selamat datang

Kampus ku

Pesan Kami

DATA

Postingan
Komentar

Total Tayangan Halaman

Like Facebook


Selasa, 10 April 2012

Pertukaran gas

A.  Konsep tekanan parsial
Dalam banyak kasus Anda tidak akan berhadapan dengan gas murni tetapi dengan campuran gas yang mengandung dua atau lebih gas. Dalton tertarik dengan masalah kelembaban dan dengan demikian tertarik pada udara basah, yakni campuran udara dengan uap air. Ia menurunkan hubungan berikut dengan menganggap masing-masing gas dalam campuran berperilaku independen satu sama lain. Anggap satu campuran dua jenis gas A (nA mol) dan B (nB mol) memiliki volume V pada temperatur T. Persamaan berikut dapat diberikan untuk masing-masing gas.
pA = nART/V (6.8)
pB = nBRT/V (6.9)
pA dan pB disebut dengan tekanan parsial gas A dan gas B. Tekanan parsial adalah tekanan yang akan diberikan oleh gas tertentu dalam campuran seandainya gas tersebut sepenuhnya mengisi wadah. Dalton meyatakan hukum tekanan parsial yang menyatakan tekanan total P gas sama dengan jumlah tekanan parsial kedua gas. Jadi, P = pA + pB = (nA + nB)RT/V (6.10)
Hukum ini mengindikasikan bahwa dalam campuran gas masing-masing komponen memberikan tekanan yang independen satu sama lain. Walaupun ada beberapa gas dalam wadah yang sama, tekanan yang diberikan masing-masing tidak dipengaruhi oleh kehadiran gas lain.
Bila fraksi molar gas A, xA, dalam campuran xA = nA/(nA + nB), maka pA dapat juga dinyatakan dengan xA.
pA = [nA/(nA + nB)]P (6.11)
Dengan kata lain, tekanan parsial setiap komponen gas adalah hasil kali fraksi mol, xA, dan tekanan total P. Tekanan uap jenuh (atau dengan singkat disebut tekanan jenuh) air disefinisikan sebagai tekanan parsial maksimum yang dapat diberikan oleh uap air pada temperatur tertentu dalam campuran air dan uap air. Bila terdapat lebih banyak uap air, semua air tidak dapat bertahan di uap dan sebagian akan mengembun.
B.  Pertukaran gas menembus kapiler paru dan sistemik
Komposisi Udara Alveolus
Oksigen terus-menerus berdifusi dari udara dalam alveoli (udara alveolus) ke dalam aliran darah, dan CO2 terus-menerus berdifusi dari darah ke dalam alveoli. Pada keadaan seimbang, udara inspirasi bercampur dengan udara alveolus, menggantikan O2 yang telah masuk ke dalam darah dan mengencerkan CO2 yang telah memasuki alveoli. Sebagian udara campuran ini akan dikeluarkan. Kandungan O2 udara alveolus akan menurun dan kandungan CO2 -nya meningkat sampai inspirasi berikutnya. Pada akhir ekspirasi tenang (kapasitas residu fungsional), volume udara di dalam alveoli sekitar 2L, sehingga setiap perubahan sejumlah 350 mL selama inspirasi dan ekspirasi sangat sedikit mengubah besar PO2 dan PCO2. Pada kenyataannya, komposisi udara alveolus relatif tetap konstan, tidak hanya pada saat istirahat tetapi juga pada berbagai keadaan lain (Ganong FW, 1998).
Pengambilan Contoh Udara Alveolus
Secara teoritis, udara yang diekspirasikan merupakan udara alveolus, kecuali 150 mL, kecuali 150 mL udara ekspirasi awal, walaupun selalu terdapat udara campuran pada fase peralihan antara udara ruang rugi dengan udara alveolus. Dengan demikian, untuk melakukan analisis gas diambil bagian terakhir udara ekspirasi. Dengan menggunakan alat mutakhir yang dilengkapi dengan katup otomatis uang sesuai, dimungkinkan untuk mengambil 10 mL terakhir udara ekspirasi selama pernapasan tenang.

 

Difusi Melalui Membran Alveolus-Kapiler

Gas berdifusi dari alveoli ke dalam darah kapiler paru atau sebaliknya melintasi membran alveolus-kapiler yang tipis yang dibentuk oleh epitel pulmonal, endotel kapiler serta membran basalis masing-masing yang berfusi. Tercapai atau tidaknya keseimbangan senyawa yang melintas dari alveoli ke dalam darah kapiler dalam waktu 0,75 detik yang diperlukan untuk melewati kapiler paru pada saat istirahat bergantung pada reaksinya dengan senyawa dalam darah. Sebagai contoh gas anestesi nitrogen oksida tidak bereaksi, dan N2O mencapai keseimbangan dalam waktu sekitar 0,1 detik. Pada keadaan ini, jumlah N2O yang masuk ke dalam tubuh tidak dibatasi oleh kemampuan difusi melainkan oleh jumlah darah yang mengalir melalui kapiler paru (perfusion-limited). Di pihak lain, karbon monoksida diambil oleh hemoglobin dalam sel darah merah dengan kecepatan yang sangat tinggi sehingga tekanan parsial CO di dalam kapiler tetap sangat rendah dan keadaan seimbang tida dapat tercapai dalam waktu 0,75 detik saat darah berada dalam kapiler baru. Oleh sebab itu, pada keadaans istirahat perpindahan CO bukan dibatasi oleh besarnya perfusi, melainkan oleh kemampuan difusi (difusion-limited). Perpindahan O2 terletak antara N2O dan CO; O2 diambil oleh hemoglobin tetapi jauh lebih lambat dibandingkan CO, dan mencapai keseimbangan dengan darah kapiler dalam waktu sekitar 0,3 detik. Jadi, ambilan O2 juga dibatasi ileh perfusi.
Kapasitas difusi paru untuk suatu gas berbanding lurus dengan luas membran alveolus-kapiler dan berbanding terbalik dengan tebal membran. Kapasitas difusi CO (DLCO) diukur sebagai indeks kapasitas difusi karena pengambilannya dibatasi oleh kemampuan difusi. DLCO sebanding dengan jumlah CO yang memasuki alveoli dikurangi tekanan parsial CO dalam darah yang masuk ke kapiler paru. Nilai terakhir ini mendekati no sehingga dapat diabaikan, kecuali pada perokok habitual. Pada keadaan istirahat, nilai normal DLCO sekitar 25 mL/menit/mmHG. Nilai ini meningkat 3 kali selama latihan fisik akibat dilatasi kapiler dan peningkatan jumlah kapiler yang aktif.
PO2 udara alveolus normal adalah 100 mmHg dan PO2 darah yang memasuki kapiler paru adalah 40 mmHG. Seperti halnya CO, kapasitas difusi O2 pada keadaan istirahat adalah 25 mL/menit/mmHg, dan PO2 dalam darah meningkat mencapai 97 mmHg. Nilai yang sedikit lebih rendah daripada PO2 alveolus. Nilai ini berkurang menjadi 95 mmHg di dalam aorta akibat adanya pintas (shunt) fisiologis. DLO2 meningkat mencapai 65 mL/menit/mmHg selama latihan fisik dan menurun pada penyakit seperti sarkoidosis dan keracunan birilium (biriliosis) yang menimbulkan fibrosis dinding alveolus. Penyebab lain fibrosis paru adalah sekresi PDGP berlebihan oleh makrofag alveolus, yang merangsang sel mesenkim di sekitarnya.
PCO2 darah vena adalah 46 mmHg, sehingga CO2 berdifusi dari darah ke dalam alveoli sesuai selisih tekanan tersebut. PCO2 darah yang meninggalkan paru adalah 40 mmHg. CO2 mampu menembus sleuruh membran biologis dengan mudah, dan kapasitas difusi paru untuk CO2 jaub lebih besar dibandingkan O2. inilah sebabnya mengapa retensi CO2 jarang merupakan masalah pada penderita fibrosis alveolus welaupun terdapat penurunan kapasitas difusi O2 yang nyata(Ganong FW, 1998).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar