3.
Batas kanan redam jantung (RBCD
- right border of cardiac dullness) dilakukan dengan perkusi bagian lateral
kanan dari sternum. Pada keadaan normal RBCD akan berada di medial batas dalam
sternum. Kepekakan RBCD diluar batas kanan sternum mencerminkan adanya bagian
jantung yang membesar atau bergeser ke kanan. Penentuan adanya pembesaran
jantung harus ditentukan dari RBCD maupun LBCD. Kepekakan di daerah dibawah
sternum (retrosternal dullness) biasanya mempunyai lebar kurang lebih
6 cm pada orang dewasa. Jika lebih lebar, harus dipikirkan kemungkinan adanya
massa retrosternal. Pada wanita, kesulitan akan terjadi dengan mammae yang
besar, dalam hal ini perkusi dilakukan setelah menyingkirkan kelenjar mammae
dari area perkusi dengan bantuan tangan pasien.
DAFTAR
PUSTAKA
Bates,
B; 1995, A Guide to Physical Examination and History Taking, Sixth Edition,
Lippincott.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar