PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN II
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2011
PENDAHULUAN
Tetanus
adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang
periodik dan berat.
Tetanus
ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan
tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh
Clostridium tetani.
Tetanus
disebut juga dengan "Seven day Disease ". Dan pada tahun 1890,
diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan
tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung
bakteri. lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan
pencegahan dari tetanus. ( Nicalaier 1884, Behring dan Kitasato 1890 ).
Spora
Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit
oleh karena terpotong , tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi
tali pusat (Tetanus Neonatorum ).
ETIOLOGI
Tetanus
disebabkan oleh bakteri gram positif; Cloastridium tetani Bakteri ini
berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada
manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang
tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun,
jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda daging
atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu
mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin. (1)
Pada
negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus, bakteri
masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik, tetanus
ini dikenal dengan nama tetanus neonatorum.
PATOGENESE
Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara :
a.Tobin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
b.Kharekteristik
spasme dari tetanus ( seperti strichmine ) terjadi karena toksin
mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.
c.Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral ganglioside.
d.Beberapa
penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS )
dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti
takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urine.
Kerja
dari tetanospamin analog dengan strychninee, dimana ia mengintervensi
fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal dan
menginhibisi terhadap batang otak. (1)
©2004 Digitized by USU digital library 1
Timbulnya
kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan meningkatnya
aktifitas dari neuron Yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi
trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling sensitif
terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferen tidak hanya
menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi
agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas .
Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:
1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa kekornu anterior susunan syaraf pusat
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat.
PATHOLOGI
Toksin
tetanospamin menyebar dari saraf perifer secara ascending bermigrasi
secara sentripetal atau secara retrogard mcncapai CNS. Penjalaran
terjadi didalam axis silinder dari sarung parineural. Teori terbaru
berpendapat bahwa toksin juga menyebar secara luas melalui darah
(hematogen) dan jaringan/sistem lymphatic.
GEJALA KLINIS
Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3 atau beberapa minggu ).
Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni;
1. Localited tetanus ( Tetanus Lokal )
2. Cephalic Tetanus
3. Generalized tetanus (Tctanus umum)
Selain itu ada lagi pembagian berupa neonatal tetanus
Kharekteristik dari tetanus
1. Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari.
2. Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya
3. Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
4. Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher.
Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena spasme
Otot masetter.
1. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( opistotonus , nuchal rigidity )
2. Risus
sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik
keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .
3. Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai dengan
4. Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.
5. Karena
kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis,
retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada
anak ).
Ad 1. tetanus lokal (lokalited Tetanus)
Pada
lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada
daerah tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal
inilah merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut
biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progressif dan
biasanya menghilang secara bertahap.
Lokal
tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam
bentuk yang ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisajuga lokal
tetanus ini dijumpai sebagai prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai
secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai sesudah pemberian
profilaksis antitoksin.
Ad.2. Cephalic tetanus
Cephalic
tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1
–2 hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di
India ), luka pada daerah muka dan kepala, termasuk adanya benda asing
dalam rongga hidung. (12)
Ad.3 Generalized Tetanus
Bentuk
ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang
tidak dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara
diam-diam. Trismus merupakan gejala utama yang sering dijumpai ( 50 %),
yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot masseter, bersamaan dengan
kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan
menelan. Gejala lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni
spasme otot-otot muka, opistotonus ( kekakuan otot punggung), kejang
dinding perut. Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa
menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose asfiksia. Bisa terjadi
disuria dan retensi urine,kompressi frak tur dan pendarahan didalam
otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun bisa
mencapai 40 C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah
tidak stabil dan dijumpai takhikardia, penderita biasanya meninggal.
Diagnosa ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis.
Ad.4. Neotal tetanus
Biasanya
disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu
proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses
pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang
telah terkontaminasi spora C.tetani, maupun penggunaan obat-obatan
Wltuk tali pusat yang telah terkontaminasi.
Kebiasaan
menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak
steril,merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus.
Menurut
penelitian E.Hamid.dkk, Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Dr.Pringadi
Medan, pada tahun 1981. ada 42 kasus dan tahun 1982 ada 40 kasus
tetanus.(8) Biasanya ditolong melalui tenaga persalianan tradisional (
TBA =Traditional Birth Attedence ) 56 kasus ( 68,29 % ), tenaga bidan 20
kasus ( 24,39 % ) ,dan selebihnya melalui dokter 6 kasus ( 7, 32 %) ).
Berikut ini tabel. Yang memperlihatkan instrument Untuk memotong tali
pusat.
Tabel I : BAHAN UNTUK MEMOTONG TALI PUSAT
Sedangkan berikut ini pada tabel 2. Memperlihatkan material yang dipergunakan untuk tali pusat.
TABEL 2. : MATERIAL UNTUK TALI PUSAT
Jadi
dari tabel diatas ( Tabel 2 ) terlihat dari 29 kasus ( 35,37 % )
biasanya mereka mempergunakan alkohol /spiritus untuk perlindungan
terhadap tali pusat, sedangkan 26 kasus ( 31,70 %) mereka mempergunakan
material yang berbeda berupa herbal origin.
DIAGNOSIS
Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat, berupa :
1. Gejala klinik
Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus ( sardonic smile ).
2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.
3. Kultur: C. tetani (+).
4. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.
DIAGNOSIS BANDlNG
Untuk
membedakan diagnosis banding dari tetanus, tidak akan sular sekali
dijumpati dari pemeriksaan fisik, laboratorium test (dimana cairan
serebrospinal normal dan pemeriksaan darah rutin normal atau sedikit
meninggi, sedangkan SGOT, CPK dan SERUM aldolase sedikit meninggi karena
kekakuan otot-otot tubuh), serta riwayat imunisasi, kekakuan otot-otot
tubuh), risus sardinicus dan kesadaran yang tetap normal.
Berikut ini Tabel 3 yang memperlihatkan differential diagnosis Tetanus
Tabel 3. : DIAGNOSIS BANDING TETANUS
PROGNOSIS
Prognosis tetanus diklassikasikan dari tingkat keganasannya, dimana :
1. Ringan; bila tidak adanya kejang umum ( generalized spsm )
2. Sedang; bila sekali muncul kejang umum
3. Berat ; bila kejang umum yang berat sering terjadi.
Masa
inkubasi neonatal tetanus berkisar antara 3 -14 hari, tetapi bisa lebih
pendek atau pun lebih panjang. Berat ringannya penyakit juga tergantung
pada lamanya masa inkubasi, makin pendek masa inkubasi biasanya
prognosa makin jelek.
Prognosa tetanus neonatal jelek bila:
1. Umur bayi kurang dari 7 hari
2. Masa inkubasi 7 hari atau kurang
3. Periode timbulnya gejala kurang dari 18 ,jam
4. Dijumpai muscular spasm. (1,6.8,10,12,13)
Case Fatality Rate ( CFR) tetanus berkisar 44-55%, sedangkan tetanus neonatorum > 60%. (1,2)
KOMPLIKASI
Komplikasi
pada tetanus yaang sering dijumpai: laringospasm, kekakuan otot-otot
pematasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan
atelektase serta kompressi fraktur vertebra dan laserasi lidah akibat
kejang. Selain itu bisa terjadi rhabdomyolisis dan renal failure (11,13)
PENATALAKSANAAN
A. UMUM
Tujuan
terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran
toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai
pulih. Dan tujuan tersebut dapat diperinci sbb :
1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:
membersihkan
luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan
nekrotik),membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H202
,dalam hal ini penata laksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2
jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS.
2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan
membuka mulut dan menelan. Hila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral.
3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita
4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.
5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
B. Obat- obatan
B.1. Antibiotika :
Diberikan
parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan
tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/
12 jam secafa IM diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap
peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin
dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan
diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline
intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/24 jam,
dibagi 6 dosis selama 10 hari.
Antibiotika
ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan
untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi
pemberian antibiotika broad spektrum dapat dilakukan.
B.2. Antitoksin
Antitoksin
dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis
3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan
secara intravena karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of
globulin ", yang mana ini dapat mencetuskan reaksi allergi yang serius.
Bila
TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin, yang
berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya
adalah : 20.000 U dari antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaC1
fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus sudah
diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa
(20.000 U) diberikan secara IM pada daerah pada sebelah luar.(1.8.9)
B.3.Tetanus Toksoid
Pemberian
Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan pemberian
antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang
berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan
sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.
Penyebab
utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang klonik yang hebat,
muscular dan laryngeal spasm beserta komplikaisnya. Dengan penggunaan
obat – obatan sedasi/muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi.
Tabel 5 : JENIS ANTIKONVULSAN
Jenis Obat Dosis Efek Samping
Diazepam 0,5 – 1,0 mg/kg Stupor, Koma
Berat badan / 4 jam (IM)
Meprobamat 300 – 400 mg/ 4 jam (IM) Tidak Ada
Klorpromasin 25 – 75 mg/ 4 jam (IM) Hipotensi
Fenobarbital 50 – 100 mg/ 4 jam (IM) Depressi pernafasan
Di
Bagian llmu Kesehatan Anak RS Dr. Pirngadi/ FK USU, obat anti konvulsan
yang dipergunakan untuk tetanus noenatal berupa diazepam, obat ini
diberikan melalui bolus injeksi yang dapat diberikan setiap 2 – 4 jam.
Pemberian berikutnya tergantung pada basil evaluasi setelah pemberian
anti kejang.
Bila
dosis optimum telah tercapai dan kejang telah terkontrol, maka jadwal
pemberian diazepam yang tetap dan tepat baru dapat disusun.
Dosis
diazepam pada saat dimulai pengobatan ( setelah kejang terkontrol )
adalah 20 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 8 kali pemberian (pemberian
dilakukan tiap 3 jam ). Kemudian dilakukan evaluasi terhadap kejang,
bila kejang masih terus berlangsung dosis diazepam dapat dinaikkan
secara bertahap sampai kejang dapat teratasi. Dosis maksimum adalah 40
mg/kgBB/hari( dosis maintenance ).
Bila
dosis optimum telah didapat, maka skedul pasti telah dapat dibuat, dan
ini dipertahan selama 2-3 hari , dan bila dalam evaluasi berikutnya
tidak dijumpai adanya kejang, maka dosis diazepam dapat diturunkan
secara bertahap, yaitu 10 -15 % dari dosis optimum tersebut. Penurunan
dosis diazepam tidak boleh secara drastis, oleh karena bila terjadi
kejang, sangat sukar untuk diatasi dan penaikkan dosis ke dosis semula
yang efektif belum tentu dapat mengontrol kejang yang terjadi.Bila
dengan penurunan bertahap dijumpai kejang, dosis harus segera dinaikkan
kembali ke dosis semula. Sedangkan bila tidak terjadi kejang
dipertahankan selama 2- 3 hari dan dirurunkan lagi secara bertahap, hal
ini dilakukan untuk selanjutnya . Bila dalam penggunaan diazepam, kejang
masih
terjadi, sedang dosis maksimal telah tercapai, maka penggabungan dengan anti kejang lainnya harus dilakukan
Pengobatan menurut Adam .R.D. (1): Pada saat onset,
· 3000 - 6000 unit, tetanus immune globulin satu kali saja.
· 1,2 juta unit Procaine penicilin sehari selama 10 hari, Intramuscular. Jika alergi beri tetracycline 2 gram sehari.
· Perawatan luka, dibersihkan, sekitar luka beri ATS (infiltrasi)
· Semua penderita kejang tonik berulang, lakukan trachcostomi, ini harus dilakukan tuk mencegah cyanosis dan apnoe.
· Paraldehyde baik diberikan melalui mulut.
· Jika
cara diatas gagal, dapat diberi d-Lubocurarine IM dengan dosis 15 mg
setiap jam sepanjang diperlukan, begitu juga pernafasan dipertahankan
dengan respirator.
Sedangkan pengobatan menurut Gilroy:
- Kasus ringan :
Penderita tanpa cyanose : 90 - 180 begitu juga promazine 6 jam dan barbiturat secukupnyanya untuk mengurangi spasme.
- Kasus berat :
1. Semua penderita dirawat di ICU (satu team )
2. Dilakukan
tracheostomi segera. Endotracheal tube minimal harus dibersihkan setiap
satu jam dan setiap 3 hari ETT harus diganti dengan yang baru.
3. Curare diberi secukupnya mencegah spasme sampai 2 jam.
4. Pernafasan dijaga dengan respirator oleh tenaga yang berpengalaman
5. 4.Penderita rubah posisi/ miringkan setiap 2 jam. Mata dibersihkan tiap 2 jam mencegah conjuntivitis
6. 5. Pasang NGT, diet tinggi, cairan cukup tinggi, jika perlu 6 1./hari
7. 6. Urine pasang kateter, beri antibiotika.
8. 7. Kontrol serum elektrolit, ureum dan AGDA
9. 8.Rontgen foto thorax
10. 9.Pemakaian
curare yang terlalu lama, pada saatnya obat dapat dihentikan
pemakaiannya. Jika KU membaik, NGT dihentikan. Tracheostomy
dipertahankan beberapa hari, kemudian dicabut/dibuka dan bekas luka
dirawat dengan baik.
PENCEGAHAN
Seorang
penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan ulangan
artinya dia mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat tetanus bila
terjadi luka sama seperti orang lainnya yang tidak pernah di imunisasi.
Tidak terbentuknya kekebalan pada penderita setelah ianya sembuh
dikarenakan toksin yang masuk kedalam tubuh tidak sanggup untuk
merangsang pembentukkan antitoksin ( kaena tetanospamin sangat poten dan
toksisitasnya bisa sangat cepat, walaupun dalam konsentrasi yang
minimal, yang mana hal ini tidak dalam konsentrasi yang adekuat untuk
merangsang pembentukan kekebalan).
Ada
beberapa kejadian dimana dijumpai natural imunitas. Hal ini diketahui
sejak C. tetani dapat diisolasi dari tinja manusia. Mungkin organisme
yang berada didalam lumen usus melepaskan imunogenic quantity dari
toksin. Ini diketahui dari toksin dijumpai anti toksin pada serum
seseorang dalam riwayatnya belum pernah di imunisasi, dan
dijumpai/adanya peninggian titer antibodi dalam serum yang karakteristik
merupakan reaksi secondary imune response pada beberapa orang yang
diberikan imunisasi dengan tetanus toksoid untuk pertama kali.
Dengan
dijumpai natural imunitas ini, hal ini mungkin dapat menjelaskan
mengapa insiden tetanus tidak tinggi, seperti yang semestinya terjadi
pada beberapa negara dimana pemberian imunisasi tidak lengkap/ tidak
terlaksana dengan baik.
Sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan
satu-satunya
cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan dengan pemberian
imunisasi telah dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara
pemberian imunisasi aktif( DPT atau DT ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar