Dalam banyak
kasus Anda tidak akan berhadapan dengan gas murni tetapi dengan campuran gas
yang mengandung dua atau lebih gas. Dalton tertarik dengan masalah kelembaban
dan dengan demikian tertarik pada udara basah, yakni campuran udara dengan uap
air. Ia menurunkan hubungan berikut dengan menganggap masing-masing gas dalam
campuran berperilaku independen satu sama lain. Anggap satu campuran dua jenis
gas A (nA mol) dan B (nB mol) memiliki volume V pada temperatur T. Persamaan
berikut dapat diberikan untuk masing-masing gas.
pA
= nART/V (6.8)
pB
= nBRT/V (6.9)
pA
dan pB disebut dengan tekanan parsial gas A dan gas B. Tekanan parsial adalah
tekanan yang akan diberikan oleh gas tertentu dalam campuran seandainya gas
tersebut sepenuhnya mengisi wadah. Dalton meyatakan hukum tekanan parsial yang
menyatakan tekanan total P gas sama dengan jumlah tekanan parsial kedua gas.
Jadi, P = pA + pB = (nA + nB)RT/V (6.10)
Hukum
ini mengindikasikan bahwa dalam campuran gas masing-masing komponen memberikan
tekanan yang independen satu sama lain. Walaupun ada beberapa gas dalam wadah
yang sama, tekanan yang diberikan masing-masing tidak dipengaruhi oleh
kehadiran gas lain.
Bila fraksi molar gas A, xA, dalam campuran xA = nA/(nA + nB), maka pA dapat juga dinyatakan dengan xA.
Bila fraksi molar gas A, xA, dalam campuran xA = nA/(nA + nB), maka pA dapat juga dinyatakan dengan xA.
pA
= [nA/(nA + nB)]P (6.11)
Dengan
kata lain, tekanan parsial setiap komponen gas adalah hasil kali fraksi mol,
xA, dan tekanan total P. Tekanan uap jenuh (atau dengan singkat disebut tekanan
jenuh) air disefinisikan sebagai tekanan parsial maksimum yang dapat diberikan
oleh uap air pada temperatur tertentu dalam campuran air dan uap air. Bila
terdapat lebih banyak uap air, semua air tidak dapat bertahan di uap dan
sebagian akan mengembun.
B. Pertukaran gas menembus kapiler
paru dan sistemik
Komposisi Udara Alveolus
Oksigen
terus-menerus berdifusi dari udara dalam alveoli (udara alveolus)
ke dalam aliran darah, dan CO2 terus-menerus berdifusi dari darah ke
dalam alveoli. Pada keadaan seimbang, udara inspirasi bercampur dengan udara
alveolus, menggantikan O2 yang telah masuk ke dalam darah dan
mengencerkan CO2 yang telah memasuki alveoli. Sebagian udara
campuran ini akan dikeluarkan. Kandungan O2 udara alveolus akan
menurun dan kandungan CO2 -nya meningkat sampai inspirasi
berikutnya. Pada akhir ekspirasi tenang (kapasitas residu fungsional), volume
udara di dalam alveoli sekitar 2L, sehingga setiap perubahan sejumlah 350 mL
selama inspirasi dan ekspirasi sangat sedikit mengubah besar PO2 dan
PCO2. Pada kenyataannya, komposisi udara alveolus relatif tetap
konstan, tidak hanya pada saat istirahat tetapi juga pada berbagai keadaan lain
(Ganong FW, 1998).
Pengambilan
Contoh Udara Alveolus
Secara teoritis,
udara yang diekspirasikan merupakan udara alveolus, kecuali 150 mL, kecuali 150
mL udara ekspirasi awal, walaupun selalu terdapat udara campuran pada fase
peralihan antara udara ruang rugi dengan udara alveolus. Dengan demikian, untuk
melakukan analisis gas diambil bagian terakhir udara ekspirasi. Dengan
menggunakan alat mutakhir yang dilengkapi dengan katup otomatis uang sesuai,
dimungkinkan untuk mengambil 10 mL terakhir udara ekspirasi selama pernapasan
tenang.
Difusi Melalui Membran Alveolus-Kapiler
Gas
berdifusi dari alveoli ke dalam darah kapiler paru atau sebaliknya melintasi
membran alveolus-kapiler yang tipis yang dibentuk oleh epitel pulmonal, endotel
kapiler serta membran basalis masing-masing yang berfusi. Tercapai atau tidaknya
keseimbangan senyawa yang melintas dari alveoli ke dalam darah kapiler dalam
waktu 0,75 detik yang diperlukan untuk melewati kapiler paru pada saat
istirahat bergantung pada reaksinya dengan senyawa dalam darah. Sebagai contoh
gas anestesi nitrogen oksida tidak bereaksi, dan N2O mencapai
keseimbangan dalam waktu sekitar 0,1 detik. Pada keadaan ini, jumlah N2O
yang masuk ke dalam tubuh tidak dibatasi oleh kemampuan difusi melainkan oleh
jumlah darah yang mengalir melalui kapiler paru (perfusion-limited).
Di pihak lain, karbon monoksida diambil oleh hemoglobin dalam sel darah merah
dengan kecepatan yang sangat tinggi sehingga tekanan parsial CO di dalam
kapiler tetap sangat rendah dan keadaan seimbang tida dapat tercapai dalam
waktu 0,75 detik saat darah berada dalam kapiler baru. Oleh sebab itu, pada
keadaans istirahat perpindahan CO bukan dibatasi oleh besarnya perfusi,
melainkan oleh kemampuan difusi (difusion-limited). Perpindahan
O2 terletak antara N2O dan CO; O2 diambil oleh
hemoglobin tetapi jauh lebih lambat dibandingkan CO, dan mencapai keseimbangan
dengan darah kapiler dalam waktu sekitar 0,3 detik. Jadi, ambilan O2
juga dibatasi ileh perfusi.
Kapasitas
difusi paru untuk suatu gas berbanding lurus dengan luas membran
alveolus-kapiler dan berbanding terbalik dengan tebal membran. Kapasitas difusi
CO (DLCO) diukur sebagai indeks kapasitas difusi karena
pengambilannya dibatasi oleh kemampuan difusi. DLCO sebanding dengan
jumlah CO yang memasuki alveoli dikurangi tekanan parsial CO dalam darah yang
masuk ke kapiler paru. Nilai terakhir ini mendekati no sehingga dapat
diabaikan, kecuali pada perokok habitual. Pada keadaan istirahat, nilai normal
DLCO sekitar 25 mL/menit/mmHG. Nilai ini meningkat 3 kali selama
latihan fisik akibat dilatasi kapiler dan peningkatan jumlah kapiler yang
aktif.
PO2
udara alveolus normal adalah 100 mmHg dan PO2 darah yang memasuki
kapiler paru adalah 40 mmHG. Seperti halnya CO, kapasitas difusi O2
pada keadaan istirahat adalah 25 mL/menit/mmHg, dan PO2 dalam darah
meningkat mencapai 97 mmHg. Nilai yang sedikit lebih rendah daripada PO2
alveolus. Nilai ini berkurang menjadi 95 mmHg di dalam aorta akibat adanya
pintas (shunt) fisiologis. DLO2 meningkat mencapai 65
mL/menit/mmHg selama latihan fisik dan menurun pada penyakit seperti sarkoidosis
dan keracunan birilium (biriliosis) yang menimbulkan fibrosis dinding alveolus.
Penyebab lain fibrosis paru adalah sekresi PDGP berlebihan oleh makrofag
alveolus, yang merangsang sel mesenkim di sekitarnya.
PCO2
darah vena adalah 46 mmHg, sehingga CO2 berdifusi dari darah ke
dalam alveoli sesuai selisih tekanan tersebut. PCO2 darah yang
meninggalkan paru adalah 40 mmHg. CO2 mampu menembus sleuruh membran
biologis dengan mudah, dan kapasitas difusi paru untuk CO2 jaub
lebih besar dibandingkan O2. inilah sebabnya mengapa retensi CO2
jarang merupakan masalah pada penderita fibrosis alveolus welaupun terdapat
penurunan kapasitas difusi O2 yang nyata(Ganong FW, 1998).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar